Aku melihat kalung yang diulurkan Derick dari kejauhan. Aku tidak bisa menebak kenapa dia tiba-tiba memberiku ini.
'Tidak seperti kalung yang dulu...'
Kalung yang terlihat dalam mimpi Penelope memiliki berlian kecil, cocok untuk ukuran anak-anak. Namun kalung yang diberikan Derick kepadaku serupa, dan itu sebesar ibu jariku.
"Aku mengukirnya dengan sihir teleport."
Melihat aku tidak mau menerimanya, dia perlahan membuka mulutnya.
"Kalau kau menggosok berliannya tiga kali, kau bisa bepergian ke tempat mana pun yang terlintas dalam pikiranmu, entah berapa pun jaraknya."
Jawaban yang muncul benar-benar tidak masuk akal. Wajar jika pertanyaan keluar dari mulutku.
"Mengapa?"
"..."
"Kenapa kamu memberikannya kepadaku?"
Pada saat yang sama, aku teringat tangisan putus asa terakhirnya.
― Meskipun aku marah, aku selalu tersenyum saat aku memberimu hadiah. Kamu bahkan memanggil Reynold "Kakak", padahal aku tidak pernah berkelahi denganmu sepertinya, tapi kenapa―!
Mengapa dia memberi hadiah. Perasaan kotor yang dia miliki terhadap gadis menjengkelkan yang menggantikan adik perempuannya.
Aku tahu karena dia pasien disini, pemeriksaannya menjadi menyimpang. Aku mengerucutkan bibir tetapi tidak bisa berkata apa-apa.
"Anda pikir sesuatu akan berubah jika anda melemparkan ini pada saya sekarang?"
Pada suatu waktu, kupikir hadiah yang dia berikan kepadaku dimaksudkan untuk meningkatkan hubungan. Bahkan di kehidupanku sebelumnya, dengan orang pertama yang berada dalam malapetaka. Aku tidak perlu mengikutinya bahkan di dalam game.
"Karena saya tergila-gila pada perhiasan dan kemewahan, anda pikir jika memberi saya hadiah mahal, saya akan melupakannya seperti orang bodoh?"
Tapi itu adalah kesalahan besar. Aku menjatuhkan bom padanya tanpa berpura-pura mengambil apa yang dia berikan padaku.
"Kalau begitu anda salah besar, Tuan Duke Muda."
"...."
"Penderitaan yang saya rasakan saat itu, penghinaan dan caci maki yang tak terhitung jumlahnya yang anda berikan pada saya."
"..."
"Bagaimana saya bisa melupakannya? Kalung inilah yang membuat saya tergila-gila pada perhiasan."
Dengan setengah hati aku menyentuh kalung yang terjatuh dari tangannya. Tali platinum yang mahal itu bergoyang di udara, dan bersamaan dengan itu, pupil biru pria itu bergetar.
"Sekarang, saya merasa khawatir setiap kali anda memberi saya sesuatu. Setiap kali setelah itu, anda memberi saya lebih banyak kotoran dan menjatuhkan saya ke dasar."
"..."
"Jadi saya tidak akan menerimanya, Tuan Duke Muda. Apapun alasannya."
"..."
"Saya tidak membutuhkan apa pun yang anda berikan kepada saya."
Dengan kata-kata terakhir yang ku ucapkan dengan lembut sambil membungkuk, lalu aku tersadar akan lingkungan sekitar. Mengingat ini hanya pekerjaan kecil, itulah pertimbangan maksimal yang bisa aku berikan.
Tak ada lagi perasaan yang tersisa pada pria yang hatinya telah tertusuk oleh adiknya yang menurutnya sangat buruk. Bukan hanya kemarahan dan rasa jijik yang aku rasakan setiap saat, tapi bahkan perasaan simpati.
Setelah berbisik cepat, aku terbangun seolah tidak terjadi apa-apa.
"...Aku tahu."
Dia akhirnya membuka mulutnya setelah mendengar kata-kataku.
"Tidak ada yang bisa dilupakan ataupun hilang."
Aku cukup lega mendengar hal itu. Saat aku menatapnya dengan mata mati rasa, wajah pucatnya tiba-tiba berubah menjadi sangat menyedihkan.
"Aku hanya.... Aku hanya mengatakan...Uheok..!"
Pria yang sedang berbicara tiba-tiba mulai menumpahkan darah. Aku sedikit kaget dan buru-buru memberitahu para pelayan.
"Cepat pindahkan ke mansion. Akan berbahaya seperti ini...."
"Bahaya di luar mansion."
Tapi Derick tiba-tiba memotongku dan berlumuran darah. Genggaman yang memegang pergelangan tanganku semakin erat. Aku bisa saja dengan mudah melepaskannya, tapi entah kenapa aku tidak bisa.
"Karena aku tidak bisa melindungi dan mengendalikan tempat-tempat yang tidak bisa dijangkau oleh mata dan pedangku.."
"...."
"Jika sesuatu terjadi padamu saat kau jauh dari rumah, apa ada cara terbaik untuk menghindari situasi tersebut tanpa menurunkan martabat Eckart."
"..."
"Aku baru saja memikirkannya dan mengambil kesimpulan."
Aku tidak tahu apa ini, tapi Derick yang terluka punya kemampuan untuk mengatakan omong kosong.
"Jadi, tolong...
Saat aku membeku karena khawatir, tangan gemetar yang memegang kalung itu terulur. Dia akhirnya berbicara memohon, seolah dia akan kehabisan nafas.
"Jadi tolong... bisakah kamu menerimanya?"
Saat itu. Tiba-tiba sesuatu yang keras melingkari pinggangku. Sebelum tangan Derick bisa meraihku, tubuhku ditarik ke belakang oleh seseorang.
"Aku akan menjaga tunanganku dengan baik, meski tanpai itu."
"Yang Mulia?"
Tiba-tiba aku mengangkat kepalaku dan melihat wajah Putra Mahkota yang mengerutkan kening.
"Uheok!"
Di saat yang sama darah kembali mengucur, tubuh Derick terangkat. Tangan yang memegang kalung yang melayang di udara kosong itu terjatuh. Tidak ada pergerakan setelah itu.
"Apa yang kalian lakukan sampai tidak memindahkannya? Dengan ketidakhadiran Duke, aku bahkan harus mengubah suksesi."
Callisto menunjuk ke arah para pelayan, alih-alih bukan kepadaku yang terkejut dan tidak bisa berkata-kata.
"Ma-Maafkan kami!"
Tali kalung yang tergantung di tangan yang mencuat dari tandu bergoyang dan menjauh. Saat aku melihatnya dengan tenang, aku merasa aneh.
"Dia belum mati, kan?"
Saat aku bergumam pada diriku sendiri dalam kebingungan, Putra Mahkota mendecakkan lidahnya dan berkata.
"Apa salahnya jika dia mati? Pikirkan tentang apa yang orang itu lakukan padamu."
"Tapi... rasanya aneh kalau dia mati seperti itu."
"Ck, itu karena hatimu lemah. Kalau itu orang lain, aku akan memotong lubang itu dengan pedang lagi, menanyakan lubangnya sudah sembuh atau belum."
'Aku sudah mengiranya.'
Aku menggelengkan kepalaku melihat kepribadian Putra Mahkota yang menyimpang dan melarikan diri dari pelukannya.
"Apakah pendarahannya sudah berhenti? Coba kulihat."
Callisto membalikkan tubuhku, meraih kedua pipiku, dan mengamati wajahku.
"Itu berhenti. Ini memalukan, jadi tolong menjauhlah."
"Apakah kamu sudah minum ramuan?"
"Tidak, belum."
"Keluarkan dan minumlah sekarang."
"Baiklah."
Aku mencoba minum secukupnya, tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa karena mata merah yang menatapku. Aku mengeluarkan ramuan stamina dari sakuku.
"Anda harus melepaskannya, Yang Mulia."
Saat itulah aku melirik Putra Mahkota yang masih memegangi pipiku, dan bergumam tidak puas.
"Apa yang sedang anda lakukan?"
Dengan suara gemuruh yang menggelegar, seseorang bergegas keluar dari suatu tempat dan memisahkan kami berdua. Itu adalah Reynold.
"Hei, kamu baik-baik saja? Semuanya baik-baik saja, bukan?!"
Dia buru-buru menghalangi jalanku dan langsung menatap Putra Mahkota seperti kucing yang waspada.
"Apa yang anda lakukan, Yang Mulia? Jangan sentuh adikku!"
"Huh, apa pedulimu dengan apa yang aku lakukan dengan tunanganku?"
"Tunangan? Bukankah anda sudah mencampakkan Penelope, lalu anda mengejarnya kembali dan akhirnya dicampakkan kembali oleh dia?"
"Kalau begitu kau harus mengetahuinya sekarang. Putri dan aku memiliki hubungan yang sangat istimewa. Sepasang kekasih yang telah mengatasi krisis berada di ambang dan mau melakukan ciuman reuni, tapi seseorang tanpa peringatan menyela kami.. Putri, kau mau pergi kemana?"
"Woi, Penelope!"
(tl/n: mood bgt mereka berdua😭)
Aku tidak memiliki kepercayaan diri untuk menghentikan orang-orang yang sedang bertengkar hebat. Aku segera lari dari mereka.
Setelah beberapa saat, Reynold berlari ke arahku dengan terengah-engah, mungkin karena dia mendengar sesuatu dari Putra Mahkota.
"Hei, Apa benar kamu memutuskan untuk pindah bersama burung itu, atau lebih tepatnya, Yang Mulia?"
Itu setengah benar, jadi aku mengangguk dalam diam.
"Aku akan kembali mencari Yvonne. Aku juga harus menyelamatkan Ayah."
"Aku ikut denganmu."
Segera setelah aku selesai berbicara, aku kembali menatap Reynold dengan wajah yang agak asing.
"Apa kamu tidak keberatan?"
"Apanya?"
"Kamu baru saja melihatnya. Adikmu sebenarnya adalah monster yang menakutkan."
Derick begitu terpana melihat perubahan tampilan Yvonne hingga dia gemetar. Reynold tidak terlihat terkejut seperti yang kukira.
"Aku tidak suka jalang itu sejak awal. Dia sangat suram, sama sekali tidak mirip Yvonne."
"Hoo."
Aku mendengus mendengar jawaban yang kudapat.
'Setiap kali kamu menangkapku seperti kamu menangkap tikus, aku bertanya apa itu mimpi...'
Tetap saja, sedikit melegakan mengetahui bahwa Reynold yang sederhana itu tidak dicuci otak sedalam Derick.
"...Berani sekali dia menculik Ayah. Kalau saja menyentuh Eckart, yang ada hanya kematian."
Reynold yang dari tadi bergumam pada dirinya sendiri, tiba-tiba mengeraskan wajahnya dan bertanya padaku.
"Sejak kapan kau tahu?"
"Yah begitulah."
"Apa kau mengetahuinya sejak awal? Begitu saja?"
Renald menanyakan satu demi satu pertanyaan. Tentu saja awalnya aku tidak tahu. Tidak, itu lebih seperti tidak mempercayainya. Bagaimana bisa karakter utama wanita yang baik itu menjadi monster yang menakutkan? Dasar game gila.
"...Aku juga tidak tahu dari awal. Setelah melihatnya beberapa kali, aku menyadari itu tidak terpantul di cermin atau di air teh."
Aku mencampuradukkan fakta dan menjelaskannya dengan samar. Lalu Reynold mengerutkan keningnya.
"Jadi karena itu kau kabur dari rumah? Apa kau takut padanya dan mencoba mencari tongkat sihir untuk melawannya?"
Aku malu karena dia mengarahkan jarinya ke tongkat cerminku.
"Bukan seperti itu..."
"Kau benar-bener!"
Bahkan sebelum aku bisa buru-buru menyangkalnya, aku sudah dipotong.
"Bagaimana bisa kamu tidak memberiku petunjuk?"
"..."
"Kau seharusnya mengatakan sesuatu! Seharusnya kamu memberitahuku terlebih dahulu saat kau melarikan diri dari rumah!"
Reynold memelototiku dengan mata terbelalak dan mendesak. Aku tidak mengerti, jadi aku memiringkan kepalaku.
"Apa bedanya jika aku memberitahumu?"
"Hah, tentu saja berbeda! Kalau kau memberitahuku, kita akan menemukan solusi bersama, dasar bodoh!"
"..."
"Tidak peduli seberapa besar bukti bahwa dia adalah adik kandungku, kalau kau memberitahuku, aku tidak akan membuatmu mengambil semuanya sendirian."
"..."
"Kamu kan juga adikku."
Reynold berkata dengan tegas. Dari sudut pandangku, karena aku tidak mempercayai siapa pun di kediaman Duke, sulit untuk mempercayainya. Tapi menurutku ekspresi sedih Reynold atau tatapan bersalahnya itu tidak palsu.
"...Aku tidak bisa menahannya karena bisa saja kau juga di cuci otak. Aku khawatir kalau aku memberi tahu siapa pun, kau akan diperlakukan seperti kakak pertama."
Pada akhirnya, aku mengungkapkan kebenaran secara detail.
"Ini gila. Jadi karena dicuci otak itu, hyeong bertindak seperti orang brengsek? Dasar orang gila itu! Seharusnya dia(derik) memberi kekuatan pada otaknya sendiri!"
Reynold tampak terkejut mendengar kata-kataku dan mengutuk Derick tanpa ragu. Merasa sedikit lega, aku menambahkan sambil tersenyum kecil.
"Dan aku sudah memberinya, petunjuk."
"Apa? Kapan?"
"Aku bilang kepada Ayah untuk berhati-hati. Hanya saja sepertinya Ayah sudah mengetahuinya sekarang."
Wajah Reynold mengeras mendengar jawabanku.
"Haiss, kenapa Ayah tidak mengatakan hal sepenting itu kepadaku?"
Dia bergumam tidak puas. Melihat wajahnya yang merah seperti orang yang masih sadar membuatku semakin kasihan pada Duke. Saat itu.
"Reynold! Penelope!"
Tiba-tiba sebuah suara familiar memanggil kami. Pada saat bersamaan Reynold dan aku sama-sama menoleh ke sumber suara. Di hutan di luar taman yang terhubung dengan ruang pelatihan, sesosok tubuh yang tertutup tanah berdiri.
"Aku kembali!"
Reynold ternganga. Begitupun juga aku. Tidak peduli seberapa besar dia sebagai Duke ketika dia masih muda, jelas-jelas dia diculik
'Secepat ini?'
*****************