Kidung Merah Jambu

بواسطة nonimukti

16.3K 4.4K 904

Rindu Rembulan terancam drop out jika tidak menyelesaikan tugas akhirnya semester ini. Di tengah tekanan pros... المزيد

🍁 1. Duka Gila 🍁
🍁 2. Mati Gaya 🍁
🍁 3. Gagal Paham 🍁
🍁 4. Dipersulit 🍁
🍁 5. Tujuan Tanpa Manfaat 🍁
🍁 6. Kenyataan 🍁
🍁 7. Terkhianati 🍁
🍁 8. Kompromi 🍁
🍁 9. Sisi Lain 🍁
🍁 11. Intervensi 🍁
🍁 12. Bimbang 🍁
🍁 13. Kepo 🍁
🍁 14. Tak Rela 🍁
🍁 15. Satir 🍁
🍁 16. Terpojok 🍁
🍁 17. Spontan 🍁
🍁 18. Menghindar 🍁
🍁 19. Pacar? 🍁
🍁 20. Pemahaman 🍁
🍁 21. Bukan Liburan 🍁
🍁 22. Resah 🍁
🍁 23. Istimewa 🍁
🍁 24. Terlambat? 🍁
🍁 25. Fakta 🍁

🍁 10. Belenggu Rasa 🍁

677 189 60
بواسطة nonimukti

Malam, temans. Pada liburan ke mana nih?
.
Yang di rumah aja, ditemani Rindu, ya? Selamat membaca🥰
.
.
Tidak ada yang lebih membahagiakan hati Rindu selain ucapan sang dosen bahwa dia bisa lanjut ke bab dua. Tentunya, dengan membaca kembali bab satu dan memastikan tidak ada yang salah ketik dan lain-lain. Hari-harinya memang semembosankan itu.

Semangat yang diberikan Segara membuat Rindu duduk di perpustakaan sepagi ini setelah hampir lelah mencari buku. Dia hanya butuh tiga buku, tetapi membacanya itu yang membosankan. Tak hanya itu, matanya juga bisa mengantuk dan siap tidur kapan saja andai menemukan tempat nyaman.

Sepanjang kuliah, Rindu tidak pernah membaca seperti sekarang. Menyimak kata demi kata, kemudian memutuskan bagian mana yang akan dimasukkan ke dalam bab dua tugas akhirnya. Matanya serasa mau lepas mengamati huruf sedemikian banyak.

Mau sebosan apa pun Rindu membaca buku-buku, tidak ada opsi lain yang bisa dipilih. Suasana hati Segara yang baik akhir-akhir ini membuatnya sedikit senang dan tak merasa terlalu tertekan. Meski harus bekerja di meja dalam ruangan dosennya, dia merasa tenang.

Dulu, selalu ada Raga yang membaca untuk Rindu. Dalam tugas demi tugas, pria itu yang dengan telaten membaca halaman demi halaman sebelum memberitahunya bagian mana yang akan ditulis. Dia terbiasa dimanjakan dengan hanya mempelajari buku secara garis besar saja. Singkatnya, Raga adalah asisten baca Rindu.

Sayangnya, Raga tak sebaik yang terlihat. Pengkhianat itu masih berkeliaran di dekatnya, sementara di rumah sedang menyimpan perempuan lain. Perempuan hamil yang menunggunya pulang setiap sore sedangkan si pria masih menemui kekasih resmi. Rindu tidak bisa menyebut dirinya sebagai yang lain karena nyatanya memang begitu.

"Haish ... demi apa aku melihat Rindu mojok di perpustakaan. Anteng lagi."

Rindu menoleh ke arah datangnya suara. Adiyanto, dengan tas di punggung serta tumpukan buku di tangan, berdiri di samping kursinya. Temannya muncul dengan wajah lebih cokelat dari biasa, meletakkan tumpukan buku di meja, lalu menarik sebuah kursi lebih dekat pada Rindu sebelum duduk di atasnya.

"Kamu sendiri, ngapain?" tanya Rindu tanpa mengalihkan tatapan dari wajah Adiyanto.

"Cari bahan buat melanjutkan tugas akhir." Adiyanto meletakkan tas di lantai. "Aku tahu wajahku menjadi lebih cokelat dari minggu lalu. Hasil panjat tebing. Biasa aja ngeliatnya!"

"Nejong, ngerti nggak!" hardik Rindu.

"Suaramu, Ndu!"

Rindu menoleh ke seluruh penjuru ruangan. Hampir semua mata menatapnya dengan sorot terganggu, kemudian kembali fokus pada bacaan mereka. "Gara-gara kamu, aku jadi aneh. Menjauh sana! Jangan ganggu-ganggu!"

"Siapa yang mengganggu?" elak Adiyanto. "Aku cuma menyapa dan sedikit pamer kalau habis panjat tebing."

Dulu, Rindu adalah salah satu perempuan handal saat melakukan panjat tebing. Suatu kali, dia jatuh dari ketinggian hampir tiga meter dan kecerewetan Raga di mulai dari sana. Dia tak lagi bisa climbing tanpa pria itu yang mengawasi keamanannya.

Raga memang tidak melarang secara terus terang, tetapi aturannya membuat gerak Rindu terhalang. Namun, cinta membuatnya mengerti bahwa sikap itu beralasan. Lagi pula, banyak kegiatan lain yang juga dikuasainya dengan baik.

"Ngelamun." Adiyanto menarik pelan kunciran Rindu.

Rindu berdecak tak senang. "Suka banget narik rambutku." Tangannya membalas dengan menarik telinga Adiyanto.

"Lama-lama, kamu itu seperti emakku, Ndu. Suka banget narik kupingku."

"Salah sendiri bawel."

"Tapi, sumpah, Ndu. Aku lebih senang melihatmu di gunung-gunung daripada perpustakaan."

"Kemarin minta aku ngerjakan tugas akhir, sekarang bilang lebih suka lihat aku di gunung." Sama seperti Mas Raga yang suka melihatku di gunung.

Ribuan kenangan tentang Raga berjejalan menyerbu pikiran Rindu. Raga yang melindunginya. Raga yang memperhatikan bawaan logistiknya, serta Raga yang terus memantau kondisi fisiknya meski sebenarnya tahu dia tak selemah itu.

Mau dihindari seperti apa pun, Rindu tetap tak bisa mengenyahkan pikiran tentang Raga. Pria yang selama ini seperti super hero baginya, dan tiba-tiba pergi membawa pengkhianatan besar tanpa sempat berkata jujur. Bohong kalau dia berkata sudah move on. Kenyataan yang disembunyikannya adalah bahwa cinta Raga masih bersamanya.

"Sok rajin, Ndu. Sudah berdamai sama Pak Gara?"

"Bukan urusanmu," tukas Rindu, "menjauh dariku! Males dekat-dekat."

"Tapi, aku suka dekat-dekat kamu. Pacaran saja, yuk, Ndu!"

Rindu melirik sebal pada Adiyanto. "Males."

Rindu kembali fokus pada buku. Dibiarkannya Adiyanto terus berbicara dalam bisikan yang baginya tak lebih dari sekadar gangguan. Matanya mulai pedih, pandangannya pun memburam. Rindu menelungkupkan kepala di atas buku yang terbuka.

"Ndu ...." Adiyanto mencolek lengan Rindu.

Rindu tak ingin menanggapi. Lebih dari yang pernah terjadi, dia merindukan Raga. Dirinya menyesal, kenapa tidak memberi pengertian dengan lebih lembut pada pria itu alih-alih kemarahan dan mendiamkannya selama berhari-hari. Seandainya dia tidak menabuh genderang perang, mungkin semuanya akan baik-baik saja. Minimal Raga masih hidup dan kebenaran menyakitkan itu tak terungkap.

Masa bodoh dengan keberadaan Jeni dan kehamilannya. Peduli setan dengan tuduhan sebagai simpanan. Raga adalah kekasihnya dan miliknya.

Benarkah Raga miliknya? Kenyataan menunjukkan bahwa dirinyalah yang tak berarti apa-apa. Selama sekian bulan dia telah dicurangi dan dibodohi. Rindu tertawa dan hanyut dalam kebahagiaan semu yang diciptakan Raga.

"Ndu ...." Adiyanto kembali mencolek Rindu.

Rindu mengangkat kepala. "Bisa nggak, sih, kamu sehari aja nggak usilin aku?"

Rindu mengusap pipinya yang basah. Dia tidak tahu apa yang ditangisinya. Rindu hanya tahu bahwa air matanya turun tanpa bisa dibendung.

"Loh, kok nangis?" Adiyanto heran. "Kok sensi, sih, Ndu?"

Tanpa mempedulikan Adiyanto, Rindu bergegas membereskan buku-buku, mengembalikan ke tempatnya, lalu menjinjing tas, dan pergi. Dia berjalan menuju tempat parkir hanya untuk berjongkok di samping motornya. Menyembunyikan wajah di sana supaya tak ada yang menyadari tangisnya.

***

Bab dua yang mestinya tidak banyak menjadi masalah pun, nyatanya tidak bisa Rindu kerjakan dengan baik. Ada saja yang diucapkan Segara sehingga membuatnya kembali duduk di ruangan sang dosen. Tidak masalah untuknya selama pembimbingnya tidak berteriak dan menyalahkannya secara frontal.

Rindu kembali membuka-buka buku yang diambil dari rak milik Segara. Pembimbingnya ini memiliki banyak buku yang dibutuhkannya. Dia hanya perlu mengambil satu, kemudian membaca. Buat apa juga mengambil lebih dari satu jika rak bukunya tak jauh dari tempatnya duduk?

Demi apa, Segara tak pernah menerima suatu pekerjaan tanpa protes. Ada saja yang diminta olehnya. Tambah lagi teorinya, baca-baca dulu karena itu penting! Penting di mananya?

"Bapak, mau keluar?" tanya Rindu ketika melihat Segara berjalan sambil memakai jas.

"Kenapa?" Bukannya menjawab, Segara justru balik bertanya. Apa dosen lain di fakultas ini seperti itu juga?

"Kalau Bapak mau keluar, berarti saya—"

"Lanjutkan saja pekerjaanmu!" Segara memotong ucapan Rindu. "Saya mau rapat dan itu tidak mengganggumu membaca untuk melengkapi bab dua. Satu lagi, jangan mengulang hal yang sama di tulisanmu! Kelihatan banget itu kalau copy paste."

Astaga, bahkan hal sekecil itu saja bisa diketahui Segara. Memang di mana salahnya kalau copy paste? Dapat dari jurnal, kalau bisa memindah dengan cepat, mengapa harus lambat?

"Ya, Pak!" Tidak ada jalan untuk membantah. Lebih baik mengalah demi kebaikan dirinya. "Bapak ...." Rindu memanggil Segara ketika dosennya sudah hampir mencapai pintu.

"Apa lagi?"

"Kemejanya Bapak cuma satu itu atau ada yang lain?"

"Maksudmu?"

"Yang itu kusut, Pak!" ujar Rindu pelan dan takut-takut. "Kalau ada yang lain, ganti saja!"

"Menyesuaikan dengan warna jas," kata Segara datar.

"Kalau begitu, pakai dasinya, Pak! Biar nggak kelihatan kusutnya di bagian dada itu."

Segara menunduk sebentar, sebelum kembali ke mejanya. Diambilnya sebuah dasi yang langsung dikenakan. Rindu tersenyum melihat penampilan Segara kali ini. Rapi dan tanpa cela, cocok dengan reputasi beliau.

Rindu ini, sebentar nangis, sebentar seneng. Kasih saia komen yang banyak, dong. Othornya flu, jadi biar tetep semangat ngetiknya🤭🤭

Love, Rain❤

واصل القراءة

ستعجبك أيضاً

585K 1.9K 13
LAPAK DEWASA 21++ JANGAN BACA KALAU MASIH BELUM CUKUP UMUR!! Bagian 21++ Di Karyakarsa beserta gambar giftnya. 🔞🔞 Alden Maheswara. Seorang siswa...
1.2M 57.7K 67
Follow ig author: @wp.gulajawa TikTok author :Gula Jawa . Budidayakan vote dan komen Ziva Atau Aziva Shani Zulfan adalah gadis kecil berusia 16 tah...
2.7M 288K 49
Bertunangan karena hutang nyawa. Athena terjerat perjanjian dengan keluarga pesohor sebab kesalahan sang Ibu. Han Jean Atmaja, lelaki minim ekspresi...
M.E.L بواسطة missAnnoying

القصة القصيرة

9K 2.1K 21
Mona dihadapkan pada sebuah dilema. Memilih Bastian si bapak biologis anaknya, ataukah Enggar yang merelakan masa depan demi dirinya.