Lintasan Hati yang Tak Terduga

By brightwin990

427 174 101

Mengisahkan perjalanan hidup Braga Wiratama, seorang duda yang baru saja melewati proses perceraiannya dengan... More

Character
Chapter 1: Pengkhianatan
Chapter 2: Retaknya Kenangan, Terbuka Pintu Pemisahan
Chapter 3: Rumitnya Langkah Menuju Ketenangan
Sekedar basa-basi
Chapter 4: Perpisahan dan Tantangan Baru
Chapter 5: Terhalang Kehidupan Lama: Babak Baru yang Penuh Perubahan
Chapter 6: Antara Pembukaan Luka dan Pengorbanan Keluarga
Chapter 7: Memilah Jejak Kehidupan
Chapter 8: Dinamika Tak Terduga: Pertemuan, Penyesalan, dan Antusiasme Baru
Chapter 10: Pergulatan Keputusan
Chapter 11: Perpisahan dan Peluang Baru
Chapter 12: Kota Baru, Rumah Baru, dan Pertemuan yang Menarik
Chapter 13: Melodi Kehidupan: Perjuangan Linzy Antara Keluarga dan Keinginan

Chapter 9: Momen Keputusan dan Pertemuan Emosional

19 8 2
By brightwin990

Braga dan Vera kembali hadir di persidangan perceraian, diwarnai oleh ketegangan dan raut wajah keluarga serta para saksi yang hadir. Ibu Rini mendekati Ibu Siti dengan kerinduan di matanya, menyampaikan penyesalannya atas segala kejadian.

"Ibu Siti, sungguh saya menyesal melihat anak kita bisa sampai begini. Vera seakan melupakan batas-batas norma," ucap Ibu Rini dengan nada sedih.

Ibu Siti mengangguk, "Kita harus mendukung mereka, meski keputusan ini pahit. Ini mungkin memang jalan terbaik."

Sidang dimulai kembali, dan tim kuasa hukum Braga tak menyia-nyiakan kesempatan untuk membacakan gugatan. Mereka secara tegas menampilkan bukti-bukti perselingkuhan Vera dengan Cakra, yang hadir sebagai saksi dari pihaknya.

Kakaknya Vera, yaitu Indah, hanya bisa menggelengkan kepala, kesal dengan perilaku adiknya. Vera, di sisi lain, terlihat lemas saat gugatan dibacakan.

Ketika giliran Vera untuk menanggapi, ia meminta waktu untuk berpikir. Namun, Dian, adik sekaligus saksi dari pihak Braga, tak bisa menyembunyikan ketidakpuasannya. "Sungguh tidak pantas lu, Mbak. Jangan terlalu lama berpikir," protes Dian.

Tim kuasa hukum Vera, melihat situasi ini, mengambil alih. Salah satu dari mereka, seorang pengacara bernama Adrian, memberanikan diri bicara, "Yang Mulia, izinkan kami mewakili saudari Vera ingin memberikan penjelasan atas gugatan ini."

Hakim memberikan izin, dan Adrian melanjutkan, "Kami tidak menyangkal beberapa fakta, tapi harap dipahami, hubungan ini telah mengalami kesulitan. Vera ingin kesempatan untuk menjelaskan situasinya dengan lebih lengkap dan adil."

Adrian dengan tenang melanjutkan, "Pertama-tama, kami mengakui bahwa situasi ini sulit bagi semua pihak yang terlibat. Namun, perlu dicatat bahwa dalam setiap pernikahan, terdapat dinamika kompleks yang sulit dipahami secara sepenuhnya."

Braga memandang Vera dengan tatapan campuran antara kekecewaan dan harapan. Vera, setelah menghela nafas, mengangkat kepala untuk berbicara.

"Saya tidak bermaksud mencari pembenaran atas kesalahan saya, Yang Mulia. Namun, perlu diungkapkan bahwa pernikahan ini sudah lama mengalami ketidakharmonisan. Saling terluka, kehilangan komunikasi, hingga akhirnya terjerat dalam situasi yang sulit."

Adrian menambahkan, "Vera ingin meminta maaf kepada keluarga Braga atas segala kesalahannya. Namun, kami berharap juga untuk dapat memahami bahwa keputusan perceraian ini tidak diambil dengan ringan."

Hakim mengangguk, memberikan kesempatan pada Braga untuk memberikan tanggapan. Braga, setelah beberapa saat yang terasa berat, berkata, "Kami memang menghadapi masalah, tapi saya yakin, di tengah semua ini, kita masih bisa menemukan jalan keluar yang baik bagi kedua belah pihak."

Pandangan hakim menunjukkan pertimbangan serius. Sidang berlanjut dengan adu argumen dan pembuktian. Keluarga dan saksi-saksi berada dalam ketegangan, menanti keputusan yang akan mengubah arah hidup Braga dan Vera.

Sidang terus berlanjut dengan ketegangan yang memenuhi ruangan. Braga dan Vera, ditemani oleh para pengacara dan keluarga mereka, menantikan keputusan yang akan mengubah arah hidup mereka.

Hakim, setelah mendengarkan argumen dari kedua belah pihak, memutuskan untuk memberikan waktu istirahat sejenak sebelum mengambil keputusan. Ruangan sidang hening, dan suasana tegang terasa semakin nyata.

Cakra, dengan tatapan penuh harap, menyentuh tangan Vera. "Kita harus kuat, Sayang. Apapun keputusannya, kita akan hadapi bersama."

Vera tersenyum tipis, mencoba menunjukkan keberanian di tengah situasi sulit ini. Sementara itu, keluarga dan saksi-saksi duduk dengan wajah tegang, menunggu keputusan yang akan diumumkan.

Di lain pihak, namun masih di ruangan yang sama, Braga hanya menatap wanita yang dulu ia cintai sambil tersenyum getir. Sementara Ibu Siti menepuk pundak putra sulungnya dengan berkata, "Kamu yang kuat ya, Mas."

Braga mengangguk menanggapi ucapan sang ibu.

Setelah istirahat singkat, hakim kembali ke ruang sidang. "Setelah mempertimbangkan semua argumen dan bukti yang disampaikan, saya akan mengambil waktu untuk memutuskan perkara ini. Pengumuman keputusan akan dilakukan pada sidang berikutnya."

Wajah Braga dan Vera tergambar dengan kekecewaan, tapi mereka menerima keputusan tersebut dengan kepala tegak. Sidang ditutup, dan langkah mereka keluar dari ruangan, diikuti oleh pandangan penuh tanya dari keluarga dan saksi-saksi yang masih memenuhi ruangan pengadilan. Keputusan yang sulit masih menggantung, dan masa depan Braga dan Vera bergantung pada kebijaksanaan hakim.

***

Di parkiran mobil, Vera dan Cakra menghampiri Braga, memohon agar diberikan kesempatan untuk bertemu sebentar dengan Anan. Dian awalnya menolak dan bertanya, "Ngapain lagi sih lu? Mau ngerebut Anan dari kakak gua?"

Akan tetapi Braga dengan tegas menyela, "Dian, biarin aja mereka bertemu Anan. Ini adalah momen penting loh."

Dian menghela nafas kesal, namun langsung menyetujui omongan kakaknya.

Braga membawa Vera, Cakra, dan keluarga mereka menuju kost-kost'an tempat tinggal Braga dan Anan. Sesampainya di sana, Braga mengajak mereka masuk ke dalam kost-an.

"Mama, Ibu, Vera, Dian, duduk di sini dulu ya. Braga mau ke kamar bentar manggilin si Anan."

Braga pergi menuju kamar yang ditempati bersama Anan. Cakra seolah-olah tidak dianggap masih tetap berdiri sambil memandangi Braga masuk ke dalam kamar.

Braga, dengan lembut, mengajak Anan keluar sebentar. "Anan, ada seseorang yang ingin bertemu denganmu."

Anan yang sedang asyik bermain game menuruti ajakan papanya ke ruang tamu. Sesampainya di sana, bocah itu mengangkat wajahnya dengan ekspresi campuran antara keterkejutan dan kebahagiaan saat melihat mamanya ada di sana.

"Mama?"

Anan berlari menghampiri dan memeluk mamanya. Vera tersenyum dan mencoba menahan tangis. "Anan. Mama rindu."

Anan langsung menangis di pelukan mamanya. "Mama! Anan rindu Mama!"

Vera mencium kening Anan dan mencoba menjelaskan, "Mama dan Papa memang harus bicara serius, Nak. Tapi Mama selalu mencintaimu, tak peduli apapun yang terjadi."

Anan mengangguk paham, walaupun mungkin masih sulit untuk benar-benar mengerti semua yang terjadi di sekitarnya. Braga melihat momen tersebut dengan haru. Dian menepuk bahu Braga dengan ungkapan rasa lega, sementara Cakra yang masih tetap berdiri di pintu dengan senyum penuh makna, menyaksikan langkah-langkah kecil menuju pemulihan keluarga dari wanita yang ia cintai.

***

Braga, Vera, Cakra, dan Anan duduk bersama di ruang tengah kost-an, menciptakan suasana yang penuh emosi. Sementara Dian, yang baru saja kembali ke kost-an setelah mengantar ibunya dan keluarga Vera pulang ke rumah, memutuskan untuk bergabung dan melihat momen penting ini dengan harapan yang penuh.

Cakra, yang sedari tadi tak dianggap kehadirannya, memulai percakapan dengan penuh kerendahan hati, "Kami sadar bahwa situasi ini sulit bagi Anan, dan kami ingin menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman untuknya."

Vera menambahkan, "Anan, Mama dan Papa memang nggak bisa bersama lagi, tapi kita tetap keluarga ya, Nak. Mama akan selalu ada buat kamu."

Anan mengangguk mengerti, mencoba menyembunyikan kebingungannya di balik senyuman kecil. Braga menyambung, "Kita semua ingin yang terbaik buat Anan. Mama dan Papa akan selalu mendukung dan mencintai Anan."

Cakra menyapa Anan dengan lembut, "Kalau ada pertanyaan atau perasaan yang ingin Anan sampaikan, bilang aja. Kami di sini mau dengerin Anan kok."

Anan memandang mereka satu per satu, meresapi kata-kata yang diucapkan. Dian, yang sejak tadi hanya diam, akhirnya ikut berbicara, "Keluarga kita mungkin akan berubah, tetapi bukan berarti kita harus berhenti peduli satu sama lain."

Perbincangan damai itu memberikan harapan bahwa, meskipun perceraian tak dapat dihindari, keluarga ini mampu menemukan cara untuk membina hubungan yang sehat bagi Anan. Seiring waktu, pertemuan ini diharapkan menjadi langkah awal menuju pemulihan dan kedamaian bagi semua pihak yang terlibat.

***

Sore itu, suasana di sekitar kost-an terasa hangat seiring Anan bermain bersama teman-temannya. Setelah memastikan Anan dalam keadaan baik-baik saja, Braga kembali ke kost-an dan berkumpul dengan Vera, Cakra, dan Dian.

Dengan wajah serius, Braga membagikan rencananya, "Gua mutusin buat resign dari sekolah. Situasi di sini membuat gua ingin memulai hidup baru di kota yang berbeda."

Dian spontan bertanya, "Loh kok tiba-tiba kek gini? Kenapa nggak bilang gue sama Ibu dulu sebelumnya?"

Braga menjelaskan dengan penuh kejujuran, "Situasi yang sulit dan menyakitkan membuat gua udah nggak nyaman berada di kota ini. Gua mau memberikan Anan kesempatan untuk hidup tanpa beban di lingkungan yang baru."

Vera menyayangkan keputusan tersebut, "Tentu saja aku ingin bertemu dengan Anan setiap waktu, Mas. Tapi, aku juga mengerti, Mas ingin memberikan yang terbaik bagi Anan."

Cakra menyuarakan kekhawatirannya, "Emang Anan bakal bisa beradaptasi di lingkungan yang baru? Bagaimana kalo dia merasa kesepian atau sulit berinteraksi?"

Braga meyakinkan mereka, "Gua tau kalian khawatir. Tapi, gua akan selalu ada buat Anan, dan gua yakin dia akan bisa beradaptasi dengan baik. Kita harus memberinya kesempatan untuk memulai yang baru."

Meskipun dengan berat hati, Vera, Cakra, dan Dian mulai meresapi keputusan Braga. Pilihan ini membawa mereka ke arah yang baru dan menantang, namun diharapkan menjadi langkah menuju masa depan yang lebih baik untuk semua yang terlibat.

To be continued

Hai gaes, aku kembali🥳
Gimana hari ke empat di tahun 2024? Enjoy atau ada yang bikin badmood kah?

Aku harap di tahun 2024 ini, wish list kalian yg belum terwujud bisa terealisasikan ya. Hehe ^^

Selamat membaca^^

Continue Reading

You'll Also Like

45.7K 7.1K 38
Rahasia dibalik semuanya
306K 23.3K 106
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...
93.1K 17.7K 187
Jimin membutuhkan biaya untuk operasi transplantasi ginjal sang bunda namun dia bingung mencari uang kemana dalam waktu kurung 2 bulan. Sementara CEO...
466K 46.7K 37
Menceritakan tentang seorang anak manis yang tinggal dengan papa kesayangannya dan lika-liku kehidupannya. ( Kalau part nya ke acak tolong kalian uru...