Senja Kelam

By Qyn_19

167 21 0

🔥Warning!!! Dilarang plagiat! 🔥 💙Romance_Religi💙 Anin, anak panti asuhan yang terpaksa harus masuk d... More

1. Tragedi
2. Kehilangan
3. Anak Baru
4. Merasa Asing
5. Teman Perdana
6. Istimewa
7. Masdep?
8. Santri Pilihan
10. Kesialan
11. Awal Mula
12. Angan Cinta
13. Sesuci
14. Tertawa
15. Ning Pesantren
16. Langit Senja
17. Fakta hati

9. Awal Kepercayaan

6 1 0
By Qyn_19

.
.
.

💙💙💙

Assalamu'alaikum...

Alhamdulillah SK bisa update lagi!

Semangat buat yang berpuasa ataupun yang menjalani kesehariannya...

Jangan patah semangat! Karena Allah nggak pernah nuntut apa-apa selain taat.

Sayang banyak-banyak sama readers... 🤍

Selamat Membaca!!!

💙💙💙


"Masakan nggak pernah bohong soal rasa, tapi manusia nggak hanya bisa ketebak dengan prasangka. "



     Duduk bersila dengan tenang, memperhatikan sepasang burung yang bertengger di dahan, berkicau riang lalu beterbangan di atas taman. Ah! Betapa menyenangkan hidup hewan! Mereka berkeliling tanpa arah. Tanpa beban. Tanpa tanggungan. Hanya bertasbih memuji sang pencipta alam.

     Anin terdiam merenung, tersenyum sekilas lalu memandang langit malam dalam kesunyian. Sekembalinya dari ndalem, pikirannya kacau tanpa mengerti apa yang seharusnya dirisaukan.

     Ia hanyalah anak yatim piatu, sebatas asuhan panti yang kebetulan pemiliknya berteman akrab dengan seorang Ning pesantren.

     Sungguh! Ia tak lagi mengharapkan apa-apa setelah kecelakaan yang merenggut nyawa kedua orang tuanya. Tidak ada lagi impian. Tidak ada lagi semangat hidup. Bahkan, untuk mengharapkan kebaikan orang lain saja ia malah takut dan merasa cemas.

     Sampai datangnya Aisy yang seperti lembaran baru dalam kehidupannya. Membuat dirinya mengalami perubahan dari waktu ke waktu secara perlahan.

     Aisyah Balqis, santri alim yang sangat penurut, termasuk abdi ndalem, berwajah cantik dan pembawaannya yang anggun. Menjadi khaddam yang sangat disayangi Ning Kamilah, hingga nyaris tidak memiliki teman saking sibuknya, sampai Ning menyuruhnya unntuk menemani santri baru, yang tak lain adalah Anin.

     Suara langkah kaki yang mengendap terdengar samar di telinga, Anin membiarkannya saja, lalu berpura-pura terkejut saat orang yang ia tebak berada di hadapannya.

     “Kamu itu yah sukanya malah ngelamun di sini, mana redup lagi lampunya! Nggak takut kalau nanti diajak wewe gombel?”

     “Huss!” Anin segera menempelkan jari ke mulut Aisy yang asal bicara saja, melototkan kedua matanya sebagai peringatan. Ia tahu rumor wewe gombel, sejenis makhluk halus yang kerap menculik anak kecil yang menangis atau lagi sendirian seperti ini.

     Aisy terkekeh kecil melihat raut Anin yang sedikit ketakutan, mudah merasa waswas dengan sekitar, tapi tetap menampilkan keberanian saat mendapat ejekan.

     “Aku nyari-nyari kamu dari tadi, katanya mau lihat catatan pelajaran.”

     “Oh iya! Aku lupa!”

     Setelah kembali dari ndalem, Anin memutuskan untuk tidak masuk kelas, absen beberapa kegiatan di dalam pesantren selain salat berjamaah. Rasanya ia butuh waktu menenangkan dirinya sebentar, tapi malah betah hingga malam.

     “Pak kyai bilang apa sama kamu, sampai galau gini?”

     “Sebenarnya, bukan karena pak kyai sih. Aku lagi menata pikiranku sendiri, belakangan ini aku sering takut sama diriku sendiri.” Anin mencoba terbuka, walau ia tahu tak mudah untuk menceritakan tentang kehidupannya.

     “Takut?” Meski terhitung sebentar, Aisy cukup mengerti tentang Anin. Ia terkejut melihat tatapan redupnya yang biasanya hanya berhias dengan percaya diri sok angkuhnya.

     Pandangan Anin turun ke bawah lalu kembali memandang langit, ia sejenak mengembuskan napasnya pelan. Selalu ada keraguan untuk berbagi cerita. Merasa rendah saat orang lain mengetahui kelemahannya. Dan takut tak sesuai dengan respon yang ingin ia dengar.

     “Setiap manusia itu memiliki kelemahan, “Aisy mendadak bicara sambil tersenyum di sebelahnya, “dan nggak semua orang sama dalam menyikapinya. Ada yang terbuka dan ada yang memilih untuk memendam segalanya.”

     “Kamu adalah milikmu sendiri, Anin! Nggak ada yang berhak memaksa. Tapi inget satu hal! Kalau merasa nggak kuat, jangan dipaksa! Ada aku di sini yang bersamamu. Ada aku di sini sebagai temanmu.”

     Satu tetes air mata jatuh setelah menggenang cukup lama di pelupuk matanya. Anin tak bisa untuk tidak terharu melihat senyum manisnya, merasakan ketulusan ucapannya, dalam sebuah perhatian yang baru ini ia rasakan dari seorang teman.

     Setelah memantapkan diri, Anin kembali berbicara dengan suara yang sedikit lemah, “Aku takut sama harapan, Aisy! Saat aku bahagia, ada rasa takut yang terselip. Saat aku bertemu dan mengenal orang baru, ada rasa takut yang menyanderaku. Aku terkekang dalam tekananku sendiri yang entah kapan bisa hilang.”

     “Pikiranku tak bisa berhenti berpikir, bagaimana jika harapan membuat kekecewaan di masa depan? Bagaimana bila orang yang menyayangiku kelak akan pergi? Aku … nggak sanggup membayangkan perpisahan, meski ku tak tahu kapan! Aku sangat rapuh, Aisy!”

     Tangis Anin pecah, kala Aisy merengkuh pundaknya dalam pelukan. Ia terkadang tidak mampu memahami dirinya sendiri. Trauma kehilangan yang pernah ia rasakan, hidupnya yang pernah diambang kehancuran, tanpa sadar telah membuat luka yang teramat dalam.

     Ia ingin menyerah, tapi tak mau terlihat lemah. Ia rapuh dan lelah dalam waktu bersamaan, tapi selalu bersikap kuat dengan segala cobaan.

     “Tahu nggak, kalau kamu itu mengubah hidupku, An?” Aisy bertanya setelah tangis Anin mereda. Ia menjelma layaknya seorang ibu yang menenangkan putrinya, tersenyum tulus sembari berkata lembut.

     “Kita sama! Jika kamu nggak percaya sama harapan, maka aku adalah orang yang nggak mudah percaya sama orang. Kamu itu teman pertamaku, Anin! Dari dulu aku selalu membatasi diri. Kesulitan bersosialisasi, karena tak pernah mau membuka diri.”

     “Dari awal mondok, aku langsung turun menjadi abdi ndalem. Karena aku lebih suka berkaitan dengan kesibukan kerja daripada bicara sana-sini sama banyak orang. Satu-satunya alasanku dari dulu yah karena masakan nggak pernah bohong soal rasa, tapi sifat manusia nggak bisa ketebak hanya dengan prasangka.”

     “Kamu temanku satu-satunya, Anin! Yang membuktikan kalau dugaanku salah. Kalau manusia nggak semuanya sama. Masih ada orang yang bisa kupercaya. Kamu mengubah pandanganku, Anin!”

     Anin tak mampu lagi untuk berkata-kata, ia balas merangkul temannya. Sahabatnya. “Makasih Aisy, sudah masuk dalam kehidupanku. Menjadi teman seperjuanganku dan mau menemani keseharianku. Makasih Aisy!”

     Mulai sekarang, Anin akan mencoba damai dengan keadaan. Berusaha memberikan kepercayaan, terutama kepada dirinya sendiri. Dan satu hal yang sangat ingin ia harapkan saat ini, kelak semoga ia tak pernah terpisahkan oleh jarak maupun masalah bersama sahabatnya. Teman pertamanya. Aisyah Balqis.

     Ia memandang langit pesantren, dengan tekadnya ia akan berusaha memberi dan menerima kebaikan orang lain, tanpa merasa takut dan cemas lagi. Ternyata, berteman tidak sesulit yang ia khawatirkan!

Continue Reading

You'll Also Like

449K 32K 35
Adhitama Malik Pasya pernah menikah dengan gadis belia. Satu bulan pernikahan, lelaki itu terpaksa bercerai dari istrinya. Tujuh tahun berlalu, ia t...
344K 41.8K 43
Ini adalah Kisah dari Kila. Kila Prastika yang ternyata memiliki seorang bapak kos yang kebelet kawin ... "Nikah sama saya, kosmu gratis seumur hidu...
2.7M 288K 49
Bertunangan karena hutang nyawa. Athena terjerat perjanjian dengan keluarga pesohor sebab kesalahan sang Ibu. Han Jean Atmaja, lelaki minim ekspresi...
859K 109K 37
Sebagai putra sulung, Harun diberi warisan politik yang membingungkan. Alih-alih bahagia, ia justru menderita sakit kepala tiada habisnya. Partai ya...