Senja Yang Abadi

By vnnezffraaranda

22.3K 897 64

Islami - Romansa - Spiritual • Berawal dari terpaksa menerima kenyataan bahwa dirinya akan dijodohkan, hanya... More

P R O L O G
Perkenalan
1. Nasehat mbak Raya
2. Amanah Ayah
3. Saya, Terima
4. Sayang Arana
5. Perihal Foto
6. SAH!
7. First Hug
8. Mau apa, hm?
9. Sindi
10. Umrah
11. Apa, cinta?
12. Unboxing
14. Imam
15. Pesawat jatuh
16. Bunda....
17. Fii amanillah, Jannaty
18. Sedih atau bahagia?
19. Istighfar 50×
20. Mba Raya juga?
21. Morning sickness
22. Hari kelulusan
23. SEBLAKK
24. Night at Rumah Umi
25. Anak Cantik Umi
26. Unicorn
27. Perihal poligami
28. Sabarlah sebentar lagi

13. Kamu senja saya

773 31 3
By vnnezffraaranda

بِسْـــــــــــــــــــــمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيم

اَللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ




Tok tok tok

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam, masuk." suara seorang lelaki terdengar dibalik pintu kayu tersebut.

Setelah mendapat jawaban barulah Arana berani memutar knop pintu, memperlihatkan sesosok pria yang pagi tadi kesal padanya.

Dia berjalan masuk tak lupa kembali menutup pintu. Matanya fokus ke bawah, enggan melihat Pak Aldan yang saat ini sedang begitu fokus pada laptop nya.

Arana duduk di depan Pak Aldan tanpa sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya. Ia hanya diam sambil memilin helaian khimar menjulur dipangkuan.

Tak kunjung ada yang bersuara, akhirnya Arana memberanikan diri bertanya, "Rana disuru kesini buat apa, Mas?"

"Hm?" Pak Aldan mendongak melihat Arana di depannya. Lalu ia kembali menoleh ke arah sofa yang ada di ruang tersebut.

"Itu makan siang buat kamu," ujar Pak Aldan menunjuk beberapa kantong plastik yang tertata di meja.

Cengiran Arana langsung mengembang melihatnya. Wajah yang sebelumnya terlihat keruh itu seketika berseri-seri. "Hehee, tau aja."

Setelah berpindah ke sofa, Arana mulai membuka satu persatu plastik serta wadah yang menutupi makanan itu. Ada banyak sekali lauk di berbagai wadah yang berbeda. Hingga bila diberi nama, menu hari ini merupakan nasi padang.

Senyum Arana kembali mengembang melihat rendang dan terong sambal, dua menu favoritnya ternyata juga ikut nimbrung.

"Mas nggak makan?"

"Duluan aja," balas Pak Aldan. Menoleh sebentar setelahnya kembali terfokus kan pada laptop.

Melihat hal itu membuat Arana sedikit bersedih hati. Tanpa ada niat ikut-ikutan bersikap cuek, ia bangun menghampiri suaminya yang masih sibuk itu. "Makan dulu, Mas. Masa Rana disuru makan sendiri," protesnya berdiri disamping Pak Aldan.

Pak Aldan menoleh dan mendongak melihat wajah Arana yang menekuk. "Tanggung. Ini dikit lagi kelar."

"Ya itu, karna tinggal dikit lagi jadi gapapa kalo ditinggal bentar. Makan lebih penting tau."

Berfikir sejenak. "Hmm, iya deh. Ayo makan." Pak Aldan beranjak ke arah sofa bersama Arana.

Mereka berdua duduk di satu sofa yang sama dengan sebuah bantal dipangkuan Arana. Sudah menjadi kebiasaannya bila sedang duduk pasti ia taruh bantal disana.

Arana mulai membuka satu bungkus nasi, lalu menuangkan beberapa jenis lauk.

"Makan satu berdua boleh nggak? Rana ngga sanggup ngabisin kalo satu bungkus sendiri," tawar Arana. Pak Aldan yo ngangguk-ngangguk bae. Padahal Arana sekalian mencari kesempatan agar bisa berdekatan dengan Pak Aldan dan menebus kesalahannya pagi tadi.

Tangan lelaki itu langsung saja mengaduk nasi bagiannya. Tak berselang lama sebuah geplakan mendarat, "cuci tangan dulu!"

Bukannya bangkit untuk cuci tangan, yang ada Pak Aldan malah mengambil sesuap nasi lalu dimasukkan ke mulut. "Di perut kita ada enzim pembunuh. Sesekali boleh lah berbagi rezeki sama kuman."

Memutar bola mata malas, endingnya Arana juga ikut-ikutan tidak cuci tangan. Dasar.

"Soal tadi, Mas masih marah? Rana minta maaf yaa."

Sebelah alis Pak Aldan terangkat mengingat kejadian 'tadi' yang Arana maksud.

"Kapan saya marah?" tanyanya bingung.

Mencebikkan bibir, Arana jadi sedikit sebal. "Itu tadi di mobil. Ninggalin Rana sendirian, kuncinya aja sampe di lempar. Ini juga dari tadi jangankan buat nyengir, senyum simpul aja belum Rana liat."

Setelah loading, Pak Aldan pun ber-oh ria. Lalu tawanya pecah seketika. "Hahahaha."

Satu kata yang terlintas di benak Arana. Gila(?)

"Itu tadi saya kebelet mau buang air. Kamu aja yang su'udzon," semprot Pak Aldan masih sesekali tertawa.

"Ya gimana nggak su'udzon. Orang mas main asal lempar gitu. Turun mobil pintu dibanting. Siapa yang bisa positif thinking coba?!"

"Kok jadi kamu yang marah?" ledek Pak Aldan terkekeh melihat kondisi wajah Arana saat ini.

"Ya, Rana emosi lah liatnya! Gara-gara mas tadi Rana jadi nggak fokus pas ngerjain kuis."

Tanpa babibu Pak Aldan mengangkat tangan kirinya lalu ia pakai untuk mengelus perut rata istrinya yang sebagian tertutupi khimar. "Ututuu, cebong saya cepet banget jadinya."

•••

"Mau kerumah Umi nggak?"

Gara-gara perkataan Pak Aldan tadi Arana jadi mode ngambek dari siang sampai sore. Pak Aldan bahkan sudah mengerahkan berbagai rayuan agar Arana tidak mendiaminya begini.

"Sayaanggggg," panggil Pak Aldan mendusel pada lengan Arana karena posisi mereka saat ini sedang berbaring di ranjang.

Karena merasa geli Arana mendorong-dorong kepala pria itu agar menjauh. "Apasih, mas."

"Jawab dong makanyaaa." Kini bukan hanya mendusel, tapi beralih memeluk perut Arana erat-erat.

"Ih, sesak tauuu." Ia semakin mendorongnya dengan tenaga.

"Nggak tauuu," ledek Pak Aldan mengikuti nada bicara Arana.

"Maunya apa sih?"

"Jalan-jalan," jawab Pak Aldan cepat.

Walau kesusahan, Arana mencoba bergerak membelakangi. "Males."

"Ya Allah, Ra. Betah banget ngambekan sama saya."

"Huum."

Hening beberapa saat.

Tapi gue bosen juga dirumah mulu, keluar aja kali ya, batin Arana.

"Yaudah ayo jalan-jalan," ujar Arana menyingkirkan tangan Pak Aldan lalu bangkit dan menjulurkan kakinya ke bawah.

Pak Aldan merotasikan matanya dengan kesal. Tadi diajak dianya nggak mau, giliran yang ngajak udah bad mood dianya malah berubah pikiran.

"Oke. Ganti baju."

Arana mendelik "kok datar lagi? Tadi aja, lembut-lembut ngerayu orang," dumel Arana. Dia merasa kesal dengan tingkah om-om yang satu ini.

Menghela nafas lalu ia hembuskan. Sabar. Dengan senyum manisnya Pak Aldan ikut bangun dan memeluk Arana dari belakang.

Dagunya ia taruh di bahu sang istri sedangkan keduanya tangannya menggenggam tangan Arana. "Ganti baju ya, sayang. Abis itu kita jalan-jalan."

Jantung, aman? KAGA!

"Keliatan terpaksa banget ngomongnya" sungut Arana mencoba menyembunyikan rasa gugup serta rona merah yang sudah menjalar hingga leher.

Tangan Pak Aldan bergerak menarik wajah Arana agar menoleh ke belakang. Tepat saat tatapan itu bertemu, Pak Aldan langsung menyatukan bibir keduanya.

Bibir pria itu perlahan bergerak. Sebelah tangan Arana berpegangan di bahu suaminya. Tak ada penolakan, Arana menikmatinya kali ini. Berbeda dengan sebelumnya dimana Arana malah marah-marah padahal itu hanya sekedar kecupan.

Dirasa mulai kehabisan oksigen, Arana mendorong pelan dada Pak Aldan agar menghentikan aktifitas tersebut. Deru nafas mereka terdengar memburu. Bahkan wanita itu dapat merasakan aroma mint yang menerpa wajahnya.

Tatapan itu, ahh Arana jadi salting sekarang. Wajah mereka masih begitu dekat, baru saja Pak Aldan hendak mengulang kembali kejadian barusan, tapi lebih dulu ditahan oleh Arana.

"Tadi katanya mau jalan-jalan," ucap Arana terdengar seperti gumaman. Pria itu menghela nafas berat.

Setelah mendapat anggukan kecil dari Pak Aldan, barulah Arana bangkit menuju toilet.

Arana menutup pintu toilet. Pak Aldan ambruk di atas ranjang, ia mengusap wajahnya dengan kasar.

Lagi-lagi helaan nafas berat terdengar dari pria itu, "padahal mau ganti plan. Tapi kayanya Rana nggak bakal setuju," gumam Pak Aldan.

Sangat gila memang, hanya ciuman tapi mengapa dirinya malah menginginkan lebih. Mungkinkah dia candu dengan Arana?

Tak butuh waktu lama bagi Arana untuk sekedar berganti baju. Notabe nya yang merupakan lulusan pondok pesantren, mendidik dirinya menjadi disiplin dan bisa melakukan segala sesuatu dalam jangka waktu singkat.

Ia berjalan menghampiri Pak Aldan yang masih terbaring di kasur. Suaminya itu tidak berganti baju, mungkin ia akan langsung berangkat dengan baju yang dipakai ke kampus tadi.

"Mas, ayo," panggil Arana dari samping.

Pak Aldan pun menoleh, "udah?" ia mendapat anggukan.

"Oke, kuy."

•••

"Mas suka pantai?" Pak Aldan mengangguk mengiyakan.

Saat ini mereka duduk berdua di bibir pantai yang hari ini kebetulan sepi akan pengunjung.

"Sekalian mau liat sunset, makanya saya bawa kamu kesini," tambahnya.

"Sekarang jam berapa, mas?" Pak Aldan melirik jam tangannya. "18:10, bentar lagi mataharinya mulai tenggelam."

Lelaki itu menggeser duduknya agar lebih dekat dengan Arana. Tangannya ia gunakan untuk merangkul bahu istri kecilnya. Kepala Arana langsung bersandar di bahu lebar Pak Aldan tanpa lebih dulu meminta persetujuan. Sangat nyaman.

Melihat matahari yang mulai turun menggapai permukaan air laut, sungguh indah. Langit kemerahan serta pembiasan cahaya matahari pada air laut menambah kesan romantis bagi keduanya.

"Suka senja, ya?" Arana mendongak.

Dapat ia lihat Pak Aldan mengangguk, "banget," jawabnya.

"Why?"

"Senja itu kaya kamu, Ra." Alis Arana bertaut mendengar perkataan Pak Aldan.

"Kok Rana disamain sama senja? Rana nggak suka, tau kenapa?" Pak Aldan menggeleng. "Karna senja itu bersifat sementara."

Pria dewasa itu menatap jauh ke dalam netra hitam istrinya, hal kedua yang sama indahnya dengan senja walau dengan warna yang jauh berbeda.

"Persamaan dari kalian, kalian itu sama-sama indah, tapi saya punya filosofi berbeda tentang kalian berdua."

Mata Arana mengerjap beberapa kali.

"Bila keindahan senja yang Allah percikkan pada alam semesta bersifat sementara, cuma mulai petang hingga malam tiba. Berbeda dengan keindahan yang ada di kamu, sifatnya akan abadi bagi saya. Mungkin dimata orang lain suatu saat nanti kecantikan kamu akan berubah. Tapi di mata saya, semua yang ada di raga dan jiwa kamu akan selalu sama, Arana. Tetap akan indah tanpa ada kata berubah."

"Saya harus banyak-banyak bersyukur. Juga berterima kasih pada Bunda karena sudah melahirkan wanita se maa syaa Allah kamu ke dunia. Kamu itu indah, Ra. Dari lama saya terkagum-kagum sama kamu, tapi terpaksa harus saya kubur karena waktu itu kita belum punya ikatan, takut hal tersebut malah jadi zina hati buat diri saya."

"Dan Alhamdulillah nya kita beneran dinikahin. Walaupun paut umur kita terbilang cukup jauh sampai lima tahun, tapi berminggu-minggu hidup sama kamu belum pernah saya temui yang kamu bertingkah kekanak-kanakan. Bahkan pagi tadi ada suatu kejadian yang bikin saya terharu, kamu dengan begitu berani minta maaf padahal kamu sendiri belum tau itu salah kamu atau bukan. Saya kehabisan kata-kata untuk sekedar mendeskripsikan kamu, Rana. Kamu terlalu indah."

Mata Arana bergelimang air mata mendengar penuturan Pak Aldan untuk dirinya. Yang benar saja, ternyata Pak Aldan begitu mengaguminya. Bagaimana pun itu, kedepannya Arana pastikan perasaan yang sama akan tumbuh di hatinya pula.

Ia speechless, keadaan saat ini membuat Arana bisa merasakan betapa beruntungnya dia karena berjodoh dengan seorang Aldan.

Kecupan lama Pak Aldan daratkan di pelipis Arana. Deruan ombak yang bergerak saling berkejaran menuju pesisir pantai, serta matahari yang mulai kehilangan setengah bagiannya akibat termakan malam menjadi saksi bisu percakapan mereka hari ini.

"Ana uhibbuki fillah, Arana Reyandra."

"Ahabbakal ladzi ahbabtani lahu, mas," sahut Arana menyatukan dahi mereka.

"Kamu adalah senja yang abadi untuk saya, Rana. Jangan pernah ubah cahaya terang itu menjadi temaram malam. Saya mau kamu yang bersinar, bukan yang suram."

__________________________________

Dalam hati Readers saat ini>>

Continue Reading

You'll Also Like

8.2M 346K 52
"I hope you realize you made the worst f**king decision of your life." She could feel his cold icy blue eyes piercing through her soul. "I didn't as...
15.6K 476 40
Jeon jungkook who is 24 age guy with cold and arrogant person. For become a ceo of his own company his blood, sweat and tear used in it.But he has a...
20.2K 1.7K 33
Allah says in the Quran : ── "Women of purity are for men of purity, and men of purity are for women of purity" - This is the story of a girl named f...
5.4K 254 16
"Maaf, saya akan mengembalikanmu pada orang tuamu, seharusnya pernikahan ini memang tidak pernah terjadi!" Ucap lelaki itu dengan nada datar yang mam...