Bring Me Back To You

By AshanHe

27 0 0

Backstreet! Kisah cinta Ahzarel dan Arestha harus kembali diarsipkan. Alasan organisasi, katanya. Hal terburu... More

PROLOG
[ Chapter #1.1 ]
[ Chapter #1.2 ]
[ Chapter #2.1 ]
[ Chapter #2.2 ]
[ Chapter #3.1 ]
[ Chapter #3.2 ]
[ Chapter #4.1 ]
[ Chapter #4.2 ]
[ Chapter #5.1 ]
[ Chapter #5.2 ]
[ Chapter #6.1 ]
[ Chapter #6.2 ]
[ Chapter #7.2 ]
EPILOG

[ Chapter #7.1 ]

1 0 0
By AshanHe

Pagi ini Ahzarel bangun tiga menit sebelum jam bekernya menyala dan tersenyum ketika melihat ada pesan masuk dari Arestha di ponselnya, bukan untuk menyuruhnya mencoret tanggal di kalender tapi bertanya apa tidurnya nyenyak. Selepas membalas pesannya, dia memakai sandal rumahnya lantas turun ke bawah dan menemukan ibunya sedang mempersiapkan sarapan di dapur.

"Pagi, Bu!"

"Ada kabar dari Arestha? Akhir pekan ini bisa ikut makan malam di rumah?" tanya Ibu sambil menyiapkan beberapa lembar pancake di piring saji.

"Beres, Bu. Dia bilang udah kangen sama masakan Ibu."

"Jadi, kamu akhirnya milih yang mana, Rel?"

Ahzarel mengulum senyum sambil melumurkan selai cokelat di atas pancake­-nya. "Kira-kira yang mana?"

Ayah baru tiba dari kamar dengan wajah lusuh dan duduk di kursinya, kemarin tugas liputannya cukup berat. Ibu selesai memasak dan ikut duduk setelah menuang susu di atas tiga gelas di meja. Mereka sudah siap untuk sarapan dan saling berbagi cerita soal hari masing-masing termasuk keputusan Ahzarel untuk menghentikan hubungan backstreet bersama Arestha, mereka bisa menjadi sepasang kekasih yang bebas sekarang. Dan tentunya, mempertahankan jabatannya sebagai ketua Jurnalitik. Track record-nya yang bagus selama setengah semester membuatnya mendapat persetujuan forum untuk berpacaran.

Syarat yang konyol. Aletha yang dulu mengajukan syarat itu, sudah beberapa hari ini tidak bisa ditemuinya di sekolah.

"Tha, bekal buat Arestha jangan lupa!"

Ahzarel kembali masuk ke dapur setelah selesai memakai sepatunya. Ibu geleng-geleng karena anak semata wayangnya itu malas membuka kembali sepatu yang dibalas dengan kekehan singkat.

"Ingat janji akhir pekan?"

"Siap, Bu!" dia melesat ke halaman, mengayuh sepedanya pergi menjemput Arestha untuk berangkat bersama ke sekolah.

Cewek itu sudah siap di depan gerbang rumah kostnya dengan senyum merekah di wajah. Saling bercerita tentang tugas-tugas mata pelajaran, guru killer, rencana makan siang dan Aletha. Keduanya tiba di halaman untuk memarkir sepedanya dan berjalan menuju ruang UKS.

"Satu minggu dia nggak keliatan mondar-mandir ke ruangan UKS."

Ahzarel duduk di tepian tempat tidur. "Aneh, dia juga tidak keliatan di basecamp bahkan setelah forum menghilangkan syarat konyol ketua Jurnalistik itu."

"Kamu percaya Aletha bikin syarat konyol itu buat bikin kita...?"

"Entah." Ahzarel tersenyum menanggapi pernyataan Arestha.

Brugk!

Suara pintu ruangan UKS terbuka lebar dan mereka seperti sudah bisa menebak siap yang membukanya. Tapi tidak ada Aletha di sana, melainkan Zeth Althaf dengan wajahnya yang penuh kecemasan.

"Sorry, nggak maksud," napasnya yang memburu membuat dia tidak bisa menjelaskan apa maksudnya, tapi tangannya menunjuk pintu dan jelas dia tidak bermaksud membukanya dengan kasar. "Ada yang lihat Aletha?"

Ahzarel dan Arestha menggeleng.

"Kenapa?" Ahzarel yang bertanya.

"Ceritanya panjang, yang pasti aku butuh kalian buat nemuin di mana mereka berada."

"Mereka?" Arestha tidak mengerti.

"Kalian nggak masalah kan, bolos upacara sekali ini aja?"

Keduanya ingin terkikik tapi mengangguk juga. "Ini yang kedua tepatnya."

"Tha, sepertinya kamu harus bawa antiseptik, obat merah sama kasa, atau kotak P3K-nya aja sekalian."

"Zeth!"

"Jangan dulu nanya."

Mereka bertiga berjalan keluar dari ruangan UKS dan melawan arus dengan para siswa yang berbondong-bondong pergi ke lapangan untuk upacara.

"Aku cuma tahu gudang sama jalur gaza di koridor kelas dua belas yang biasa diapke anak-anak sembunyi buat ngebully, kalian tahu tempat lain?"

"Belakang basecamp ekstrakurikuler."

Arestha bergidik mendengar perkataan Zeth. Apa ini ada hubungannya dengan Aletha? Apa Aletha selama ini sering terluka karena menjadi korban bully? Bagiaman bisa sementara dia adalah tukang bully Arestha? Semua pertanyaan itu muncul di benak Ahzarel dan Arestha.

"Kayaknya kalian udah nyimpulin kan, siapa yang sedang kita cari."

"Aletha."

"Kamu memang cerdas, Tha."

"Tapi sama siapa? Aletha dibully, agak aneh."

"Kalian bakal percaya kalau liat mereka secara langsung."

Mereka tiba di tanah sempit di belakang deretan basecamp ekstrakurikuler. Sunyi, tidak apa-apa tapi ini adalah salah satunya tempat yang mereka anggap bisa dijadikan tempat untuk melakukan kekerasan setelah gudang dan jalur gaza tidak bisa digunakan.

"Kenapa harus hari senin?" celutuk Arestha ketika mengingat Aletha lebih sering ke ruang UKS hari senin, sebelum atau setelah upacara.

"Karena senin pagi anak-anak semuanya kumpul di lapangan," jelas Zeth, "dan random. Lebih seringnya random. Dia bakal ngelakuin itu kapan pun dia ngerasa kesal sama Aletha."

Arestha masih tidak percaya dengan apa yang terjadi pada Aletha, tidak mau percaya sebenarnya karena itu kenyataan itu lebih menyedihkan dari prasangkanya bahwa Aletha sering menyakiti diri sendiri.

"Kena!" Zeth memasang senyum angkuhnya.

Arestha dan Ahzarel refleks mengikuti ke arah tatapan Zeth bermuara. Di sana, di balik semak tinggi ada tubuh Aletha yang tergeletak seperti tidak sadarkan diri dengan badan penuh darah. Arestha ingin menjerit tapi tenggorokannya tercekat. Di sampingnya, ada seorang lelaki dengan wajah cemas bercampur menantang balik menatap Zeth dengan sebal.

"Reuben Vialli! Lo nggak bisa ngelak sekarang!"

Reuben meringis lalu berlalu, "lo urus si Aletha, gue capek ngurus cewek yang nggak bisa diatur kayak dia."

"Wuoh, lo nggak bisa pergi gitu aja habis ngelakuin hal kriminal kayak gini."

"Kriminal?" Vialli meludah lalu pandangannya berpapasan dengan tatapan terkejut Arestha. Dia berpaling lemah, antara merasa malu dan terlanjur. "Semua ini gara-gara cowok itu, kalau aja dia nggak maju buat jadi ketua Jurnalistik dan pacaran dengan cewek itu," ungkapnya emosional.

Ahzarel terhenyak tidak mengerti, begitu juga dengan Arestha.

"Gue nggak ngerti sebenarnya kenapa nama gue dan Arestha disangkutpautin sama masalah lo berdua," ujar Ahzarel membela diri.

"Gue cemburu liat lo berdua terus sama Aletha." Vialli mengatakannya pelan tapi syarat emosi. "Gue cemburu karena nggak bisa ngelakuin apa yang biasa lo lakuin berdua sama dia; makan bareng, cekikikan, berduaan di perpus, dijadiin gosip satu sekolah."

Semua adegan itu seperti berputar ulang di benak Arestha. Sikap Vialli ketika mereka melihat Ahzarel berdua dengan Aletha di perpustakaan, sikap Vialli ketika mereka terluka di pertandingan persahabatan sepakbola. Semuanya menjadi tergambar jelas. Vialli tidak sedang menggodanya, dia sedang memperingatkan Aletha.

"Tapi nggak ada yang tahu kalau kalian pacaran."

"Mereka backstreet," Zeth berujar. "Persis kalian."

Vialli duduk di atas tanah dengan tubuh bersandar ke dinding belakang basecamp yang masih kasar. Napasnya naik turun dengan mulut terbuka, matanya menerawang ke atas. Cercahan cahaya matahari muncul di antara celah genting yang berdesakan.

"Tha!" Zeth meminta Arestha dan Ahzarel membawa Aletha ke ruang UKS. "Bilang aja jatuh, atau jangan ngejelasin apa-apa kalau nggak ditanya."

Akhirnya mereka pergi, meninggalkan Zeth dan Vialli berdua di belakang bangunan basecamp.

"Gue capek, kalo lo mau ninju gue. Nih!" Vialli menawarkan pipinya.

Zeth berdecak lalu duduk di samping sahabatnya yang begitu terobsesi dengan prestasi sekolah sekaligus terkekang dengan peraturan orang tuanya yang kolot. Tidak ada pacaran, fokus belajar. "Gue tahu lo capek, ini saatnya lo nyerahin diri ke guru BK dan lo bisa istirahat dengan lebih tenang."

Vialli mengembuskan napas, lalu tersenyum.

***


Continue Reading

You'll Also Like

54.6M 4.2M 58
Selamat membaca cerita SEPTIHAN: Septian Aidan Nugroho & Jihan Halana BAGIAN Ravispa II Spin Off Novel Galaksi | A Story Teen Fiction by PoppiPertiwi...
6.1M 706K 53
FIKSI YA DIK! Davero Kalla Ardiaz, watak dinginnya seketika luluh saat melihat balita malang dan perempuan yang merawatnya. Reina Berish Daisy, perem...
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

5.1M 289K 33
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
2.4M 122K 59
LO PLAGIAT GUE SANTET 🚫 "Aku terlalu mengenal warna hitam, sampai kaget saat mengenal warna lain" Tapi ini bukan tentang warna_~zea~ ______________...