Forever Mine

By 23gwen

4.7M 209K 10.8K

"Apa kau selalu seperti ini?, memerintah orang untuk melakukan apa yang kau mau?" lanjutku sambil menatapnya... More

prolog
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43
Chapter 44
Chapter 45
Chapter 46
Chapter 47
Chapter 48
Chapter 49
Chapter 50
Tolonggg yaaa
Chapter 51
Chapter 52

Chapter 28

80K 3.5K 69
By 23gwen

Aku dalam perjalanan menuju Mansion keluarga Blackstone bersama dengan Sean saat ini, aku sedikit gugup saat aku memikirkan aku akan menginap di Mansion itu selama akhir pekan, bayanganku tentang Daniel Blackstone masih saja membayangiku sampai saat ini, aku juga bertanya-tanya apakah saat itu Sean tau jika aku keluar bertemu Daniel dirumah kaca itu. Ini sangat membuatku bingung, dia mengetahui segalanya tentangku, dia bahkan tau jika aku adalah anak haram dari Gabriella Maxwell sebelum aku memberitahunya dan dia diam saja, itu sungguh membuatku ketakutan setengah mati, sekarang sikapnya cenderung seperti seorang psyco.

Aku menghela nafasku gugup disampingnya, astaga kenapa mendadak seluruh tubuhku serasa menggigil ketika mengingatnya marah padaku.

"Ada apa?" suara berat Sean langsung membuyarkan kecemasan dan kegelisahanku, aku menoleh ke sampingnya dan mengelus rahangnya sambil menggelengkan kepalaku.

"Katakan padaku" kejarnya sambil membawa telapak tanganku ke bibirnya dan mengecupnya berulang kali.

"Sungguh tidak ada apapun" aku berbisik sambil menghadiahi kecupan ringan di lehernya, aku mendengar dia menggeram ketika aku menanamkan bibirku dilehernya.

"Kau membuatku gila jika menutupi sesuatu dariku" dia berkata tenang, kata-katanya di selimuti oleh kesungguhan dan sedikit ancaman, bahkan aku merasa seperti diancam saat aku bersamanya. Perasaanku benar-benar sangat aneh, ketika aku bersamanya ada kalanya aku merasa sangat nyaman dan terlindungi saat bersamanya, dia seperti seorang penjaga dalam hidupku yang selalu melindungiku dari apapun, tapi ada kalanya dia seperti penjahat itu sendiri, ada kalanya saat kata-katanya penuh tuntutan dan ancaman kepadaku. Saat dia mengatakan kata-kata dengan geraman aku bersumpah seluruh tubuhku rasanya merinding mendengarnya. Aku sama sekali tidak bisa mengenyahkan perasaan takut ini dalam hatiku walaupun sudah berulang kali aku meyakinkan diriku sendiri bahwa Sean tidak akan pernah menyakitiku entah dengan cara apapun itu, tapi kadang ketika dia melakukan hal yang terlalu mengekangku dalam semua hal, itu justru membuatku ketakutan dan jadi semakin tidak nyaman bersamanya.

Demi tuhan aku menyayanginya, dan aku akan bersama dengannya jika dia menginginkan hal itu, itu seperti memberinya sebuah kompensasi karena perbuatanku selama ini padanya. Aku ingin mengatakan seperti yang selalu dia katakan padaku bahwa 'dia mencintaiku'. Aku belajar untuk mengatakannya, aku belajar untuk membiasakan kalimat itu dalam pikiranku dan mengingatnya dengan baik-baik, tapi saat aku berhadapan dengannya ataupun saat dia menatapku, kata-kata itu seakan menghilang begitu saja dalam pikiranku.

Tuhan tau betapa aku membenci diriku sendiri ketika aku gagal mengucapkan kalimat itu padanya, tapi setidaknya tuhan juga tahu bahwa aku telah berusaha untuk mempelajarinya.

"Kau tidak akan mengatakannya kepadaku?" dia berujar lagi memecahkan lamunanku, sekali lagi aku menoleh padanya dan berpindah kepangkuannya, dia mengatur posisiku agar kami tetap berhadapan, aku berusaha masuk ke dalam dadanya untuk menyembunyikan wajahnya tapi dia menolakku.

"Tidak sayang, tidak ada pelukan sampai kau katakan apa yang terjadi" dia mengusap bibirku dengan lembut lalu mengecupnya penuh kelembutan, sekali lagi aku menggeleng padanya, dan untuk kesekian kalinya aku melihat rahangnya mengeras. Oh astaga apa dia marah padaku lagi?, aku buru-buru mengusap lagi wajahnya, mataku seakan melekat pada pemandangan wajah tampannya, aku melihat seluruh wajahnya dengan seksama seakan aku tidak ingin melewatkan hal kecil apapun. Matanya juga memandangku seolah aku adalah hal menakjubkan yang tidak pernah dia lihat sebelumnya, mata tajam itu sekarang menatapku dan kembali mengintimidasiku, bahkan hanya dengan tatapan matanya pun dia bisa mengintimidasiku.

"Sean please..." aku memohon padanya sambil kembali berusaha memeluknya, tapi sekali lagi dia menghentikanku. Sialan!, aku sangat benci ketika dia melakukan ini padaku, ketika dia tidak mau membiarkanku menyentuhnya, itu seolah menyakitiku.

"Katakan padaku" tegasnya, matanya berapi-api ketika menatapku.

"Please.." aku kembali memelas padanya tapi dia benar-benar tidak ingin mendengarkanku, aku tidak mungkin mengatakan hal yang sebenarnya padanya, jika aku mengatakan hal sebenarnya yang kurasakan tentang perasaanku kepadanya, aku bersumpah mungkin akan ada masalah baru lagi. Aku sudah cukup menyakitinya dengan masalah Maxwell sialan itu, aku tidak mungkin menambah luka dihatinya, itu tidak akan mungkin untuk kulakukan.

"Ashley Warren, katakan padaku sekarang juga!" dia kembali mendesis, aku menghela nafasku dengan kasar lalu menghembuskannya dengan perlahan, matanya tetap mengikutiku.

"Aku tidak suka berada di mansion, aku benci pamanmu"aku berkata, setidaknya aku tidak berbohong, aku memang membenci Henry. Dia menghembuskan nafasnya seolah dia menahannya sejak tadi dengan penuh kelegaan, aku masih menundukkan kepalaku ketidak dia menarik daguku agar aku menatapnya.

"Kau tidak suka hmm?" tanyanya dengan lembut sambil merapikan helaian rambut yang menutupi wajahku, dia menyelipkannya ke belakang telingaku dengan sabar dan penuh kelembutan.

"Maafkan aku" aku berujar padanya sebelum dia menutup bibirku dengan bibirnya agar aku tidak mengeluarkan kata-kata lebih banyak lagi, kecupan itu lembut dan hangat, aku terkejut dengan reaksi tubuhku akan kecupan yang diberikan Sean padaku, itu hanyalah sebuah kecupan, tapi kenapa dia membuatku seolah-olah terbang ke angkasa, untuk sesaat aku lupa bahwa aku berada di bumi, dan untuk pertama kalinya dia membuatku lupa akan segalanya hanya dengan sebuah kecupan lembut darinya.

"Putar mobilnya, kita kembali ke penthouse" dia membentak ke arah Richard, aku menatapnya dengan pandangan yang seolah berkata 'Apa kau sudah gila' tapi dia tidak repot-repot menggubris pandanganku, sekarang apakah dia marah padaku?, oh astaga.

"Sean aku tidak..."

"Sttt, jangan mengungkit hal ini lagi" sialan dia benar-benar marah padaku, aku mengusap rahang indahnya, merasakan bakal rambutnya ditanganku.

"Kau membenciku" aku berkata padanya dengan putus asa, pandangan Sean langsung beralih padaku saat aku mengatakan hal itu ppadanya, aku bahkan juga melihat matanya melelbar ketika dia menatapku.

"Berhenti mengatakan omong kosong seperti itu Ash!, aku mencintaimu!, harus berapa kali aku meyakinkanmu akan hal itu!, kenapa kau masih saja tidak bisa menerima kenyataan itu!"

"Sean..."

"Apa yang membuatmu ragu akan hal itu?, apa yang membuatmu tidak bisa mempercayaiku? Perasaanku, apakah perasaanku hanyalah omong kosong bagimu?" kemarahan dan keputusasaannya menjadi satu dan saat ini dia tidak repot-repot menutupinya.

"Tidak!, Sean aku tidak pernah sedetikpun memikirkan hal itu, perasaanmu padaku sangatlah indah, aku seperti mendapatkan keajaiban mengetahui jika kau mencintaiku, hanya saja..."

"Hanya apa?!" dia membentakku, tatapan matanya menunjukkan luka yang mendalam, oh tuhan aku meyakitinya lagi, hatiku rasanya perih ketika melihatnya saat ini.

"Perasaanmu sangatlah membingungkanku Sean, aku merasa bahwa hal ini sangat berlebihan untuk ku..., untuk kumiliki, semua hal yang datang bersamamu seakan mimpi untukku, dan ketika aku memikirkan lagi betapa kau mencintaiku, disaat yang bersamaan hatiku terasa sakit karena aku tidak bisa mengatakan hal yang sama padamu, aku membenci diriku karena hal itu, suatu saat nanti kau pasti muak padaku dan meninggalkanku, aku tidak masalah dengan hal itu, bahkan jika saat ini juga kau memintaku untuk pergi darimu maka akan kulakukan, hanya saja..." tiba-tiba aku terisak, air mataku telah membanjiriku, aku bahkan tidak sadar sejak kapan air mataku keluar.

"Hanya apa?" kejarnya, kali ini dia tidak lagi membentak, tapi amarahnya juga belum hilang di matanya.

"Aku hanya ingin kau tau bahwa aku tidak ingin menyakitimu lebih jauh lagi, ketika aku mengingat apa yang telah terjadi belakangan ini, aku merasa jika aku sudah sangat menyakitimu, aku..., aku"

"Sttt, sudahlah" Kata-kata Sean dan lengan Sean yang tiba-tiba kembali merengkuhku menghentikan suaraku, aku kembali terisak didadanya, air mataku pasti sekarang sudah membasahi kemeja putihnya, tapi dia sama sekalitidakpperduli dan tetap merengkuhku dalam dekapannya.

"Jangan menangis lagi, kumohon" Sean bersuara sambil mengambil sebelah lenganku, dia membawanya ke bibirnya lalu mengecupnya dengan lembut.

"Maafkan aku" aku berbisik sambil mengusap air mataku, aku yakin saat ini aku benar-benar terlihat menjijikkan untuknya, dengan air mata dan ingus ini, ohh, tiba-tiba saja aku merasa diriku sangatlah jelek.

"Apakah sesulit itu mempercayaiku?, kenapa sangat sulit membuatmu bergantung padaku?" Sean berujar dengan suara seraknya, dia membelai rambutku sesekali mencium puncak kepalaku.

"Sean, aku.."

"Jika kau tidak ingin melakukan suatu hal maka katakan padaku, jika kau membenci sesuatu maka katakan padaku, jangan memaksakan dirimu melakukan hal yang tidak kau sukai, aku akan melakukan apapun yang kau inginkan, kau hanya harus mengatakannya padaku, kenapa kau sangat sulit untuk melakukannya?" dia memarahiku.

"Itu karena aku takut aku akan membuatmu terluka" aku berujar padanya.

"Ini lebih menyakitkan untukku Ash, jika kau seperti ini kau akan lebih menghancurkanku, aku berantakan Ash, seumur hidup aku akan selalu seperti ini, semua hal dalam diriku sangatlah rumit, aku tidak akan bermimpi untuk memintamu mengerti tentangku karena aku bukan apa-apa, tapi aku harus mengerti semua yang ada dalam dirimu dan aku tidak ingin sedikitpun melewatkannya" Jelasnya masih menatapku dengan lembut.

Sekali lagi aku menundukkan kepalaku karena aku tiak bisa melihat matanya yang sedang menatapku saat ini, tatapan itu terlalu intens, terlalu meyakitkan setidaknya untukku.

"Kumohon lihat aku Ashley" dia berbisik sambil membungkuk dan mengecup daguku agar aku menatapnya, perlahan tapi pasti aku mulai mengangkat daguku untuk menatapnya, tatapannya menjadi lebih lega saat aku menatapnya, tidak ada lagi kekhawatiran lagi disana.

"Maafkan aku, Sean"

"Berhenti mengatakan hal itu, jika kau tidak berhenti maka aku akan menghukummu" dia berkata dengan lebut tapi kata-katanya penuh dengan ancaman.

"Jangan, please" aku memohon padanya, dia membelai rambutku dengan menatapku, jemarinya berpindah pada pipiku, berlanjut ke hidungku lalu turun ke bibirku, dia memberikan usapan lembut di bibirku. Aku hanya bisa terdiam ketika dia melakukan itu padaku, aku bersumpah dia benar-benar bisa membuatku gila dengan sentuhannya itu. Dia masih saja mengusap bibirku seakan tidak akan pernah bosan dengan hal itu, seolah bibirku aalah hal paling menakjubkan yang pernah dia lihat sebelumnya, lalu tatapannya kembali ke mataku, mata gelap tajam itu menatapku memberikan tatapan memuja dan juga tatapan itu, oh tuhan..., kenapa dia bisa memberikan tatapan memuja dan tatapan penuh ancaman disaat yang bersamaan.

"Sekarang peluk aku" dia berbisik dengan suara beratnya itu tepat ditelingaku, seluruh tubuhku langsung saja merinding mendengar bibir itu membelai setiap kata yang dia ucapkannya. Itu bagaikan salah satu bagian paling indah yang ada pada dirinya, yang mana adalah milikku. Sebelumnya aku selalu menganggap sebagai omong kosong ketika Sean berujar padaku bahwa dia adalah milikku, seutuhnya adalah milikku, tapi pada malam ini aku kembali memikirkan kata-katanya itu, benarkah?, Sean Blackstone adalah milikku.

Aku merengkuhnya kedalam pelukanku, tanganku melingkar di sekeliling bahunya, kepalanya dia sandarkan pada dadaku, sesekali aku merasakan telapak tangannya membelai punggungku dengan lembut, untuk kali ini kubiarkan dia bersandar padaku, kubiarkan dia sejenak mengistirahatkan kepalanya padaku, untuk pertama kalinya Sean bersandar padaku.

"Jangan meninggalkanku" dia bergumam tidak jelas, tapi aku masih bisa mendengarnya dengan sangat jelas.

"Tidak akan, aku disini, dan akan selalu disini" aku berbisik lirih padanya, aku memejamkan mataku, lalu kembali mendekapnya, aku mendekapnya entah untuk berapa lama.

***

Entah sejak kapan posisi kami berpindah, aku mengerjabkan mataku beberapa kali dan menyadari bahwa aku telah kembali berada dalam dekapan hangat Sean, lengannya melingkari pinggangku, kepalaku bersandar pada bahunya, aku menggeliat pelan dalam pelukannya karena rasa kantukku aku bahkan tidak sadar kalau kami berdua masih didalam mobil, ingatanku kembali mengambil alih, aku teringat pertengkaran kami tadi, mansion, Melisa, dan acara keluarga sialan itu, oh astaga, entah kenapa kepalaku tiba-tiba saja terasa sangat pening ketika mengingatnya.

"Sttt, tidak apa, aku disini" Sean berujar lirih saat melihatku mengeryitkan dahiku, astaga suaranya sangat lembut dan manis.

"Dimana kita?" tanyaku sambil menengok ke kaca mobil, aku melihat lampu-lampu menyala dengan terang disepanjang perjalanan, mobil-mobil juga sedang berhilir mudik, aku mencoba mengenali jalanan yang kulihat saat ini tapi sialan, kepalaku terlalu pening untuk memikirkan sesuatu. Seakan mengerti keenggananku, Sean langsung kembali merengkuhku kedalam pelukannya, tangannya mengusap belakang leherku, sedangkan bibirnya berulang kali mengecup telingaku dengan lembut, tanpa sadar aku kembali memejamkan kembali mataku.

"Kita dalam perjalanan kembali ke penthouse sayang" dia berujar lagi sambil mengusap pelipisku, rasanya sangat nyaman.

"Berapa lama aku tertidur?"

"Sekitar 35 menit, tidurlah lagi" dia kembali menyuarakan perintahnya padaku, aku hampir saja mendengus didepannya, beruntung aku masih memiliki pengendalian diri yang cukup ketika berhadapan dengannya.

"Bagaimana dengan acara keluarga itu?" aku bertanya padanya dengan perasaan bersalah, tapi dia hanya mendengus sinis.

"Aku juga tidak ingin pergi ke tempat terkutuk bersama orang-orang terkutuk itu lagi" dia berujar.

"Melisa akan sangat kecewa, aku tidak ingin membuatnya kecewa"

"Kalau begitu kita akan pergi besok saat acaranya diadakan, jadi kita tidak perlu menginap" Dia berujar, itu membuatku tertawa geli, dia bahkan terlihat menghibur disaat dia sedang mengusulkan sesuatu, dia benar-benar terlihat seperti seorang remaja.

"Apa aku terlihat konyol hingga bisa membuatmu tertawa geli seperti itu?"

"Kau terlihat seperti remaja Sean" aku berujar sambil berusaha menahan tawaku tapi tidak berhasil karena aku semakin tertawa ketika melihat wajahnya.

"Senang rasanya bisa menghiburmu Ashley"

"Kau adalah hiburan yang sempurna Sean"

***

Sean membaringkanku ke ranjangnya ketika kami telah sampai di penthouse, tanpa buang waktu lagi dia melepas pakaianku dan memakaikanku pakaian tidurku, ini adalah gaun satin berwarna emas, aku selalu geli saat dia memilihkan pakaian untukku, bukan karena aku tidak menyukai modelnya tapi karena uang yang dia keluarkan untuk membeli gaunku bukanlah dalam jumlah yang sedikit. Aku hanya berpikir sangat konyol jika dia mengeluarkan uang yang begitu banyak hanya untuk sebuah gaun yang dipakai ketika sedang tidur.

"Nyaman sayangku?" dia bertanya sambil mengusap pinggangku, aku tersenyum dan mengangguk padanya lalu mengecup pelipisnya sebagai ucapan terima kasih, aku melihat wajahnya berbinar saat aku melakukannya.

"Aku akan segera kembali" dia berujar sebelum menanamkan kecupan singkat dibibirku, aku mengangguk lagi lalu mulai membenamkan kepalaku dibantal yang nyaman. Aku sudah setengah tertidur saat aku merasakan ponselku bergetar. Aku bangkit dari tempat tidur lalu mengambil ponselku, seluruh tubuhku langsung membeku saat aku melihat nama Melisa di teleponku, tiba-tiba saja tubuhku gemetaran.

"Sayang?" aku mendengar suara Sean yang memanggilku tapi rasanya seluruh tubuhku tidak bisa bergerak. Aku memberanikan diri menjawab panggilan Melisa sebelum jemari Sean merebut ponselku, saat itu aku masih termenung. Sean menatap kearah ponselku lalu memasukkannya ke saku celananya, perhatiannya kembali kepadaku, tiba-tiba saja aku sudah berada dalam gendongannya.

"Hmm, sulit sekali menempatkanmu di ranjang" dia berujar sambil merebahkan tubuhku, lalu diikuti dengannya, dia meraihku kedalam dekapannya dan aku merasakan dia menciumi puncak kepalaku dengan sangat lembut.

"Bagaimana dengan Melisa?" aku bersuara, tapi dia menghentikanku.

"Stt, tidak akan terjadi apapun, Melisa akan bicara denganku setelah ini"

"Jangan..., kumohon jangan..., aku akan bicara..."

"Sttt, tidurlah sayang, semua akan baik-baik saja aku berjanji kepadamu"

***

Aku merasakan Sean melonggarkan pelukannya padaku, setelah aku berpura-pura bahwa aku sedang tertidur. Aku melihatnya menuruni ranjangnya, dia berjalan kearah sofa lalu merogoh saku celananya, aku sudah menduga bahwa dia akan menelpon Melisa. Dia menempelkan ponsel ke telinganya, aku bahkan melihat tatapannya sangat serius, ada kerutan didahinya.

"Ini aku!" suaranya menggeram.

"..."

"Katakan saja padaku"

"..."

"Tidak!, aku tidak akan membiarkanmu bicara dengannya nenek!"

"..."

"Tentu saja aku bisa menghalangimu, demi tuhan!, dia hampir pingsan hanya karena melihat namamu di ponselnya, apa yang sebenarnya kau lakukan padanya selama aku pergi ke Inggris!"

"..."

"Dia adalah kekasihku, tentu saja aku berhak tau!, kita buat saja kesepakatan, jangan pernah lagi mengganggunya ataupun menyentuhnya, maka aku juga tidak akan mengganggu uurusanmu, aku tidak main-main dengan perkataanku ini nenek!"

"..."

"Aku tidak perduli!, tidak masalah jika memang dia menginginkan uangku, aku punya banyak uang untuk menahannya tetap bersamaku, aku bahkan akan terus memenuhi kehidupannya dengan uang agar dia ketergantungan dengan uang dengan begitu dia tidak akan bisa pergi dariku!"

"..."

"Baiklah!"

Dadaku terasa sangat sakit ketika dia mengucapkan kalimat itu, air mataku memaksa untuk keluar tapi kali ini aku berhasil menahannya, sudah kuduga semuanya akan seperti ini, harusnya aku terbiasa dengan hal ini, tapi kenapa saat Sean mengatakan hal itu, rasanya seolah jantungku dicabut dari tempatnya. Rasanya begitu hampa dan menyesakkan, aku memejamkan mataku merasakan rasa sesak itu menghantamku, aku berusaha menormalkan debaran jantungku yang terasa sangat perih, ini hanyalah awalnya, berikutnya akan ada hal yang lebih menyakitkan dari ini semua, jadi aku harus membiasakannya. Aku telah siap dengan segala resiko yang akan kutemui jika aku memilih pilihan ini dalam hidupku, maka aku tidak boleh menyesalinya, ya... aku tidak akan pernah menyesalinya.

***

Kasih komentar dan vote yaaa, kemaren banyak pesan yang masuk, soal cover cerita ini, kalo gk setuju dan mau mengusulkan cover cerita ini silahkan kirim ke email berikut ini : gwenn.macon@yahoo.co.id

Dan berhubung wattpad gue error kalo ada yang gak jelas silahkan kirim pertanyaan di email itu juga, terima kasih :)

Continue Reading

You'll Also Like

2.1M 162K 32
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Roman dikenal sebagai sosok misterius, unto...
1.4M 20.4K 39
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...
6.7M 336K 74
"Baju lo kebuka banget. Nggak sekalian jual diri?" "Udah. Papi lo pelanggannya. HAHAHA." "Anjing!" "Nanti lo pura-pura kaget aja kalau besok gue...
647K 4.6K 20
(⚠️🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞⚠️) Hati-hati dalam memilih bacaan. follow akun ini biar lebih nyaman baca nya. •••• punya banyak uang, tapi terlahir dengan sa...