Serayu Senja

By Jeje_aaa

120 15 4

Menumbuhkan rasa dapat dilakukan setelah menikah, begitu katanya. Kalimat yang pernah diyakini oleh Aruna sam... More

[Bab 02; Tujuh Tahun Berlalu]
[Bab 03; Setelah Sekian Lama]
[Bab 04; Pemandangan Baru]
[Bab 05; Kembali Jatuh Hati]
[Bab 06; Maksud Pertemuan]
[Bab 07; Kabar Rumah Tangga]

[Bab 01; Menginjak Enam Tahun]

46 4 0
By Jeje_aaa

Hasbi Respati

Hari minggu pagi ditemani cahaya matahari yang tembus melalui celah jendela di depan sana juga aroma kopi dalam cangkir adalah kombinasi paling sempurna. Apron berwarna coklat yang saya gunakan sejak 30 menit lalu kini sudah terkena noda pada beberapa bagian seiring dengan bahan yang saya sentuh satu persatu di atas meja.

Pagi ini saya sibuk memasak ayam goreng dengan bumbu rahasia yang sempat saya pelajari dari Ibu, dulu. Hidangan sudah hampir siap, saya menyempatkan diri menyeruput kopi dengan nikmat sebelum menyambar piring untuk menghidangkan menu sarapan pagi ini.

*tap! *tap! *tap!

" Adik duluan! "
" Kakak! " saya letakkan piring berisi ayam goreng yang masih panas di atas meja makan dan melirik kebisingan yang tercipta dari arah tangga. Dua pasang kaki mungil berlari menuruni tangga yang membuat jantung saya berdegup khawatir.

" Turun tangganya jalan kaki saja ya, pelan-pelan " ucap saya dengan memperhatikan kalimat. Kedua raga mungil tersebut menurut dan berjalan kemudian. Dengan wajah lugu dan mata yang sama-sama berbinar mereka menghampiri saya.

" Lain kali, kalau naik atau turun tangga ada baiknya jalan kaki ya.. Kalau lari-lari seperti tadi, bahaya " saya sempatkan diri mengusak kedua kepala si kembar, putra-putra saya. Mereka mengerjap lucu dan tersenyum kemudian. Mengacungkan kedua jempol tangan yang masih sangat lucu itu ke hadapan wajah saya yang masih mensejajarkan tubuh dengan mereka.

Saya kembali berdiri tegap untuk lekas menyiapkan nasi yang ternyata sudah matang. Sembari membagi fokus pada anak-anak yang mulai menaiki kursi untuk menghadap meja makan. Terdengar obrolan kecil dari si kembar yang membicarakan hal-hal yang hanya dipahami oleh mereka.

" Ayah, adik mau paha "
" Kakak juga! " saya tersenyum dan mengangguk memberi ijin.

Sibuk mengalaskan nasi, terdengar langkah kaki lain yang mendekat, istri saya pemiliknya. Wanita cantik bernama Aruna Lakshita itu berjalan mendekat dengan pakaian rapi dan wangi parfum yang lekas tercium begitu tubuhnya sampai di meja makan. Ia mengambil posisi duduk bersebrangan dengan anak-anak, menyambar gelas berisi air untuk langsung diteguk habis.

" Sudah bangun, tunggu sebentar ya " ucap saya karena masih sibuk mengalaskan nasi untuk Aruna, memastikan porsinya sesuai dan bisa dihabiskan tanpa membuang sisa makanan nantinya.

" Kenapa kulitnya disimpan di situ? " nada dingin yang Aruna lontarkan membuat saya menoleh. Ucapan tersebut diarahkan kepada anak-anak yang mengupas jeruk tanpa langsung membuang kulitnya.

Senja dan Sore -si kembar, nampak terdiam tanpa suara dan berhenti memakan jeruk mereka.

Paham karena suasana berubah canggung, lekas saya menghidangkan nasi di atas meja. Menyambar kulit jeruk dari hadapan anak-anak dan langsung saya buang tanpa bicara apapun.

" Kenapa kamu bantu mereka? " tidak saya jawab pertanyaan Aruna.

" Sudah-sudah, ayo makan " saya berusaha menyairkan suasana. Mengambil posisi duduk di samping Aruna dan memastikan bahwa anak-anak tidak merasa terlalu bersalah hanya karena kulit jeruk.

" Kalian harus buang sampah milik kalian sendiri, jangan sampai sampah kalian dibuang orang lain, apalagi orang tua, paham? "

Di hadapan saya, Senja dan Sore nampak termenung, menundukkan kepala dan berhenti memakan jeruk yang masih tersisa beberapa di genggaman tangan mungil mereka. Mereka mengangguk nyaris bersamaan menanggapi ucapan Aruna yang terlalu dingin.

" Jawab, paham atau tidak? " todong Aruna.

" Paham Ibu, maaf " jawab anak-anak bersamaan. Saya menyentuh paha Aruna bermaksud menghentikan aksinya menodong anak-anak dengan perkataan lainnya yang mungkin diucapkan.

" Kakak dan adik mau bagian paha kan, dimakan habis ya " dengan senyum secerah mungkin saya mengalaskan ayam goreng bagian paha untuk anak-anak. Tidak lupa meminta mereka untuk menjeda jeruk yang mereka konsumsi karena mereka perlu mengisi perut dengan nasi sekarang.

Tidak lupa dan tidak pernah terlewat, saya mengalaskan potongan ayam goreng bagian sayap dan punggung untuk Aruna, kesukaannya yang sebetulnya menjadi bagian kesukaan saya juga. Aruna tidak pernah menyukai bagian dada, dengan dalih keras dan hambar, untuk itu pula saya mengalah dan mengonsumsi bagian dada.

Sarapan pagi ini masih sama, hening dan tidak ada obrolan sama sekali.

Di sela suapan, ada rasa nyeri yang menjalar dalam dada saya. Seperti tersayat sampai menimbulkan air yang mengaburkan mata. Lekas saya mengedip dengan cepat supaya tidak menangis di meja makan, tidak mungkin seorang Ayah menangis di depan istri dan anak-anak.

" Susu kakak dan adik habis hari ini, jadi minum teh hangat dulu ya, manis kok. Nanti siang kita belanja.. "

Dua cangkir berisi teh manis hangat saya sodorkan ke hadapan anak-anak, mereka menerima meski saya paham mereka lebih mengharapkan susu hangat dibanding teh. Apa daya, saya lupa untuk memeriksa stok susu formula mereka.

Sebuah keberuntungan bagi saya karena dianugerahi putra yang tidak banyak menuntut atau menolak ucapan orang tua. Meski banyak waktu saya yang sering cerewet kepada mereka, apa mereka menginginkan sesuatu? Ingin pergi ke mana? Ingin makan apa? Ingin membeli apa? Semua saya tanyakan, namun mereka banyak menolak.

Sisa waktu makan kami habiskan dengan kembali hening. Usai makan, saya memerintah Senja dan Sore untuk bermain di kamar mereka dan biar saya yang merapikan semua bekas makan.

" Mau bawa jeruk lagi? Ambil beberapa. Buang sampah langsung ke tong sampah pororo ya "
" Okay Ayah! " berlari kecil, dua malaikat saya menaiki tangga untuk sampai di kamar mereka.

Sisalah saya dan Aruna kini. Kami sama-sama terdiam beberapa lama sebelum saya mempersiapkan diri untuk berbincang.

" Seharusnya kamu gak sedingin itu sama anak-anak " saya membuka obrolan.

Untuk ke sekian kali saya membicarakan hal yang sama dengan Aruna. Aruna selalu beralasan tidak sengaja atau sedang tidak dalam suasana yang baik, tapi jika nyaris setiap hari, apa masih bisa dikatakan tidak dalam suasana hati yang baik?

" Mereka baru empat tahun, masih perlu banyak bimbingan untuk belajar.. Daripada hanya memerintah dan menegur, ada baiknya kita kasih contoh untuk mereka "
" Saya gak mood "
" Apa sebetulnya yang kamu rasakan, Aruna? Setiap hari mood kamu selalu rusak, termasuk menghadapi anak-anak, kenapa kamu gak bisa bersikap baik sama mereka? Mereka gak banyak menuntut rasanya, tapi kamu selalu dingin. Mereka buat salah apa? "
" Gak ada salah apa-apa, memang suasana hati saya yang salah "
" Jangan terus begini, Na. Waktu kamu habis sia-sia kalau terus bersikap begini "
" Bi– "
" Saya belum selesai bicara, jadi tolong jangan memotong " dengan nada tegas saya berbicara kini.

Aruna terdiam tanpa menatap saya. Meski dia tidak pernah mau menatap saya ketika berbincang berdua, dia tetap tidak seangkuh itu di depan suami, dia masih lebih sopan dengan tidak menyilangkan tangan di dada. Itu lebih baik.

" Saya paham betul, bukan saya yang kamu harapkan untuk menjadi suami. Bukan saya yang kamu cintai, tapi tolong Aruna, jangan abaikan rasa sayang kamu kepada anak-anak. Mustahil kamu gak sayang sama mereka.. Kamu kandung mereka berbulan-bulan, kamu bahkan rela berat badan kamu naik drastis hanya demi melahirkan mereka dengan sehat. Tapi kenapa setelah mereka tumbuh, kamu justru sering mengabaikan mereka? Apa mereka banyak menuntut hal yang sulit selama saya kerja? Apa yang saya tidak tahu? "
" Mereka baik Bi, gak ada yang salah dari mereka ataupun kamu. Sudah saya bilang, saya yang salah "
" Lalu kenapa masih kamu teruskan? Mau sampai kapan? "
" Saya tidak tahu "
" Tolong berusaha "
" Hm "

Hening beberapa lama. Aruna berdiri setelah menggeser kursi. Saya mendongak memberi tatap padanya.

Ini hari minggu, dan ini hari istimewa kita Aruna.

" Mau ke mana? "
" Cafe "
" Hari minggu juga? Bukannya kamu sudah datang setiap hari kerja, kenapa tiba-tiba hari minggu juga kamu datang ke sana? "
" Karyawan saya buat masalah, saya harus bereskan "
" Tolong jangan pulang larut "
" Gak bisa janji "
" Hari ini anniversary ke enam, jadi tolong pulang lebih awal. "

Terlihat dalam pandangan saya, Aruna sedikit terkejut ketika saya berkata hari ini adalah anniversary, lebih tepatnya ulang tahun pernikahan kita yang ke enam. Namun ia memilih tetap bungkam sebelum melenggang pergi dari hadapan saya.

Tersisa saya dengan beberapa alas makan yang kotor di atas meja kini. Melamun, itu yang saya lakukan sekarang.

Enam tahun pernikahan dilalui dengan hambar. Setiap hari saya berusaha untuk menyuburkan hubungan, namun selalu gagal karena Aruna yang memberikan penolakan.

Jika tidak ada Senja dan Sore di antara kami, mungkin kami sudah bukan siapa-siapa. Mungkin saya akan lebih memilih melepas supaya dia bebas daripada menggenggam namun dia menderita. Tapi di lain sisi, diapun tetap memilih bertahan dengan alasan yang tidak dipahami oleh saya, hanya dipahami oleh kepalanya sendiri.

Bukan melepas karena saya tidak cinta, tapi melepas karena saya tidak ingin egois dalam hal kebahagiaan. Saya tidak ingin rakus dengan berusaha berbahagia seorang diri sementara dalam genggaman saya ada jiwa yang menderita.

Aruna, adalah cinta pertama saya, tapi saya hanya seonggok raga yang dibersamai berdasar rasa iba.

Usai mencuci semua alas makan yang kotor dan menegak sisa kopi dalam cangkir, saya berjalan cepat menuju kamar yang terletak di samping kamar anak-anak. Ruangan kami tidak kedap suara, dan di dalam kamar, saya bisa mendengar suara anak-anak yang saling tertawa dan mengobrol.

Tangan saya meronggoh satu paperbag berukuran cukup besar dari dalam lemari, bahkan lemari pakaian kami terpisah.

Sepasang sepatu yang sangat diinginkan oleh Aruna. Dia tidak pernah bercerita tentang hal kesukaannya, tetapi tempo hari dia terlihat sibuk menggilir beranda online shop, mencari toko sepatu dan menandai model sepatu seperti yang akan saya beri sebagai hadiah ulang tahun pernikahan, hari ini.

Aruna tidak akan menolak, hanya saja semua ucapannya terdengar hambar dan tanpa perasaan.

Suara benturan cukup keras berhasil membuat saya berhenti menatap sepasang sepatu dalam kotak. Lekas meletakkan kotak di atas ranjang, saya berlari cepat menuju kamar anak-anak seiring terdengar tangisan spontan, berasal dari Sore.

" Kenapa? " saya berjongkok di hadapan Sore yang menangis kencang sementara Senja sibuk mengusap kepala Sore dengan raut hampir menangis pula.

" Kepeleset mainan, terus jatuh, maaf Ayah " jelas Senja dengan suara pelan.

" Sudah, sudah.. " dipangku oleh saya tubuh ringan Sore untuk didudukkan di atas ranjang. Sementara Senja berdiri di hadapan lutut saya, ia bertumpu tangan pada paha saya, bisa saya lihat bagaimana wajahnya merah padam dan beberapa tetes air mengalir di atas pipi tembamnya, namun ia lekas menghapus dengan cepat dan berusaha untuk tidak bersuara.

Dua tangan saya bergerilya di atas kepala Sore, memeriksa apakah ia menderita luka akibat benturan. Syukurlah tidak ada luka namun mungkin akan timbul memar setelah ini.

" Masih sakit? " setelah tangis Sore mereda saya kembali bertanya memastikan. Ia mengangguk dan menyentuh kepalanya.

" Mainnya berhenti dulu ya, sekarang istirahat, atau mau menonton tv juga boleh. Kakak naik ke kasur, biar Ayah yang rapikan mainan "
" Maaf Ayah "
" Ini bukan kesalahan kakak, ini namanya kecelakaan, setelah ini mainnya lebih hati-hati okay? Terimakasih ya sudah bantu adik " Senja mengangguk untuk kemudian naik ke atas ranjang, duduk berdua bersama Sore.

Saya mulai memunguti satu persatu mainan anak-anak, seperti bola warna-warni, mainan edukasi, puzzle atau bahkan buku dan berbagai pensil warna juga crayon.

" Ayah " Senja bersuara dan saya berdehem sebagai jawaban, tanpa menoleh ke arahnya karena saya masih sibuk merapikan mainan.

" Ibu, benci kakak dan adik ya? " tertegun, pergerakan saya berhenti sempurna. Mendengar pertanyaan yang sepatutnya tidak ditanyakan oleh seorang balita. Senja tidak perlu memikirkan hal tersebut di usianya, yang perlu ia pahami adalah menikmati masa kanak-kanak dengan penuh bahagia, bermain sambil belajar.

" Kenapa kakak tiba-tiba bertanya begitu? "
" Kalau bicara, Ibu kadang-kadang senyum, kadang-kadang enggak.. Kalau kakak lupa buang sampah, Ibu tanya 'kenapa sampahnya gak dibuang?!' sambil bentak. Kalau adik main sama Miki juga, adik kena marah "

Miki, kucing peliharaan Aruna yang berdiam di rumah ini namun jarang dibiarkan berkeliaran.

" Itu karena kakak nakal ya? "
" Kak, mungkin suasana hati Ibu lagi kurang baik jadi Ibu mudah emosi. Ibu marah, bentak ataupun enggak senyum, bukan karena Ibu benci kalian kok.. Mungkin Ibu juga kecapean karena setiap hari kerja, sama seperti Ayah "
" Tapi Ayah gak pernah marah-marah, padahal Ayah juga masak, sapu-sapu " dia memiliki pemahaman yang lebih dari usianya, paham bahwa yang sepatutnya lebih lelah adalah saya.

" Ibu kan perempuan, dan perempuan memang lebih sensitif perasaannya, kalau terganggu sedikit memang mudah kesal. Maafkan Ibu ya? " anggukan kecil saya dapatkan dari Senja.

Senyum tipis saya berikan untuk selanjutnya saya menghampiri anak-anak dan memberikan usakan pada pucuk kepala. Tidak lupa untuk meninggali kecupan di sana.

Bayi kita terlalu dewasa menghadapi sikap kamu Aruna. Kasihan mereka.

🦅

Hallo everyone.

Akhirnya bertemu kembali dengan cerita yang jauh dari kata sempurna, namun aku selalu berharap bisa sedikit menghibur para pembaca sekalian.

Sebelumnya, cerita ini aku tulis setelah dapat inspirasi dari salah satu penulis (yang sayangnya tidak ada di lapak oren). Beliau ini tulisannya cantik sekali, bikin betah yang baca, dan alurnya juga terbaik deh, i really love the story. Setiap bab nya selalu bikin penasaran.

Aku tahu ceritaku masih penuh kecacatan, aku enggak berharap banyak, cuma berharap bisa menghibur, itu sudah lebih dari cukup.

Selamat membaca teman-teman. Jangan lupa tinggalkan jejak ya❣

J.

Continue Reading

You'll Also Like

100K 7.3K 50
cerita fiksi jangan dibawa kedunia nyata yaaa,jangan lupa vote
28.7K 2.8K 18
Plak!!! Lisa terdiam merasakan panas di pipinya, saat kekasihnya yang dia cintai menamparnya. Hatinya terasa begitu sakit. Apalagi, dia melihat sang...
100K 8.5K 84
Kisah fiksi mengenai kehidupan pernikahan seorang Mayor Teddy, Abdi Negara. Yang menikahi seseorang demi memenuhi keinginan keluarganya dan meneruska...
MPREG NCT By ola

Fanfiction

86.6K 1K 5
ONESHOOT!! request? dm! kumpulan oneshot nct, mpreg alias cowok hamil sampai proses melahirkan. 21+ dosa ditanggung masing-masing xoxo.