Last Year : Survive at School

By Ektesha_

68.2K 5.5K 385

Gadis bernama Angelina Christy, terjebak di permainan sekolah yang penuh persaingan. Berusaha mencari fakta d... More

PROLOG
PARK 01 : SMANTA
PARK 02 : TROTOAR
PARK 03 : PERTEMANAN
PARK 04 : BULLYING
PARK 05 : PERINGATAN 1
PARK 06 : MASALAH
Park 07 : PERINGATAN 2
PARK 09 : BUNDA SHAN
PARK 10 : PENGAKUAN CHIKA
PARK 11 : REKAMAN
PARK 12 : SURVIVE AT SCHOOL
PARK 13 : TALI OREN
PARK 14 : PENYAKIT MEMATIKAN
PARK 15 : KECURIGAAN

PARK 08 : ANAK BOS

2.7K 329 25
By Ektesha_

SELAMAT MEMBACA DAN
SEMOGA SUKA ❤️

Pagi dini hari dengan suasana yang masih gelap, Sean terbangun dari tidurnya saat mendengar suara Aldo yang sedang berpamitan pada Shani. Laki-laki itu mulai berdiri dan melihat putrinya yang masih tertidur di atas bangsalnya.

Mengapa Chika bisa berada di rumah sakit? Karena, di malam itu saat Sean sedang menunggu Christy di ruang penanganan, laki-laki itu mendapatkan telepon dari Renata yang mengabarkan bahawa putrinya tiba-tiba pingsan. Sean pun berpamitan pada Aldo dan Shani lalu bergegas mendatangi putri dan istrinya yang berada di rumah. Ia membawa Chika ke rumah sakit untuk di periksa lebih lanjut, dan hasilnya gadis itu hanya pingsan karena kelelahan akibat hujan-hujanan.

Sean melangkah mendatangi Aldo yang berada di satu ruangan itu, gorden menjadi penghalang antar Christy dan Chika yang dirawat di sana.

"Om? Gimana keadaan Chika?" tanya Aldo pelan saat melihat Sean yang berada di depan gorden yang menutupi setengah dari tempat Christy.

"Chika baik-baik saja. Gimana keadaan Christy? Apa dia sudah sadar?" tanya Sean dengan nada pelan. Laki-laki itu melihat Shani dalam keadaan tidur dengan tubuh yang bersandar di bangsal Christy sembari menggenggam tengan putrinya.

Aldo menggelengkan kepalanya. "Belum sadar, Om," jawabnya.

Tangan Aldo meraih gagang pintu lalu membukanya. Cowok itu keluar dari ruangan diikuti Sean yang juga keluar dari ruangan itu.

Mereka mulai berjalan melewati lorong rumah sakit yang masih terlihat sepi. Sean mulai memasukan kedua tangannya di dalam saku lalu menoleh pada Aldo. Begitupun Aldo yang ikut memasukan kedua tangannya ke dalam saku setelah melihat Sean dengan ekor matanya. "Christy adalah karyawan saya yang bekerja di caffe toss," ucap Sean.

Aldo hanya diam melirik laki-laki itu yang berjalan di sampingnya. "Apa kamu keluarga Christy?" lanjut Sean bertanya.

"Saya tidak memiliki hubungan apapun dengan Christy, hanya teman dekat." Aldo pun terdiam beberapa detik. "Saya sudah tidak lagi memiliki orang tua. Saya menganggap Tante Shani sebagai Ibu saya sendiri, saya mendapatkan kasi sayang dari dia setelah kepergian ibu saya," lanjut Aldo berucap santai pada laki-laki itu.

Sean sontak menoleh lalu tersenyum bangga pada remaja itu. "Kamu sangat beruntung bisa mengenali Shani dan putrinya."

"Mengapa?" Aldo mengerutkan dahinya terheran mendengar perkataan yang keluar dari mulut laki-laki itu.

"Saya yakin dia adalah orang baik dan bisa menyayangimu dengan tulus setelah ibumu." Mereka sampai di lobby rumah sakit dan terhenti. Sean merangkul Aldo lalu menepuk bahu remaja itu layaknya seorang anak di matanya. "Terima kasih karena kamu sudah membantu Christy dan putri saya." lanjutnya.

Aldo yang mendengar itu hanya tersenyum tipis. "Sama-sama, Om. Saya akan pulang dan berangkat ke sekolah, pagi ini." Aldo berucap pada Sean lalu mencium punggung tangan laki-laki itu. Setelah selesai, cowok itu pun pergi menuju motornya yang terparkir.

•••

Chika terusik dari tidurnya saat cahaya matahari menembus kaca yang sebelumnya dihalangi gorden. Setelah membuka lebar gorden rumah sakit, Sean langsung mendekat pada anaknya yang berada di atas bangsal, cairan infus mengalir, berusaha masuk ke tubuh gadis itu.

Sean mengusap lembut puncak kepala putrinya. "Kak,..." panggil Sean lembut.

"Iya, Pa?" jawab Chika dengan suara serak, ia merasakan tubuhnya yang sakit, menggigil dangan suhu tubuh yang panas. Gadis itu demam akibat malam itu yang membuatnya sangat syok, ketakutan dan penuh tanda tanya, namun gadis itu tidak berani untuk menceritakan kejadiannya bersama Christy sebelumnya.

Chika menoleh ke arah kanan dan melirik gorden yang menutupi sebelahnya. "Christy udah sadar, Pa?" tanya Chika lalu melirik sang Papa.

Sean menoleh pada gorden yang menjadi penghalang itu lalu menoleh pada anaknya lagi. "Belum sadar, kak," jawab Sean.

"Papa, aku gamau dirawat, Pa," rengek Chika kala dirinya ingin dipasangi infus oleh Suster.

"Ini demi kebaikan kamu, kak. Badan kamu mulai hangat, nurut sama Papa, ya?" bujuk Sean berusaha meyakinkan putrinya.

"Aku mau di rumah aja. Mama juga bisa ngerawat aku. ya 'kan, Ma?" ucap Chika lalu menoleh pada Renata.

Renata mengangguk setuju. "Iya, sayang. Mama bisa ngerawat kamu, tapi sebaiknya kamu nurut sama Papa, ya? Biar kamu cepat sembuh," ucapnya begitu lembut.

"Mama?"

Chika merengek, dirinya benar-benar takut akan jarum suntik. "Pasang aja Sus," lanjut Sean menyetujui.

"Papa...?"

Chika mulai murung, ia menangis dan merengek kala Sean mengatakan itu. Suster yang ingin bertindak sontak terdiam saat melihat gadis itu yang mulai menangis.

"Itu cuma jarum, kak. Itu gak akan buat kamu sakit." Sean mengusap lembut air mata Chika. "Kamu mau apa? Semua kemauan kamu bakal Papa turutin, asal kamu mau di rawat," lanjut Sean.

"Tapi aku gak mau dirawatt." jawab Chika merengek. Pipinya sudah dipenuhi air mata akibat tangis pilunya.

"Papa mohon, ya. Ini demi kesehatan kamu," balas Sean, laki-laki itu kembali menyuruh Suster untuk segera memasangkan infusnya.

Chika pun pasrah dan hanya menangis saat Sean memegangi lengannya dan Suster memasangkan infus.

"Kamu mau apa, biar Papa beliin? Atau mau sesuatu yang lain?" tanya Sean pada putrinya saat pemasangan infus selesai.

Dengan sesegukan Chika berucap. "Boleh apa aja? Papa bakal turutin 'kan?"

"Iya sayang. Kamu mau apa? Semuanya bakal Papa turutin," ucap Sean lalu mengusap air mata Chika.

Chika terdiam beberapa detik. "Aku mau satu ruangan sama Christy," pinta Chika lalu Sean terdiam sejenak.

Sean pun menyetujui itu dan segera melakukan pembayaran untuk biaya rawat inap di rumah sakit itu.

"Mama kemana, Pa?" tanya Chika.

"Mama beli sarapan bareng Tante Shani." jawab Sean, laki-laki itu mengambilkan botol air putih untuk putrinya minum.

Chika pun berusaha merubah posisinya untuk duduk sembari dibantu oleh Sean. Gadis itu mulai bersandar dan meminum air putih yang di berikan oleh sang Papa.

"Pa, boleh tolong geserin gordennya, gak? Chika mau liat Christy," ucapnya yang masih memegangi botol minumnya.

"Boleh dong sayang." Sean tersenyum lalu menyingkirkan gorden yang menjadi penghalang.

Pandangan Chika sontak lekat pada Christy yang masih terbaring di atas bangsal dalam keadaan yang masih belum sadar. Kedua mata gadis itu masih terpejam dengan kepala yang dililit oleh perban dan cairan infus yang terus mengalir masuk ke tubuh gadis itu. Jujur saja, ia merasa sedih saat melihat Christy harus terluka seperti itu.

"Bunda..."

Suara lirih yang begitu pelan tertangkap jelas di pendengaran Chika, ia melihat sedikit pergerakan dari tangan kiri Christy yang terdapat infus. "Papa, Christy sadar, Pa," ucapnya. Sean pun segera mendekat pada gadis itu lalu memanggilkan Dokter.

Raut wajah Chika seketika berubah menjadi sangat senang saat melihat cewek itu yang akan sadar sebentar lagi. Dokter datang bersamaan dengan Sean dan langsung memeriksakan keadaan Christy. Kedua mata gadis itu terbuka perlahan dan pandangannya langsung tertuju pada langit-langit ruangan itu.

Dokter memeriksa detak jantung Christy dengan stetoskopnya lalu berpindah ke lekukan lengan.

Setelah selesai Dokter pun melepaskan alat stetoskop dari telinganya. "Pasien sudah sadar. Biarkan dia lebih pulih terlebih dahulu sebelum kalian tanya-tanya, ya," ucap Dokter pada Sean.

Dengan cepat Sean mengangguk. "Baik Dokter, terima kasih," ucapnya.

Dokter itu hanya tersenyum lalu pergi dari sana. Sean mendekat pada Christy yang masih diam memulihkan keadaannya.

"Christy."

Pandangan gadis itu sontak tertuju pada orang yang memanggilnya. "B-bos?" Gadis itu tampak kebingungan sekaligus takut, kenapa Bosnya bisa ada di sana.

"Tenanglah. Saya akan mengambilkanmu minum," ucap Sean lalu bergerak untuk mengambilkan sebotol air yang dibelinya beberapa jam yang lalu.

"C-Chika? Chika?"

Christy teringat pada gadis itu dan mencari keberadaannya hingga kepalanya kembali merasakan sakit akibat pergerakan yang terlalu kuat karena memaksakan untuk bangun.

"Heii, tenanglah." Sean kembali mendekat pada Christy dan menyuruhnya agar tetap berbaring. Di saat yang bersamaan Chika memanggil Christy dengan raut wajah tampak sedih. Bagaimana bisa Christy masih memikirkannya dalam keadaan apapun.

"Orang yang kau cari ada di dekatmu." Christy pun menoleh pada Chika yang tengah duduk dan memerhatikannya di atas bangsal. "Diam dan berbaringlah, saya akan mengambilkan air minum untukmu." Christy pun menurut dan mulai berbaring kembali, Sean segera mengambilkan air dan membantu gadis itu.

"Makasi Bos," ucap Christy setelah selesai meminum beberapa teguk air melalui sedotan yang dibantu oleh Sean.

"Panggil saya, Om Sean karena Chika adalah anak saya," usulnya lalu meletakan air itu di meja samping Christy.

"Anak Bos?" Gadis itu tampak tidak percaya.

"Hmm." Sean kembali mendekat pada Chika lalu duduk di kursi yang ada di samping bangsal putrinya.

Christy melirik Chika sejenak lalu pandangannya kembali melihat langit-langit ruangan, gadis itu berusaha mengingat kejadian semalam.

"Bundamu sedang membelikan sarapan, sebentar lagi dia akan datang bersama istri saya." Christy sontak menoleh saat mendengar perkataan Sean, namun gadis itu hanya diam.

•••

Tersisa beberapa menit lagi bell pelajaran pertama akan segera di mulai. Aldo berjalan santai melewati lobby sekolah yang terlihat ramai yang juga dilewati beberapa murid lain.

Cowok itu terhenti di ujung lobby lalu melihat ke kiri dan kanannya yang menjadi bagian dari koridor sekolah. Tangannya bergerak masuk ke dalam saku celana lalu mengarah ke kiri untuk menuju ke arah tangga. Ia tidak melihat sedikitpun darah yang ada di dekat tangga ataupun potongan tubuh manusia di sana seperti apa yang Chika ceritakan sebelumnya.

Sekolah itu akan menjadi sangat mengerikan bila para murid dan Guru melihat hal seperti itu. Mungkin saja potongan tubuh dan genangan darah langsung dibersihkan oleh beberapa orang yang menjadi bagian dari pembuat permainan itu.

Aldo pun mulai menaiki anak tangga untuk menuju kelasnya karena bell masuk mulai terdengar.

Saat sampai di kelas, pandangannya langsung tertuju pada Ashel dan Olla lalu berjalan mendekat untuk menuju bangkunya yang berada di belakang teman-temannya itu.

"Christy kemana, Do? Chika juga kenapa belom datang? Mereka janjian apa gimana? Ini udah jam masuk," ucap Olla melihat jam tangannya. Ashel memutarkan tubuhnya menatap Aldo dan Olla.

"Mereka masuk rumah sakit," jawab Aldo lalu melepaskan tas ranselnya.

"HAH?"

Pandangan Aldo sontak terangkat melihat kedua gadis itu yang kaget secara bersamaan. "Beneran janjian 'dong?" ucap Olla lalu terkekeh sekilas. "Kok bisa bareng gitu, Do?" lanjutnya.

"Ntar istirahat gue ceritain di rooftop," ucap Aldo, lalu cowok itu melihat Ashel yang tampak diam dan murung.

"Kamu kenapa Cell?" tanya Aldo, pandangan gadis itu sontak terangkat melihat Aldo didepannya.

"Enggak, gapapa kok, ntar kita jenguk Christy sama Chika ke rumah sakit, ya." ucapnya.

"Gue gak di ajak?" sahut Olla.

"Ajak," ucap Ashel cepat.

"Enggak..." potong Aldo.

"Dih? Manusia brengsek ini. Gue bareng Ashel bukan bareng lo," balas Olla.

"Tapi Acel mau bareng gue, 'kan Cell?" Dengan cepat Ashel mengangguk sembari tersenyum.

Olla sontak menggenggam tangannya. "Tuhan tolong berikan cowok ganteng yang jatuh dari langit. Laknat juga orang ini yang bucin tanpa melihat tempat, semoga kaki kelingkingnya kesandung meja. Aminnn."

Aldo dan Ashel yang mendengar itu sontak tertawa beberapa detik sebelum Guru memasuki kelas itu.

•••

Bola mata Chika seketika membulat sempurna setelah melihat Shani untuk pertama kalinya. Chika benar-benar tidak menyangka seorang ibu dari temannya itu masih terlihat sangat muda.

"Christy? Gimana keadaan kamu, sayang?" Shani mendekat pada bangsal putrinya. Begitupun Renata yang langsung melihat keadaan gadis itu.

"Aku baik-baik aja, Bun," balas Christy menatap dalam wajah sang Bunda.

"Apa, Om Sean sudah memberimu minum?" tanya Renata. Pandangan Christy pun sontak tertuju pada perempuan itu. "Udah kok, Tan." Lalu Christy tersenyum pada perempuan itu.

"Lebih baik langsung kamu beri sarapan, Shan. Biar dia lebih bertenaga," usul Renata yang langsung dapat anggukan dari Shani.

Renata pun melangkah mendekat pada suami dan anaknya.

"Bunda suapin bubur, ya?" ucap Shani sembari mengeluarkan semangkuk bubur ke dalam mangkuk lalu meletakkannya di atas meja.

"Iya, Bun," balas Christy.

"Kamu bisa bangun? Atau mau makan sambil tiduran?" tanya Shani yang sudah siap dengan semangkuk buburnya.

"Aku bangun aja, Bun. Gak enak makan sambil tiduran," jawab Christy mencoba untuk bangun.

Dengan cepat Shani meletakan semangkuk buburnya lalu membantu Christy. "Apa perlu bantuan Shan?" tanya Renata saat melihat perempuan itu.

"Gapapa, bisa kok, kak," jawab Shani yang masih sibuk membantu anaknya.

"Papa, bantuin Christy, Pa," sahut Chika pada Sean. Laki-laki itu pun mendekat pada Christy untuk membantunya agar bisa bersandar di atas bangsalnya, ia mengubah bangsal itu agar sedikit tinggi di bagian kepala.

Setelah selesai membuat tubuhnya bersandar dengan nyaman, Christy pun langsung mengucapkan terima kasih pada Sean, laki-laki itu tersenyum lalu kembali mendekat pada anaknya.

Shani duduk di kursi samping bangsal lalu menyodorkan sendok yang berisi bubur pada mulut Christy. "Enak?" tanya Shani lalu dapat anggukan dari Christy. "Enak banget, Bun." Lalu Christy memperlihatkan senyum manis pada Shani.

Setelah beberapa sendok bubur yang di suapkan oleh bundanya, pandangan Christy tiba-tiba tertuju pada Chika dan kedua orang tuanya yang tampak sangat bahagia dengan kebersamannya. Renata menyuapkan semangkuk bubur pada suami dan anaknya dalam satu mangkuk itu, Sean juga terduduk di atas bangsal bersama dengan Chika.

"Dek?" tegur Shani yang ikut menoleh dan memerhatikan beberapa detik keluarga itu. Christy sontak menoleh pada bundanya.

"Maaf, Bun," ucap Christy lalu tertawa sekilas.

Shani terdiam sejenak lalu menghela nafas berat, perempuan itu seketika murung. "Christy gak sedih kok, Bun. Christy bersyukur... banget ada Bunda di dunia ini." ucapnya lalu tersenyum. Melihat beberapa detik raut wajah Shani yang tidak ada perubahan, Christy pun langsung merasa bersalah pada bundanya itu. "Maaf, Bunda," cicitnya pelan.

"Gak perlu minta maaf, sayang. Ayok makan lagi," Shani kembali menyuapkan bubur itu pada Christy.

"Bunda gak sedih 'kan?" tanya Christy menatap lekat wajah Shani.

"Bunda sedih kalo liat kamu sedih," jawab Shani lalu tersenyum, tangannya masih memegangi sesendok yang berisi bubur di depan mulut Christy.

Melihat bundanya tersenyum, Christy pun ikut tersenyum lalu membuka mulutnya melahap bubur yang di sodorkan Shani.

Setelah beberapa menit menyelesaikan sarapan, mereka mulai sedikit santai. Begitupun Chika dan keluarganya.

"Sini, Bun. Sandaran di sebelah aku," ucap Christy menyuruh Shani untuk naik ke bangsalnya. Perempuan itu hanya menurut lalu berbaring di samping gadis itu.

"Kalo Bunda dimarahin sama pihak rumah sakit ini gimana? Karena bangsalnya rusak gara-gara Bunda?" ucap Shani.

Christy pun menoleh pada sang Bunda. "Apa perlu Christy bakar rumah sakit ini karna nyalahin Bunda?" ucap Christy pelan lalu terkekeh.

"Kamu ada-ada aja, Dek," balas Shani yang ikut terkekeh.

"Bunda tau gak?" ucap Christy setelah beberapa detik tertawa.

"Apa tuh?" ucap Shani lalu menatap wajah samping Christy.

"Bunda tuh bukan kayak Bunda," ucap Christy lalu menoleh pada Shani.

"Terus kayak siapa?" tanya Shani dengan pandangan yang lekat pada Christy.

"Temen aku. Karna Bunda keliatan awet muda. Kayaknya teman aku gak bakal percaya kalo Bunda beneran Bunda aku," balas Christy sontak membuat Shani terkekeh, Christy pun ikut terkekeh setelah melihat respon bundanya.

"Terus kamu gak suka?" tanya Shani.

"Bukan gak suka, tapi Bunda keliatan temen aku bukan Bunda aku," jawab Christy.

"Biarin aja, Dek. Gak penting juga 'kan?" ucap Shani.

"Iyaa. Mau gimanapun Bunda tetep cantik kayak aku."

"Enak aja kamu." Shani menoel hidung Christy. "Kamu yang cantik kayak Bunda, karna kamu anaknya Bunda bukan Bunda anaknya kamu," lanjut Shani tidak terima. Christy tersenyum lalu tertawa sekilas setelah mendengar ucapan Shani kali ini.

Sedari tadi pemandangan itu dilihat jelas oleh Chika. Gadis itu seperti tidak percaya saat melihat tawa dan senyum yang terukir jelas di wajah Christy bersama Bundanya itu. Benar saja, keduanya tidak seperti seorang anak dan ibunya, melainkan seperti seorang teman yang sangat akrab.

[ Cakep bener Bunda Shani ]
Siapa yang mau jadi anaknya Bunda Shan?

•••

Heyyo semuaa!

Yuk ramein cerita ini. Jangan lupa vote, comment, share yaa, cerita LAST YEAR

Tetap jaga kesehatan, semangat puasanya!

Semoga hari kalian menyenangkan ^^

See you next chapter!

Salam,
Nanda!

Continue Reading

You'll Also Like

28.9K 3.4K 36
"Biarkan kisah ini memperkenalkan siapa kami"
24.8K 1.8K 22
Azizi Asadel, seorang murid yg bisa dikatakan biasa-biasa saja di SMA Satyaguna. Harus menghadapi cobaan dimana dia tak sengaja melempar sebotol sod...
20.4K 1.7K 34
Gadis cantik bernama Yessica Tamara Tanumihardja yang berasal dari keluarga kelas atas, harus mengalami ujian mental di hidupnya. Akrab dipanggil C...
128K 13.4K 78
"bukan aku, aku gk tau hikss" ucap gadis cantik itu sembari terisak plakk!! "Kamu! di kasih maaf malah begini liat apa yang kamu lakukan kepada adik...