Forever Mine

By 23gwen

4.7M 208K 10.8K

"Apa kau selalu seperti ini?, memerintah orang untuk melakukan apa yang kau mau?" lanjutku sambil menatapnya... More

prolog
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43
Chapter 44
Chapter 45
Chapter 46
Chapter 47
Chapter 48
Chapter 49
Chapter 50
Tolonggg yaaa
Chapter 51
Chapter 52

Chapter 33

88.6K 3.6K 146
By 23gwen


Keesokan harinya aku telah sampai di New York, aku dan Sean telah kembali pada kota New York yang sesak dan penuh dengan ambisi manusia yang setiap saat selalu bekerja dan bekerja tanpa henti, lampu-lampu toko-toko di pinggir jalan yang tidak pernah mati walaupun utuk sejenak cukup menjadi bukti kenapa New York dijuluki dengan kota yang tidak pernah tidur. Ketika Richard membuka pintu, aku langsung merasakan udara kota yang memenuhi paru-paruku, aku mengernyit sambil membandingkan kualitas udara California.

"Selamat datang kembali Miss Warren" Richard berkata dengan nada menenangkan di suaranya, aku mengangguk dan tersenyum padanya sebelum pinggangku diraih oleh Sean dan dibawa masuk kedalam penthousenya, aku bertanya-tanya kenapa dia begitu sensitive. Kami berdua hanya diam ketika kami telah berada di dalam lift.

"Apakah Richard tidak akan kemasuk ke Penthouse?" aku bertannya karena tidak tahan akan keheningan yang sengaja dia ciptakan entah karena alasan apa.

"Tidak, dia punya pekerjaan lain yang harus diurus" dia berkata, tepat saat itu juga  pintu lift terbuka dan seperti biasa dia menyeretku keluarr dari lift dengan langkah panjangnya yang sangat sulit untuk kuikuti, aku juga mengernyit sakit ketika merasakan pergelangan tanganku yang belum sembuh benar kembali mengeluarkan rasa nyeri.

Aku tiidak tahu kapan dia membuka pintu penthousenya, yang aku tahu tiba-tiba saja aku sudah berada didalam dan dia segera menutup pintunya dengan cepat.

"Masuk kedalam kamar dan tunggu aku disana!" dia berkata dengan tegas sekaligus penuh dengan paksaan yang kembali membayangi pikiranku.

"Ingin kubuatkan sesuatu?" aku bertannya padanya, dia menoleh sejenak lalu kembali membalas kata-kataku dengan kata-kata tajamnya yang langsung ditujukan padaku.

"Ya Ashley. Aku ingin kau masuk kedalam kamar sialan itu dan menungguku disana, jadi cepat lakukan itu untukku!" kata-kata Sean barusan sangat menyakiti hatiku, aku berpaling darinya lalu menghentakkan kakiku menuju kamarnya, aku bahkan juga sempat membanting pintu kamarnya keras-keras.

Aku menangkup wajahku dengan jemariku, aku merasakan lelah yang luar biasa melandaku belakangan ini, entah sampai kapan aku bisa tahan untuk menghadapinya, aku melihat pantulan diriku di cermin, aku kembali pada diriku sebelum aku pergi ke California. Rambutku mengkilap dan bergelombang sempurna, kulitku mulus tanpa cacat sedikitpun, pipiku yang terdapat rona kemerahan alami, gaun yang kupakai saat ini adalah busana rancangan desainer Perancis yang bahkan tidak bisa kuingat namanya karena cara pengucapannya yang begitu sulit, sepatu dan tasku juga tak kalah bagus dan mahal dari bajuku. Aku tersenyum tipis dan mulai berpikir betapa menggelikannya semua ini, aku berusaha mati-matian untuk keluar dari sini dan sekarang aku malah dengan sukarela kembali kemari, benar-benar tidak dapat dipercaya aku melakukan hal sebodoh ini dalam hidupku.

Aku berbalik dari kaca karena benci melihat bayanganku sendiri menertawakanku dengan kebodohanku. Aku berjalan kearah walk ini closet lalu membukanya dengan cepat kebagian pakaianku, aku melihat beberapa tambahan gaun didalamnya, aku bahkan tidak pernah memesan ataupun menginginkannya sebelumnya, sekali lagi aku mendengus sebal lalu mengambil gaun tidur sutra berwarna hitamku dan membawanya kearah kamar mandi.

Dikamar mandi aku menyiapkan air hangat untuk diriku sendiri, aku ingin berendam dan menghilangkan semua kakacauan yang rasanya menumpuk didalam kepalaku. Setelah air hangatku siap aku menuangkan aroma mawar kesekaanku didalamnya, wanginya langsung menyebar di sekitar kamar mandi. Aku membuka gaun yang kupakai dengan hati-hati karena takut merusak bahannya, mengingat betapa banyak uang yang dikeluarkan oleh Sean hanya untuk sepotong gaun ini. Kini semua pakaianku telah terjatuh di lantai kamar mandi, aku memejamkan mataku untuk sedikit menenangkan diri, entah berapa lama aku melakukannya hingga aku merasakan sepasang lengan kuat itu memelukku dari belakang. Aku membuka mataku dan melihat kepala Sean yang bersandar di bahuku dari pantulan kaca didepanku. Aku bahkan tidak bisa memikirkan apapun saat ini, aku benar-benar sangat bingung dengan perubahan sikapnya yang tiba-tiba.

"Aku benar-benar konyol bukan?" Sean mendesah sambil mengeratkan pelukannya padaku, aku sedikit berjingkat karena merasakan dingin dari jam tangannya yang mengenai kulit telanjangku, aku benar-benar sangat tegang saat itu karena Sean, karena semua yang telah terjadi belakangan ini.

"Kau menakutiku" aku berkata sambil mencoba melepas pelukan Sean yang makin mengerat setiap saatnya.

"Jangan coba-coba melepasnya!" ancamannya begitu menakutkan bagiku, hanya dengan kata-kata itu aku akhirnya melepaskan tanganku yang berusaha untuk menyingkirkan tangannya dari tubuhku, tubuh Sean yang tadinya kaku berangsur-angsur tenang tapi pelukannya masih saja terasa meremukkanku karena dia melakukannya begitu erat.

"Sean..."

"Bukankah tadi kukatakan untuk menungguku dikamar?"

"Aku lelah, seluruh tubuhku terasa sangat lengket, aku benar-benar merasa menjijikkan saat ini" aku berkata dan itu cukup menghiburnya karena dia tertawa ringan katika aku mengatakannya padanya. Aku tersenyum seadanya lalu mengulurkan jemariku kebelakang dan membelai rambut gelapnya dengan lembut, dia menghela nafas ketika aku menyapukan jemariku.

"Aku ingin seperti ini selama beberapa saat" dia berujar pelan sambil menanankan ciuman di leher dan tengkukku.

"Baiklah"

***

Aku memainkan rambutku yang basah dengan jemariku saat aku mematung di depan cermin meja riasku, entah kenapa aku sering kali melakukan hal ini sejak aku kembali dari California, aku hanya merasa bahwa aku menjadi orang yang berbeda saat aku kembali ke New York. Aku berusaha mencari tahu siapa sebenarnya diriku tapi jawabannya tidak kunjung kutemukan, apa yang terjadi padaku?, siapa aku sebenarnya?, pertanyaan itu terus saja menghantuiku tapi aku hanya berusaha untuk menyingkirkannya pergi, entah sampai berapa lama.

Lamunanku berhenti saat akku mendengar ponselku berdering di depanku, aku melihat nama yang terpampang disana, itu telepon dari Sean. aku menghela nafas sebentar untuk menenangkan pikiranku baru menjawab panggilan darinya.

"Hei" suaranya langsung terdengar begitu aku menempelkan ponselku ke telingaku.

"Hai"

"Bagaimana dengan makan siangmu?" Sean bertanya padaku, aku bahkan merasakan kegusaran dalam suaranya saat itu

"Aku akan segera makan siang"

"Aku mengirim Richard untuk menjemputmu, kita makan siang bersama"

"Kau ingin aku menemuimu dikantor?" aku bertanya sambil bangkit dari tempat dudukku dan berjalan ke arah walk in closet, aku membukanya dan memilih gaun berwarna soft pink polos tanpa lengan

"Ya, kau keberatan dengan itu" dia bertanya padaku, secara reflek aku menggelangkan kepalaku meskipun aku tahu dia tidak akan bisa melihatnya.

"Tidak, aku ingin mampir di toko kue untuk membeli sesuatu, apa itu tidak apa-apa?" aku bertanya padanya sambil menggenakan riasanku, aku bahkan bisa mendengarnya menggeram tidak setuju dengan kata-kataku tadi.

"Sean?" aku meminta jawaban darinya karena dia terdiam cukup lama.

"Kalau begitu Richard akan menemanimu kedalam toko" dia berkata dengan penuh pertimbangan, aku yakin bahwa saat ini keningnya berkerut serius, dia memang sangat berlebihan dan aku tidak menyalahkannya setelah semua yang terjadi di antara kita belakangan ini, aku tahu jika itu membuatnya gila, dia bahkan juga sering mengatakannya padaku.

"Aku bisa melakukannya sendiri Sean" aku berkata  tidak setuju saat dia mengatakan bahwa Richard akan menemaniku sampai kedalam toko, dia kira aku akan kecil berumur 6 tahun yang memerlukan penjagaan setiap waktunya.

"Lakukan saja apa yang kukatakan padamu!" dia kembali berkata penuh dengan pemaksaan, aku mendengus sebal lalu menghentakan kakiku menuju ke arah ranjang dimana disana sudah kusiapkan gaun yang akan kukenakan.

"Baiklah Mr Blackstone, aku akan melakukan sesuai yang kau katakan, jika kau tidak keberatan aku harus berpakaian saat ini"

"Sampai jumpa nanti sayang" dia berkata dan menunggu jawabanku, tapi aku tidak berniat manjawab apapun padanya jadi aku langsung memutuskan pangilan dan melemparkan ponselku keatas ranjang

Dengan cepat aku memakai pakaianku, aku kembali berjalan ke walk in closet dan memilih tas yang tepat untuk kukenakan, pilihanku jatuh ke tas bermerk yang dibelikan Sean untukku musim semi lalu, tas itu berwarna senada dengan gaunku, hiasannya sangat sederhana tapi terlihat mahal dan elegan. Aku menatap pantulan diriku pada kaca didepanku, selagi aku membenahi rambutku yang telah bergelombang sempurna, aku menatap kearah jam, jika aku berangkat saat ini aku pasti akan tiba disana tepat waktu makan siang. Aku meraih mantel hangatku lalu menyampirkannya disekitar bahuku.

Ketika aku keluar dari penthouse,aku melihat Richard yang sedang berjalan kearahku, sialan! Apakah dia selalu tepat waktu seperti ini, aku bahkan tidak pernah melihat Richard membuat kesalahan sebelumnya, mungkin karena itu jugalah keluarga Blackstone mempekerjakannya.

"Selamat siang Miss Warren" sapa Richard dengan sopan, aku tersenyum kepadanya dan membalas ucapannya dengan ceria.

"Aku akan mampir sebentar ditoko kue"

"Tentu saja Miss, saya akan menemani anda kedalam toko, Mr Blackstone sudah menghubungi saya" dia menjawab dengan sopan dan dengan nada yang membosankan, tentu saja dia tahu! Pikirku. Aku memutar bola mataku sebelum dia mempersilahkanku masuk kedalam lift lebih dulu.

***

Seluruh pegawai dikantor menatapku dengan pandangan aneh ketika Richard membuka pintu utama Blackstone Company untukku, aku mencoba untuk mengabaikan mereka dengan semua kesabaran yang ada pada diriku. Aku sengaja memperlambat langkahku untuk bisa sejajar dengan Richard yang berjalan beberapa meter dibelakangku, seakan mengerti kode yang kuberikan dia langsung berjalan lebih cepat dan menyamai langkahku.

"Anda membutuhkan sesuatu Miss?" dia berkata dengan ketenangan disuaranya yang sanggup membuatku terkesan karenanya.

"Apa aku buronan disini?, kenapa semua orang memperhatikan?" aku bertanya sambil menahan emosi dan raut wajahku, akku tdak ingin membuat mereka menertawakanku karena emosiku yang saat ini sudah siap untuk meledak kapan saja.

"Beberapa minggu ini anda muncul di beberapa majalah Miss" Richard terlihat ragu saat dia memberitahuku.

"Aku apa?!" aku memekik perlahan padanya. Aku masuk kedalam majalah dan aku tidak tahu hal ini sama sekali?, aku benar-benar merasa seperti manusia gua dari jaman dahulu yang baru saja keluar dari tempat tinggalnya, dan majalah apa yang dia maksud?!, aku bersumpah jika ini adalah majalah dewasa maka Melisa benar-benar akan membunuhku dan merebusku dalam panci bertekanan tinggi.

"Majalah macam apa?"

"Majalah wanita Miss" ketika dia mengatakan itu aku benar-benar lega luar biasa, setidaknya aku tidak terlibat dalam majalah pria dewasa, itu pasti akan jadi sangat memalukan.

Aku kembali melangkahkan kakiku menuju ruangan Sean sambil berusaha mengabaikan pandangan orang-orang yang ingin tahu, terutama para wanita. Apa yang sebenarnya mereka pikirkan saat ini?!, dan demi tuhan!, apa yang bisa mereka dapatkan dengan melempariku dengan pandangan seperti itu, ini benar-benar menyebalkan!.

"Miss Warren?" seorang wanita yang duduk di meja depan ruangan Sean langsung berdiri ketika melihatku bersama Richard dibelakangku. Dia menatapku dengan terkejut seolah tidak menyangka bahwa aku akan benar-benar datang. Aku memaksakan senyuman manis padanya.

"Mr Blackstone sudah menunggu anda Miss" dia berujar dengan cepat bahkan sebelum aku sempat berkata apapun padanya, aku tersenyum padanya lalu memberi kode pada Richard agar maju.

"Aku membawakan makanan penutup untuk makan siang, aku tidak tahu selera kalian jadi silahkan pilih sesuai selera" aku berujar dengan senyuman yang masih terbingkai di wajahku, Richard langsung maju dan membagikan box berwarna-warni itu pada karyawan.

"Terima kasih Miss Warren, sebenarnya anda tidak perlu repot-repot melakukannya"

"Aku senang melakukannya dan tolong panggil aku Ashley saja" aku tersenyum lagi dan dia membukakan pintu ruangan Sean untukku, akupun langsung masuk kedalam ruangan Sean yang menurutku terbilanng menyeramkan itu.

Aku melihat dia duduk belakang meja besarnya, dia terlihat begitu sibuk menjawab telepon bisnisnya, bahkan saat jam makan siang. Emosiku yang tadinya meledak-ledak seketika luruh ketika aku melihat dahinya berkerut seperti sedang berpikir dengan keras. Matanya menangkap keberadaanku seketika itu juga sebelah lengannya yang bebas terulur kearahku, aku meletakkan tasku di sofa ruangannya lalu berjalan kearahnya.

"Kenapa aku harus menerima semua usulan mereka hanya karena kedua perusahaan bekerja sama!, mereka yang memohon untuk bekerja sama dengan Blackstone Company!, aku bisa mengakhirinya kapan saja aku mau dan ketika aku melakukannya mereka semua akan hancur!" Sean membentak saat aku telah berada cukup dekat dengannya, hal itu sedikit membuatku merinding, jadi seperti ini dirinya saat sedang berada di perusahaan. Dia melihat wajahku yang ketakutan saat menatapnya, seketika itu juga wajahnya sedikit melunak, dia meraihku lalu menjatuhkanku ke pangkuannya, oh sudah lama sekali aku tidak berada dipangkuannya, ini membuatku benar-benar merasa kembali ke rumah, atau mungkin satu-satunya rumah yang menerimaku.

"Banyak yang ingin bekerjasama dengan perusahaanku dan jika perusahaan kacangan itu tidak memanfaatkan kesempatan ini dengan baik maka aku tidak akan segan mendepak mereka dari sini!, kau mengerti hal itu!" dia menunggu beberapa saat kemudian kembali membentak.

"Kalau begitu bereskan hal itu secepat mungkin!"

Dia melempar teleponnya kembali ketempatnya lalu menangkup wajahnya dengan sebelah tangannya yang tadi digunakan untuk memegang teleponnya, aku mendekatkan tubuhku kearahnya lalu mengusap tengkuknya untuk membuatnya sedikit rileks, dia bahkan mendongakkan kepalanya sambil mengerang tertahan ketika aku menyentuhnya.

"Kau suka?" aku bertanya dengan suara selembut sutra padanya, dia langsung menatapku dengan tatapan lembutnya yang aku bersumpah akan membuat wanita manapun dengan sukarela melepas celana dalam mereka untuknya. Dia membalas pertanyaanku dengan anggukan dan kecupan di leherku, aku memejamkan mataku ketika dia menggigit kecil leherku.

"Jangan memberi tanda padaku" aku berbisik sambil mengelus rahangnya yang terpahat sempurna itu, aku tersenyum saat dia menghentikan kecupannya.

"Baiklah" dia bersuara dengan suara beratnya lalu menenggelamkan kepalaku didadanya yang hangat, akhirnya aku kembali ketempat ternyaman yang pernah kutemukan seumur hidupku.

"Lingkarkan lenganmu keleherku" dia berbisik sambil bernafas berat di leherku, perlahan-lahan aku melakukan apa yang dia katakan dan setelah itu aku bahkan merasakan senyumannya yang mulai mengembang.

"Aku membawa makan siangmu" aku mengingatkannya setelah aku sadar bahwa untuk beberapa lama kami hanya saling berpelukan.

"Aku tidak membutuhkan apapun saat ini, aku hanya membutuhkanmu tetap didekatku"

"Makan siangmu akan berakhir beberapa saat lagi, aku tidak ingin kau kelaparan" aku bergumam sambil menyandarkan daguku dibahunya yang lebar.

"Aku tidak akan kelaparan manisku, aku hanya butuh memelukmu, pekerjaan ini membuatku benar-benar gila aku bahkan tidak bisa berhenti memikirkanmu sejak aku keluar dari penthouse kita tadi pagi"

"Kau pergi pagi-pagi sekali, aku bahkan masih tidur"

"Aku tahu, maafkan aku sayangku" dia berujar dengan penuh penyesalan

"Aku tidak bisa menemukanmu dimanapun pagi ini, itu membuatku takut" suaraku sedikit gemetar saat aku mengatakannya.

"Oh sayang aku sungguh minta maaf" dia berkata sambil meraihku agar dia bisa menatapku, aku mencoba menyembunyikan raut wajahku padanya karena aku tidak ingin dia melihatku seperti ini.

"Aku sedikit sensitive pagi ini, maafkan aku" aku berujar

"Aku suka kau begitu sensitive" dia berusaha menggodaku tapi aku tidak ingin terjebak didalamnya jadi aku mulai membuka box makanannya dan menyuapkan sandwich buatan Melinda yang luar biasa enak.

"Kau yang membuat ini semua?" dia bertanya padaku dengan dahi berkerut tidak senang, aku tersenyum sambil menggelangkan kepalaku.

"Aku tidak ingin mengambil resiko untuk dirantai di kamarmu jadi aku meminta Melisa membuatnya"

"Bagus" dia tersenyum sambil mengecupku dengan lembut tepat dibibirku.

Sampai beberapa saat kemudian kami masih memakan makanan kami dengan sedikit candaan, aku yakin saat ini jam makan siang telah berakhir dan semua karyawan mungkin sudah kembali bekerja tapi sepertinya Sean tidak memperdulikannya karena sedari tadi dia makan sambil memeriksa laporan-laporan ditangannya. Saat makan siang kami sudah habis aku beranjak untuk membereskan box makanan itu dari mejanya agar tidak mengganggu pekerjaannya, saat aku beranjak turun dari pangkuannya dia tidak membiarkanku dan malah mengeratkan lengannya di pinggangku.

"Jangan!" dia berkata singkat sambil mengendus rambutku dan menanamkan ciuman di puncak kepalaku, aku membalasnya dengan mencium ujung bibirnya ketika dia kembali pada laporannya.

"Sudah saatnya aku pergi" aku berkata padanya sambil memaksakan senyum padanya, dia menatapku dengan tatapan tidak setuju lalu kembali memfokuskan matanya di komputernya, seketika itu juga kurasakan lengannya semakin mengerat diperutku, aku bahkan kesulitan untuk bernafas saat dia melakukannya.

"Ughh Sean, aku..."

"Kesulitan bernafas sayang?" dia berkata sambil meregangkan lengannya dan aku kembali bernafas dengan normal, seketika itu juga aku memandangnya dengan tatapan tidak mengerti.

"Seperti itulah saat kau meninggalkanku, aku tidak bisa bernafas" diia berkata dengan tajam bahkan tanpa menatapku.

"Tetaplah disini" dia melanjutkan kata-katanya lagi dan aku hanya bisa menghela nafas ringan saat dia mengatakannya, aku memeluk lehernya sekali lagi lalu mengistirahatkan kepalaku di bahunya sambil menatap kearah komputernya yang sedang dia pandangi saat ini. Seperti biasa dia terlihat sangat serius saat melakukannya, tiba-tiba saja pikiranku kembali melayang pada apa yang dikatakan Richard tentang majalah itu, tubuhku langsung menggigil saat aku membayangkan betapa Melisa akan marah padaku akan hal ini.

"Ada apa?" Sean berkata sambil membelai pelipisku, mungkin tadi dia merasakanku menggigil, entahlah aku tidak bisa memikirkan apapun saat ini.

"Richard mengatakan jika aku muncul dimajalah?" tanyaku tanpa berani menatap matanya. Dia kembali mengecup bibirku dengan cepat lalu meraih sebuah majalah dan meletakkan di hadapanku aku terkejut saat aku melihat majalah yang cukup bergengsi itu memuat fotoku sedang mengenakan gaun berwarna shampagne dan tertawa bersama Melisa disebuah acara amal dua tahun lalu. Tanganku langsung saja gemetaran saat aku melihatnya, aku berusaha membalikkan halaman majalan itu dan kembali terkejut dengan foto-fotoku bersama Sean yang sedang menghadiri berbagai pesta. Selama ini Melisa tidak pernah membiarkan foto dari keluarga Blackstone terekspose oleh media, entah berapa banyak uang yang telah dia keluarkan untuk menangani hal ini. Dan saat aku melihat hal ini aku kembali berpikir, mungkinkah bahwa Melisa terlibat dengan semua ini.

"Majalah itu didanai oleh keluarga Blackstone" saat Sean mengatakannya maka duniaku seakan terhempas kembali ke tempatku berada saat ini, airmata telah menggenang di pelupuk mataku yang telah siap untuk turun membasahi wajahku.

"Apakah Melisa..."

"Ya  Ashley, dia yang melakukannya"

 ***

Banyak TYPO?, tolong dimaafkan







Continue Reading

You'll Also Like

5M 270K 54
Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusaknya sejak 7 tahun lalu. Galenio Skyler hanyalah iblis ya...
601K 96.1K 38
Awalnya Cherry tidak berniat demikian. Tapi akhirnya, dia melakukannya. Menjebak Darren Alfa Angkasa, yang semula hanya Cherry niat untuk menolong sa...
266K 26K 30
Arvi dan San adalah sepasang kekasih. Keduanya saling mencintai tapi kadang kala sikap San membuat Arvi ragu, jika sang dominan juga mencintainya. Sa...
388K 37.5K 27
Lily, itu nama akrabnya. Lily Orelia Kenzie adalah seorang fashion designer muda yang sukses di negaranya. Hasil karyanya bahkan sudah menjadi langga...