Lintasan Hati yang Tak Terduga

By brightwin990

432 174 101

Mengisahkan perjalanan hidup Braga Wiratama, seorang duda yang baru saja melewati proses perceraiannya dengan... More

Character
Chapter 1: Pengkhianatan
Chapter 2: Retaknya Kenangan, Terbuka Pintu Pemisahan
Chapter 3: Rumitnya Langkah Menuju Ketenangan
Sekedar basa-basi
Chapter 4: Perpisahan dan Tantangan Baru
Chapter 5: Terhalang Kehidupan Lama: Babak Baru yang Penuh Perubahan
Chapter 6: Antara Pembukaan Luka dan Pengorbanan Keluarga
Chapter 7: Memilah Jejak Kehidupan
Chapter 8: Dinamika Tak Terduga: Pertemuan, Penyesalan, dan Antusiasme Baru
Chapter 9: Momen Keputusan dan Pertemuan Emosional
Chapter 10: Pergulatan Keputusan
Chapter 11: Perpisahan dan Peluang Baru
Chapter 13: Melodi Kehidupan: Perjuangan Linzy Antara Keluarga dan Keinginan

Chapter 12: Kota Baru, Rumah Baru, dan Pertemuan yang Menarik

27 13 48
By brightwin990

Braga dan Anan turun dari pesawat dengan rasa lega, melangkah keluar dari bandara Surabaya. Mereka merasakan hembusan angin Surabaya yang berbeda dengan Yogyakarta, menggambarkan awal petualangan baru mereka.

Setelah keluar dari bandara, Braga mengamati sekitarnya dan memesan taksi online. Pak Sopir yang ramah membuka pintu kendaraan untuk mereka.

"Mari, Pak. Silakan masuk."

Braga tersenyum. "Ya, Pak. Terima kasih."

Mereka memulai perjalanan mereka mengelilingi kota Surabaya. Sambil menikmati pemandangan dari balik kaca mobil, Pak Sopir berinisiatif mengajak mengobrol pasangan bapak dan anak tersebut.

"Darimana, Pak?" tanya Pak Sopir memulai pembicaraan.

"Saya dari Yogyakarta, Pak."

"Oh, begitu. Selamat datang di Surabaya. Semoga cepat beradaptasi. Boleh tahu alasan pindah ke Surabaya apa, Pak?"

"Kami ingin mencari suasana baru dan memulai kehidupan yang fresh di sini. Selain itu, pekerjaan baru saya ada di Surabaya."

"Bagus, Pak. Surabaya punya pesonanya sendiri. Semoga Bapak dan anak Bapak betah di sini."

Perjalanan terus berlanjut, dan dalam perbincangan, Pak Sopir mengetahui bahwa mereka belum memiliki tempat tinggal tetap. Mendengar hal itu, Pak Sopir memberikan informasi menarik.

"Sebenarnya, Pak, di dekat tempat kerja Bapak ada sebuah rumah yang dijual. Tadinya milik kerabat saya, namun sekarang kosong."

"Oh, begitu? Mengapa dijual?" tanya Braga mulai kepo.

"Pemiliknya pindah ke daerah lain, tapi masih di sekitar Surabaya sini, Pak. Tadinya rumah ini sempat dijadikan kost-kostan. Setelah semua penghuni keluar, rumah ini kosong selama satu tahun. Jadi pemiliknya memutuskan untuk menjual rumah itu."

"Hmm, menarik. Boleh tahu lebih detailnya?"

"Tentu, Pak. Rumah ini luas, memiliki beberapa kamar tidur dan fasilitas yang masih bagus. Harganya juga cukup terjangkau."

Braga memikirkan tawaran tersebut, mengingat kebutuhan untuk menemukan tempat tinggal yang nyaman di Surabaya.

Braga pun bertanya, "Bisa kita melihat rumah yang Bapak maksud? Saya ingin melihat kondisinya sebelum memutuskan untuk membelinya atau tidak."

"Tentu, Pak. Saya bisa membawa Bapak langsung ke sana setelah ini."

Perjalanan taksi berlanjut dengan suasana percakapan yang penuh harapan, Braga dan Anan semakin penasaran dengan kemungkinan rumah baru mereka di Surabaya.

***

Rumah bergaya bangunan jaman Belanda itu menarik perhatian Braga dan Anan begitu mereka tiba. Anan yang baru pertama kali melihat rumah tersebut langsung terlihat excited, matanya berbinar-binar.

"Papa, ini rumahnya bagus banget, kayak rumah di cerita dongeng!"

Braga tersenyum melihat antusiasme Anan, "Iya, Nak, memang bagus. Kita tunggu pemilik rumah ini dulu ya, Nak."

Tak lama kemudian, sebuah mobil berhenti di, depan mereka dan keluarlah sang pemilik rumah yang ternyata seorang pria parubaya dan anak lelakinya yang masih remaja. Mereka dengan ramah menyapa Braga dan Anan, kemudian mengajak mereka masuk.

"Selamat datang di rumah kami. Saya Albert dan ini anak saya Brandon."

Braga juga memperkenalkan diri. "Saya Braga, Pak. Ini anak saya, Anan."

Pak Albert tersenyum. "Mari kita masuk dan melihat-lihat rumah ini."

Mereka masuk ke dalam rumah yang penuh sejarah ini. Pemilik rumah menjelaskan setiap sudut ruangan dengan bangga.

"Rumah ini bangunan jaman Belanda, Pak Braga. Kita berusaha mempertahankan sebanyak mungkin keaslian arsitekturnya."

Pak Albert mengajak Braga melihat ruangan di lantai pertama, sementara Anan bermain bersama Brandon.

"Mari kita mulai dari lantai pertama. Inilah ruang tamu yang nyaman, dan di sebelah sana adalah ruang makan."

Braga dengan seksama melihat setiap ruangan. Ia semakin terkesan dengan keindahan rumah tersebut. Sementara Brandon dan Anan sibuk bermain kejar-kejaran di dekat Braga dan Pak Albert.

"Dan ini adalah dapur yang luas, lengkap dengan peralatan modern. Bagaimana, Pak Braga?"

Braga mengangguk. "Sangat bagus. Sekarang, bagaimana dengan lantai dua?"

Pak Albert mengantar Braga ke lantai dua dengan melangkahi tangga kayu yang indah. Di lantai dua, terdapat dua kamar utama yang luas dengan jendela besar yang memperlihatkan pemandangan taman.

"Inilah kamar utama pertama, dengan kamar mandi ada di dalamnya. Terus ini kamar utama kedua, dengan fasilitas yang sama seperti yang pertama. Selain itu, ada juga ruang keluarga kecil untuk bersantai dan menonton televisi, letaknya ada di luar 2 kamar utama."

Braga melihat sekeliling dengan rasa puas. Keadaan rumah yang terawat dengan baik dan memiliki suasana hangat membuatnya semakin yakin dengan pilihannya.

"Saya suka dengan rumah ini. Bagaimana jika saya memutuskan untuk membelinya?"

Pak Albert tersenyum senang mendengar keputusan Braga.

"Itu sangat bagus! Kami senang bisa menyambut keluarga baru di sini. Kalau begitu, apa Anda ingin langsung tinggal malam ini juga?" tanya Pak Albert.

Braga, tanpa ragu, mengangguk setuju, "Iya, kami siap. Terima kasih, Pak Albert."

Braga memanggil Anan yang masih bermain dengan Brandon. Keduanya menghampiri ayah mereka, dan Braga berkata, "Nak, sekarang ini jadi rumah baru kita. Malam ini, kita akan tinggal di rumah ini."

"Yay! Papa, kita punya rumah baru!"

Mereka semua tertawa dan merayakan keputusan yang diambil. Braga dan Anan siap memulai kehidupan baru mereka di rumah yang akan menjadi saksi banyak cerita dan kenangan indah.

***

Beberapa bulan telah berlalu sejak Braga dan Anan pindah ke Surabaya. Hari-hari mereka di rumah baru mereka penuh dengan kegembiraan dan penyesuaian.

Kini, kita memasuki semester baru di SMP Gita Lestari.

Upacara bendera pun dimulai, siswa-siswi berbaris rapi di lapangan. Namun, sesuatu terasa berbeda kali ini. Siswa-siswi memandang sekeliling dengan rasa penasaran saat mereka melihat seorang guru lelaki muda yang tidak dikenal berdiri di antara guru-guru lainnya.

Saat upacara bendera berlangsung, para siswa di SMP Gita Lestari diam-diam berbicara di barisan kelas masing-masing. Mereka membicarakan seorang guru lelaki yang baru muncul di sekolah.

"Ini siapa ya? Kok belum pernah kelihatan sebelumnya?" tanya seorang siswi pada temannya.

"Mungkin guru baru? Tapi aneh, kok langsung jadi guru tanpa pengumuman?"

Namun tidak seperti murid-murid di barisan kelas lain, di kelasnya Linzy, yaitu 9B, murid-muridnya tampak diam dan mengikuti upacara dengan hikmat. Namun, Linzy secara pribadi juga bertanya-tanya siapakah guru baru tersebut dan di kelas mana beliau akan mengajar.

Setelah upacara selesai, murid-murid bersalaman dengan guru-guru secara bergantian. Setelah itu, murid-murid kembali berbaris di barisan kelasnya masing-masing dan mereka masih dengan rasa penasaran yang mengendap di pikiran mereka ingin membayar hal tersebut.

Ibu Saraswati selaku Kepala Sekolah Menengah Pertama Gita Lestari berdiri di atas podium dan mengumumkan kejutan yang menarik.

"Selamat pagi, semua. Hari ini kita memiliki kehormatan untuk menyambut guru baru di tengah-tengah kita. Mari berikan sambutan hangat untuk guru baru kita, Bapak Braga Wiratama!"

Braga maju ke depan diikuti dengan tepuk tangan para guru dan siswa. Raut wajah terkejut menyelimuti sebagian besar murid.

"Beneran itu guru baru di sekolah kita? Ya ampun, ganteng banget!" puji seorang siswi di saat semua murid bertepuk tangan menyambut Braga yang menaiki podium lapangan.

"Fix itu guru punya gue. Harus!" celetuk siswi lainnya.

Setelah sambutan, Kepala Sekolah memberikan penjelasan.

"Pak Braga akan menjadi pustakawan yang akan bertugas di perpustakaan sekolah kita. Dia juga akan menjadi guru pengganti untuk beberapa mata pelajaran tertentu. Mari berikan kerjasama dan sambutan hangat untuk Pak Braga."

Tepuk tangan bergema di aula, bahkan sambutan dan teriakan dari para siswi ikut menggemah pada acara sambutan itu. Braga tersenyum ramah kepada para siswa dan guru.

"Terima kasih semuanya. Saya sangat senang bisa menjadi bagian dari keluarga besar SMP Gita Lestari. Mari kita saling mendukung untuk menciptakan lingkungan belajar yang baik."

Setelah acara sambutan selesai, Braga bergegas menuju perpustakaan untuk memulai tugas barunya. Ia berharap dapat memberikan kontribusi positif bagi perkembangan pendidikan di SMP Gita Lestari.

***

Flashback :

Linzy baru saja keluar dari rumah temannya dan akan pulang ke rumahnya. Namun, takdir berkata lain ketika ban motornya tiba-tiba bocor di tengah perjalanan. Linzy berusaha menenangkan diri dan membawa motornya ke bengkel terdekat.

"Iki, Dek, motormu wes ditambal. Nanging ana sithik nggawe liyane sing perlu ku lakoni (Ini, Dek, motornya sudah di tambal. Tapi ada sedikit pekerjaan lain yang perlu saya lakukan)."

"Nggeh, Lek. Piro? (Baik, Om. Berapa?)"

Tukang Bengkel memberikan rincian biaya, dan Linzy mengeluarkan uang di saku celananya. Namun, ekspresi wajahnya berubah ketika menyadari bahwa uang yang dibawanya tidak mencukupi.

"Lah buset! Duit gue kurang ya!" batin Linzy panik.

Sambil Linzy berpikir keras tentang solusinya, seorang pria yang berada di sekitarnya mendekat.

"Maaf, Dek. Uangnya kurang?"

Linzy terkejut melihat kehadiran pria itu dihadapannya. "Anu, Lek. Ternyata uang saya kurang untuk bayar tambal ban."

"Berapa kurangnya?"

Linzy menyebutkan nominal uang yang kurang, dan pria itu memberikan senyuman ramah.

"Nggak masalah. Saya akan membayarnya bersama dengan uang servis motor saya. Tidak perlu repot-repot mencari uang kembalian."

Linzy terharu mendengar ucapan pria itu. "Oh, nggak usah, Lek. Saya ndak mau merepotkan."

Pria itu tersenyum dan berkays, "Tenang saja. Kita semua butuh pertolongan kadang-kadang. Biarkan saya membantu kamu."

Tukang Bengkel berkata, "Terima kasih, Mas. Kalau begitu, biaya tambal ban adek ini sudah saya tambahkan ke tagihannya Mas."

Pria itu memberikan uang kepada tukang bengkel, dan Linzy merasa bersyukur.

"Terima kasih banyak, Lek. Saya ndak tau bagaimana membalas bantuan Pak Lek."

"Tidak perlu, Dek. Hati-hati di jalan pulangnya ya."

Linzy tersenyum, dan dengan hati yang hangat, ia melanjutkan perjalanannya pulang. Kejadian ini meninggalkan kesan positif di hatinya, mengingatkannya bahwa ada kebaikan di sekitar, bahkan dari orang yang baru ditemuinya.

Now:

Linzy, dengan rasa ingin tahunya yang besar, menyadari bahwa pria yang baru saja menjadi guru di sekolahnya adalah orang yang membantunya di bengkel kemarin. Ia merasa terkejut dan tidak menyangka bahwa nasib mempertemukan mereka kembali di sekolah yang sama.

Pada jam istirahat, Linzy memutuskan untuk pergi ke perpustakaan, menghindari keramaian siswi-siswi yang berkunjung untuk berkenalan dengan Braga. Ia tiba di perpustakaan dengan nafas terengah-engah, dan melihat Braga sedang duduk di meja kerjanya.

Linzy sambil ngos-ngosan mengucapkan, "Assalamu'alaikum, Pak."

Braga terkejut melihat kedatangan Linzy dan menjawab, "Wa'alaikumsalam. Ada apa, Nak? Kenapa kamu buru-buru begitu?"

Linzy masuk ke dalam perpustakaan dan bertanya, "Pak, bukankah kemarin kita bertemu di bengkel?"

Braga mengernyitkan dahinya dan bola matanya diputar ke atas seperti memikirkan sesuatu. "Oh, ya, Benar! Kamu yang kemarin di bengkel kan? Sungguh kebetulan kita bertemu lagi di sini."

Linzy tersenyum. "Iya, Pak. Saya benar-benar tidak menyangka kita akan bertemu di sekolah."

Braga membalas senyuman Linzy. "Kehidupan memang penuh dengan kejutan, ya."

Kemudian, Braga berdiri dari tempat duduknya dan menghampiri Linzy. "Ada yang bisa saya bantu?"

Linzy merasa canggung dengan situasi ini. Ia pun beralasan, "Sebenarnya, saya hanya ingin tahu lebih banyak tentang perpustakaan ini. Saya suka membaca."

Braga dengan ramah berkata, "Tentu. Mari duduk. Perpustakaan ini memiliki koleksi buku yang bagus. Pertama-tama, isi daftar pengunjung di komputer terlebih dahulu."

Linzy mengisi daftar kunjungan di database komputer perpustakaan. Selanjutnya, ia menghampiri salah satu rak buku dan memilah-milih buku yang akan dibacanya.

"Ada sesuatu yang spesifik ingin kamu cari?"

Linzy menyipitkan matanya. "Hmm, saya suka novel fiksi. Mungkin Bapak punya rekomendasi?"

Braga menghampiri rak buku yang bertuliskan "Novel" di atasnya, kemudian mengambil beberapa buku di sana. "Baik. Saya punya beberapa rekomendasi bagus di sini. Mulai dari klasik hingga yang terbaru. Coba pilih satu yang kamu suka."

Mereka berdua kemudian terlibat dalam percakapan santai tentang buku-buku favorit dan minat baca masing-masing. Pertemuan yang tak terduga ini membawa warna baru dalam kehidupan Linzy di sekolah dan memberikan nuansa keakraban di antara mereka.

To be continued

Hayo ngaku, siapa yang dari kemarin nungguin momen Braga dan Linzy?
Coba komen di bawah ya😂

Btw, ku mau curhat dikit nih. Susah banget ya cari kerjaan sekarang, ujung2nya pake orang dalem mulu. Pusing deh😮‍💨

Hehe mon maap gaje :V
Selamat membaca^^

Continue Reading

You'll Also Like

42.7K 5.9K 28
tidak ada kehidupan sejak balita berusia 3,5 tahun tersebut terkurung dalam sebuah bangunan terbengkalai di belakang mension mewah yang jauh dari pus...
127K 12.7K 25
Xiao Zhan, seorang single parent yang baru saja kehilangan putra tercinta karena penyakit bawaan dari sang istri, bertemu dengan anak kecil yang dise...
341K 20.8K 25
"I'll do everything for you." -Lian ⚠️ mengandung kata kata kasar. Entah kesialan apa yang membuat Lilian Celista terlempar ke dalam novel yang baru...
712K 57.4K 61
Kisah ia sang jiwa asing di tubuh kosong tanpa jiwa. Ernest Lancer namanya. Seorang pemuda kuliah yang tertabrak oleh sebuah truk pengangkut batu ba...