Here To You

By desiariaa

81 20 16

Bagi sebagian orang, keberadaan Erish adalah sebuah masalah. Tapi bagi orang yang tepat, keberadaannya merupa... More

Bab 1
Bab 3
Bab 4
Bab 5
Bab 6
Bab 7
Bab 8
Bab 9

Bab 2

14 5 2
By desiariaa

Kemunculan Erish di kelas 12-1 sontak menjadi sorotan teman-teman sekelasnya yang belum semuanya ia kenal setelah satu minggu ia resmi menjadi murid SMA Lavida. Ujung bibir kirinya terdapat luka yang mengering, di pelipisnya ditempel plester bening. Penampilannya jelas berbeda dari yang terakhir teman-temannya lihat kemarin.

"Rish, wajah lo kenapa?" Sanju segera mendekati Erish yang baru sampai di bangkunya. Berbeda dari anak-anak lain yang tampaknya hanya penasaran dengan luka yang didapat Erish, Sanju terlihat mengkhawatirkan keadaan Erish.

Erish menggelengkan kepala. "Nggak papa."

"Nggak papa gimana? Wajah lo terluka, Rish. Pasti sakit banget itu."

"Udah nggak sakit kok." Erish berkelit sambil mempersibuk diri dengan cara mengeluarkan buku-buku pelajarannya dari ransel.

"Udah diobatin belum?" Sanju masih tidak menyerah.

"Udah."

Nabila yang duduk tak jauh dari tempat mereka, yang sejak tadi memperhatikan interaksi antara Sanju dan Erish dibuat berdecak. Sedikit kesal ia melihat reaksi Erish yang terkesan cuek, padahal Sanju jelas-jelas menunjukkan afeksinya. "Ju, udah deh. Mending lo nyiapin buat pelajaran pertama aja."

Sanju segera menoleh pada Nabila yang wajahnya judes. Lalu dengan berat hati, ia pun kembali ke tempat duduknya membiarkan Erish sendiri di tempat duduknya.

Bel masuk berbunyi. Kelas 12-1 yang semula berisik segera tenang saat guru Bahasa Indonesia masuk dan memulai untuk mengajar. Dua jam pelajaran Bahasa Indonesia, kelas mereka lanjut untuk pelajaran Matematika selama tiga jam pelajaran. Baru setelahnya, para siswa diperbolehkan untuk istirahat selama 20 menit.

"Rish, kantin yuk!" dengan ramah, Sanju mengajak Erish begitu bel istirahat berbunyi.

Erish menggelengkan kepala tanpa suara.

"Lo bawa bekal?" tebak Sanju.

"Nggak laper."

Lagi-lagi Nabila menjadi saksi atas sikap cuek Erish pada Sanju yang baik hati. Nabila pun ikut menghampiri meja Erish. Lalu ia menepuk bahu Sanju, "Yuk, ah. Cepetan. Mungkin dia lagi diet."

Keduanya pun pergi dari hadapan Erish. Begitu pula teman-teman sekelas lainnya. Di saat kelas sudah sepi inilah, Erish tak bisa lagi menyembunyikan rasa sakit yang masih terasa pada luka di wajahnya. Ia segera mengeluarkan salep obat yang ia dapat dari apotek, lalu ia mengoleskannya ke luka di ujung bibir dengan bantuan layar monitor ponsel yang gelap tapi cukup ampuh untuk difungsikan sebagai cermin.

Setelah selesai dioleskan, Erish merasa lebih baik. Rasa sakitnya sedikit berkurang. Tapi tidak dengan rasa tidak nyaman yang mendadak ia rasakan sejak pertemuannya dengan Leroy kemarin. Sangat tidak terduga, ia dan anak pacar mamanya berada di satu sekolah yang sama! Entah beruntung atau tidak, kejadian kemarin terjadi setelah pelajaran usai lebih cepat karena para guru harus mengadakan rapat pleno. Sehingga hanya segelintir siswa yang tau. Dirinya, Leroy dan teman-temannya.

*

"Lo ngapain sih, baik-baikin tuh anak terus? Lo nggak liat apa, gimana caranya ngerespon kebaikan lo?" di kantin, Nabila mengungkapkan keheranannya sekaligus ketidaksukaannya pada Sanju yang menurutnya terlalu baik dalam memperlakukan Erish.

"Tuh anak siapa, Bil?"

"Lo nggak selemot itu buat nyari tau siapa tuh anak yang gue maksud." Saking tidak sukanya, Nabila sampai malas menyebut nama Erish.

Sanju pun menghembuskan nafasnya pelan. "Dia itu temen kita, Bil."

"Hah? Kita?" wajah Nabila kaget, tidak percaya.

Sanju mengangguk. "Semua yang ada di kelas, itu temen kita, Bil. Jadi wajar dong, kalo kita berbuat baik sama temen?"

Kepala Nabila bergerak ke kanan dan ke kiri, "Naif banget sih, lo. Kayak karakter protagonis film yang ngebosenin tau nggak?"

"Terus menurut lo, gue harus gimana? Jahatin dia? Biar apa? Apa juga manfaatnya buat gue?"

"Treat dia sewajarnya aja, Ju. Nggak usah berlebihan." Tegas Nabila. "Kecuali kalo dia balik nge-treat lo like you treat her, then okay. Bagus. Nyatanya nggak gitu kan? Dia lo baikin tetep aja gue liatnya cuek. Jawabnya sekata dua kata."

Sanju tersenyum. Bermaksud untuk menenangkan Nabila. "Nggak masalah, Bil. Nggak ada yang sia-sia dengan yang namanya menyebar kebaikan."

Nabila angkat tangan. Memang paling susah urusannya jika harus menasehati Sanju yang seperti malaikat ini. Sudah cantik, baik hati pula! Tidak heran jika dirinya begitu diidam-idamkan oleh banyak anak di sekolah.

"Ya udah yuk, balik kelas. Bentar lagi masuk." Sanju pun berdiri, mengajak temannya yang berkacamata itu untuk kembali ke kelas.

"Bentar. Itu lo beli susu kaleng nggak lo minum?" Nabila menunjuk kaleng susu yang ada di genggaman tangan kanan Sanju.

"Oh. Ini buat Erish. Barangkali dia butuh minum."

"Oh my! Nyebelin banget lo, Ju!" desis Nabila.

Begitu tiba kembali di kelas, Sanju benar-benar memberikan kaleng susu itu untuk Erish yang masih duduk di bangkunya. Karena tak kunjung Erish terima, akhirnya Sanju meletakkannya di atas meja Erish. "Diminum ya." Begitu katanya manis, kemudian kembali ke tempat duduknya.

Erish masih diam sambil memperhatikan kaleng susu di hadapannya.

*

Akhirnya pelajaran hari ini berakhir. Akhirnya juga Erish bisa berdiri. Sejak tadi pagi, Erish sama sekali tidak beranjak dari tempat duduknya. Ia terus-terusan duduk tanpa bergerak sama sekali sampai anggota tubuhnya dari bahu sampai kaki, kaku dan pegal. Sebelum ia pergi dari tempat duduknya, ia melirik susu kaleng pemberian Sanju yang masih berdiri di atas mejanya dalam kondisi masih utuh dan tersegel. Semula Erish berpikir untuk meninggalkan susu kaleng itu saja di atas mejanya. Tapi pikiran itu segera berganti. Ia putuskan untuk membawa benda itu di genggaman tangannya.

Sendirian, ia berjalan menyusuri koridor yang sudah cukup sepi. Maklum, Erish termasuk ke dalam golongan siswa yang lebih suka pulang belakangan karena ia tidak suka dengan kerumunan. Tau kan, seperti apa kondisi kalau baru banget waktunya pulang sekolah?

Menjelang sampai di gerbang, langkah Erish seketika terhenti. Tak jauh di depannya, ia melihat Leroy sedang berdiri bersandar di samping pagar. Sebetulnya bisa saja Erish abai dan berjalan seolah-olah tidak melihatnya. Tapi mana mungkin hal itu ia lakukan selagi Leroy menatapnya seterang-terangan itu dengan sorot penuh emosi?

Tanpa sadar, genggaman tangan Erish pada kaleng susunya mengerat. Ia sedang berpikir dan menimbang, apa yang akan terjadi padanya setelah ini dan apa yang harus ia lakukan untuk mengatasinya. Namun pada akhirnya, ia tidak menemukan solusi dari pertanyaannya yang nomor dua. Alhasil, ia pun dengan pasrah melanjutkan langkah. Maju ke depan, yang mana harus melewati Leroy.

"Berhenti." Tepat ketika Erish melintas di depannya, Leroy segera bersuara. Menyuruh gadis itu menghentikan langkah.

Erish menurut. Ia berhenti dengan tatapan lurus ke depan.

Punggung Leroy menegak. Sebatang rokok yang tadi terselip di bibirnya, ia buang seenaknya, tidak di tempat sampah. Kakinya ia langkahkan untuk mendekati Erish. Sebelum ia melanjutkan perkataannya, ia melirik ke arah sekitar untuk memastikan kondisi aman dari para stalker atau orang-orang kepo yang ingin menontonnya. "Gue kasih lo waktu satu hari dari sekarang." Kata Leroy sembari mendesis.

Erish tidak bergeming. Ia tetap diam dengan menatap pemandangan jalan raya di depanya.

"Kalo sampe lusa gue masih liat lo di sini, lo bakal tau akibatnya." Lanjut Leroy.

Baru Erish menunjukkan reaksi. Ia menoleh, menatap balik kedua mata Leroy yang menatapnya tajam dan sengit.

"Huh, apa lo? Nggak terima? Nantang?" Leroy tersenyum sinis saat mendapati wajah Erish yang bukannya takut, justru malah terkesan seperti menantangnya. Hal itu membuat Leroy yang tengah berusaha untuk tidak meledak seperti kemarin, jadi kesusahan. Karena itu, sebagai gantinya, Leroy segera mengambil susu kaleng dari genggaman tangan Erish, lalu ia buka dan menyiramkan isinya ke atas kepala Erish.

Rambut hingga baju Erish jelas basah dengan cairan berwarna pink yang keluar dari kaleng itu. Namun Erish tetap diam, meski rahangnya mulai mengeras.

Setelah seluruh isi susu itu tertuang habis, Leroy membuang bekas kaleng susu kosong itu yang lagi-lagi ia lakukan seenaknya. Tidak peduli dengan peraturan sekolah yang melarang seluruh penghuni SMA Lavida untuk membuang sampah sembarangan. Melihat keadaan Erish saat ini, Leroy pun tersenyum puas. Kemudian tanpa mengatakan apa-apa lagi, cowok itu berbalik sambil bersiul dengan enteng. Seolah tidak habis melakukan apa-apa.

Continue Reading

You'll Also Like

131K 17.2K 41
Awalnya hanya sepihak, kemudian jadi dua pihak. Kemudian melebar sampai ke mana-mana. Namanya juga takdir, siapa yang bisa menebak? ______ Vange Park...
709K 55.5K 30
ace, bocah imut yang kehadirannya disembunyikan oleh kedua orangtuanya hingga keluarga besarnya pun tidak mengetahui bahwa mereka memiliki cucu, adik...
345 72 14
Askana Zian Gantari memiliki prioritas dalam hidupnya: keluarga, karir, dan dirinya sendiri. Dia sudah mematikan angan-angannya tentang cinta dan hid...
1K 100 11
❝ᵐᵃᵗᵃⁿʸᵃ ᵇⁱᵏⁱⁿ ᵍᵘᵉ ᵇᵉʳᵖⁱᵏⁱʳ ᵏᵃˡᵃᵘ ᵏᵉˡᵒᵖᵃᵏ ᵇᵘⁿᵍᵃ ᵈⁱ ʰᵃˡᵃᵐᵃⁿ ᵇᵉˡᵃᵏᵃⁿᵍ ᵍᵃᵏ ˢᵉⁱⁿᵈᵃʰ ⁱᵗᵘ ˡᵃᵍⁱ❞ '𝓦𝓲𝓻𝓰𝓪 𝓙𝓪𝓰𝓻𝓪𝓽𝓪𝓻𝓪 ║▌║▌║█│▌ [𝟐𝟎...