Bring Me Back To You

By AshanHe

27 0 0

Backstreet! Kisah cinta Ahzarel dan Arestha harus kembali diarsipkan. Alasan organisasi, katanya. Hal terburu... More

PROLOG
[ Chapter #1.1 ]
[ Chapter #1.2 ]
[ Chapter #2.1 ]
[ Chapter #2.2 ]
[ Chapter #3.1 ]
[ Chapter #3.2 ]
[ Chapter #4.2 ]
[ Chapter #5.1 ]
[ Chapter #5.2 ]
[ Chapter #6.1 ]
[ Chapter #6.2 ]
[ Chapter #7.1 ]
[ Chapter #7.2 ]
EPILOG

[ Chapter #4.1 ]

1 0 0
By AshanHe

Semuanya tampak samar-samar dan Arestha berasa masih sedang bermimpi bahkan ketika matanya sudah terbuka. Gelap. Atap yang berbeda dari kamar kostnya. Yang ini lebih bagus! Lampu yang menyala redup di samping tempat tidurnya. Pasti lampu mahal! Dinding-dinding kayu dengan wallpaper bercorak floral dan seseorang yang tertidur di sampingnya. Hampir saja Arestha menjerit sebelum menyadari bahwa itu adalah Laras dan mereka sedang berada di villa milik Oom Althaf untuk ikut merayakan ulang tahun anak bungsunya siang nanti.

Arestha menarik napas panjang dan merasakan udara dingin begitu kentara di sekitarnya. Tangannya gatal ingin membuka ponsel meski dia yakin tidak akan ada notifikasi apa-apa di malam suntuk begini. Tapi ada pesan yang masuk, dari Ahzarel.

Sejak kemarin panggilanku nggak tersambung ke nomor kamu.

Anyway, sudah tidur? Aku kepikiran kamu.

Setengah jam yang lalu.

Papan ketik qwerty-nya belum muncul dan dia terlalu bingung untuk membalas pesan itu atau tidak. Mengingat Ahzarel dan semua hal tentang Ahzarel membuat hatinya selalu tiba-tiba kosong. Ada yang belum selesai dan itu mengganjal sekali.

Belum, tapi sebenarnya sudah.

Terjaga.

Tak ada pilihan. Dia mengiriminya balasan. Arestha tidak bisa membohongi dirinya sendiri kalau dia juga kangen. Lima menit berlalu tanpa balasan. Ketika Arestha memutuskan untuk melanjutkan tidurnya, muncul notifikasi bahwa pesannya sudah dibaca oleh Ahzarel.

"Ah, kenapa harus dibalas?" bisiknya menyesal sebab setelah itu perasaannya kembali menjadi melankolis. Semua hal yang sudah terjadi sejak beberapa minggu lalu sangat mengganggunya. Hari bahagia. Ahzarel menghancurkannya. Keputusan untuk kembali backstreet secara sepihak. Aletha. Aletha sering bersama Ahzarel. Apa hubungan mereka?

Tadi sore aku ke kostan, teman-temanmu bilang kamu nggak ada.

Aku paham kalau kamu masih marah sama aku.

Nggak, Rel, cuma...—Pesan itu dihapusnya kembali.

Dua bulan waktu yang cukup buat membiasakan diri.

Aku nyoba buat paham sama keputusan kamu.

Selamat, Jurnalistik sekarang sudah mulai dilirik lagi.

"Cukup, lalu kembali tidur." Matanya tiba-tiba saja terasa panas.

Terima kasih sudah bikin aku ngerasa kehilangan waktu.

Juga kehilangan kamu.

"Jangan sampai terlihat aku yang paling patah hati."

Perut Arestha tiba-tiba saja mulas. Malangnya, tak ada toilet di dalam kamar. Dia perlu melintasi ruang tengah dan dapur untuk sampai di kamar mandi utama. Di waktu selarut ini? Akan tetapi perutnya tidak tahu diri. Terpaksa Arestha beranjak dan memberanikan diri untuk keluar.

Di luar kamarnya gelap, temaram sebenarnya. Beberapa cahaya muncul dari kisi-kisi setiap kamar yang diisi. Di ruang tengah, set untuk acara ulang tahun baru selesai setengahnya dan cukup membuat Arestha berhati-hati dalam melangkah. Setibanya di dapur, dia lekas berbelok ke arah kiri dan lega menemukan ruangan yang dibutuhkannya dengan cepat.

Anehnya ada suara aneh dari sudut lain dapur yang membuat bulu kuduknya berdiri. Jadi meski setelah selesai dengan urusannya, Arestha masih gamang untuk segera keluar atau tetap berada di dalam kamar mandi. Dua-duanya tidak memberikan manfaat apa-apa. Akhirnya Arestha memilih untuk keluar dengan membuka pintunya pelan-pelan. Suara-suara itu sudah tidak lagi terdengar tapi untuk berjaga-jaga, tangannya mengambil teflon dari rak dan menggenggamnya kuat-kuat. Barangkali suara-suara itu berasal dari pencuri.

Tidak ada pergerakan apa-apa di sepanjang pengamatannya, meski ruangan itu masih temaram. Arestha masih yakin dengan penglihatannya. Sampai sebuah suara tenor seorang lelaki muncul dari belakang bersamaan dengan sentuhan yang lembut di pundaknya, teflon di tangannya refleks terangkat dan tepat mengenai pelipis seseorang. Suara benturannya yang cukup keras bercampur dengan jeritannya berhasil membuat semua orang terbangun.

Ketika salah satu dari penghuni vila itu menyalakan lampu sementara yang lainnya sibuk mencari tahu apa yang terjadi, Arestha menatap nanar seorang cowok yang tergeletak di lantai. Tangan cowok itu mengusap-usap pelipisnya yang berwarna merah sambil mengaduh pelan menahan sakit.

"Gue kira gue udah mati karena tiba-tiba bisa ngelihat bidadari. Aw, nyeri sekali!" Cowok itu terkekeh pelan lalu tersenyum lebar. "Gue Zeth Althaf dan lagi nyari di mana letak toilet di vila ini."

"Ar-Arestha. Helsa Arestha. Sorry!" Arestha refleks berlari ke kamarnya karena malu, lalu merutuki diri sendiri di bawah selimut.

***

Ada banyak orang, makanan dan orang yang makan di vila. Arestha sudah cukup kenyang dengan tugasnya ikut membantu keluarga Althaf di bagian dapur. Setelah acara selesai dan jumlah tamu mulai menyusut, dia duduk di halaman belakang vila yang lengang.

Taman itu sepetak tanah yang tak luas dengan dua kursi santai dan meja yang semuanya terbuat dari rotan. Batas kepemilikan tanahnya ditandai dengan jejeran tanaman pagar dengan bunga berwarna merah dan kuning, dia tidak begitu tahu namanya apa. Dari tempat itu ada hal yang disukai oleh Arestha, dia bisa melihat hamparan kebun teh yang hijau dan menyejukkan matanya.

Klik!

Bunyi bidikan kamera terdengar dan kepala Arestha refleks menoleh pada sumber suara. Di sana, dia menemukan Zeth sedang mengarahkan ponselnya sambil tersenyum. Menjadi objek foto orang lain membuat Arestha kikuk tapi dia bingung untuk memberikan reaksi apa selain berdecak sambil menutupi wajahnya dengan tangan.

"Hape gue geter terus dari tadi subuh, ternyata ada pokemon di sini."

Arestha masih belum bisa menangkap ke mana arah Zeth berbicara.

"Bulbasaur. Pokemon tipe rumput, tepat di pangkuan lo." Cowok itu menyerahkan ponselnya untuk diperlihatkan pada Arestha. "Lo nggak maen Pokemon Go, Helsa Arestha?"

Arestha sedikit terkejut ketika cowok itu memanggil namanya persis seperti Ahzarel memanggilnya. Dia tersenyum seadanya, mencoba merasa santai dengan cowok asing yang sejak tadi malam membuatnya merasa bersalah. "Hape aku jelek, sempet di install sih tapi malah bikin nge-hang. Hahaha"

"Lo lucu juga kalau ketawa kayak gitu," Zeth tersenyum jenaka, duduk di kursi kosong samping Arestha yang mendadak menjadi kaku. "Nggak nakutin kayak tadi malem. Hehe."

Beberapa saat mereka saling terdiam, hanya ada embus angin dan gugur dedaunan kering yang mereka lihat. Dengan sudut matanya, Arestha melihat pelipis kanan cowok itu masih berwarna merah tapi ada semacam salep berwarna bening yang melumurinya.

"Masih sakit, kalo lo penasaran gimana rasanya dikeplak kenceng sama teflon." Zeth tiba-tiba angkat suara lalu memamerkan deretan giginya yang rapi, "tapi untungnya gue bisa tahan semalaman meskipun leher gue sakit karena tidur nyamping ke arah kiri terus."

"Sorry, aku kira kamu apa gitu. Pencuri, misalnya." Arestha harus mengakui ada sesuatu yang menarik dari cowok bertubuh tinggi itu, sesuatu yang sama yang membuatnya tertarik pada Ahzarel tiga atau empat bulan lalu. Senyum dan kebahagiaan yang rasanya tidak pernah hilang dari mata mereka, terkecuali di dalam diri Ahzarel akhir-akhir ini, dua hal itu mulai luntur.

"Kata Laras, lo anak sekolah kita juga? Kelas berapa? Kok gue nggak pernah liat, ya?" Zeth menyimpan ponselnya di atas meja yang terletak di antara mereka.

Arestha tersedak dengan pertanyaan itu. Penggambaran Vialli tentang dirinya suatu hari kembali terngiang; Arestha profil yang banyak dikenal orang di sekolah, sangat menarik untuk dijadikan pencuri bahan perhatian di majalah online sekolah.

"Kamu beneran nggak tahu aku?" bukan pertanyaan untuk menyombongkan diri, Arestha hanya berusaha untuk mencairkan suasana.

"Bentar, rasanya aneh gue manggil lo-gue sementara lo manggil aku-kamu. Ada yang perlu disinkronkan," ujarnya jahil. "Gue yakin lo ngga biasa manggil lo-gue. Oke, aku-kamu." Cowok itu tersenyum lebar. "Jadi apa pertanyaannya tadi? Oh ya, aku cuma pernah liat kamu beberapa kali di koleksi foto facebooknya Laras. Selebihnya, aku buta apa-apa soal kamu."

Entah cowok ini sedang jujur atau menggombal, yang pasti Arestha mulai tidak nyaman mencari kebenaran itu dengan menatap mata cokelatnya secara langsung. Ada sesuatu yang hangat di dalam perasaannya.

ASDFGHJKL! Perasaan macam apa ini?!

"Salah satu senior pernah bilang, aku bunga angkatan 2015. Pernah terlibat skandal cinta segitiga dengan ketua ekstrakurikuler dan wakil ketua OSIS I. Lajang. Menarik. Cerdas. Tulisan ilmiah aku dapat banyak respons di majalah online. Profil aku menarik."

Zeth termenung, menilik wajah Arestha lekat-lekat lalu tertawa cukup kencang. Biasanya tawa semacam itu mampu membuat Arestha terintimidasi tapi cowok itu selalu menguarkan aura positif dari apapun yang dia lakukan. Dia berpikir kapan terakhir kali tertawa begitu bersama seorang cowok. Kehadiran Zeth berbeda dengan pendekatan Vialli, Zeth mampu masuk ke dalam celah hati Arestha yang akhir-akhir ini sering ditinggalkan Ahzarel. Ukuran mereka berbeda sedikit, Zeth tampak lebih menarik. Sedikit juga.

ASDFGHJKL! Perasaan macam apa ini?!

"Kamu nggak percaya?"

"Gue—sorry, aku percaya, percaya seratus persen!" Zeth mengatakan itu di sela tawanya. "Aku percaya kamu cerdas. Aku percaya kamu menarik. Aku percaya kamu jadi bunga angkatan 2015 waktu OSPEK. Tapi aku nggak percaya cewek semenarik kamu masih lajang."

Arestha tersipu lalu cepat-cepat mengalihkan matanya dari tatapan Zeth yang intens.

Jangan tampak seperti kamu sangat tersanjung, Tha! Jual mahal.

"Aku nggak ngerti arah pertanyaan kamu ke mana." Salahnya, perkataan Arestha selanjutnya malah menjadi semacam pancing yang membuat Zeth merasa tertantang. Pancing sekaligus bumerang yang saat ini balik membentur kepalanya kencang. Aku udah punya pacar, tapi backstreet, tapi aku ngerasa nggak punya pacar!

"Terlalu awal nggak kalo aku bilang aku nyaman sama kamu?" Perkataan cowok itu selalu manis dan membuat hati Arestha terintimidasi. "Aku nggak peduli masalah kamu apa selama ini, yang aku peduliin apa adanya kamu waktu aku liat sekarang, kayak gini."

***


Continue Reading

You'll Also Like

ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

5.2M 291K 33
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

1.3M 74.5K 53
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
31M 2M 103
1# Mavros Series | COMPLETED! MASIH LENGKAP DI WATTPAD. DON'T COPY MY STORY! NO PLAGIAT!! (Beberapa bagian yang 18+ dipisah dari cerita, ada di cerit...
4M 310K 51
AGASKAR-ZEYA AFTER MARRIED [[teen romance rate 18+] ASKARAZEY •••••••••••• "Walaupun status kita nggak diungkap secara terang-terangan, tetep aja gue...