Senja Yang Abadi

vnnezffraaranda tarafından

16.8K 733 55

Islami - Romansa - Spiritual • Berawal dari terpaksa menerima kenyataan bahwa dirinya akan dijodohkan, hanya... Daha Fazla

P R O L O G
Perkenalan
1. Nasehat mbak Raya
2. Amanah Ayah
3. Saya, Terima
4. Sayang Arana
5. Perihal Foto
6. SAH!
7. First Hug
8. Mau apa, hm?
9. Sindi
10. Umrah
11. Apa, cinta?
12. Unboxing
13. Kamu senja saya
14. Imam
15. Pesawat jatuh
16. Bunda....
17. Fii amanillah, Jannaty
18. Sedih atau bahagia?
19. Istighfar 50×
20. Mba Raya juga?
21. Morning sickness
22. Hari kelulusan
24. Night at Rumah Umi
25. Anak Cantik Umi
26. Unicorn
27. Perihal poligami

23. SEBLAKK

417 18 4
vnnezffraaranda tarafından

بِسْـــــــــــــــــــــمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيم

اَللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ



Setelah melalui hari yang panjang, akhirnya mereka tiba di rumah. Dari jam tujuh pagi keduanya stand by di kampus, sampai setengah enam sore. Bayangkan saja, sudah seperti anak kuliah, padahal Arana sudah lulus.

Hari ini sangat memuaskan bagi Arana. Tadi dia dapat makan delapan Chupa Chups serta empat bungkus eskrim. Bahkan kini perut Arana sampai terasa mual. Semua itu dia dapatkan dari Rita dan Dessy.

Arana langsung menjatuhkan tubuhnya terlentang diatas kasur dengan setelan pakaian yang belum ia lepas satupun kecuali sepatu.

"Tadi ngeyel sih, Mas ajak pulang kamunya nggak mau. Jadi kecapean, kan?" omel Pak Aldan tapi masih menggunakan nada lembut. Pak Aldan sulit sekali meninggikan nada bicara.

Dia berjalan menuju istrinya, duduk ditepi ranjang lalu menarik kaki Arana untuk ditaruh di pangkuannya. Setelah itu mulai Pak Aldan pijit pelan.

Perlakuan Pak Aldan sontak saja membuat Arana tidak enak hati. Masak suami malah memijit kaki istri. Ia hendak bangkit, namun ditahan Pak Aldan. "Diem. Jangan banyak gerak." Bak titahan yang tidak bisa dibantah, Arana langsung menurut dan kembali merebahkan tubuhnya.

"Rana nggak kecapean kok, Mas. Malah Rana bahagia bisa kumpul sama temen-temen sekalian silaturahmi. Kan habis ini pasti udah pada sibuk sama urusan masing-masing."

"Tapi tetep harus inget waktu dong sayang.... Sekarang kan kamu ngga sendirian lagi, kamu kecapean, anak kita yang disini juga ikut kecapean." Satu jari Pak Aldan menunjuk perut Arana yang sudah mulai membesar.

Arana mengangguk tanda ia paham. " Iya. Rana minta maaf, ya." Perempuan itu menarik kakinya lalu segera bangkit dan melengkupkan kepalanya di pangkuan Pak Aldan.

"Hiks...hiks."

Sontak Pak Aldan terkesiap mendengar isakan suara tangis. "Loh, kenapa...?"

Dia mencoba mengangkat kepala Arana agar bisa menatap matanya. Agak sedikit susah tapi akhirnya berhasil juga.

"Rana jahat, ya, mas? Hiks."

Kepala pria itu menggeleng, "engga, kata siapa istri Mas ini jahat, hmm?"

"K-kan, t-tadi Rana nyakitin anak kita. Huuhuu."

Tangisan yang sebelumnya hanya isakan kecil seketika berubah jadi lebih keras.

Pak Aldan sampai kalang kabut. Sepertinya tadi ia salah bicara.

Tangannya menarik wajah Arana agar lebih dekat dengan wajahnya, lalu ia kecup kening istrinya pelan. Berniat menyalurkan ketenangan lewat kecupan singkat itu.

"Hei... Lihat mata, Mas." Arana menurut dengan tangis yang belum berhenti. "Kamu ngga jahat, sama sekali engga, sayang. Tadi mas ngga berniat mau bilang kamu jahat, cuma mas ngasi tau karena mas sayang sama kamu. Kamu lagi hamil, ibu hamil kan mudah cape. Mas gamau liat istri Mas sakit."

Sruukk!

Wanita itu menarik hingusnya.

"T-tapi, hiks! T-tadi--"

"Shutt... Udah-udah. Gaperlu dipikirin. Mas minta maaf ya kalo mas salah ngomong tadi." Arana mengangguk.

"Engga salah... Rana y-yang salah."

"Nggak, kamu ngga salah."

"Udah, sekarang bersih-bersih dulu. Bentar lagi kita shalat maghrib berjama'ah." Tambah Pak Aldan.

Walau dengan mata sembab serta kepalanya sedikit pusing karena menangis, Arana tetap patuh dan beranjak setelah mendapat kecupan di kedua matanya.

Setelah kepergian Arana, helaan nafas Pak Aldan keluar. Tubuhnya tumbang diatas kasur. Sebelah tangannya ia gunakan untuk ditaruh menutupi wajah, menghalau sinar lampu menembus kelopak matanya.

"Hah... Sabar Aldan. Kamu yang hamilin, berarti kamu juga yang harus tanggung jawab kalo dia lagi rewel."

•••

"Ahahahahah! Hahahah!"

"Aaa, m-mas! Geliii! Hahahahah."

Arana tertawa terpingkal-pingkal di atas sofa saat suaminya terus menggelitiki perempuan itu.

"Siapa yang mulai duluan tadi, ha?" Tak ada ampun, Pak Aldan terus saja menggerakkan tangannya.

Ini semua Arana yang memulai, Arana lah yang lebih dulu menggelitiki Pak Aldan saat mereka tengah fokus menonton film horror di ruang keluarga. Alasan Arana melakukan itu karena sebenernya perempuan ini tidak berani, jadilah ia berbuat jahil pada Pak Aldan agar perhatian mereka teralihkan.

Sedangkan Pak Aldan kini hanya sedang menjalankan misi balas dendam.

"Ah m-mass. Udahhh gelii-- au! Perut!"

Pak Aldan langsung berhenti ketika Arana merintih. "Kenapa?" tanya Pak Aldan panik. Pasalnya Arana terus memegang perutnya sambil meringis.

"Aww, sakitt," rintih perempuan itu semakin menekan perutnya.

Pak Aldan jadi semakin panik, harusnya tadi dia berhenti saja ketika Arana memintanya berhenti, pikir Pak Aldan.

"Ra, bagian mananya yang sakit? Ke rumah sakit aja, ya? Ayo." Pria itu menaruh tangannya dibawah tengkuk sang istri, lalu yang satu lagi di bawah lutut.

Pak Aldan tidak mau ambil resiko bila sampai terlambat menangani Arana. Pak Aldan tidak ingin kehilangan calon anaknya. Terlebih bila sampai terjadi sesuatu dirinya lah yang sepenuhnya bersalah.

Tapi tiba-tiba, "bwahahaa!"

Arana malah tertawa terbahak-bahak. Dirinya tidak kuat melihat ekspresi Pak Aldan ketika panik begini.

Mata Pak Aldan mengerjap mencoba mencerna keadaan yang sedang terjadi.

Masih dalam posisi yang sama, Pak Aldan mendelikkan matanya saat sadar kalau dia sedang dikerjai istrinya sendiri.

"Mwehehee, mas imut banget kalo lagi gini." Arana terkikik sambil memperhatikan ekspresi Pak Aldan yang seperti orang marah. Tangannya lalu ia pakai untuk mengangkat rambut Pak Aldan yang turun hingga menutupi dahinya.

"Ngga lucu, ya."

"Ih, lucu tauuuu," rengek Arana.

Pak Aldan menaikkan alisnya, ia tau adegan apa yang akan terjadi selanjutnya. Kalau dia tidak pandai membalik keadaan, bisa-bisa Arana menangis. Sudah cukup ia lihat istrinya menangis tadi sore. Sekarang jangan lagi.

"Iyaa-iyaaa, lucu kok lucu."

"Ngga ikhlas gitu jawabnya." Arana melipat kedua tangan di depan dada dengan bibir mengerucut.

"Sayang, mas nangis boleh ngga?" tanya Pak Aldan begitu pasrah.

"Ya jangan dongg. Kalau mas nangis, nanti waktu Rana nangis gaada yang nenangin." sahut Arana cepat.

Lelaki itu menggeser tubuh Arana hingga mentok kesisi sofa, lalu dirinya ikut merebahkan tubuh disana. Untung saja sofa ini lebar dan bisa menampung lebih dari satu orang.

Perempuan itu langsung berbalik menghadap suaminya lalu ia peluk dengan erat. Kepala Pak Aldan ia sembunyikan di ceruk leher Arana.

"Akhir-akhir ini kamu kenapa jadi rewel banget, Ra? Hormon ibu hamil ya?" Suara Pak Aldan sedikit teredam karena kepalanya masih berada diposisi tadi.

Arana berfikir sejenak, "emang Rana jadi gitu ya, mas?" Pak Aldan mengangguk.

"Maaf yaaa... Rana sendiri juga kadang suka aneh, sekarang tuh kaya dikit-dikit rasanya pengen nangis."

"Gapapa, ini juga kan bukan maunya kamu. Kita nikmati aja sama-sama. Hitung-hitung mas belajar ngurus bayi besar dulu sebelum nanti ngurus bayi beneran."

Arana merasa lucu mendengar penurutan Pak Aldan yang terdengar begitu pasrah, "nanti kita urus dia sama-sama."

"Hm."

Arana menarik wajah Pak Aldan agar bisa ia lihat. Dan tampaklah wajah Pak Aldan dengan mata terpejam. "Mas tidur, ya?"

"Ngantuk."

"Jangan tidur dulu," dia menekan kedua pipi suaminya hingga bibir Pak Aldan mempout.

Mata Pak Aldan masih setia terpejam, "kenapa?"

"Mau beliin Rana seblak ngga mas? Pengen."

"Sekarang?" Matanya terbuka.

Dapat ia lihat istrinya itu mengangguk dengan mata berbinar.

"Oke"

"Ikuttt." Arana juga ikut bangkit saat melihat Pak Aldan mulai beranjak.

"Dirumah aja, mas ngga lama."

"Ngga mau, mau makan diluar."

Pak Aldan berfikir sejenak. Sudah lama dirinya dan Arana tidak makan diluar bersama.

"Yaudah, ganti baju, pakai baju yang tebal."

"Siap, bapak Komandan!" Balas Arana dengan tangan hormat.

Pak Aldan maju satu langkah lalu menunduk.

Dia mengecup kedua pipi serta kening Arana.

Dan terakhir,

Cup!

Bibir.

Mata Arana terpejam dengan senyum manis yang terus mengembang saat mendapat serbuan kecupan dari sang suami.

"Rana juga mau!" Seru Arana menarik kembali wajah Pak Aldan saat akan menjauh agar lebih dekat lagi dengannya.

Lalu ia mulai mengulangi apa yang Pak Aldan lakukan padanya tadi.

"Pintar," kekeh Pak Aldan menepuk kepala Arana setelah dia menyelesaikan tugasnya.

"Sekarang... Kita... BELI SEBLAKK!!" Sorak Arana mengangkat sebelah tangan yang terkepal ke udara. Lalu mengambil langkah seribu menuju kamarnya di lantai dua.

"Istri saya beneran berubah jadi bocil ya Allah," gumam Pak Aldan sembari menyusul istrinya.

Baru saja ia akan mencapai anak tangga pertama, tapi Arana sudah berhenti kembali dan membalikkan kepalanya untuk menatap Pak Aldan yang sedikit lagi mencapai posisi berdiri Arana saat ini.

"Mas, sekalian ajak Umi, ya? Rana tiba-tiba kangen Umi, pengen makan bareng."

Tanpa pikir panjang Pak Aldan langsung mengangguk. Toh memang mereka akhir-akhir ini jarang menemui Umi Aisyah.

Pak Aldan merangkul bahu istrinya, lalu melangkah bersama menuju kamar mereka.


__________________________________

Okumaya devam et

Bunları da Beğeneceksin

20.1K 3.7K 21
Story of a surgeon Dr. Zulaid Afandi and a medical student Dr. Inara Ibrahim. Age gap Enemies to lovers Grumpy×sunshine Arranged marriage "What did...
5.6K 234 20
Fara Sahda Izdihar, seorang muslimah yang menduduki bangku kelas dua SMA. Ia tumbuh di lingkungan pesantren milik Umi dan Abi-nya. Memilih untuk tida...
28K 1.2K 9
tboah was sent to tcf world for information on the war. Another day of having a slacker life, Cale was enjoying his (last day of having his) slacker...
8.4K 775 24
Allah says in the Quran : ── "Women of purity are for men of purity, and men of purity are for women of purity" - This is the story of a girl named f...