Last Year : Survive at School

By Ektesha_

67.9K 5.2K 360

Gadis bernama Angelina Christy, terjebak di permainan sekolah yang penuh persaingan. Berusaha mencari fakta d... More

PROLOG
PARK 01 : SMANTA
PARK 02 : TROTOAR
PARK 03 : PERTEMANAN
PARK 04 : BULLYING
PARK 06 : MASALAH
Park 07 : PERINGATAN 2
PARK 08 : ANAK BOS
PARK 09 : BUNDA SHAN
PARK 10 : PENGAKUAN CHIKA
PARK 11 : REKAMAN
PARK 12 : SURVIVE AT SCHOOL
PARK 13 : TALI OREN
PARK 14 : PENYAKIT MEMATIKAN

PARK 05 : PERINGATAN 1

3.1K 341 16
By Ektesha_

Huhhh! Huhhh!

"Gue masih hidup 'kan?"

Dengan nafas yang memburu Christy terbangun dari pingsannya sontak langsung cengingak-celinguk menoleh ke kiri dan ke kanan. Gadis itu tampak panik sembari menyentuh seluruh tubuh dan menepuk kedua pipinya.

Christy melihat lengannya yang tertutup hoodie. Kemudian gadis itu mendongak lalu pandangannya lekat pada bulan yang bersinar. Merasa dirinya benar-benar masih hidup, Christy mulai menghela nafas lega. "Hufh ... Untung gue masih hidup."

Namun gadis itu baru merasakan sakit di bagian kepalanya, tangan bergerak dan merasakan basah di bagian belakang kepalanya itu. Christy melihat telapak tangannya terdapat bercak darah dan rembesan darah di lapangan bekas dirinya yang tergeletak. Sebelumnya gadis itu berada di taman kota namun beberapa orang dengan pakaian serba hitam dan tertutup tiba-tiba membuatnya pingsan dengan cara memukul kepalanya.

Gadis itu berada di tengah lapangan upacara SMANTA. Christy melihat gerbang yang tertutup dan di belakangnya terdapat gedung utama dengan pencahayaan yang minim—hanya di bagian lobby, beberapa kelas dan lampu hias di lapangan itu.

Angin berhembus kencang, Christy kembali mendongak melihat bulan dengan awan yang bergerak menutupi bulan itu. Gadis itu menghela nafas, keadaannya masih duduk di lapangan. Tangan meraih ponsel dan kunci motor yang tergeletak di dekatnya.

Christy menghidupkan ponselnya, layarnya menyala dan memperlihatkan beberapa panggilan tak terjawab dari teman kerjanya. Sebelumnya Christy mengantarkan sebuah minuman yang di pesan oleh seseorang. Gadis itu berdecak kesal merasa dirinya telah tertipu.

Saat tengah diam, tiba-tiba Christy mendengar suara tangisan lirih dari arah lobby sekolah, sontak gadis itu menoleh dan melihat lampu remang di lobby itu. "Jangan bilang mba kun-kun?" Gadis itu menelan salivanya perlahan, mata terus fokus menatap ke arah sana.

Dengan memberanikan diri, Christy beranjak lalu mendekat dengan perlahan. "Permisi, mba?? Pulang yuk bareng saya, jangan stress-stress. Mending makan nasi padang. Mau gak??"

Christy terhenti dan terdiam sejenak di depan lobby. Tampak gadis itu sedang berancang, mungkin terdapat ODGJ yang mengincarnya. Ia bisa lari untuk menghindari orang gila itu yang menangis sendirian di sana.

"Mba? Yuhuuuu...."

Suara tangisan lirih itu mulai menghilang perlahan. Namun Christy sangat meresapi suara-suara yang ada di sekitarnya.

Beberapa detik keheningan dan kini masih tidak ada jawaban. Christy tidak ingin masuk ke lobby itu. Bisa ia lihat di depan sana bangun olahraga yang begitu gelap dan tampak kecil karena lapangan yang luas yang ada di depannya.

"Ckk, siapapun lo, mahluk lain gue gak peduli! Kecuali temen gue." Christy berbalik badan berniat pergi dari sana.

"Tolonggg?" Christy terhenti sontak menoleh saat mendengar suara yang bercampur isakan itu. Suara itu berasal dari belakangnya yaitu lobby sekolah.

Suara itu sangat familiar baginya. Dengan cepat Christy melangkahkan kaki hingga lari kecil untuk mencari keberadaan orang itu.

"Dorrrr!"

Christy sama sekali tidak terkejut, namun ia malah menabrak orang yang tiba-tiba melompat ke depannya itu.

Bruk!

Keduanya terjerembab ke lantai keramik yang ada di depan lobby. "Aduhhh." ringis Christy sembari mengusap beberapa bagian yang sakit, termasuk siku yang menopang tubuhnya.

Christy tahu siapa yang menjahilinya, siapa lagi jika bukan gadis mungil di antara teman-temannya yaitu Flora Stafika.

"Floraaa??"

Gadis yang mempunyai nama hanya menggaruk tengkuknya yang tak gatal sembari menunjukan deretan gigi dengan kekehan kecilnya. "Minimal remnya jangan sampe blong," kata Flora yang masih terkekeh.

"Ckk, lo terlalu cimit and mungil, jadi gak keliatan," ucap Christy lalu berdiri. Begitupun Flora yang ikut berdiri setelah Christy menarik tubuhnya.

"Mungil?? Iyaa deh si paling tinggi. Bisa-bisanya gue di panggil mba kunti."

"Gue tanya, kenapa lo nangis? Kenapa lo minta tolong segala? Lo mau ngerjain gue??" Tampak Flora yang tidak memiliki jawaban dan gadis itu hanya terkekeh sekilas. "Kenapa lo bisa ada disini?" lanjut Christy

Flora menghela nafas. "Gue juga gak tau. Gue duduk di taman rumah, tiba-tiba ada yang mukul kepala gue, terus gue gak tau lagi, sadar-sadar gue udah ada di kelas," jelas Flora.

"Di kelas? Lantai tiga?? Srius? Lo gak takut??" ucap Christy tampak tidak percaya.

"Gimana, ya jawabnya." Flora mengetuk-ngetuk dagu dengan telunjuknya.

"Tapi lo gapapa 'kan?" Christy menyentuh kedua pundak gadis kecil yang ada di hadapannya itu.

Flora mengangguk. "Benjol dikit." Tangan merasakan kepalanya yang terdapat benjol.

Christy menghela nafas lalu menoleh pada gerbang sekolah hingga Flora tersadar dengan bercak darah. "Kepala lo berdarah?" Flora sontak berjinjit untuk melihat tengkuk Christy, rambut gadis itu terikat satu dan bisa terlihat belakang lehernya.

"Iyaa, gue tau." Christy memegangi kepalanya namun pikirannya mulai merasakan ada yang aneh dengan peraturan permainan yang dibuat oleh sekolah itu.

"Ayokk gue antar pulang, sekalian gue mau ngomong sesuatu sama lo." lanjutnya.

Flora mengangguk setuju lalu mereka berjalan menuju gerbang. Kedua gadis itu harus memanjat untuk keluar dari sana. Di depan gerbang terdapat motor Christy yang terparkir aman.

•••

Kini keduanya sudah berada di supermarket sedang duduk di kursi santai yang ada di depannya. Setelah membeli tisu basah dan kering, Flora segera membantu Christy untuk membersihkan area tengkuknya. Tidak lama seseorang datang dan langsung berucap. "Kalian kenapa?" tanyanya.

"Gak kenapa-napa," jawab Christy tanpa menoleh karena ia sedang menunduk.

"Gak kenapa-napa, palak lo!" ucap Chika dengan tatapan sinis.

Flora menoleh menatap orang itu. Begitupun Christy, pandangannya mulai terangkat setelah beberapa detik karena ia tahu dengan gadis yang menghampiri dirinya dan Flora yaitu Yessica Zavira.

Pandangan Chika tertuju pada beberapa bekas tisu dengan bercak darah yang berada di atas meja.

Gadis yang terluka itu tengah duduk di atas kursi. Chika mendekat pada Flora yang berdiri di belakang Christy. "Kenapa bisa kayak gini?" tanya Chika pada Flora.

Flora terdiam sejenak. "Gimana, ya, jawabnya." Flora tampak bingung. Apa bisa ia akrab dengan Chika, orang yang baru ia kenal di hari itu, namun Flora berusaha untuk santai.

Bisa Chika lihat, rambut belakang Christy sudah tercampur dengan rembesan darah yang masih sedikit basah. "Ayok ke rumah gue, biar gue obatin," ajak Chika.

"Gausah. Bentar lagi gue mau pulang," jawab Christy cepat.

"Ckk, batu banget sih lo! Lo pikir luka kayak gini gak bahaya? 'Kan harus dibersihin! Lagian lo ada-ada aja, kenapa sampe kayak gini."

Christy menoleh lalu alisnya terangkat sebelah. Ia merasa heran dengan gadis itu yang sangat sok tau tentang kehidupannya. "Lo kalo gak tau, diem aja! Lo pikir gue mau kayak gini!" balas Christy menekankan seluruh kata-katanya.

"Makanya dari itu harus diobatin Angelina Christiiiii," geram Chika sontak memajukan wajahnya. Tangan menopang di sandaran kursi yang Christy duduki, namun Christy hanya menatap sinis gadis itu.

"Gue gak punya waktu buat ke rumah lo!" Christy memutarkan kembali tubuhnya.

"Apaan sih lo bedua! Kenapa malah berantem?" Flora tampak heran dengan tingkah keduanya

Chika terdiam lalu memutarkan bola matanya. Gadis itu sedikit kesal dengan sifat Christy namun ia berusaha untuk sabar. "Biar gue aja, Flo, yang bersihin," ucap Chika. Tangannya bergerak melepas kunciran rambut Christy dengan perlahan.

"Lo mau jadi suster pribadi gue, hmm?" sahut Christy.

"Brisik! Gue cuma mau ngebantuin lo," balas Chika. Tangannya menopang sejenak di sandaran kursi.

"Flora juga bisa," ucap Christy tampak remeh.

"Ckk, ngeselin banget sih lo!" kesal Chika. "Kenapa ada manusia yang terlahir kayak lo gini?" lanjutnya. Namun Christy hanya diam tidak ada niatan untuk menjawab.

Mereka mulai diam, Flora dan Chika fokus membersihkan bercak darah pada kulit kepala Christy sembari mengecek untuk mencari sumber luka.

"Ini di leher lo apaan? Luka??" Chika melihat plaster putih yang di kotori bercak darah sebelumnya. Terdapat plaster putih yang sudah kotor melekat di belakang telinga Christy, tepatnya di sebelah kanan.

"Bukan," jawab Christy.

"Terus apaan? Gue lepas, ya." Belum mendapat persetujuan dari Christy, Chika sudah melepaskan plaster itu.

Chika mengerutkan dahinya. "Lo punya tato?" ucapnya tampak kaget namun Christy terlihat biasa saja, begitupun Flora yang sudah mengetahui tentang itu. Bagaimana bisa anak sekecil ini memiliki tato?

*Tato yang ada di belakang telinga kanan Christy

"Kok bisa?" lanjutnya. Gadis itu masih berdiri di belakang Christy sembari melihat tato itu.

"Gue juga gak tau," jawab Christy santai.

"Hah? Yang bener aja! Masa ini tato tiba-tiba muncul sendiri? Gamungkin lah, Lo pasti buat tato 'kan?"

"Udah gue bilang, gue juga gak tau Chikaa. Ini udah selesai apa belom?" Christy tampak lelah untuk berdebat. Ia mengingat hari dimana ia pernah menanyakan tentang gambar itu pada Shani, namun bundanya malah menangis setelah melihat gambar itu. Dan itu alasan Christy ingin menghilangkan tato itu, namun karena belum memiliki uang, Christy memutuskan untuk menutupnya dengan plaster agar sang Bunda tidak melihatnya.

Chika mendekat pada Flora yang tengah duduk memainkan ponsel, gadis itu mengulurkan selembar uang merah di sakunya. "Beliin betadine, Flo," pinta Chika.

Pandangan Flora terangkat. "Betadine?" ulangnya. Chika mengangguk lalu memberikan uang itu. Flora meletakan ponselnya di atas meja lalu berjalan masuk ke supermarket untuk membeli apa yang di suruh oleh Chika.

Chika kembali berdiri di belakang Christy. Tangannya bergerak untuk menyuruh gadis itu menunduk, Christy hanya menurut. "Lo bisa-bisanya luka berdarah cuma beli tisu tanpa lo obatin? Udah gilak kali, ya, lo!" ucap Chika sembari mencari keberadaan luka itu.

Christy menghela nafas. "Brisik banget. Dasar mak lampir!" gumam Christy namun masih bisa di dengar oleh Chika.

"Lo bilang apa!" Tatapan Chika terlihat kesal. Tangannya meraih dagu Christy lalu di tekannya kedua pipi Christy dengan satu tangan hingga bibir Christy tidak karuan, gadis itu hanya terkekeh kala Chika tampak kesal.

"Apaan sih lo! Bisa santai gak?" Christy memegangi tangan Chika untuk melepaskan pipinya, Chika pun melepaskannya.

"Lo ngeselin banget!"

Christy diam, Flora datang mengulurkan betadine pada Chika. Christy kembali menunduk agar Chika lebih mudah mengobati kepalanya.

Setelah beberapa menit mengobati luka di kepala Christy, kini Chika sudah selesai. Chika menutup betadinenya lalu ikut duduk di samping Christy dan berhadapan dengan Flora.

"Lo beneran kayak pejuang kemerdekaan, tau gak? Banyak banget luka di badan lo," ucap Chika lalu terkekeh kecil. "Tapi keren. Kayak cool-cool gitu." lanjutnya.

Christy membincingkan matanya menatap heran gadis itu. "Jadi lo sukak, liat gue terluka kayak gini?" Christy menyilangkan tangannya lalu menyandarkan tubuhnya di meja dengan dada yang menjadi tumpuan.

"Enggak gitu sih ... Cuman kayak keren aja," balas Chika lalu ia letakan kedua tangannya di meja.

"Ch, gajelas." Christy berdecih memalingkan wajahnya lalu menoleh ke arah kanan yaitu Flora.

"Lo kalo luka emang gak pernah lo obatin, ya?" tanya Chika lagi, sontak Christy kembali menoleh ke arah gadis itu. "Pipi Lo udah sembuh?" lanjutnya bertanya. Christy pun menyentuh pipinya yang terdapat plaster.

"Gatau. Kayaknya belum." Christy melepas plaster yang ada di pipinya. Kini Chika bisa melihat goresan yang masih terlihat merah.

Christy beranjak lalu berjalan masuk ke supermarket. Tangannya mendorong pintu kaca lalu menuju tempat obat-obatan. Diraihnya plaster putih lalu membawanya ke meja kasir untuk melakukan transaksi.

Beberapa menit di dalam sana, Christy keluar sembari membuka bungkus plaster yang di belinya. ''Tolong, Flo.'' Christy mengulurkan plaster itu pada Flora, gadis itu menoleh lalu mengambilnya.

Tidak banyak bicara, Flora beranjak lalu berdiri di belakang Christy yang sudah duduk di kursi untuk memasangkan plaster pada bagian tato untuk menutupnya kembali.

''Thanks, Flo.''

Flora berdehem lalu kembali duduk di samping Christy. Sedangkan Chika, gadis itu sedang memainkan ponselnya.

"Flo! Lo ada ngelagar rules??" tanya Christy setelah beberapa menit mereka terdiam. Chika yang mendengar itu sontak menepis pandangannya dari layar ponsel, gadis itu mencoba mencerna, mungkin ia bisa mendapatkan beberapa informasi tentang SMANTA.

Flora menggeleng. "Gue gak ngerasa ngelangar," jawabnya.

"Gue ngelangar aturan pertama. Gue sempat berantem sama Steven di kelas." Flora terdiam sejenak, gadis itu menatap lekat wajah Christy.

"Peraturan pertama? Srius??" Flora tampak kaget setelah mengingat aturan itu. "Lo bener gak kenapa-napa 'kan? Untung lo masih hidup. Tapi kenapa Steven gak ada di sekolah itu? Seharusnya malam ini dia juga di seret ke sekolah."

'Hah! Maksudnya apaan dah?' batin Chika bertanya-tanya setelah mendengar penjelasan Flora. Namun ia benar-benar tidak mengerti yang dibicarakan kedua gadis itu.

"Emang lo sempat nyari keberadaan Steven, enggak 'kan? Sekolah itu luas, Flo. Semoga besok gak ada korban." ucap Christy lalu terdiam sejenak. "Tapi lo gak ngelangar rules, terus kenapa lo bisa dibawa ke sekolah?" lanjutnya tampak heran.

"Gue juga gatau. Untung gue gak kenapa-napa." ucap Flora lalu menghela nafas lega.

"Kalian ngomongin apaan sih? Rules-rules? Maksudnya apa?" sahut Chika yang sedari tadi berusaha mencerna. "Plis jangan bungkam dari gue," lanjutnya.

Kini pandangan Christy dan Flora tertuju pada Chika, keduanya terdiam. "Pliss, gue mohon. Jangan rahasiain dari gue," ucap Chika dengan wajah yang sudah memohon. Tangannya sudah menyentuh lengan Christy dengan penuh harapan.

Christy menoleh pada Flora yang sudah menggeleng pelan, gadis itu tahu dengan akibatnya bila seseorang memberitahu terkait dengan sekolah. Namun wajah Christy berusaha untuk meyakinkan bahwa ia akan baik-baik saja.

"Jadi ... Sekolah itu, punya per—"

"Akhhh...."

Rintih Christy kesakitan. Belum sempat menyelesaikan kalimatnya, seketika lengan kirinya bergetar hebat. Gadis itu mencengkram kuat lengannya. "Chris-Christy...." Flora yang panik langsung mencengkram lengan Christy. "Lo kenapa? Christy?" Chika yang ikut panik, sontak langsung mendekat untuk melihat keadaan anak itu.

Kini keduanya mulai terlihat khawatir. Rasa penasaran Chika terhadap peraturan sekolah seketika menghilang setelah melihat Christy yang merintih.

Rahang Christy mengeras, mata terpejam menahan rasa sakit hingga urat tangan dan lehernya terlihat. Christy menyandarkan kepalanya pada meja dengan tangan kanan yang menjadi alas, sedangkan tangan kirinya terus digenggam kuat oleh Flora. "Ini kenapa, Flo?" tanya Chika terdengar sangat khawatir dan kebingungan.

"Bentar, Chik," jawab Flora membelakangi pertanyaan itu, ia ingin memastikan keadaan Christy terlebih dahulu.

"Chris?" Tangan kanannya menepuk pelan pundak Christy. "Gue, gapapa, Flo," jawab gadis itu lirih. Chika hanya diam memerhatikan sedikit wajah samping Christy yang terlihat gelap tanpa di terangi cahaya, gadis itu masih terpejam dengan keadaan kepala yang bersandar.

Flora pun menyuruh Chika untuk menggenggam lengan Christy. Itu cara mereka untuk mengurangi rasa sakitnya walaupun tidak seberapa. Flora kembali duduk di kursinya yang berada di sebelah kanan.

"Kita gak bisa ngasi tau lo karna gelang ini." Flora memperlihatkan gelang yang juga ada di lengannya. Chika sontak melihat benda itu di lengan Christy lalu pandanganya kembali menatap Flora. "Benda itu nyentrum, makanya Christy sampe kayak gini. Sorry kita gak bisa ngasi tau lo." Chika terdiam, gadis itu kembali melihat gelang hitam tampak kecil yang sangat modern dengan ukiran khusus bertulis SMANTA. Bagaimana bisa benda itu menyetrum?

Chika teringat ucapan Aldo sebelumnya yang sempat ia dengar di kelas yaitu tentang permainan sekolah. Namun bila semua murid di buat bungkam, bagaimana caranya agar ia bisa mendapatkan informasi. Semua murid seperti berbicara dengan pikirannya yang bisa di pahami oleh murid lain. Chika pun berusaha menyimpulkan peraturan-peraturan itu dengan pikirannya.

'Peraturan ketiga! ... Kalian tidak boleh memberitahu pada siapapun terkait sekolah ini. Jika kalian melanggar! Ini akibatnya.' Seketika semua murid dibuat merintih kesakitan karena gelang itu, tidak lama gelang itu kembali redup karena itu hanya pemberitahuan. Flora mengingat masa itu di ruang Auditorium bersama teman angkatannya. Gelang itu seperti sebuah tombol on off yang di kendalikan oleh seseorang.

•••

Di ruangan gelap terlihat laki-laki dengan setelan jas dan dasi sedang duduk di kursi sofa dengan beberapa bodyguard di kiri dan kanan yang memantau layar cctv dan banyak tombol berderet di atas meja. Laki-laki itu tersenyum smirk.

Seorang bodyguard laki-laki itu datang untuk melapor. "Semua perintah Bos sudah saya laksanakan," ucapnya lalu menundukan kepala sekilas.

"Bagus!"

Laki-laki itu beranjak dari kursinya lalu melangkah mendekati deretan tombol. Tombol bertuliskan Angelina Christy ditekannya kembali. Suara rintihan kesakitan terdengar menggema di ruangan itu, suara panik dari kedua teman Christy juga bisa di dengar oleh laki-laki itu.

Tatapan datar berubah menjadi smirk lalu menyeringai dengan tawa bahagia. "Kau akan mati di tanganku."

•••

Heyyo semuaa!

Yuk ramein cerita ini. Jangan lupa vote, comment, share yaa, cerita LAST YEAR

Tetap jaga kesehatan, semangat puasanya!

Semoga hari kalian menyenangkan ^^

See you next chapter!

Salam,
Nanda!

Continue Reading

You'll Also Like

1.5K 378 8
Di sekolah tempat Maurel belajar, terdapat sistem Smart Academy yang hanya ditempat 10 siswa dari kelas 10 - 12 , para Murid yang berada di sana bisa...
TRAUMA By Windy_astia

General Fiction

19.4K 1K 33
⚠️⚠️CERITA INI HANYA FIKSI YAHH HANYA IMAJINASI KHAYALAN SAYA seorang gadis yg trauma akan masalalunya
44.9K 3.8K 34
Zee seorang anak ke 4 dari 5 bersaudara, ia dibenci oleh tiga kakaknya karena kesalahan pahaman, tetapi berbeda dengan adiknya, adiknya percaya kalau...
21.8K 1.2K 37
Intinya kisah seorang anak nakal di sklh dan ketos yang awalnya musuhan berujung jatuh cinta. Just for fun ygy ini hanya cerita fiksi jangan di bawa²...