Kisah Klasik [SLOW UPDATE]

By itsnovnov

4.7K 629 124

Mari berkenalan dengan Alva, Abiel, Alma, dan Arul dari Kisah Klasik mereka. Noted. Dilarang menyebarkan ceri... More

Prolog
2. Bertemu (kembali)
3. Bujukan
4. The Gift
5. Our Time
6. Ada ya?
7. Melukis
8. Konser
9. Ngamuk
10. Ck!
11. Pupus
12. Semakin rumit
13. Patahati
14. Perlahan
15. Lah kok?
16. Gas Semua
17. Menunggu
18. Tantrum

1. A New Friend

456 41 8
By itsnovnov

******

Alma sudah bersedekap kesal di depan kamar Arul. Hari ini jadwal Alma untuk pergi ke sekolah bersama Arul, tapi cowok itu masih belum juga bangun. Padahal mereka sudah hampir kesiangan ini.

"Arul! Gue hitung sampai 3 kalau lo masih belum beres gue bawa kabur ya motor lo!"

Memang, orang seperti Arul ini harus di beri ancaman baru bertindak. Buktinya Arul langsung membukakan pintu dan dia sudah siap dengan seragamnya. Ya, walaupun rambutnya masih acak-acakan.

Setidaknya, rambut basah itu membuktikan kalau Arul mandi. Karena Alma tahu, sejorok-joroknya, Arul tidak akan membasahi diri jika tidak betulan mandi. Cowok itu pasti memilih untuk tidak mandi sekalian.

"Lo itu dari kecil hobby banget ya berisik depan kamar gue?"

Alma mendelik, lalu memukul lengan Arul cukup keras. "Gue gak akan berisik kalau lo tepat waktu! Sumpah ya, kalau aja gak ada jadwal tukeran, gue lebih milih berangkat sama Alva tiap pagi dari pada sama lo."

Alva itu sahabat Alma yang satunya. Masih tetanggaan juga. Tapi sikap Alva dan Arul ini sangat-sangat-sangat bertolak belakang.

Alva si on time, Arul yang selalu late time.
Alva yang baik pada Alma, dan Arul yang menyebalkan.

Pokoknya mereka ini ibaratnya yin dan yang. Sangat berbeda, tapi saling melengkapi.

Kalau Alma, anggap saja sebagai tuan putri di antara mereka.

"Ya udah, sana aja sama Alva kalau dia mau boncengin cewek berisik kaya lo tiap hari."

"Dih, pasti Alva mau lah! Dia baik, gak kaya lo."

Arul tertawa mengejek pada Alma, "Asal lo tau, gue sama Alva sama-sama males boncengin lo."

"Banyak bacot lo, Rul. Liat ini," Alma mengeluarkan sebuah kunci motor dari saku rok nya. "Gue udah dapet izin dari Mama lo buat bawa motor sendiri kalau lo telat. Jadi jangan banyak omong kalau gak mau gue tinggal."

"Al, gak gitulah, Al. Ck, ayolah!"

Tapi Alma tidak peduli. Biar saja Arul mengejarnya. Salah sendiri rese.

*****

Seperti biasa, kalau bukan jadwal berangkat sekolah bersama Alma, Alva pasti selalu sampai duluan di sekolah. Sengaja Alva tinggal, dia tidak mau repot-repot menyaksikan drama dua sahabatnya itu setiap jadwal Alma bersama Arul.

Mereka saling memojokkan, padahal dua-duanya sama. Hobby telat.

Untung saja, Alva sudah bersahabat dengan mereka sedari bayi, karena kalau sudah remaja seperti sekarang, Alva pasti akan berpikir ulang ribuan kali untuk menganggap mereka sahabat.

Bercanda. Alma dan Arul itu sangat baik kok.

Pada waktu tertentu, tapi.

Alva membuka novel yang semalam ia baca tapi belum selesai. Dia memang suka membaca, berbanding terbalik dengan Alma maupun Arul yang akan langsung tertidur begitu membaca selembar buku.

Anehnya, dua nama itu tetap memiliki peringkat lebih tinggi dari Alva.

Ajaib kan?

Alva tahu, hobby membaca sambil berjalan seperti ini kurang baik untuk ketertiban umum. Apalagi di koridor sekolah yang cukup ramai orang berlalu-lalang seperti sekarang. Tapi, selama ini semua baik-baik saja. Tidak pernah ada kecelakaan seperti bertabrakan dengan orang, tempat sampah, atau parahnya lagi tembok.

Semua aman, sampai hari ini. Saat Alva sedang menikmati deretan kata di bukunya, ia menabrak seseorang sampai bukunya terlepas dari genggamannya.

Untungnya cewek yang di tabrak Alva tidak sampai jatuh. Kalau iya, Alva pasti akan sangat malu.

"Eh, sorry, sorry. Aku tadi jalan nya agak meleng, gak liat ke depan. Maaf ya."

Loh? Kok jadi dia yang minta maaf?

Alva buru-buru mengambil bukunya yang tergeletak di lantai saat cewek itu juga akan mengambil buku.

"It's okay, salah aku juga jalan sambil baca buku. Kamu gak apa-apa?" Alva memastikan.

Walaupun tubrukan mereka tidak terlalu keras, tapi jaga-jaga itu harus. Apalagi orang yang bertubrukan dengan Alva ini memiliki postur tubuh yang mungil.

"Gak, aku gak apa-apa. Kamu gimana? Terus itu buku kamu rusak gak?"

Cewek ini cantik, bertubuh mungil, sopan, dan bersuara lembut. Jujur, Alva tidak berkedip selama beberapa waktu melihat sosok di depannya itu.

"Nggak, bukuku aman kok."

Cewek itu tersenyum, "Kalau gitu aku duluan ya. Agak buru-buru soalnya."

Sorot mata Alva masih mengikuti punggung cewek itu yang kian menjauh. Seolah baru sadar, Alva hampir saja berteriak untuk memanggil lagi cewek tadi.

Tapi bagaimana cara Alva memanggil? Namanya saja Alva tidak tahu!

Iya, Alva lupa untuk mengajak berkenalan.

Parah kan?

Tapi, seingat Alva, dia baru pertama kali melihat cewek tadi. Cewek itu, pasti sekolah di sini juga kan?

*****

Arul baru saja selesai menghabiskan sepiring siomay di hadapannya. Kemudian ia melirik Alva yang berada di depan, duduk bersampingan dengan Alma.

Biasanya, Alva akan menjadi rival Arul dalam menghabiskan makanan. Tapi untuk pertama kalinya, makanan Alva masih banyak cuy!

Alva ini sebenarnya kenapa? Tadi di kelas juga tidak banyak bicara, padahal biasanya dia paling berisik saat ada sesi tanya jawab.

Aneh.

Arul menyenggol kaki Alma yang berada di kolong meja, membuat cewek itu langsung melayangkan tatapan tajam padanya.

Ya, salah Arul memang karena sering menjahili Alma. Tapi untuk kali ini, Arul hanya ingin menanyakan perihal Alva. Barangkali Alma tahu kan?

"Si Alva kenapa?" Tanya Arul tanpa suara. Hanya isyarat dari gerakan bibirnya, dan seharusnya Alma mengerti.

Alma melirik Alva sekilas, kemudian kembali pada Arul.

"Gue juga gak tau," tentunya Alma menjawab dengan cara yang sama.

Hm, Arul jadi memiliki ide usil.

Pelan-pelan, Arul mendekat ke arah Alva, lalu menggebrakan meja di depan Alva. Membuat cowok itu terperanjat kaget dan teriakan yang cukup lantang.

Bahkan sepertinya beberapa orang di kantin langsung memperhatikan mereka.

Arul tidak tahu, dia langsung menunduk dan menutup wajah menggunakan tangan di atas meja soalnya.

Biar badannya gede begitu, Alva ini paling keos soal di kagetkan.

"Anjirlah, Rul! Bangsat ya lo! Babi emang."

Ck, ck, ck. Sangat tidak layak untuk di tiru memang.

"Bahasa, Va. Bahasa." Tegur Alma di sampingnya.

Padahal Arul tahu, cewek itu juga pasti sempat mengumpat di dalam hati karena sama terkejutnya.

"Eits, tenang, bro. Masih siang ini, gue udah dapet kata mutiara aja." Arul mencegah Alva yang akan bersumpah serapah lagi.

"Ya lo ngapain ngagetin gue, Sat."

"Ya lo ngapain ngelamun di depan makanan? Gak biasanya." sindir Arul.

"Suka-suka gue lah."

"Udah, udah." Alma pasti mencoba menengahi. "Lo kaya baru tau si Arul aja, Va. Dia kan gatel kalau gak ada temen berantem. Berhubung gue emang lagi ngirit ngomong sama dia dari pagi, ya sasaran nya pindah ke lo."

Alma dan Alva. Dua nama yang sering bersatu untuk menjatuhkan Arul.

Curang memang.

"Udah lah, gue mau ke toilet dulu. Buruan lo pada, telat masuk kelas ntar." Arul beranjak dari duduknya. Berhubung makan dan minumnya sudah di bayar, ia bisa langsung lergi dari kantin.

Tahu apa tujuan Arul pergi ke toilet sebelum masuk kelas?

Yap. Merapihkan tatanan rambutnya.

Pokoknya bagi Arul rambut itu nomor satu, harus selalu terjaga kerapihan nya.

Arul keluar dari toilet, dan mendapati seorang cewek yang sedang celingukan ke kanan dan kiri. Sepertinya dia mencari sesuatu.

Tapi, hampir 3 tahun Arul bersekolah di sini, baru sekarang dia melihat cewek ini. Padahal murid di sekolah mereka juga tidak banyak-banyak amat.

"Nyari apa lo?" tanya Arul pada cewek itu.

Tubuhnya mungil, menggunakan hijab, dan... cantik.

"Eh, itu, aku lupa jalan ke kelas. Tadi aku misah dari temenku karena mau ke toilet, aku kira aku udah inget jalan. Taunya sekarang kebingungan." Kasihan juga, mukanya terlihat panik.

Pasti dia takut terlambat ke kelas. Eh, bukan takut lagi sih, memang sudah terlambat karena bel sudah berbunyi beberapa menit yang lalu. Bahkan sudah tidak ada lagi siswa berkeliaran di luar.

Tapi, Arul jadi salah fokus dengan nada dan cara bicara cewek ini.

"Lo anak baru?" tanya Arul memastikan.

Cewek itu mengangguk, "Ini hari pertama aku sekolah di sini."

Pantas.

"Kelas berapa?"

"10 IPA 1,

Anak pintar juga ternyata.

"Mau di anter ke kelas?" Tawar Arul.

Sebenarnya, Arul ini tipe orang yang cuek dan seadanya dalam berkata. Tapi entah kenapa, dia sangat memperhatikan pemilihan kata untuk berbicara dengan cewek ini.

"Tapi nanti kamu telat ke kelas?"

Gimana sih? Detik ini Arul berdiri di hadapannya saja sudah termasuk terlambat kan?

"Gak apa, kelas kita gak jauh. Ayo!"

Arul mempersilahkan cewek itu untuk jalan duluan ke arah kanan, lalu setelahnya Arul memposisikan diri berjalan di sampingnya.

"Makasih ya, udah mau nolongin aku. Kamu kelas 10 Ipa juga ya? Ipa berapa?" tanya cewek itu pada Arul.

"Ipa 1 juga, tapi kelas 12 nya."

"Eh, maaf, Kak. Aku gak tau, maaf ya dari tadi udah gak sopan."

Arul sedikit tertawa, tingkah cewek ini lucu juga. "Nama lo siapa?"

"Abiel, Kak. Kalau Kakak, Arul ya?"

Loh, kita dia tahu?

Cewek itu melirik Arul sekilas, kemudian tersenyum.

Serius, senyumnya manis!

"Keliatan di name tag Kakak."

Iya juga ya, kok Arul mendadak bego?

"Pindahan darimana?" Arul mengalihkan topik.

"Aceh, Kak."

Wah, jauh juga.

"Itu kelas lo." Arul menunjuk sebuah kelas di depan.

Abiel kembali celingukan, membuat Arul ikut kebingungan.

"Kenapa?"

"Aku tadi udah sampai sini, tapi seingetku belok kiri, ternyata malah balik lagi ke toilet. Ternyata beloknya ke kanan ya?"

Jadi, tadi Abiel sempat keliling sendirian ya?

Benar-benar lucu.

"Ya udah, masuk sana."

"Sekali lagi makasih, Kak."

Arul sampai tidak sempat mengucapkan sama-sama karena terus memperhatikan langkah Abiel. Bahkan tanpa sadar Arul sudah senyum-senyum sendiri.

Gila, memang.

******

Pulang sekolah, Abiel di jemput oleh sopir Umma nya menuju rumah baru mereka di salah satu cluster di Jakarta. Resiko menjadi abdi negara, harus selalu siap jika di pindah tugaskan kapan saja. Seperti Abi nya sekarang.

"Assalamu'alaikum, Umma," Abiel memberi salam pada Umma yang sedang memasak di dapur.

"Wa'alaikumsalam, gimana, Bil, sekolah barunya?"

Abiel memilih duduk di meja makan, sedangkan Umma masih berkutat dengan sayur yang di masaknya.

"Seru, Umma. Cuma tempatnya luas banget, aku masih bingung hapalin jalannya."

Abiel jadi ingat saat tadi kelimpungan mencari kelas. Untung ada Kak Arul yang mau membantu. Mana tadi pagi Abiel juga sempat menabrak orang karena terlalu fokus membaca keterangan di setiap pintu ruangan.

Hh, banyak kejadian memalukan, padahal baru satu hari bersekolah.

"Gak apa-apa, namanya juga hari pertama. Kamu ganti baju dulu sana, bentar lagi kita kedatangan tamu."

Abiel mengerutkan kening, "Tamu? Siapa?"

"Tetangga kita depan rumah, tadi Umma undang buat makan siang bareng di sini. Hitung-hitung silaturahim. Oh iya, kalau gak salah anaknya juga satu sekolah sama kamu, Bil. Coba nanti kenalan, katanya mau di ajak."

"Perempuan, Ma?" Abiel memastikan.

"Iya, cuma Umma gak sempet tanya kelas berapa. Ya, siapa tau sekelas sama kamu?"

Abiel mengangguk mengerti, "Ya udah, aku ganti baju dulu ya, Umma."

Hanya butuh waktu sekitar 10 menit untuk Abiel berganti pakaian. Tidak lama karena memang yang di gunakan pun hanya celana kargo dan kaos polos. Hijab putihnya di ganti dengan pasmina berwarna hitam.

Setelah selesai, barulah Abiel turun dan kembali menuju dapur. Niatnya sih mau membantu Umma. Tapi jangan pikir yang dibantu adalah memasak, paling-paling Abiel hanya menyiapkan peralatan makan.

Judulnya sama-sama membantu kan?

Ternyata, tamu yang dimaksud Umma tadi sudah tiba lebih dulu. Seorang Ibu-Ibu dan perempuan yang sebaya dengan Abiel, sepertinya.

"Abiel, kenalan ini Alma sama Mama nya." ucap Umma begitu Abiel sampai di meja makan.

Abiel memberi salam pada Mama nya Alma, "Aku Abiel, Tante." Kemudian beralih ke seorang perempuan berhijab dan berkacamata di sampingnya, "Hai, aku Abiel." ucap Abiel sambil mengulurkan tangannya.

Alma menjabat uluran tangan Abiel, "Alma. Kamu sekolah di PIHS juga?"

Untuk yang belum tahu, PIHS itu singkatan dan Pancasila Internasional High School, sekolah Abiel sekarang.

Abiel mengangguk, "Kamu juga ya? Kelas apa?"

"11 Ipa 1, kamu?"

Waduh, Kakak kelas lagi rupanya. Salah lagi Abiel ini.

"10 Ipa 1, Kak. Maaf ya, aku gak tau kalau Kak Alma kelas 11."

"Gak apa-apa, santai aja. Oh iya, abis ini ikut yuk? Ketemu temen-temenku yang lain. Mereka juga satu sekolah sama kita."

"Rumah nya di daerah sini juga, Kak?"

Alma mengangguk. Ternyata Abiel cukup banyak juga yang satu sekolah dengan Abiel. Senang rasanya.

"Boleh, Kak!" Jawab Abiel antusias.

Awal yang baik untuk memiliki teman-teman baru.

*****

Jangan lupa tinggalkan jejak!
Enjoy❤️❤️❤️

Continue Reading

You'll Also Like

ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

5.8M 327K 36
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
2.6M 140K 62
"Walaupun وَاَخْبَرُوا بِاسْنَيْنِ اَوْبِاَكْثَرَ عَنْ وَاحِدِ Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...
526K 57K 23
Berkisah tentang seorang Gus yang dikejar secara ugal-ugalan oleh santrinya sendiri. Semua jalur ditempuh dan bahkan jika doa itu terlihat, sudah dip...
4.9M 388K 37
[DIMOHON BUAT READER'S SEBELUM BACA CERITA INI UNTUK TAHU KALAU INI MENCERITAKAN TENTANG TRANSMIGRASI YANG CUKUP KLISE. JADI JIKA ADA KALIMAT YANG SA...