Boyfriend With Benefits

By xerniy

193K 2.3K 82

[21+] Asmara Senjani hanya ingin lulus kuliah tepat waktu lalu bekerja demi menghidupi adik semata wayang dan... More

Chapter 1 : Belas Kasih
Chapter 2 : Kesepakatan
Chapter 3 : Derita Si Kuno
Chapter 4 : Kencan Pertama
Chapter 5 : First Kiss
Chapter 6 : Peduli Apa?
Chapter 7 : Penculik
Chapter 8 : Bohong
Chapter 9 : Lebih Jauh
Chapter 10 : Satu Kasur
Chapter 11 : Berlindung
Chapter 12 : Perhatian Kecil
Chapter 13 : Jatuh Hati?
Chapter 15 : I Will Protect You

Chapter 14 : Terjebak

7.7K 107 7
By xerniy

Update lagi!! Jangan lupa tap vote dan komen yaaa❤

Tepat pukul tujuh malam mereka tiba di party bisnis milik keluarga Narasatya.

Arven mengatakan padanya bahwa pesta ini bukan sekedar pesta biasa, melainkan pertemuan penting antar pemilik perusahaan Narasatya dengan perusahaan lain sebelum melakukan kerja sama.

"Rame banget ya, Pak," Dan Asmara kaget saat pintu lift terbuka menampilkan pemandangan teras ballroom yang ramai oleh para tamu.

Menakjubkan.

Baru luarnya saja sudah seriuh itu bagaimana jika masuk ke dalam?

"Ssstt, panggil aku dengan nama," bisik Arven memperingatkan rules mereka, sebab bisa gawat bila ada yang curiga.

"Eh sorry Mara hampir lupa." Asmara menyengir lucu.

Arven mengangguk, pria berjas abu itu mengulurkan lengan. "Ayo. Supaya kita terlihat seperti kekasih sungguhan."

Dengan senang hati Asmara menerima uluran lengan Arven, dia pun menautkan lengan mungilnya di lengan kekar pria itu lalu mereka bergandengan memasuki ballroom.

Berbagai macam ekspresi tertuju pada keduanya, ada yang menyunggingkan senyum tipis, kaget, bahkan banyak tamu wanita melemparkan tatapan sinis.

Arven tersenyum simpul sebab dia cukup mengenal para wanita muda itu adalah anak rekan bisnis Satya dan yah mereka pasti terkejut melihatnya menggandeng seorang perempuan. Pertanda besar bahwa pria menawan incaran mereka sejak lama sekarang sudah memiliki kekasih, sial! Ini adalah kabar buruk.

Asmara mendongak lalu berbisik, "Arven... mereka ngeliatin aku gitu banget Mara jadi takut."

"Nggak apa-apa... tenang aja mereka cuma sirik karena pertama kalinya liat aku gandeng perempuan ke pesta." Arven menenangkan gadis itu namun Asmara masih tampak khawatir.

"Pasti dipikiran mereka Mara jadi pacar kamu beneran."

"Ya emang kita pacaran, kan?"

Asmara menunduk bersemu tapi pias wajahnya mengisyaratkan gadis itu kaget.

"Maksud aku pacar kontrak siput," ralat Arven berbisik membuat Asmara tampak menghela lega.

"Kenapa? Kamu takut kita pacaran sungguhan?"

Ia menggeleng kecil. "Kenapa harus takut? Aku udah tau sedikit banyak sifat kamu."

"Oh yaa, apa aja yang kamu tau hm?" tanyanya seraya mereka melangkah beriringan ke salah satu meja, Arven tidak ingin Asmara merasa terusik oleh tatapan sinis para wanita tadi jadi lebih baik mereka menjauh.

"Kamu orangnya suka dicium."

"Lalu?"

"Kamu juga suka dipijat."

"Lagi?"

"Kamu... "

"Arven!" Namun mendadak dua di antara wanita tadi menghampiri saat mereka hendak sampai ke meja tujuan.

Arven sebenarnya malas menyapa tetapi ingatkan dia pesta ini adalah bisnis alhasil dia berbalik lalu menyapa malas. Dia pun sudah menduga Sasmita pasti akan jadi wanita sok kenal padahal mereka bertemu saja jarang. Ya, walaupun mereka pernah satu universitas.

"Halo, Ta."

"Dih, kaku banget mentang-mentang lo udah punya pasangan." Sasmita menjulid. Wanita dengan dress merah seksi itu melipat tangan di dada.

Sedangkan Asmara hanya tersenyum tipis mendengar respon wanita yang dipanggil Arven 'Ta' itu dia jadi penasaran siapa nama panjangnya.

Arven merotasi bola mata jengah dan lebih memilih memperkenalkan Asmara.

"Kenalin, dia Asmara pacar gue."

Sasmita sempat membolakan mata sesaat sebelum ekspresinya kembali normal. Mengulur tangan untuk berjabatan.

"Mita, putri pak Johan rekan bisnisnya pak Satya. Gue kenal baik sama Arven."

Kenal baik? Cih! Batin Arven menatap jengah Sasmita.

"Aku Asmara Senjani, mbak. Salam kenal yaaa." Asmara menyambutnya dengan senang hati.

"Mbak? Ngapain lo panggil gue mbak kita seumuran deh," Sasmita mengerut bingung. "Ya kan? Emang lo lebih muda dari gue?"

"Dari mukanya kelihatan muda banget, Ta." Zavi temannya Mita beropini.

Mita menatap Arven penuh tanya. "Umurnya berapa sih, Ven?"

"Dua puluh dua. Kenapa?"

"Kampret! Dia lebih pantas jadi adik lo ketimbang pacar. Lo nemu dimana ini cewek, Ven keliatannya kuno amat. Kayaknya juga kita pernah ketemu deh tapi gue lupa." Dan yah Mita mulai mengeluarkan jurus julidnya, dia tidak terima Arven mempunyai pasangan seperti Asmara.

"Shtt, Ta mulut lo direm napa." Zavi menegur menyikut lengan temannya itu.

Asmara menunduk malu karena dia cukup sadar diri bahwa yang dikatakan Mita benar adanya.

Arven menghembuskan napas keras kemudian menatap Mita sengit.

"Bukan urusan lo gue nemu Mara dimana, yang penting gue sayang cewek gue!"

Asmara bahkan menjengit mendengar penuturan Arven yang begitu serius seolah pria itu mengatakannya tulus dari dalam hati.

"Arven..."

"Kita pindah meja sekarang, ikut aku!" Namun sepertinya pria ini terlanjur marah, Asmara menatap Mita sekilas sebelum pergelangannya digenggam oleh Arven untuk menjauh.

Mita pun mencak-mencak kesal saat keduanya melangkah meninggalkan meja itu.

Arven memilih meja yang sangat jauh agar tak ada lagi Mita dari pandangannya. Dia lebih dulu duduk lalu disusul Asmara.

"Jangan bikin mood kamu makin buruk dengan mikirin apa kata mereka, toh ini pesta bisnis keluarga kamu," kata Asmara mencoba menenangkan saat muka Arven masih terlihat merah.

"Bukan masalah pesta bisnis keluarga aku atau siapa pun intinya dia udah lancang merendahkan kamu di depan aku, Ra," ungkapnya bersalah. "Maaf."

"Kamu nggak perlu minta maaf, aku udah kebal sama omongan orang kok."

Satu sudut bibir Arven tertarik dan arghh, gadis ini lagi-lagi membuatnya gemas.

"Kamu haus? Pengen minum apa biar aku panggilkan pelayan," tanya Arven lembut. "Sayangnya di sini nggak ada jus mangga apalagi es cendol."

"Terus adanya apa?"

Arven menoleh kesamping. "Pelayan, kemari!" Pria itu mengacungkan dua jari untuk pelayan yang membawa nampan berisi minuman dan pelayan itu menghampiri meja mereka.

"Pilih mana yang menurut kamu rasanya enak, langsung ambil aja," ujar Arven. Asmara terlihat bingung maka dia pun menatap sang pelayan lagi. "Taruh semuanya di meja biar cewek gue rasain satu-satu."

"Baik Tuan."

"Enggak usah Arven, aku tertarik mau coba ini ... mocktail rasa strawberry, kan ya?" Asmara mencegat sembari menunjuk gelas berwarna merah dengan irisan jeruk segar di atasnya.

"Strawberry Orange Ginger Fizz, Nona," Dan pelayan itu mengoreksi seraya menyajikan mocktailnya membuat Asmara terkekeh lucu.

"Ouhh itu nama minumannya, panjang banget."

"Benar Nona. Nama minumannya cukup-"

"Lo boleh pergi sekarang." Arven memotong sebab entah kenapa dia risih sekali saat pelayan pria itu justru menyambung obrolan dengan Asmara, terlebih tatapan dalam yang membuat Arven ingin mencolok matanya.

"Maaf, Tuan." Dia pun bergegas pergi.

Asmara hanya mendengus geli melihat mood Arven rupanya belum juga membaik, dia pun mengulurkan sedotan mocktailnya ke depan bibir pria itu.

"Ayo coba minuman Mara."

Arven tersenyum menolak. "Thanks. Tapi aku nggak haus."

Mengangguk pelan, suara musik yang tumpang tindih dengan suara obrolan para tamu menyamarkan dengkusan Asmara.

Setelah menolak tawarannya Arven justru menatap sangat dalam membuat pipinya memerah, "Arven."

"Iya?"

"Kamu nggak malu bawa aku ke sini? Aku yakin semua yang datang pasti dari rekan-rekan bisnis keluarga kamu ... mereka semua terpandang dan nggak ada orang luar seperti aku."

Seketika Arven mengernyit sebab tidak sedikitpun kepikiran tentang rasa malu membawa Asmara kemari, dia mengimbuh.

"Kamu bukan orang luar karena aku yang bawa kamu kemari."

"Tapi ... sampai kapan aku harus jadi pacar kontrak kamu? Apa sebenarnya yang ingin kamu buktikan ke mereka?"

"Maaf, Mara nanya itu lagi karena Mara nggak enak bohongin orang tua kamu terus." Mengaduk pelan minumannya dengan sedotan demi menetralisir gugup. Ya, Asmara gugup plus takut seandainya Arven malah marah mendengar pertanyaannya itu.

Arven mengerti rasa penasaran gadis bergaun light blue ini maka dia pun tersenyum simpul.

"Beneran pengen tau?"

"Kalo kamu marah mending nggak usah dijawab deh yaaa. Aku cuman penasaran aja kok, hehe."

Arven menegapkan punggung menatap gadis ini lebih lekat, dia mengambil mocktail dari tangan Asmara lalu menghisapnya.

"Aku bakal kasih tau kalo emang udah waktunya. Tapi untuk sekarang jawaban aku pasti nggak akan sampai ke otak kamu," Kemudian menghembus pelan. "Semuanya rumit siput."

Bibir Asmara manyun namun dia mengerti maksud Arven.

"Jangan manyun gitu napa pengen gue cium?"

Asmara merapatkan bibirnya meskipun dia tahu Arven tidak mungkin menciumnya di tempat ramai begini.

Hening membelenggu beberapa menit hingga sebuah suara menyapa.

"Mama sibuk nyariin ternyata kalian di sini." Itu Flora bersama kedua temannya, berdiri di belakang mengusap bahu Asmara.

Flora menatap Arven. "Tuh, ayah lagi ngobrol bareng Pak Johan. Kamu gabung gih sana biar lebih akrab sama beliau, daripada pacaran mulu."

"Males."

"Arven!"

"Iya-iya... "

Berakting menjadi putra yang baik untuk Satya walaupun hubungan mereka serenggang itu adalah kewajiban terberat yang harus ia lakukan.

Arven mengedipkan sebelah matanya pada Asmara sebelum meninggalkan meja.

Asmara mendengus geli, sebab tingkah Arven bikin teman-teman Flora menatapnya sambil tertawa kecil.

"Mara, ayo kenalan dengan teman-temanku ... mereka istrinya rekan bisnis papa Satya."

Asmara lantas berdiri menghadap kedua wanita parubaya teman Flora itu, mereka tampak awet muda karena polesan make up.

"Aku Asmara Senjani tante. Salam kenal yaaa."

Setelah cipika-cipiki mereka pun berbincang seraya duduk.

Asmara bahagia bukan main sebab teman-teman Flora menyambutnya dengan hangat.

Walau mereka sempat bertanya mengapa Flora merestui hubungan Arven dengannya tapi Flora berhasil menjawab dengan begitu bijak.

Berselang setengah jam kemudian Arven kembali menghampiri meja mereka.

Dia mengajak Asmara pergi untuk berkenalan dengan anak para rekan bisnis Satya.

Asmara tertawa gemas, merasa malam ini keluarga Arven terlalu antusias memperkenalkannya ke banyak orang hingga dia merasa seperti bayi baru lahir dalam satu malam.

"Perkenalkan kekasih saya, Pak. Namanya Asmara." Kini dia diperkenalkan pada seorang pria parubaya namanya pak Laurent.

"Cantik, gue baru tau lo punya pacar secakep ini, Ven," ucap Kevin anaknya pak Laurent.

Pak Laurent tertawa pelan. "Arven nggak mungkin milih cewek biasa pasti yang sama-sama dewasa, Nak."

Diam-diam Arven mengulum senyum menanggapi ucapan Pak Laurent barusan, baguslah, artinya dia berhasil membuat penampilan Asmara terlihat lebih dewasa.

Ponselnya di saku kemeja tiba-tiba bergetar.

Dirogohnya benda pipih itu ternyata ada telpon penting dari klien, Arven izin mengangkatnya di tempat lain sementara Asmara yang belum sempat menyusul hanya tersenyum kaku pada Kevin.

Pak Laurent pun entah sudah pergi kemana hingga kini tersisa dia bersama Kevin yang diselimuti hawa kikuk, terutama saat teman-teman Kevin yang lain mendekat lalu memindai penampilannya dengan tatapan liar.

"Lo percaya Arven sama pacarnya seumuran?"
"Nggak, gue optimis itu cewek usianya jauh lebih muda. Nggak ngeh lo mukanya imut amat."
"Tapi dia cukup seksi lihat noh badannya, beuh ... ramping. Sayang dada sama pantatnya nggak terlalu gede."
"Pasti Arven udah ngerasain tuh badan ceweknya, gue yakin."

Dan Asmara tak menduga kalimat tak senonoh itu akan keluar dari mulut mereka.

Toh, Arven adalah pria yang sulit didekati perempuan membuat mereka yakin pasti ada sesuatu yang istimewa dari Asmara membuat anak para rekan bisnisnya itu penasaran.

Asmara menunduk gelisah.

Apakah Arven tahu bahwa sikap temannya memang begitu, atau hal ini memang biasa dalam bisnis?

"Udah ngobrol sama mereka?" Asmara berjengit sebab Arven tiba-tiba muncul disampingnya. Dia tersenyum menyembunyikan cemas.

"Udah kok ... sedikit."

"Baiklah, sekarang kita kembali ke meja ... aku ada urusan sebentar bareng papa, kamu nggak apa-apa aku tinggal?" Dia mengamit lengan Asmara dan mereka langkah menuju meja tadi sambil Arven menatapnya tanpa putus.

"Nggak apa-apa. Aku bisa ngobrol sama ibu kamu."

Mereka berhenti tak jauh di dekat meja yang dihuni oleh teman-teman Flora.

"Oh ya Arven, toilet dimana?"

"Keluar ballroom lalu belok kiri ... mau aku antar?"

"Enggak aku bisa cari sendiri. Makasih yaaa." Asmara tersenyum menolak.

Arven mengangguk dan hendak melangkah namun Asmara mencegatnya lagi membuat Arven terpaksa berbalik.

"Arven... "

"Apa?"

"Jangan lama aku nanti nggak ada temen ... " Cicitan lembutnya menggelitik hati kecil Arven, pria itu menarik satu sudut bibir.

"Iye sipuut."

Usai perpisahan penuh drama padahal Arven hanya pergi sebentar, Asmara pergi ke toilet untuk buang air kecil lalu setelahnya mematut diri sebentar di depan cermin. Mengagumi gaun indah pemberian Arven yang melekat pas di badannya.

Namun sampai sekarang dia masih merasa takut dengan ucapan teman-teman Arven yang mengomentari tentang tubuhnya. Asmara menghembus pelan berusaha menganggap itu angin lalu.

Mendengar suara pintu utama toilet ditutup, dia lekas berbalik dan menemukan Kevin bersama temannya—Yuda.

"Hai Mara."

"Kalian? Ngapain kalian di toilet perempuan?" Tentu Asmara kaget melihat dua laki-laki itu berada di sini.

"Toilet cowok airnya mati jadi gue numpang buang air kecil," bohong Kevin beralasan.

"Kalo gue kebelet boker sih," tambah Yuda meyakinkan.

Asmara lantas menatap sengit keduanya.

"Mana boleh, kamu bisa baca kan tulisan di depan ini toilet khusus perempuan, artinya kamu udah melanggar peraturan ... Ayo keluar!"

"Kalo gue nggak mau?" Kevin membantah sembari mendekat lalu tersenyum smirk.

Asmara menyipitkan kesal matanya menatap tajam mereka.

"Nggak usah galak gitu dong, lo pacar Arven berarti kita juga udah resmi berteman." Yuda menimpali dengan santai.

Akan tetapi Asmara tidak akan tertipu muslihat kedua lelaki itu.

"Ngeyel banget sih, yaudah aku bakal adukan kalian ke satpam supaya-"

"Eh. Kalian mau apa lepasin Mara!" pungkasnya sebab Kevin tiba-tiba lancang mencekal pergelangannya saat dia ingin melangkah keluar membuka pintu.

"Gimana kalo kita main-main sebentar sebelum lo laporin gue?"

"Lepasin nggak! Lepasin tangan aku Kevin!"

Pria itu ngeyel, dia malah mengangkat tubuh Asmara seperti karung beras lalu memojokannya ke dinding.

Asmara berontak memukul keras punggung laki-laki itu.

Kevin pun menurunkannya.

Ada harapan untuk Asmara kabur tapi pergelangannya kembali dicekal.

"Tolong! Tolong aku hmpp!" Kevin juga lancang membekap mulutnya menggunakan bibir, sementara kedua tangannya diambil alih oleh Yuda untuk diikat ke belakang dengan sebuah tali.

Berontak sekuat apa pun rasanya percuma!

Sekarang dia benar-benar lemah tak berdaya, Asmara hanya bisa menangis dalam diam merasakan ciuman Kevin yang begitu liar dan tangan Yuda yang kini lancang menggerayangi pangkal pahanya, Asmara menjerit dalam hati.

Arven ....

***

Bersambung....

Asmara yang sabar yaaa🥺

Continue Reading

You'll Also Like

537K 22K 37
Siapa yang punya pacar? Kalau mereka selingkuh, kamu bakal ngapain? Kalau Pipie sih, rebut papanya! Pearly Aurora yang kerap disapa Pie atau Lily in...
1.2M 58.7K 68
Follow ig author: @wp.gulajawa TikTok author :Gula Jawa . Budidayakan vote dan komen Ziva Atau Aziva Shani Zulfan adalah gadis kecil berusia 16 tah...
2.2M 195K 31
Mati dalam penyesalan mendalam membuat Eva seorang Istri dan juga Ibu yang sudah memiliki 3 orang anak yang sudah beranjak dewasa mendapatkan kesempa...
1M 15.3K 22
Mature Content || 21+ Varo sudah berhenti memikirkan pernikahan saat usianya memasuki kepala 4, karena ia selalu merasa cintanya sudah habis oleh per...