MI AMOR: WANITA YANG DIKHIANA...

By youandwords

1.2K 179 19

Namanya Amor. Delapan tahun menjalani kehidupan pernikahan, tapi belum memiliki momongan. Dia terus terusik i... More

1-SEBUAH SARAN
2-NOMOR TIDAK DIKENAL
3-MASIH NOMOR YANG SAMA
5-SINDIRAN
6-STAYCATION
7-PIKIRAN BURUK
8-DIBUNTUTI
9-DIMINTA MENDUA?
10-SAKIT HATI
11-PURA-PURA TIDAK TAHU
12-SUMBER MASALAH
13-SABTU INI MILIKNYA
14-SEBUAH PERAN
15-KECURIGAAN

4-MATA HAZEL

72 14 2
By youandwords

Ceklek....

Wanita yang tidur dengan posisi miring itu menoleh ke pintu. Dia melihat sang suami berjalan masuk, tetapi belum menyadarinya. Amor memilih diam, melihat suaminya yang berdiri bersandar di pintu lalu mengusap wajah.

"Kenapa?" Amor seketika duduk.

"Ehh...." Evas tersentak. Dia mendapati istrinya yang menatap dengan wajah mengantuk. Seketika dia mengubah ekspresinya, lalu mendekati ranjang. "Kebangun, ya?"

Amor mengangguk. "Kenapa kamu lama banget?"

"Iya, tadi ada meeting."

"Kamu lebih banyak waktu di kantor daripada sama aku." Amor turun dari ranjang lalu menyalakan lampu. Dia melihat suaminya itu berjalan menuju kamar mandi dengan terburu-buru. "Mau aku buatin minum?"

"Nggak usah."

"Kamu udah makan?"

"Udah."

Amor kembali duduk di ranjang. Suaminya sangat jarang makan di rumah, terlebih saat jam makan malam. Amor tentu kesepian. Jika sudah begitu, dia akan merengek minta makan bersama. Beruntung, Evas tidak pernah menolak itu.

Beberapa menit kemudian, Evas keluar kamar mandi. Dia tersenyum melihat Amor yang menunggunya. Dia mendekat lalu meletakkan ponsel di nakas.

Mata Amor bergerak ke ponsel Evas yang tergeletak. Dia lalu mendongak menatap suaminya. "Capek?"

"Banget." Evas naik ke ranjang lalu menarik selimut. "Sini. Kamu nggak kangen?"

Amor kembali berbaring dan memeluk Evas. "Kapan mau makan malam bareng?"

Evas tampak berpikir. "Emm... Besok?"

"Yakin, nggak ada jadwal?"

"Hehe. Nggak tahu juga, sih." Evas mengecup puncak kepala Amor. "Sabtu, deh. Kalau enggak Minggu." Kemudian dia mendekap sang istri.

Amor mendengus. "Awas kalau nggak jadi."

"Kalau nggak jadi, kamu mau hadiah apa?"

"Nggak mau hadiah." Amor memundurkan kepala dan menatap Evas yang tersenyum samar. "Aku maunya kamu, bukan hadiah."

"Ah, gitu?" Evas mengecup hidung Amor gemas. "Oke, Sayang! Nanti kita makan malam bareng."

Amor tersenyum lebar. "Oke!" Dia mendekat ke leher Evas lalu memejamkan mata. "Aku daritadi nunggu, tapi kamu lama banget."

Evas mendongak, menatap jam dinding yang telah menunjukkan pukul dua belas lebih sepuluh menit. Dia mengusap punggung istrinya lalu memejamkan mata. Muncul rasa bersalah, tetapi dia berusaha mengenyahkan itu. "I love you."

Amor hampir terlelap saat bisikan itu terdengar. Dia tersenyum lalu semakin mengeratkan pelukan. "I love you, too."

Hati Evas seketika lega mendengar kalimat itu. Sepertinya dia bisa tidur nyenyak.

***

Drttt....

Wanita yang sibuk menata donat ke dalam wadah itu seketika mengalihkan pandang. Dia melihat ponsel yang tergeletak di meja makan bergetar. Seketika dia mendekat sambil mengusap tangannya ke celemek.

Amor mengambil ponsel, melihat nama suaminya. Seketika dia mengangkat panggilan. "Ya, Sayang."

"Nanti ada ulang tahun temenku. Bisa temenin?"

"Nanti?" Amor sontak menatap jam dinding yang telah menunjukkan pukul empat sore. "Kenapa dadakan banget, Sayang?"

"Aku lupa."

Amor seketika beranjak menuju lantai dua. "Ya udah, aku siap-siap dulu," jawabnya. "Dresscoed-nya?"

"Nggak ada."

"Oke!" jawab Amor lalu masuk kamar. "Kamu jemput aku jam berapa?"

"Biar dijemput sopir. Aku tunggu di lokasi."

"Kadonya?"

"Udah disiapin sekretarisku."

"Oke! Aku siap-siap dulu." Amor menjauhkan ponsel dan memutuskan sambungan. Dia bergegas menuju kamar mandi dan bersiap. Hal seperti ini sudah sering terjadi. Suaminya selalu meminta dadakan dengan alasan lupa. Beruntung, Amor bukan tipe wanita yang dandannya lama. Dia sudah terbiasa memakai make up cepat sejak remaja. Bukankah itu termasuk skill yang harus dibanggakan? Hal itu pula yang membuat Evas jarang mengomel karena Amor bukan tipe wanita lelet.

Satu jam kemudian, Amor sudah dalam perjalanan. Dia mengenakan dress berwarna marun dengan tali spageti berbahan satin. Rambut panjangnya dia ikat ke belakang sederhana. Hal itu membuat pundak dan sebagian punggungnya terekspose.

Amor mengeluarkan ponsel lalu mencari kontak suaminya. "Halo, Sayang."

"Amor, udah sampai mana?"

"Aku udah di jalan kok. Ini kamu tunggu di luar atau gimana?"

"Di luar. Sebelah kiri, deket pintu masuk."

"Oke, Sayang!" Amor menjauhkan ponsel, lalu teringat sesuatu. "Aku dandan cantik...."

Tut... Tut... Tut....

Amor kecewa karena sang suami sudah memutuskan sambungan. Dia menjauhkan ponsel dan memasukkan ke tas kecilnya. Kemudian, dia menatap jalanan yang dilewati.

Tak lama, Amor sampai di salah satu hotel. Dia mengusap puncak kepala, memastikan tidak ada anak rambut yang keluar. Setelah itu dia turun dari mobil dan mengedarkan pandang. Terlihat suaminya berdiri dengan kantung yang digeletakkan begitu saja. Kemudian dia mempercepat langkah. "Hai...."

Evas yang sebelumnya mendengar pembicaraan temannya menoleh. "Hai, Sayang." Seketika dia melingkarkan tangan ke pinggang Amor. "Kenalin. Amor, istriku."

Pandangan Amor tertuju ke tiga lelaki yang belum pernah ditemui. "Hai," sapanya kemudian membungkuk sopan.

"Kita ke dalam dulu, ya!" pamit Evas lalu berbalik.

"Tunggu, kadonya!" jawab Amor seraya mengambil kantung kado yang dilupakan Evas. "Gimana bisa dadakan banget?"

Evas merespons dengan senyuman. "Untungnya kamu bisa diajak dadakan."

"Tetep aja bikin ngos-ngosan, Sayang," jawab Amor lalu mengikuti langkah Evas.

Begitu sampai di ballroom, Amor mendapati wajah-wajah yang tidak asing. Tentu rekan Evas yang pernah bertemu dengannya. Kemudian, dia melihat para orangtua yang duduk di meja bundar nomor lima. "Mama juga diundang?" Mendadak Amor panik.

"Mama nggak bisa dateng."

"Huh...." Amor tanpa sadar menghela napas lega. "Mana temenmu yang ulang tahun?"

"Bentar!" Evas mengedarkan pandang, hingga melihat seorang lelaki yang mengenakan setelan putih. "Itu!" Kemudian dia mengajak Amor ke sana.

Amor melihat seseorang yang tengah asyik berbicara dengan beberapa tamu.

"Dewo!" panggil Evas.

Lelaki yang dipanggil Dewo itu menoleh. Dia menatap dua orang yang bersebelahan lalu tersenyum lebar. "Gue pikir nggak dateng!"

"Datenglah!" Evas menatap Amor lalu mengambil alih kado yang dibawa. "Selamat ulang tahun."

"Thanks." Dewo menerima kado itu lalu memeluk Evas sekilas. Setelah itu dia menatap wanita cantik yang hanya diam saja. "Makasih, ya!"

"Sama-sama," jawab Amor.

"Duduk dulu. Mau di mana?" Dewo mengedarkan pandang, melihat banyak kursi yang telah ditempati. "Ck! Kursinya kurang lagi."

Evas menahan tawa. "Gampanglah. Gue bisa berdiri di sini dulu." Dia lalu menatap istrinya yang tidak keberatan.

"Dewo!" Kemudian terdengar panggilan lain.

"Gue tinggal dulu, ya!" pamit Dewo. "Makasih, kadonya."

Amor melihat Dewo yang berlari kecil menghampiri tamu lain. "Kayaknya dia terkenal, ya!" ujarnya. "Mana tamunya banyak banget lagi." Kemudian dia mengedarkan pandang, melihat tamu undangan yang terus berdatangan.

"Dewo emang anaknya supel."

"Pantesan," jawab Amor sambil kembali menatap suaminya.

"Silakan!"

Evas menoleh kala ada seorang lelaki yang berdiri dan menggerakkan tangan. "Duduk, Sayang!" pintanya ke Amor.

Amor tersenyum karena ada yang berbaik hati memberikan kursi. "Terima kasih!" Dia menatap lelaki yang berdiri itu lalu terdiam. Mata hazel yang terlihat tajam itu tampak tidak asing. Amor menatap lelaki itu yang tersenyum lalu memutuskan menjauh.

"Duduk nggak?" tanya Evas kala Amor bergeming.

"Eh, iya!" Amor duduk di kursi lalu menatap lelaki barusan. "Kamu kenal nggak dia siapa?"

Evas sontak berbalik, melihat lelaki dengan setelan hitam yang berjalan keluar. "Enggak."

"Wajahnya kayak nggak asing, sih." Amor memaksakan senyuman.

Evas melingkarkan tangan ke pundak Amor. "Mungkin nggak sengaja ketemu."

Amor mengangguk. Dia menoleh ke arah pintu dan melihat lelaki itu yang berdiri bersedekap dan sepertinya tengah memperhatikannya. Seketika dia membuang muka. Lalu, dia teringat lelaki yang ditemui di supermarket. "Dia?" Amor segera menoleh ke pintu, tetapi lelaki itu telah menghilang. "Sebenarnya dia siapa?"

Continue Reading

You'll Also Like

1M 148K 49
Awalnya Cherry tidak berniat demikian. Tapi akhirnya, dia melakukannya. Menjebak Darren Alfa Angkasa, yang semula hanya Cherry niat untuk menolong sa...
39.7K 3.5K 15
Mencintai dalam diam memang sakit rasanya. Namun tak sedikit orang yang tetap bertahan akan siksa rasa itu, seperti Lena contoh nya.
2K 495 3
Sejak SD, Karina sering diejek teman-temannya karena fisik yang ia miliki sangat jauh berbeda dengan standar kecantikan di Indonesia. Fakta bahwa ked...
1.9M 91.7K 55
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...