You Always In My Mind ~||^ (T...

Oleh Yatihasyim

2.7K 1.4K 4K

Berkisah tentang seorang dokter bedah cantik yang bernama Aidhira. Dia harus menerima takdir cinta yang tak s... Lebih Banyak

Prakata ~ You Always In My Mind
Prolog ~ You Always In My Mind
Part 1 - Aksi Penyelamatan ~ You always in my mind
Part 2 - Pertemuan Yang Tidak Disengaja ~ You always in my mind
Part 3 - Terjebak Di Jurang ~ You always in my mind
Part 4 - Lintah ~ You always in my mind
Part 5 - Gigitan Ular ~ You always in my mind
Part 6 - Teringat Masa Lalu ~ You always in my mind
Part 7 - Tontonan Menakjubkan ~ You always in my mind
Part 8 - Operasi Dadakan ~ You always in my mind
Part 9 - Kunjungan ~ You always in my mind
Part 10 - Rumah Sakit Jiwa ~ You Always In My Mind
Part 11 - Pertengkaran ~ You Always In My Mind
Part 12 - Awal Pertemuan ~ You Always In My Mind
Part 13 - Sekilas Bayangan ~ You Always In My Mind
Part 15 - Memulai Kedekatan ~ You Always In My Mind
Part 16 - Misi Penangkapan ~ You Always In My Mind
Part 17 - Melumpuhkan Target ~ You Always In My Mind
Part 18 - Pengalaman Yang Sama ~ You Always In My Mind
Part 19 - Gagal Membawa Nindy ~ You Always In My Mind
Part 20 - Keychain ~ You Always In My Mind
Part 21 - Kembali kerumah lama - You always in my mind
Part 22 - Berita masa lalu - You always in my mind

Part 14 - Ancaman ~ You Always In My Mind

82 49 189
Oleh Yatihasyim

.
.
.

Rio masih betah bersandar ditembok itu, sorot matanya tajam menatap kearah wanita baya bersama dengan kedua tangannya yang kemudian disilangkan di depan dada. Menambahkannya kesan tegas.

"Aku ingin melanjutkan interogasi yang waktu itu. Kau tidak keberatan 'kan?"

Wanita itu hanya diam menanggapi ucapan Rio. Sepertinya, itu adalah cara paling ampuh baginya untuk menyembunyikan segala rahasia yang ditutupinya. Sesekali, dia menatap pria itu dengan sengit.

"Masih ingat? Bagaimana kau begitu berani menyiksa kakakku?" tanya Rio lagi.

Bukannya menjawab, wanita itu malah memberi lirikan tajam bak elang kepada lawan bicaranya.

"Aku yakin, lidahmu itu begitu sulit untuk digerakkan. Apa kau diancam?"

Seketika, ucapan Rio membuat si wanita paruh baya terlihat sedikit terkejut dengan mata melotot.

"Wah, lihat ekspresi itu! Sepertinya, ucapanku benar?"

Lagi-lagi, wanita paruh baya tersebut kembali melotot, dia masih berusaha menyembunyikan suatu kebenaran.

"Siapa yang mengancammu? Apakah pria itu? Apa kau sengaja menyembunyikannya karena keparat itu adalah suamimu?"

"Jaga ucapanmu!" Akhirnya, wanita itu pun membuka suara. Rio tersenyum.

"Kenapa? Apakah aku tidak boleh mengatakan hal yang sebenarnya tentang dia"

"Kau!"

Wanita itu semakin geram memperlihatkan rasa bencinya pada Rio lewat sorot mata yang keji. Begitupun dengan Rio. Pria itu juga menggunakan sorot mata yang tidak kalah keji kearahnya. Sebenarnya Rio sangat tidak menyukai tatapan keji itu. Terlebih, adalah masa lalunya. Rio masih ingat jelas, bagaimana sang kakak disiksa dengan kejam oleh si wanita paruh baya dihadapannya ini hingga membuat sang kakak menjadi depresi dan membuatnya masuk RSJ. Namun kenyataannya, wanita kejam inilah yang memaksakan Ganis dikekang dalam RSJ tersebut.

Rio bisa saja membalas dendam dan menghabisi wanita ini saat itu juga. Namun, dia juga menyadari bahwa notabenenya yang saat ini adalah seorang polisi, aparat penegak hukum yang tidak bisa menghakimi sendiri.

Ada rasa marah luar biasa yang ingin dia lampiaskan kepada wanita itu. Sudah cukup lama dia menahan gejolak amarah setiap kali mengingat penyiksaan yang dialami sang kakak. Namun, lagi-lagi, dia harus menahan diri. Terlebih, saat dirinya sekarang berada di rumah sakit dan tidak boleh membuat keributan.

Rio jadi heran, mengapa setiap kali wanita itu membuat perkara, selalu saja dirinya yang kebetulan bertugas menanganinya. Hal itu semakin memperuncing kebenciannya dan membuatnya muak. Namun, Rio percaya bahwa kelak akan ada waktunya dia bisa membalaskan dendam dengan tuntas.

"Kau tahu, bahwa kau sudah berada di pihak yang salah, tetapi kau masih saja melakukannya" kali ini Rio memberi peringatan. Namun tidak ada suara lagi dari wanita itu, dia masih saja menatap Rio dengan penuh rasa benci.

"Hahhh, kalian itu memang pasangan serasi, sama-sama keparat!"

"Jaga ucapanmu, bocah!" si wanita paruh kembali membuka suara dengan lantang karena merasa tidak suka dengan kalimat Rio.

"Kau bahkan lebih berpihak padanya daripada keluarga sendiri! Kau pasti sudah menjadi sangat bodoh!"

Ingatan pria itu diputar kembali pada saat dirinya menyaksikan si wanita paruh baya ini menjebak sang ibu tiga tahun silam. Sejak itu, masalah demi masalah pun bermunculan hingga membuat dirinya salah paham dan terpaksa berpisah dengan orang-orang yang disayanginya.

"Aku tidak menyangka. Orang yang dulunya bersikap begitu baik, sekarang telah berubah"

"Dasar bocah! Apa masalahmu?! Hah?!" saat ucapan wanita itu terlontar membuat Rio sejenak menjadi geram

"Diam kau! Aku bukan lagi bocah yang dulu bisa dengan mudah kau bodohi!" lantangnya

"Heh! Kau pikir karena sekarang kau sudah dewasa, jadi bisa kurang ajar dengan orang tua, ya!"

"Apa kau masih layak disebut orang tua yang dihormati?!"

Ucapan Rio yang berlangsung begitu saja membuat amarah si wanita paruh naik pitam, menurutnya Rio yang kini sudah beranjak dewasa semakin lama semakin menjengkelkan dan menjadi anak kurang ajar.

"Sialan kau! Dasar bocah tengik!" umpat wanita itu yang sudah hampir kehilangan kesabarannya. Rio tertawa.

"Hahaha! Sekarang, kau tidak punya kesempatan lagi untuk kabur. Dan jangan lupa kejadian tiga tahun lalu. Kau masih harus mempertanggungjawabkan dengan itu!"

Wanita itu memutar bola matanya, menandakan dirinya kini menjadi malas mendengarkan ucapan Rio yang terus saja mengungkit kejadian lampau.

"Mungkin dalam kasus kali ini, kau adalah saksi korban, tetapi tidak untuk kejadian tiga tahun lalu. Aku tidak pernah melupakannya. Ingat itu baik-baik!"

"Haahhh! Aku bosan mendengarmu yang terus saja mengungkit kejadian itu. Apa maksudmu?! Aku tidak mengerti sama sekali!" balas wanita itu.

Si pria mengepalkan tangannya, pertanda geram mendengar ucapan wanita itu yang berpura-pura tidak tahu-menahu, sedangkan perasaannya masih terus berusaha menyembunyikan rasa cemas dan rasa takutnya sebaik mungkin. Dia tidak ingin Rio melakukan hal-hal yang membahayakan dirinya. Oleh karena itu, si wanita memilih pura-pura tidak mengerti maksud ucapan Rio.

"Suamimu yang pemabuk itu sudah mengaku dan memberi keterangan. Lihat saja bagaimana nanti kau bisa bertahan dengan barrier-mu yang akan segera runtuh!"

Wanita itu masih diam, berlagak tidak peduli atas penyampaian Rio tersebut.

"Aku sarankan. Lebih baik, kau segera menyerah dan mengakui perbuatanmu. Itu lebih baik daripada kau terus berpura-pura dan membuat hidupmu semakin sulit" imbuh Rio lagi.

Untuk yang kesekian kalinya, tidak ada pembelaan diri lagi dari wanita itu. Pikirannya bercabang ke mana-mana, mempertimbangkan segala resiko yang mungkin akan diterimanya di kemudian hari.

"Kau masih tidak ingin mengatakan siapa pelaku di balik kasus ini, kah?" Rio kembali bertanya berharap wanita ini mau menjawab pertanyaannya.

"Aku sudah bilang padamu, aku tidak tahu!" seru si wanita yang entah sudah tidak tahan lagi didesak oleh Rio.

"Baiklah. Kau sudah menentukan pilihanmu. Itu artinya, kau lebih memilih mempertaruhkan nyawamu" tegas Rio lagi memberi peringatan kedua.

Seketika, raut wajah wanita itu berubah. Dia yang semula berusaha tenang, kini mendadak murka usai mendengar ucapan pria itu.

"Kau mengancamku?! Ucapan itu terdengar seperti kau ingin menangkapku" katanya berdalih

"Kalau iya, kenapa?" Rio berkacak pinggang, sengaja ingin memancing kembali amarahnya.

"Dengar, Bocah! Aku sendiri yang akan memastikan kau tidak akan pernah bisa menemukan bukti-bukti itu! Kau tahu kenapa?! Sebab, itu tidak akan pernah terjadi!" ucap wanita itu berbalik menyombongkan diri dan tentu sengaja meremehkan kemampuan Rio, namun Rio tidak goyah.

"Lihat saja nanti! Aku juga akan pastikan kau segera mendapat hukuman setimpal atas perbuatanmu!" pekik Rio dengan penekanan disetiap perkataannya, dan kemudian segera membalikkan badannya, lalu meninggalkan ruangan itu.

Pyaaar!

Sebuah vas bunga terbuat dari keramik berukuran kecil yang berada diatas nakas dilayangkan begitu saja kearah Rio yang baru melangkah pergi tersebut. Seluruh emosi yang sejak tadi ditahan-tahan wanita itu sudah tidak bisa dicegah lagi, membuat tangannya tidak bisa berdiam seperti yang dilakukannya barusaja. Tapi untungnya sasarannya meleset, benda itu malah mengenai pintu ruangannya, tepat setelah Rio menutup pintu tersebut. Kini vas bunga itu telah pecah berkeping-keping dan berserakan kemana-mana.

"Sialan kau, Bocah bedebah! Dasar bocah tengik! Aku pastikan hidupmu tidak pernah tenang! Begitu juga dengan kakakmu! Aku akan terus mengawasimu, Bocah! Aaarghhh!" jerit wanita paruh baya tersebut histeris seorang diri hingga terdengar sampai ke luar ruangan.

***

"Pak Rio? Apa yang terjadi di dalam?" tanya Edgar yang sudah mendengar kebisingan dari kamar rawat inap wanita paruh baya tersebut begitu melihat Rio keluar dari sana.

"Sudahlah. Tidak usah dihiraukan! Tetap awasi dia, jangan sampai lengah" perintah Rio

"Siap, Pak!" jawab Edgar mematuhinya.

Rio pun membalikkan badan dan kembali melanjutkan langkahnya. Namun, dia dikejutkan dengan kedatangan Aidhira yang ternyata sudah berdiri sejak tadi di belakangnya.

"Hmm, kau bilang tadi tidak punya hubungan apa pun dengan pasien di kamar itu. Tapi, setelah dilihat-lihat, sepertinya kau kau memang memiliki hubungan dengannya. Benar?" tanya Aidhira.

Rio tidak langsung menjawabnya dan hanya terlihat mengembuskan napasnya perlahan. Aidhira tidak bisa menebak ekspresi itu karena saat ini dia tidak tahu apa yang sebenarnya dipikirkan Rio.

Sorot mata tajam milik Rio mengarah pada Edgar. Rio menduga Edgar memberitahu Aidhira tentang hubungannya dengan wanita paruh baya itu.

Setelah memutuskan tatapannya pada Edgar, Rio pun kembali menarik napas panjang dan berusaha meredam emosinya. Dia tidak ingin membuat keributan di rumah sakit, terlebih di hadapan Aidhira.

"Kau sendiri, kenapa ke sini?" anehnya, Rio malah balik bertanya alih-alih menjawab pertanyaan Aidhira tadi.

"Pasien di kamar itu adalah pasienku. Dia tanggung jawabku. Jadi, wajar kalau aku ke sini untuk menjenguk pasienku kan?" balas Aidhira sedikit sewot.

"Oh, begitu ya. Kalau begitu. Lanjutkan saja. Aku pamit dulu!" Rio menutup obrolan dan bergegas meninggalkan tempat itu.

***


~To Be Continued~

Lanjutkan Membaca

Kamu Akan Menyukai Ini

9.2K 823 16
Sebuah Geng motor yang berambisi untuk mengembalikan Hak mereka yang hilang karena oknum yang tidak bertanggung jawab Saksikan Kisah selanjutnya... ...
70.7K 6.2K 18
"Semakin banyak hartamu, semakin dekat juga ajalmu." Disclaimer!! Banyak adegan kekerasan dan ucapan kotor, tolong lebih bijak menanggapi. Ini hanya...
60K 5K 81
Tokyo Noir Familia salah satu keluarga Mafia di kota TokyoVerse.Dipimpin oleh Rion Kenzo yang dipanggil dengan Papi dan Caine Chana yang selalu dipan...
27.7K 2.9K 15
Votenya Mbak.... Votenya!!! Kalok gak bisa komen, minimal votenya lah.... Jangan diem waeeeee!. Semangatin dikit ngapa? ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ Haecha...