Boyfriend With Benefits

由 xerniy

193K 2.3K 82

[21+] Asmara Senjani hanya ingin lulus kuliah tepat waktu lalu bekerja demi menghidupi adik semata wayang dan... 更多

Chapter 1 : Belas Kasih
Chapter 2 : Kesepakatan
Chapter 3 : Derita Si Kuno
Chapter 4 : Kencan Pertama
Chapter 5 : First Kiss
Chapter 6 : Peduli Apa?
Chapter 7 : Penculik
Chapter 9 : Lebih Jauh
Chapter 10 : Satu Kasur
Chapter 11 : Berlindung
Chapter 12 : Perhatian Kecil
Chapter 13 : Jatuh Hati?
Chapter 14 : Terjebak
Chapter 15 : I Will Protect You

Chapter 8 : Bohong

6.7K 133 2
由 xerniy

Yeayyy update lagii, terima kasih udah mau bertahan baca sampai sini yaaa🥰 Ditunggu vote dan komennya guyss

**

Asmara pikir Arven hanya bercanda untuk ikut ke rumah sahabatnya, ternyata oh ternyata pria itu benar-benar mengikutinya hingga ke teras rumah Bimo. Alhasil Asmara sedikit ragu-ragu memencet bel, sebab pasti akan banyak pertanyaan bercokol di kepala mereka melihatnya datang bersama seorang pria. Asmara cukup mengenal baik keluarga Bimo. Terutama tante Prita mama Bimo-yang memiliki jiwa penasaran tinggi.

"Nekan bel doang lo harus mikir berapa lama siput," dengkus Arven bersedekap, melihat Asmara berulang kali mengurungkan jarinya menyentuh bel.

Asmara berbalik menatap pria itu. "Gini, Mara harus yakinin dulu Pak Arven beneran ikut masuk ke dalam? Serius?"

"Terus ngapain gue di luar sendirian kayak satpam, lo kira gue bodygard lo apa?"

"Oke-oke, tapi pak Arven janji mesti jaga sikap. Jangan ngomong macem-macem sama Bimo, bilang aja kita cuman teman biasa."

"Iye bawel amat lo." Hei, Asmara tidak tahu saja sudah berapa banyak meeting bisnis yang Arven hadiri. Dan menjaga sikap bukanlah hal yang sulit baginya.

"Mara," Namun tanpa disangka pintu di belakang Asmara terbuka. Bimo, sudah berdiri di ambangnya menatap heran mereka.

"Eh, ha-hai Bimo," sapa Asmara kikuk setelah menghadap Bimo. Ia sikut lengan Arven agar pria itu ikut menyapa.

"Halo juga, Ra." Lalu tatap Bimo mendelik pada Arven. Bertanya, "Itu siapa? Aku kayak pernah lihat."

"Eumhh ini teman aku, Bim namanya Arven.

"Oh... Mas Arven." Bimo pun manggut-manggut paham. Dia berbisik pelan. "Teman kamu ternyata ada yang bujang juga ya, Ra?"

Tentu telinga Arven masih berfungsi normal mendengar kalimat Bimo. Dia mengernyit tak terima. Apa-apaan?!

"Ekhem, ngomong apa lo barusan?"

"Eh enggak ada Mas," Bimo terkekeh kikuk. "Ayok masuk, Ra. Ibu aku nungguin kamu. Katanya udah lama nggak ketemu."

Tanpa banyak komentar lagi Bimo lekas mengajak Asmara memasuki kediamannya. Ada wangi bayi menyapa indra penciuman Asmara dan tentu berasal dari bedak bayi. Dia suka sekali wanginya.

Sementara Arven mengedarkan netra ke penjuru ruangan, sekilas mengagumi. Tertuju pada sebuah boneka keramik kucing yang melambai-lambai di nakas tamu dia pun menyentuhnya hingga sebuah suara menyapa.

"Dek Mara yang suka ngerjain tugas bareng Bimo itu ya?"

Arven menoleh begitu pula Asmara. Ditemukannya wanita berpiyama abu menuruni undakan tangga.

"Iya tante," jawabnya tersenyum. Wanita itu berjalan mendekat.

"Aduh, maaf tante hampir lupa. Soalnya habis lahiran banyak teman-teman Bimo jenguk tante," Merangkul lembut pundak Asmara. Sebelum kemudian tatap Prita tertuju pada Arven. "Terus si ganteng ini teman Bimo jurusan mana?"

"Bukan teman. Saya Arvenda Bagasatya pacar Mara dan saya sudah bekerja, Tan."

"Hah?!" Jawaban itu tentu membuat Asmara dan Bimo kompak terkejut.

"Oh..." Sedangkan tante Prita manggut-manggut, "Mukanya kelihatan muda banget," Sambil tersenyum lalu menyikut lengan Bimo. "Ck, biasa aja kali Nak, itu hak Mara nikmatin masa remaja dia."

Sontak Asmara melirik Arven sinis. "Pak Arven kenapa ngaku pacar sih? Situ udah melanggar janji tau."

Arven menggidikan bahu. "Sesuka mulut gue." Namun Asmara tak tinggal diam, dia segera menyanggah sebelum tante Prita salah paham.

"Emhh kami bukan pacar kok Tan, kami cuma-"

"Mara emang masih malu-malu Tan, tapi nggak papa, saya selalu maklum."

Dan kini Asmara mendelik Arven lagi tapi lebih tajam. "Apaan sih, Pak?"

"Bodo amat."

Sedang Bimo justru kebingungan. Jadi Asmara pacar Arven apa bukan?

"Sebentar, nama belakang kamu Bagasatya berarti kamu anak pemilik Narasatya Group?" tanya tante Prita.

"Benar."

"Ya ampun!" Wanita itu mendadak heboh sendiri.

"Mama kenal?" Giliran Bimo bertanya penasaran.

"Kenalah, dia donatur di kampus kamu bareng papa. Terus Arven punya adik dokter namanya Arka kan, Nak? Mama waktu lahiran di tolong sama adikmu, hehe."

"Iya Tante." Sejujurnya Arven malas jika seseorang menyebut nama Arkana, namun demi menjaga image di depan tante Prita dia memaksa senyum. Diliriknya Asmara, gadis itu memanyunkan bibir pertanda tak suka.

"Makanya cari tau dulu siapa pacar kamu ini."

"Ish, yang bener itu pacar kontrak ya, Pak."

"Ohhh gitu." Bimo sekarang tau siapa donatur baik hati yang bersedia menanggung UKT Asmara sampai lulus.

"Yaudah, daripada bikin jomblo ngenes kayak Bimo iri mending duduk dulu yuk! Biar tante buatkan minum, baru deh jenguk Aluna. Kebetulan Alunanya lagi tidur di kamar Bimo."

"Sekarang aja aku boleh ajak mereka ke kamar, Ma?" tanya Bimo.

"Boleeh, tapi cuci tangan sebelum nyentuh Aluna ya, Nak."

"Okeyy, ayo Ra." Bimo pun mengamit tangan Asmara dengan ceria, tanpa peduli Arven yang hanya mengekor dengan enggan di belakang mereka.

Ck, males banget gue jadi obat nyamuk.

Seketika, kekesalan Asmara pun mereda terhadap Arven saat melihat bayi mungil tertidur lelap di atas ranjang. Asmara duduk di bibir kasur demi mendekati bayi itu, sedangkan Arven duduk di sofa yang tersedia-merenggangkan ototnya yang terasa pegal usai menghadapi bocah menyebalkan ini.

"Adik kamu cantik banget, Bim. Siapa tadi nama panjangnya?" tanya Asmara sembari mengelus pipi Aluna.

"Aluna Megasyeila, Ra. Iya... cantik banget kayak kamu."

Bocil alay! batin Arven spontan seraya mengeluarkan ponsel. Jujur telinganya terasa geli, jijik plus, engap!

"Gombal banget sih Bimo," cicit Asmara.

"Muka lo nggak usah pake merah-merah gitu bisa nggak?" decak Arven menegur tetapi Asmara tampak sinis.

"Terserah Mara dong."

"Duh, jangan cemburu ya Mas saya cuman bercanda."

"Ck."

"Susah emang Ra kalo punya cowok lebih tua tuh, pasti cemburuan," Bimo pun berbisik pada sang sahabat.

"Maaf ya Bimo."

Asmara paham, sia-sia rasanya memberitahu keluarga Bimo bahwa dia dan Arven tidak memiliki hubungan spesial apa pun. Maka biarlah, di pikiran mereka pasti telah tertanam asumsi jika Arven adalah pacarnya.

Tante Prita datang membawa minuman sekaligus camilan. Memberi wejangan sebentar, lalu mereka pun kembali bercanda dan sesekali Asmara berbisik saat menyebut nama Arven. Alhasil, Arven yang merasa diasingkan melihat mereka terlalu asik berdua langsung mendekat lalu menarik kepang Asmara.

Gue benar-benar diasingin sama nih bocah!

"Sibuk berdua mulu. Masa gue nggak diajak ngobrol." Duduk di sebelah Asmara. Gadis itu tengah menggendong Aluna sedang Bimo mengelusi pipi adiknya.

Asmara terkikik pelan menatap Arven. "Yaudah Mara tanya, bapak suka bayi?"

"Nggak! Suka pas bikinnya doang."

Astaga. Nakal banget mulutnya!

Muka Asmara memerah dan dia lantas mencubit paha Arven.

"Sakit bege!"

"Mulutnya di filter bisa nggak sih, ingat kita lagi di rumah Bimo."

"Nggak bisa, mulut gue udah dari zigot begini." Dan dengan santai Pria itu mengunyah camilan dari toples. "Mau protes gimana lo?"

Bimo tampak melirik mereka seraya tersenyum.

Asmara mengerucutkan bibir. Daripada berdebat ia ulurkan Aluna di gendongannya. "Ayo coba gendong Aluna, itung-itung bapak belajar jadi ayah mulai sekarang."

"Enggak. Gue benci bayi."

"Ish kok benci? Mereka gemesin tau, lihat." Dia mengelusi pipi Aluna lagi. "Pipinya tembam terus wanginya heumm adem ayem, semua orang pasti suka. Bapak psikopat deh kayaknya."

"Ya emang, suatu saat lo bakal gue potong-potong."

"Hah? Pak Arven jauh-jauh gih sana." Asmara jadi ngeri sendiri dan Arven terbahak geli.

"Gue becanda doang siput! Sini coba gue gendong."

"Nih, pelan-pelan ya jangan sampai nyakitin Aluna."

Nah kan, Arven ini sebenarnya penyayang. Terlihat bagaimana penuh hati-hati pria itu menggendong Aluna. Mengelus pelan pipi bayi mungil itu kemudian mengecup hidungnya bikin Aluna beberapa kali menggeliat.

Muka Arven memang galak, namun Asmara yakin pasti ada kelembutan yang tersimpan di dalam hatinya.

"Mara pengen pipis, Mara izin pinjam toilet kamu ya Bimo," ucap Asmara meminta izin.

"Oke, Ra." Kebetulan toilet masih dalam satu ruangan, jadi Asmara tidak perlu repot keluar kamar.

Maka di selang waktu yang sempit saat gadis itu tidak ada, Arven memanfaatkan situasi untuk bertanya suatu hal pada Bimo yang membuatnya penasaran sambil menimang Aluna.

"Berapa lama udah kenal Mara?"

"Lumayan lama, Mas. Mulai SMP kami temenan."

"Ohh, lo tau kerjaan bokapnya?"

Bimo mengangguk. "Dulu Om Haris pengacara, Mas. Tapi sekarang nggak kerja lagi."

"Terus sekarang bokapnya ngapain?"

"Gini lho Mas." Jujur Bimo agak ragu mengatakan tapi dia ingat Arven adalah pacar Asmara. "Mara itu sebenarnya takut sama ayahnya, sejak ibu Mara meninggal Om Haris suka mukul terus jadi pemabuk."

"Maksudnya?"

Ck, bukannya kata tu bocah bokapnya sakit?

Kenapa Asmara mesti berbohong?

Sayangnya ketika Bimo ingin menjawab lagi Asmara duluan keluar dari toilet.

"Makasih ya, Bimo." Gadis itu tersenyum lega dan Bimo membalasnya sama. Melihat Aluna masih di tangan Arven dia berucap gembira, "Tuh kan, Aluna anteng banget sama pak Arven. Mara yakin entar kalo bapak punya bayi pasti anteng juga kayak Aluna."

Namun entah kenapa ucapan gadis itu membuat Arven justru termenung.

Nyaris. Dulu gue nyaris punya bayi.

Olehnya mengingatkan Arven kembali pada calon bayinya bersama Bella andai mereka masih hidup. Seketika rasa sesak menyergapi dada pria itu.

Sial!

"Ambil." Diulurkannya Aluna kembali pada Bimo, seraya berdiri. Asmara mengernyit heran.

"Pak Arven mau kemana?"

"Pulang."

"Pulang? Kok buru-buru, aku belum selesai jenguk Aluna lho."

"Terserah lo ikut apa kagak," ketusnya.

Pertama Arven belum memberikan gajihnya hari ini. Kedua, duitnya sudah sangat menipis. Ketiga, jarak rumah Bimo sangatlah jauh dari rumahnya jadi Asmara tidak mungkin jalan kaki, kan?

Tanpa pamit itu pria itu melangkah keluar kamar.

Asmara cemberut panik. Duh. Gimana nanti aku pulang?

Akhirnya ia memutuskan, "Bimo aku pamit juga yaaa. Kayaknya pak Arven ada kesibukan lain."

"Tapi aku bisa anterin kamu pulang Ra-"

"Nggak papa Bimo, makasih yaaa, kapan-kapan aku berkunjung lagi deh, janji. Dahh." Dia memberi kecupan di pipi Aluna sebelum kemudian berlari kecil menyusul Arven yang jalannya sungguh cepat sekali. "Pak Arven tunggu!"

Rupanya pria itu telah berada di dalam mobil, Asmara menatapnya dari jendela yang terbuka.

"Pak Arven kenapa buru-buru?"

"Cepet lo masuk apa mau gue tinggal hah?!"

"Iya-iya, Mara masuk nih."

Duduklah dia di samping kemudi. Tampak wajah Arven memerah seperti menahan emosi berpaling. "Jangan-jangan Bimo bener kalau pak Arven itu cemburuan," batin Asmara. "Atau... mereka ada bertengkar waktu aku ke toilet tadi? Duh mit, amit deh!"

***

Bersambung....

See you next part yaaa

Spoiler :

"Ayah jangan sakiti Arven yaaa, dia bukan pacar Mara."

***

"Temenin sampai gue tidur, awas lo sampai kabur!"

繼續閱讀

You'll Also Like

832K 127K 45
Awalnya Cherry tidak berniat demikian. Tapi akhirnya, dia melakukannya. Menjebak Darren Alfa Angkasa, yang semula hanya Cherry niat untuk menolong sa...
5.9M 309K 58
Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusaknya sejak 7 tahun lalu. Galenio Skyler hanyalah iblis ya...
1.6M 77K 53
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...
414K 5K 10
"Because man and desire can't be separated." 🔞Mature content, harap bijak. Buku ini berisi banyak cerita. Setiap ceritanya terdiri dari 2-4 bab. Hap...