love me well

By hip-po

3.7K 579 431

"Love me well or leave me alone, you decide." Seharusnya, dari awal kita berani mengambil keputusan setelah s... More

prologue
1 | you're gonna be my best friend, baby
2 | prince on a white horse
3 | the beginning
4 | nightmare
5 | news that no one ever wants to hear
6 | challenge the devil
7 | not your fault
8 | we can't be friend
9 | bad news
10 | care less
11 | i wish i hated you
12 | stupid feelings
13 | intentions
14 | a change of heart
15 | you'd talk to her when we were together
16 | but you're still a traitor
17 | you'll never feel sorry for the way i hurt
18 | i just wanna know you better
19 | nobody gets me like you
20 | not fair
22 | everything has changed
23 | there's nothing you can't do
24 | city lights
25 | i gave into the fire
26 | step on up
27 | falling
28 | baby please dont go
29 | so close to being in love
30 | but in time our feelings will show
31 | problem
32 | too late
33 | we lost a lot of things in the fire
34 | by my side
35 | i dont wanna be okay without you
36 | call me friend but keep me closer
37 | this feeling's all we know
38 | i'm not the one meant for you
39 | i know i'd go back to you
40 | you and no one else
41 | one fine day
42 | it's not living if it's not with you
43 | stand by you
44 | mixed feelings
45 | there something you should know
46 | that's why i let you in
47 | i will never know if you love me
48 | if i ain't with you i don't wanna be
49 | you're hiding something from me
50 | almost is never enough
51 | that's why i love you
52 | i don't want you to go
53 | head in the clouds
54 | something beautiful died
55 | my soul it gets sicker
56 | i gotta let you go i must
57 | i guess this is where we say goodbye
58 | tryna find a way back home to you again

21 | am all alone

33 8 6
By hip-po

"Aluna, bangun!"

Hal pertama kali yang Aluna lihat saat membuka matanya adalah asap yang tebal memenuhi langit-langit kamarnya. Dadanya langsung sesak, ia menutup mulut dan hidungnya. Aluna tak sempat membawa apa-apa, yang ia bisa selamatkan hanyalah tas sekolahnya sebelum Bundanya menarik tangannya keluar dari rumahnya. Suara tangisan, teriakan kesedihan, langkah panik warga dan juga sirine pemadam kebakaran berdegung menjadi satu di dalam telinganya. Aluna mematung di posisinya, ia hanya bisa melihat rumah-rumah di hadapannya habis dilahap oleh api.

Semua terjadi begitu cepat, Aluna tak pernah membayangkan hal seperti ini akan menimpanya. Dengan pelan, Aluna mengangkat tangannya, mengusap punggung Bundanya yang sedang menangis di pelukannya dengan lembut.

"Semuanya bakalan baik-baik aja kan, Bun?"

• • •

Sudah tiga hari setelah seluruh berita heboh menayangkan rekaman kebakaran di salah satu kawasan yang menghabiskan banyak rumah itu. Sudah tiga hari juga Aluna tidak datang sekolah dan tidak bisa dihubungi. Semua ikut panik setelah tau rumah Aluna berada di kawasan itu. Beritanya menyebar dengan cepat hingga ke seluruh penjuru sekolah. Bahkan Kepala Sekolah juga sudah turun ke TKP, tapi Aluna sendiri yang menolak agar teman-temannya tak mendatanginya. Aluna memang butuh bantuan, tapi ia tak perlu dikasihani oleh siapa pun.

Kedua temannya, Aqila dan Yania juga sudah berusaha mencari tempat pengungsian Aluna dengan bertanya kepada Kepala Sekolah. Tapi Kepala Sekolah memilih untuk menghargai permintaan Aluna dan mengatakan bahwa Aluna baik-baik saja.

Walaupun kejadiannya sudah tiga hari yang lalu, tapi masih ada beberapa stasiun televisi yang masih menayangkan berita mengenai kejadian itu. Sagara mematikan televisinya, melempar remot televisinya ke sofa begitu saja sebelum ia berjalan menuju taman belakang rumahnya. Di sana teman-temannya sedang berkumpul. Mereka baru pulang sekolah.

"Gar, nanti malem lo ikut?" tanya Louis sembari memakan bolu yang sudah disediakan untuk mereka, "pada mau main billiard."

Sagara menggeleng. "Gue mau ke RS."

"Titip salam sama Nesya ya," ucap Dicky sembari tersenyum geli.

"Gue pukul lo."

"Galak banget Bang," jawab Dicky. Ia meneguk soda kalengnya yang sisa setengah, "btw Gar, kan dari kemarin lo sibuk terus latihan. Kapan-kapan ikut nongkrong lah sama kita. Pasti lo gabut juga kan di rumah?"

Benar sih. Biasanya ada Logan dan Nesya yang bisa Sagara ajak main bareng. Tapi karna Nesya di rawat, jadi waktu untuk kumpul juga tidak banyak. Sagara juga tidak suka berlama-lama menghabiskan waktu di rumah sakit karna ia benci rumah sakit. Tapi malam ini, ia akan menemani Nesya. Lagipula, ia tak punya alasan lagi untuk tidak menemani Nesya karna pertandingan juga sudah selesai.

Kemarin Nesya tidak datang ke final karna kondisinya menurun. Sagara mengerti, makanya ia tak marah sama sekali. Yang lebih penting itu kesehatannya Nesya, bukan pertandingannya.

"Kalian kalo nongkrong biasanya dimana?"

Dicky berdecak. Kebiasaan Sagara, pasti malas baca grup chat. "Banyak sih. Tapi seringnya di Ohayou."

Berbicara tentang coffee shop, dulu Sagara ingin sekali punya coffee shop sendiri. Ia bahkan pernah membahasnya dengan Logan. Logan bilang kalau membuka coffee shop di jaman sekarang itu adalah ide yang cemerlang. Karna banyak coffee shop yang buka tapi selalu ramai. Peluang bisnisnya lumayan besar. Tapi karna Sagara tau kondisi Logan, jadi Sagara tak bisa berharap banyak kepada temannya itu. Apapun bantuan Logan, itu sangat berarti baginya.

"Gue ada rencana mau buka coffee shop," ucap Sagara, "menurut kalian gimana?"

"Anjrit beneran?" tanya Sultan tak percaya, "buka lah Gar. Nanti kita nongkrongnya di situ terus."

Dicky mengangguk. "Bener tuh! Kita bantuin kok Gar. Tenang, ada Sultan kok yang bisa nukang."

"Anjing lo, urusan nukang aja ke gue."

Louis tertawa mendengarnya. "Boleh juga tuh Gar. Ide bagus. Coffee shop sekarang lagi naik daun. Anak-anak muda pada nongkrong di sana sekarang."

"Tenang Gar, kita semua bakal bantu lo kok!"

Pukul 8 malam, Sagara sampai di rumah sakit dengan beberapa makanan ringan di tangan kanannya. Ia tidak tau harus membawa apa, tapi Sagara memilih makanan yang Nesya suka dan dapat dikonsumsi oleh perempuan itu. Sagara juga beli buah-buahan kok, tenang saja.

"Sagara!" pekik Nesya kesenangan saat yang membuka pintu kamarnya adalah Sagara. Bagi Nesya, tak ada yang lebih bahagia selain melihat Sagara datang menjenguknya, "akhirnya dateng juga!"

Sagara tersenyum kecil, ia menaruh tentengannya di meja. "Logan mana?"

"Udah pulang, Logan kan kerja," jawab Nesya, "kamu kan yang jaga aku malam ini?"

Sagara mengangguk mengiyakan. "Udah makan malam?"

"Udah kok tadi. Sagara bawa apa? Mau dong."

"Mau apa?" tanya Sagara, "makan buah aja. Apel?"

"Boleh."

Sembari memotong apel, Sagara memperhatikan Nesya. Tubuh Nesya semakin kurus, pipinya juga ikut tirus. Sahabatnya ini, bakalan sembuh kan? Jujur di sela-sela kesibukannya latihan kemarin, Sagara masih sempat mengkhawatirkan kondisi Nesya. Ia juga merasa bersalah karna selau tak sempat untuk menengok sahabatnya ini.

"Gimana kondisi lo?"

"Hm?" Nesya mengalihkan pandangannya dari televisi ke Sagara, "baik-baik aja. Lo liat gue masih sehat bugar kan?"

"Kenapa dirawat terus kalo kayak gitu?" tanya Sagara membuat Nesya bungkam, "emangnya nggak bisa rawat jalan?"

"Nggak mau," jawab Nesya, "gue suka di sini. Banyak yang nemenin."

Kenyataannya, kondisi Nesya malah menurun. Terlihat dari tubuhnya yang semakin mengurus dan wajahnya yang selalu pucat. Kepalanya juga tiba-tiba sering sakit sekali seperti ditusuk ribuan jarum. Penglihatannya kabur dan juga dunia terlihat berputar. Perutnya juga seperti tak mau mencerna makanan lagi. Setiap ada makanan yang masuk, mual yang Nesya rasa, selalu ada keinginan untuk mengeluarkan kembali makanan yang masuk ke dalam tubuhnya. Semua makanan juga terasa pahit di lidahnya. Ia juga sudah muak untuk mengonsumsi obat-obatan. Ia mau kehidupan yang dulunya kembali.

Yang tau kondisinya itu hanya Logan dan kedua orang tuanya. Tak ada yang boleh memberi tahu Sagara karna Nesya tak mau kalau Sagara tau kalau kondisinya menurun. Apalagi kalau Sagara tau Nesya menolak pengobatan di Singapura hanya karna ingin tetap bisa bertemu dengan Logan dan Sagara. Karna menurut Nesya, berobat dimana pun pasti hasilnya tetap sama saja. Ia tetap sakit dan umurnya juga tidak bisa bertambah.

"Gar, lo ada suka sama orang?"

Sagara yang tadinya sibuk memotong apel, kini tangannya berhenti bergerak. Perlahan ia mengalihkan pandangannya menatap Nesya. "Kenapa emangnya?"

"Nggak pa-pa," jawab Nesya, "gue pengen tau aja. Siapa sih orang yang berhasil bikin lo jatuh cinta?"

"Gue aja nggak berhasil," gumam Nesya di dalam hati.

Bertahun-tahun Nesya memendam perasaannya dan juga menunggu Sagara selama itu, masa ia kalah sama orang yang baru Sagara kenal? Bahkan belum sampai satu tahun. Di akhir hidupnya yang mungkin akan berujung tragis ini, ia ingin sekali Sagara membalas cintanya. Atau bahkan meliriknya sebagai seorang perempuan, bukan sahabat. Ia juga mau merasakan rasa cinta dari Sagara.

Tapi tanpa membawa embel-embel 'sahabat'.

"Gar—"

Sagara menaruh piring berisi apel yang sudah ia potong itu di meja samping brankar Nesya. "Gue keluar dulu cari makan. Lo mau nitip apa?"

"Nggak ada," jawab Nesya, "tapi lo balik kan?"

"Pasti."

Karna tak mau membuat Nesya menunggu lama, Sagara memutuskan untuk mencari makanan di dekat rumah sakit. Lumayan banyak makanan di sekitar rumah sakit, tapi Sagara memilih untuk makan nasi goreng.

Setelah makan, Sagara berjalan menuju warung kecil di samping penjual nasi goreng tadi. Ia membeli sebatang rokok lalu menghisapnya. Sagara menatap kosong kendaraan yang lewat, hingga ia melihat seseorang yang sepertinya ia kenali. Sagara menyipitkan matanya, berusaha melihat lebih jelas orang itu. Karna orang itu berada di sebrang jalan dan banyak kendaraan yang lewat, jadi Sagara susah melihat jelas wajah orang itu. Tapi Sagara yakin pasti itu dia.

Sagara membuang rokoknya begitu saja ke genangan air lalu menyebrang, menahan lengan orang itu. "Kemana aja lo?"

"Sagara," ucapnya pelan. Matanya membulat menatapnya terkejut, "kok bisa di sini?"

"Lo kemana aja, Aluna?"

Sudah hampir lima menit mereka duduk bersampingan di kursi pinggir jalan, sama-sama menatap kendaraan yang lewat. Jujur Aluna malu bertemu Sagara dengan kondisi yang seperti ini. Rasanya ia ingin pindah sekolah saja dan memulai hidup baru.

Setelah kejadian itu, Aluna dan Bundanya memutuskan untuk tinggal di rumah tempat kerja Bundanya. Katanya mereka lihat berita dari televisi dan menawarkan ia dan Bundanya untuk tinggal bersama mereka. Bundanya menyetujui karna susah untuk Aluna tinggal di tenda pengungsian dan juga mereka tidak punya keluarga di sini. Dan dalam tiga hari ini, banyak yang Aluna lakukan untuk membantu Bundanya dan juga mengumpulkan barang-barang yang masih bisa diselamatkan. Walaupun kebanyakan dilahap habis oleh api.

Mereka tinggal di rumah itu dan diberi satu kamar. Mereka boleh memakai kamar dan dapur sesukanya selama masih dijaga dan bersih. Aluna juga mencari pekerjaan dan banyak memasukan lamaran pada pekerjaan apapun demi bisa membantu Bundanya. Bundanya bilang, ia harus kembali bersekolah seperti biasa. Lagipula tak ada yang berubah dari kejadian kemarin malam. Bundanya juga masih bisa bekerja, mereka masih punya tempat untuk beristirahat dan karna itu, Aluna juga harus kembali sekolah.

Tapi Aluna tidak mau. Ia malu dipandang kasihan oleh anak-anak Merah Putih. Lagipula siapa yang tidak tau berita itu? Bahkan kepala sekolahnya datang kemarin, itu berarti beritanya juga sudah menyebar di Merah Putih. Makanya Aluna berniat untuk pindah dari Merah Putih. Belum sempat mendiskusikannya dengan Bundanya, malam ini ia malah bertemu dengan Sagara saat ia berniat untuk tidak mau lagi sekolah di Merah Putih.

"Lo baik-baik aja?"

"Buku sama baju lo aman kok. Lo nggak perlu khawatir, gue berhasil selametin tas sekolah gue."

"Jawab gue."

Aluna berbalik, menatap Sagara yang sedang menatapnya aneh. Bukan tatapan kasihan seperti yang Aluna takutkan. Melainkan tatapan khawatir, mungkin. "Gue baik-baik aja kok."

"Sekarang lo tinggal dimana?" tanya Sagara. Walaupun tidak terlalu dekat dengan Aluna, tapi setelah melihat berita itu di televisi, tidak mungkin kan kalau Sagara tidak khawatir? "lo bisa cerita sama gue."

Huh? Aluna bingung. Tapi benar sih, cerita sama Sagara itu ada bagusnya karna laki-laki itu tidak akan menatapnya dengan kasihan, mungkin laki-laki itu lebih mementingkan tugasnya karna tak ada lagi yang mengerjakan. Tapi kalau dipikir-pikir, aneh juga. Ngapain ia cerita sama Sagara? Mereka berdua kan tak sedekat itu.

"Nggak usah khawatirin gue, gue baik-baik aja kok, Sagara."

"Terus kenapa nggak ke sekolah?"

"Gue," Aluna menggantungkan kalimatnya sebentar, "malu."

"Kenapa?"

"Gue nggak mau dikasihanin sama orang," jelas Aluna, "lagian juga uang bulanan Merah Putih lumayan, jadi kayaknya gue mau pindah aja."

"Pindah sekolah?"

Aluna mengangguk. "Sisa utang gue, gue bakalan bayar kok. Gue lagi nyari kerja paruh waktu."

Aluna mau membantu Bundanya mencari uang saja daripada menghamburkan uang untuknya sekolah di Merah Putih. Lagipula semua sekolah juga sama saja. Tiap malam, setelah selesai dengan pekerjaannya, Bundanya selalu menangis dalam tidurnya. Bagaimana Aluna tidak dengar, mereka satu ruangan bahkan mereka tidur bersampingan. Tiap mendengar Bundanya menangis, hati Aluna juga ikut sakit. Maka dari itu Aluna ingin membantu Bundanya mencari uang. Mereka juga tidak mungkin tinggal di sana selamanya kan?

Walaupun tinggal di sana gratis, tapi Aluna merasa tidak nyaman karna bukan rumahnya dan mereka juga segan untuk melakukan apa-apa di sana.

Dari raut wajahnya, Sagara tau kalau Aluna sudah memikirkan hal ini berkali-kali dan mungkin pindah sekolah adalah jalan terbaik untuknya. Tapi saat Aluna mengatakan hal itu, Sagara jadi memikirkan bagaimana hari-harinya tanpa Aluna nanti. Yah, siapa yang bakalan menemaninya latihan kalau ia ikut turnamen lagi?

"Nggak usah pindah sekolah."

Aluna mengernyit bingung. "Kenapa? Kok gitu?"

"Lo kan udah kerja sama gue."

Continue Reading

You'll Also Like

156K 19.5K 36
[18+] "why do i pull you close and then ask you for space?" 03/09/22 - 26/06/22
2.3K 291 9
Bagaimana jika kamu tiba-tiba didekati playboy yang terkenal di kampus? Vania Anindyta Clarie, menyarankan hal ini untuk kamu; 1. Menghindar, 2. Pura...
11.6K 1.4K 34
Tiga tahun mengenyam hubungan yang tidak sehat dengan pacarnya, Rachel memilih untuk tetap bungkam. Sebab ia tahu, mengutarakan semua keresahannya ta...
2.1K 262 7
(UPDATE SETIAP KAMIS & MINGGU) Mangi sering dengar ia berpenampilan menarik. Cantik, lebih tepatnya. Mangi juga punya kehidupan putih abu-abu yang di...