A-KU & A-MU

By ditarskun

1.6K 139 5

Arion (28) tahun. Pemuda santai yang harus resign dari pekerjaannya demi menuruti keinginan sang papa menjadi... More

PRAKATA DAN CAST
BAGIAN 1 - Sambutan Hangat
BAGIAN 2 - Sambutan Lebih Hangat
BAGIAN 3 - Kunjungan dan Tinjauan
BAGIAN 4 - Kesibukan Tetangga Depan
BAGIAN 5 - Kemunculan yang Dirindukan
BAGIAN 6 - Bukan Rutinitas Biasa
BAGIAN 7 - Kebijakan Baru, Begitupun Isi Hati
BAGIAN 8 - Lika-Liku Laki-Laki
BAGIAN 9 - Bidadari Toko Seberang
BAGIAN 10 - Arti Dari Menjadi 'Obat Nyamuk'
BAGIAN 11 - Mengenang Yang Perlu Dikenang
BAGIAN 12 - Saatnya Bergerak Menyusun Strategi
BAGIAN 13 - Saran-Saran Menyesatkan
BAGIAN 14 - Obrolan di Tengah Perjalanan
BAGIAN 15 - Semudah Membalik Telapak Tangan
BAGIAN 16 - Jamuan Makan Malam
BAGIAN 18 - Ketika Semua Berjalan Tak Seperti Biasa
BAGIAN 19 - Parviz Culinary Tower
BAGIAN 20 - Peristiwa di Akhir Pekan
BAGIAN 21 - Pertemuan Dalam Pertemuan
BAGIAN 22 - Cara Sukses Mempermalukan Diri
BAGIAN 23 - Mencari Pokok Permasalahan
BAGIAN 24 - Semua Harus Diluruskan
BAGIAN 25 - Yang Terjadi Tiga Tahun Lalu
BAGIAN 26 - Malam Perpisahan, Malam yang Panjang
BAGIAN 27 - Di Balik Kendala Besar

BAGIAN 17 - Pernah Dekat Di Masa Lalu

39 4 0
By ditarskun

15 tahun lalu.

Seorang anak berumur 10 tahun, terlihat menangis sambil memegangi lutut. Sepeda berkeranjang berwarna pink juga tergeletak tak jauh dari sana. Kalau dilihat dari kondisinya, dia pasti baru saja terjatuh. Beberapa anak lelaki di seberang jalan hanya melihat ke arahnya sambil terus tertawa. Sama sekali tak ada niatan untuk menolong. Mereka justru gencar mengolok-olok ketika anak itu semakin keras menangis.

"Anak cengeng! Anak cengeng!" salah satu dari tiga anak lelaki itu merajalela.

Melihat ketidakadilan terjadi di hadapannya, sosok remaja berseragam SMA yang baru saja bertransaksi di sebuah warung itupun berjalan mendekat. Dengan tatapan senioritas serta sedikit menghardik, dia mengusir para anak laki-laki dengan gerakan siap melempar mereka menggunakan sebelah sepatunya. "Siapa yang ganggu dia? Gue laporin polisi baru tahu rasa!"

Benar saja, tak perlu bertindak dua kali, ketiga anak lelaki tadi langsung lari tunggang langgang menaiki sepeda mereka.

"Dasar bocah! Udah nggak nolongin, malah ngata-ngatain!" remaja itu menggeleng kesal lalu bergerak cepat ke arah si anak gadis. Tas kresek berisi belanjaan, dia letakkan di sebelahnya.

Dia pun berjongkok lalu merunduk, menatap tepat wajah si anak perempuan yang masih tertutup oleh telapak tangan. Remaja itu mencoba meraih tangan si anak perlahan. Tetapi, anak itu semakin mengetatkan tangannya ke wajah. Dia malu. Dia pun masih takut.

"Hei, Dek, nggak apa-apa. Mereka udah pergi." Remaja laki-laki itu masih membujuk. Pandangannya kini tertancap pada kedua lutut serta betis anak itu yang berlumuran darah serta luka. Dengan gerakan cepat, dia meraih tas kreseknya untuk mengambil sebotol air mineral. Dia buka tutupnya lalu perlahan dia tuang ke permukaan kaki anak itu untuk membersihkan luka. Dia juga mengambil sapu tangan dongker dari dalam saku celana untuk mengelap sisa-sisa kotoran yang menempel.

Terdengar raungan pelan dari balik tangan anak itu ketika si pemuda mengusap lututnya.

"Sorry, Dek. Tahan ya. Kalau nggak langsung dibersihin nanti malah infeksi." Ucap pemuda itu lembut.

Dengan bahu yang masih terisak, anak itu kini mulai bisa mengendalikan diri. Perlahan, dia juga menurunkan tangan untuk melihat siapa yang telah menolongnya. Pandangannya pun menangkap wajah pemuda di sebelahnya yang masih serius membersihkan luka di betis. Matanya kini turun, memperhatikan seragam SMA yang dipakai. Badge di lengan sebelah kanan tertulis nama SMA yang familiar. Lalu sebuah nama di dada sebelah kanan, membuat anak itu tahu siapa nama pemuda yang menolongnya. Kenan Mahendra P.

"Rumah kamu di mana?" tanya Kenan seusai dia membersihkan kaki anak itu. Pandangan mereka pun kini bertemu untuk pertama kali. "Ayo, aku antar." Dia membantu anak itu berdiri lalu ganti membenahi posisi sepeda yang juga terbalik.

Melihat anak itu masih ragu, Kenan pun tersenyum simpul. "Kamu takut kalau aku nyulik kamu?"

Anak itu mengangguk patah-patah. Dia begitu polos.

Kenan pun sukses tertawa pelan lalu dia menggeleng. "Nggak apa-apa, Dek. Kebetulan aku juga lagi nyari rumah temen aku di deket sini. Sekalian aja. Ayo!" Dia bersiap menuntun sepeda mini milik anak itu. "Atau mungkin kamu kenal?" tanyanya sembari memperhatikan lingkungan perumahan sederhana yang padat penduduk itu. Biasanya untuk lingkungan seperti ini, antar tetangga pasti masih mengenal satu sama lain meski tinggal di gang atau blok berbeda. Tak seperti lingkungan kediaman Kenan yang terdiri dari rumah-rumah besar nan megah serta tertutup pagar tinggi demi melindungi privasi.

Anak itu teringat pada nama SMA di seragam Kenan. "Kalau boleh tahu siapa nama teman Kakak?" kalimat pertama yang terlontar, refleks membuat Kenan menoleh dan menunduk lagi untuk menatap anak itu.

"Reyhan. Namanya Reyhan."

Anak itu mengangguk.

"Kamu kenal?"

Dia mengangguk lagi. "Mas Reyhan itu kakakku."

"Astaga, jadi kamu adiknya Reyhan?" segera saja Kenan mengacak puncak kepala anak itu. Dia gemas menyadari kebetulan yang baru saja terjadi.

"Aku, Hendra." Kenan memperkenalkan diri menggunakan nama panggilannya di sekolah. Dia pun tampak mengingat-ingat. "Apa kamu... Andin?"

Anak itu tertegun sejenak, lalu dia menghilangkan keraguan yang sedari tadi menyerang dan menjawab, "Iya, Mas Hendra. Aku Andin."

Sejak pertemuan itu, kehadiran Kenan setiap kali berkunjung ke rumahnya selalu Andin tunggu. Entah sekadar mengantar jemput sang kakak ke sekolah karena motornya sedang diservis lalu lanjut pulang tanpa singgah terlebih dahulu. Atau ikut masuk rumah dan menunggu Reyhan berganti pakaian lalu pergi lagi untuk ekskul dan les. Atau memang sengaja menghabiskan waktu berlama-lama main di rumah serta bergantian dengan Reyhan mengusili Andin hingga menangis. Atau menggantikan dengan sukarela serta sabar mengajari Andin yang kebingungan mengerjakan PR ketika Reyhan sibuk membantu di toko ATK. Rasanya, dalam waktu seminggu bisa dihitung dengan jari dia tak bertemu sosok Kenan. Andin jadi terbiasa dengan kehadiran Kenan. Andin pun nyaman atas keberadaan sahabat kakaknya tersebut.

Hingga suatu hari, seminggu setelah acara kelulusan SMA, pertemuan itu terjadi. Kenan yang diantar oleh sopir, berpamitan pada Pak Wahab dan Bu Astrid. Dia pun berpelukan erat dengan Reyhan.

"Awas aja kalau lo lupain gue semisal udah betah di Amrik sana." Itu yang Andin dengar ketika pelukan Kenan dan Reyhan mengurai. "Lagian masih banyak kampus bagus di sini, tapi kenapa harus ke New York sih, lo, Dra!"

Kenan hanya mengedikkan bahu lalu tersenyum getir. "Lo juga, banyak kampus bagus di sini, tapi kenapa harus kuliah ke Semarang?"

Mereka berpandangan sesaat lalu tertawa meski kesedihan melingkupi ekspresi keduanya dan berpelukan lagi.

"Kabarin gue kalau lo mudik." Suara Reyhan teredam di pundak Kenan.

"Lo juga." Jawabnya dan menepuk-nepuk punggung Reyhan.

Yang Andin ingat setelah itu, dia memilih untuk tak keluar kamar lalu menangis di balik bantal. Melihat kepergian mobil Kenan menjauh meninggalkan rumahnya dari balik jendela kamar.

# # #

Andin duduk mematung menghadap bayangan dirinya di cermin. Dia sudah berada di kamarnya sendiri. Setengah jam lalu, Arion berhasil mengantarnya pulang tepat waktu. Tidak lebih dari pukul sepuluh malam sesuai kesepakatan dengan Pak Wahab. Seperti mengerti kalau sang putri tak ingin diganggu, meski rasa penasaran melingkupi, Bu Astrid mengajak Pak Wahab untuk meninggalkan putrinya seorang diri.

Adegan-adegan saat makan malam kini terulang di benak Andin. Beberapa saat seusai makan, dia, Arion, dan Kenan berkumpul di ruang tengah. Bermacam hal serta topik mereka bahas. Kenan yang semula tak banyak bicara selama sesi makan malam, berubah seratus delapan puluh derajat ketika membicarakan pekerjaan. Arion pun mendengarkan saja cerita kakaknya sembari menanggapi bila perlu. Mereka terlihat saling melengkapi meski beda karakter.

Sementara itu, Andin yang semula berniat membantu menyiapkan kudapan tak diizinkan oleh Bu Lidya. Wanita itu menyuruh Andin duduk saja. Sebagai gantinya, beliau menyuruh Pak Adinata untuk menemani. Maka dari itu, Andin pun hanya menyimak obrolan kedua kakak beradik itu. Andin jadi tahu bagaimana hubungan antar anggota keluarga Parviz ketika melihat interaksi yang terjadi di hadapannya. Meski sibuk, mereka tetap rajin berkomunikasi serta saling bertanya kabar. Tak ada kecanggungan antara anak-orang tua, terutama kakak dan adik.

"Bang, lo nggak ingat Andin?" pertanyaan Arion sukses membikin mata Andin membulat sempurna. Dia benar-benar tak menyangka kalau Arion akan membawanya masuk juga dalam obrolan.

"Mas..." Andin mengingatkan dan menyenggol tangan Arion. Memberi kode agar dia tak membahas hal tersebut.

Pemuda itu menoleh lalu menatap tanpa dosa pada Andin. "Kenapa? Bukannya kamu pernah cerita kalau kenal dengan Bang Ken?"

Andin hanya memejamkan mata sejenak dan menarik napas panjang. Iya. Tapi bukan di saat seperti ini juga. Bagaimana Andin bisa menahan reaksi salah tingkah yang sudah susah payah dia sembunyikan?

Benar saja, Kenan yang sedari tadi tampak acuh tak acuh atas kehadiran Andin, kini memperhatikan gadis itu sepenuhnya. "Oh iya? Kita pernah kenal? Apa kita pernah ketemu sebelumnya, Andin?" tanyanya lembut. Kenan pun mencoba mengingat.

"Katanya dia adik salah satu sahabat lo pas SMA, Bang. Namanya Bang Reyhan." Terang Arion lagi semakin merajalela.

"Reyhan?" Kenan memajukan badan dan tampak mengingat-ingat. "Reyhan? Reyhan Zakariyah?" dia meyakinkan dengan mata membulat. "Beneran kamu Andin yang itu?" Reyhan membuat gestur tangan mengukur setinggi hidungnya. Mengingat tubuh mungil Andin di masa lalu.

Andin mengangguk patah-patah.

"Astaga!" ekspresi Kenan kini berbinar seutuhnya. "Siapa yang nyangka kita bakal ketemu lagi!" Kenan menggeser duduknya untuk mendekat ke arah Andin. Tanpa sungkan dia pun menjulurkan tangan untuk mengusap puncak kepala Andin. Kusuk-kusuk-kusuk.

Mendapat perlakuan yang tak diduga dari Kenan, Andin hanya bisa menunduk dalam. Dia pun menyembunyikan wajahnya yang sukses merona. Arion pun menatap ekpresi kedua orang itu bergantian, dari Andin ke Kenan, kembali lagi pada Andin. Seutas pertanyaan pun bercokol di kepalanya. Jadi, sedekat apa mereka dulu sampai-sampai tanpa sungkan Kenan mengelus puncak kepala Andin? Bahkan, setelah lama tidak berjumpa?

"Gimana kabar Reyhan? Lagi sibuk apa dia sekarang?" gestur kaku yang sedari tadi Kenan hadirkan, melunak.

Tenggorokan Andin yang masih tercekat, membuatnya diam sesaat. Dia pun berdeham pelan sebelum menjawab. "Masih mengabdi jadi ASN di Sumbawa, Mas."

"Keren! Itu udah jadi cita-cita dia dari dulu." Reyhan mengangguk bangga. Dia lalu memiringkan tubuh menatap sepenuhnya pada Andin. "Aku beneran pangling, Andin." Dia tak habis pikir. "Seneng bisa ketemu kamu lagi." lanjutnya dan tersenyum.

Andin mengangguk perlahan. Dia menunduk menatap kedua tangannya yang berpilin di pangkuan. Dia tak berani menatap lawan bicaranya. Dia takut bila memaksakan diri, tak sanggup menyembunyikan rasa yang dulu sempat terlelap untuk tak bangkit lagi. Dia pun tak menyangka bila reaksi Kenan akan sebahagia itu saat bertemu dengannya. Apa yang harus dia lakukan bila laki-laki itu kembali menunjukkan reaksi berlebihan seperti tadi? Pikiran Andin terus berkecamuk sampai sebuah seruan, terdengar dari ruang depan.

"Itu Tere, Ken?" pertanyaan Pak Adinata yang muncul dari ruang dalam, mengalihkan perhatian seluruh penghuni ruang tengah.

Refleks Andin memperhatikan perubahan air muka Kenan. Wajah yang semula santai dan menikmati keadaan, kini terlihat tegang. Rahangnya mengerat sekilas. Tatapan mata Kenan ketika gadis tersebut muncul, tak bisa Andin artikan. Dengan menggunakan terusan putih polos sepanjang lutut, gadis itu tersenyum cerah menyapa penghuni rumah. Penampilannya simpel, tapi tak bisa menyembunyikan keanggunannya. Arion menjadi orang pertama yang menyambut gadis itu. Setelah berpelukan sejenak, Tere beralih pada Kenan. Mereka saling pandang lalu berjabat tangan.

"Tere, gimana kabar kamu?" tanya Pak Adinata sembari merentangkan tangan dan memeluk gadis ramping itu dengan penuh kasih. Perhatian pada Tere memang sudah beliau curahkan seperti pada anak sendiri. Dua belas tahun mengenal gadis itu, belum lagi hubungannya yang sudah seperti kakak bagi Arion, membuat Pak Adinata begitu sayang padanya.

"Baik Om, sangat baik. Om sendiri?" Tere melepas pelukannya lalu kali ini menyusupkan tangannya ke lengan Pak Adinata.

"Bisa kamu lihat. Tinggal menikmati sisa-sisa waktu menghadapi pekerjaan. Om hampir pensiun dan sebentar lagi Arion akan menggantikan tugas Om."

Tere mengangguk puas. "Ternyata beneran Arion yang bakal gantiin, Om, ya." Mereka pun duduk bersebelahan, berhadapan dengan Arion-Kenan.

"Nggak ada yang menyangka, kan? Om nggak akan salah pilih. Arion yang sekarang udah nggak seperti dulu lagi." semua pandangan kini tertuju pada Arion.

"Masih belum. Ngurusin satu café aja bikin pusing." Arion mengibaskan tangan.

Mereka tertawa serempak. Pandangan Tere pun pada akhirnya tertuju pada Andin yang sedari tadi diam. Perempuan itu menatap penuh tanya pada sekitar.

"Kenalin Mbak, ini Andin. Dia... bestie-ku." Arion menatap penuh makna pada Andin sebelum menekan kata terakhir.

Kedua gadis itu bersalaman dan saling menyebut nama sambil tersenyum.

"Makanan datang lagi!" seru Bu Lidya. Beliau akhirnya menyusul sambil membawa piring lebar berisi kudapan. Setelah berjumpa dan berpelukan dengan Tere, ruang tengah kembali ramai oleh celotehan Bu Lidya yang mendominasi.

Obrolan panjang pun terjadi dan tak butuh waktu lama, topik pembahasan kini bermuara para Tere serta kenangannya bersama Kenan dan Arion. Andin jadi tahu kalau gadis itu memiliki hubungan tak biasa dengan keluarga Parviz. Durasi mereka kenal satu sama lain juga lebih lama bila dibandingkan dengan Andin mengenal keduanya. Perbincangan mereka juga begitu terkoneksi satu sama lain. Tak luput dari pekerjaan serta bisnis kaum kalangan atas.

Sementara, dengan Andin tak terlibat dalam pembicaraan, Andin mengerti posisi dirinya di sana. Dia hanyalah teman Arion. Tetangga depan café Kabar Kopi. Tak ada yang patut dia banggakan. Tak ada yang patut dia bahas pula tentang kehidupannya. Diam jauh lebih baik atau undur diri sebelum merasa terusir.

Pluk!

Sapu tangan dongker yang sedari tadi Andin genggam, jatuh ke pangkuan, menyadarkan lamunannya pada kejadian beberapa jam lalu. Andin ingat betul ekspresi Kenan ketika gadis bernama Tere itu muncul. Dia tak mampu menatap gadis itu terlalu lama, canggung, kikuk. Meski begitu, perhatiannya tak pernah lepas. Dengan cekatan membantu mengambilkan minum, menyisihkan beberapa kudapan yang tak disukai Tere, serta gerak cepat mengantar ke garasi ketika gadis itu akan pulang.

Andin menggeleng dan menatap lagi sapu tangan dongker di pangkuan. Apa yang telah dia bayangkan selama ini? Apa yang telah dia harapkan selama ini? Terlalu naif bila dia mengira, seorang Kenan tak mungkin memiliki orang yang dikasihi.

Andin mengusap puncak kepala bekas disentuh Kenan. Setelah lima belas tahun lamanya, dia begitu berharap perasaannya pada laki-laki itu akan hilang. Namun, saat kembali berjumpa justru terjadi hal sebaliknya. Bahkan secara tak sadar, mungkin itu juga yang menjadi alasan mengapa dia menolak setiap lamaran laki-laki yang datang. Hanya karena ingin kembali memastikan perasaannya pada Kenan yang tak berubah sedikit pun, meski dia yakin laki-laki itu tak pernah menaruh hati padanya.

"Hhhh!" Andin mengembuskan napas kasar lalu membenamkan wajahnya ke telapak tangan.

Bersambung...

Hai-hai-hai! kembali lagi dengan cerita Arion dan Andin. Bagaimana? masih setia mengikuti cerita ini? mohon maaf kalau uploadnya nggak rutin dan lumayan lama.

salam hangat dan terima kasih kalian yang masih setia 🥰 khop khun kha 💐

Continue Reading

You'll Also Like

1.4M 68.6K 69
Follow ig author: @wp.gulajawa TikTok author :Gula Jawa . Budidayakan vote dan komen Ziva Atau Aziva Shani Zulfan adalah gadis kecil berusia 16 tah...
7.2M 350K 75
"Baju lo kebuka banget. Nggak sekalian jual diri?" "Udah. Papi lo pelanggannya. HAHAHA." "Anjing!" "Nanti lo pura-pura kaget aja kalau besok gue...
1.8M 89.1K 55
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...
6.4M 331K 60
[SEBAGIAN DIPRIVATE, FOLLOW AUTHOR DULU SEBELUM BACA] Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusakny...