Boyfriend In My Dream

By basocihuy_

24.6K 1.9K 316

MIMPI. Semua orang menganggap apa yang ada di dunia mimpi tak akan terjadi di dunia nyata. Tapi sepertinya i... More

Prolog
1. Kenyataan
2. Si Ganteng Datang
3. Sosok Misterius Dalam Gelap
4. Tragedi Bakso Neraka
5. Zoo and First Love
6. Amnesia?
7. Si Culun Introvert
8. Antara Cinta dan Sahabat
9. Gabriel Terkedjoed
10. Vania Bucin!
11. Zilva Minta Putus?!
12. Gabriel Marah-Marah
13. Bos atau Iblis, sih?
14. Pelukan
15. Zilva Perusak Mood
16. Tragedi Wisuda (1)
17. Tragedi Wisuda (2)
18. Cinta atau Cita-cita?
19. Gak Romantis Sama Sekali
20. Levi si Kulkas Berjalan
21. Dunia Kerja
22. Gadis Tak Tahu Diri
23. Sikap Levi yang Aneh
24. Pertengkaran di Apotek
25. Keinginan Seorang Gabriel
26. Marah Tanpa Alasan
27. Kabar Mengejutkan
28. Ruth yang Malang
29. Ada Apa dengan Gabe?
30. Pemicu
31. Donat Kentang dan Bubur Ayam
32. Tentang Vania (1)
33. Tentang Vania (2)
34. Tiga Kotak Bekal
35. Phili dan Davina
36. Godaan Skincare
37. Fakta Baru
38. Masa Lalu Alex
39. Wisuda yang Hampa
40. Over Thinking
41. Gak Berubah, kok
42. Masih Lanjut, 'kan?
43. PDKT
44. Demam yang Meresahkan
45. Menuju Wisuda Sang Tampan
46. Wisuda yang Dinanti
47. Penantian yang Sia-Sia
48. Pertengkaran
49. Kakak yang Tangguh (1)
50. Kakak yang Tangguh (2)
51. Kakak yang Tangguh (3)
52. Kerapuhan Jiwa Zilva
53. Aku Dimana? Dia Siapa?
54. Tentang Kita
55. Harus Jadi Pacarku!
56. Gabriel dan Masa Kelamnya
57. Kamu Kenapa, Zilva?
58. Semuanya Jahat Termasuk Kamu Kakaknya
59. Maaf untuk Apa?
60. Kenapa Kamu Sembunyikan?
61. Gabriel Sudah Tak Kuat
62. Mantanmu, Kak?
63. Mantan Pacar Levi
65. Manja Banget Kamu!

64. Mana Maafmu?

59 7 0
By basocihuy_

Ingat batasanmu karena status kita hanya pacar.

-Zilva 🐽

♫~♥~♫

"Aku lupa bilang satu hal ke kamu."

Zilva menelengkan kepalanya. "Apa itu?"

Levi membuang napas dengan kasar sebelum berucap, "Aku mau minta maaf, Zilva. Maaf, aku juga gak ngerti salahku di mana. Tapi aku merasa harus minta maaf."

"Sebentar, minta maaf dalam rangka apa?"

Levi membasahi bibir bawahnya sebentar. "Maaf, aku juga gak ngerti salahku di mana. Kamu marah dan nangis waktu di rumah sakit, aku bingung harus apa. Jadi aku harus minta maaf biar kita bisa kembali kayak dulu."

Zilva tersenyum kaku. Emosinya ketika di rumah sakit ternyata menimbulkan efek yang luar biasa bagi Levi. Bertingkah seperti bocah dengan marah-marah tidak jelas berhasil membuat seorang Levi over thinking.

"Enggak-enggak, Kak Levi gak salah apa-apa, jadi jangan minta maaf. Aku udah kek orang tolol karena marah-marah gak jelas waktu itu, justru aku yang harusnya minta maaf. Setelah kejadian itu, aku langsung sadar kalau Kak Levi gak sepenuhnya salah waktu kecil. Bahkan semua dugaan kalau Kak Levi jahat terpecahkan saat Papa kalian pergi karena tragedi Gabriel dulu. Dengan baiknya, Kak Levi tetap di Indonesia meskipun Kak Levi juga masih sedih dengan kepergian ibu kandung kalian, dan lagi meskipun Gabriel cuma adik tiri, Kak Levi tetap memilih untuk menjaga dan bekerja keras untuk hidupnya."

Levi menggeleng. "Kamu yang gak tahu, Zilva. Aku dulu jahat. Aku ikut-ikutan membenci Gabriel dengan alasan dia anak haram."

"Meskipun benci, Kak Levi tetep gak tega buat ninggalin Gabriel waktu itu. Pokoknya, Kak Levi itu sosok yang luar biasa karena sudah berhasil melewati semua dan menjadi 'orang besar'. Fix, no debat!"

"Zil-"

Belum selesai Levi berbicara, Zilva langsung membungkam mulut laki-laki itu. "Kak Levi tidak diizinkan untuk menyangkal kenyataan itu."

Levi terdiam mendengar ucapan Zilva. Bukan karena gadis itu berlaku tidak sopan, tapi baru kali ini ia mendengar kalimat itu.

Kalimat apresiasi karena ia telah berjuang sejauh ini yang diucapkan oleh Zilva membuat Levi berhasil menitikkan air mata.

"Loh, heh? Kak Levi, maaf-maaf kalau aku keterlaluan nutup mulutnya. Sakit banget?" Dengan cepat Zilva melepas tangannya dari mulut Levi.

"Zilva, terima kasih. Kamu selalu memandang positif ke arahku, kamu juga yang selalu beri aku semangat dari dulu, kamu yang selalu perhatian kalau aku lelah, kamu juga yang-"

Zilva menyela, "Oke, stop! Kalau Kak Levi puji aku terus kek gitu akunya jadi kesenengan nih."

Levi beranjak dari duduknya, mendekat ke arah Zilva, dan meraih kepala gadis itu. Dengan lembut Levi meninggalkan kecupan sayang di pucuk kepalanya.

"Sehat terus, Zilva. Kamu adalah harta paling berharga yang tidak ternilai harganya bagi kami."

Zilva tersenyum cerah. Ia bersyukur dipertemukan dengan Levi. Sosok yang selalu ada ketika ia membutuhkannya, sosok yang bersedia melindunginya dan juga sosok yang bahkan mampu menggantikan seorang Gabriel.

Tidak, bukan maksud Zilva untuk menggantikan sosok Gabriel, tetapi ia akui Levi adalah sosok yang benar-benar membuatnya nyaman.

"Kak Levi juga sehat terus, dong. Biar bisa traktir aku terus, hahaha."

Levi tersenyum kecil. Ia mengusap rambut Zilva dengan sayang. "Nanti mi ayam sama es telernya kamu bawa masing-masing lima, ya, buat keluarga."

Zilva mengangguk paham. Ini nih, yang buat dia semakin tidak bisa lepas dari Levi karena ini, traktiran. Sesekali ditraktir tidak termasuk matrek, kan?

Setelah pesanan Levi selesai dibuat, mereka beranjak dan Levi berjalan ke arah keluarga kecil pedagang mi ayam itu untuk membayar semua.

Semuanya tercengang, kecuali Zilva. Gadis itu malah tersenyum bangga. Mereka semua terkejut karena setumpuk uang berwarna merah yang ditaruh Levi.

"Ini kebanyakan, Kak!" seru Bunga.

Levi hanya tersenyum dan langsung pergi dari sana. Sedangkan Zilva yang paham melihat mereka bingung harus apa, berkata, "Maaf kalau saya lancang, tapi silakan diterima, Kak. Beliau memang seperti itu, irit ngomong, tapi tindakannya sat set."

Setelah mengatakan itu, Zilva langsung masuk mobil mengikuti Levi. Bibirnya tak berhenti mengulas senyum. Ah, hari ini sungguh membahagiakan untuknya, traktiran salah satu faktornya.

Setelah sampai rumah, ia merapikan bawaan dari Levi dan mengganti pakaiannya agar lebih nyaman.

Sore hari, setelah Zilva bersih-bersih rumah tiba-tiba ia kepikiran tentang Gabriel. Tidak baik menggantung perasaan Gabriel seperti itu, ia harus tegas menentukan pilihannya.

Ponsel yang tergeletak di meja ia ambil kemudian ia sentuh layarnya beberapa kali. Ponselnya ia tempelkan di telinga dan terdengar alunan nada khas telepon.

"Halo, Gabriel."

"Zilva, aku minta maaf, Sayang."

Gadis itu mengembuskan napas lelah. Sudah berapa kali Zilva mendengar kata 'maaf' dari Gabriel seorang?

"Gabriel, besok sibuk?"

"Enggak, besok aku free demi kamu," jawab Gabriel cepat.

Zilva menghela napas lagi. "Bukan gitu, Gabriel. Aku gak paksa kalau kamu sibuk. Aku tunggu waktu luangmu besok."

"Jam enam malam, aku langsung ke rumahmu."

"Oke, aku tunggu."

Selesai. Hanya itu saja percakapan mereka. Zilva langsung mematikan sambungan teleponnya tanpa berniat basa-basi dengan kekasihnya itu.


♫~♥~♫


Zilva terperanjat ketika mendengar suara motor yang sudah sangat lama tak pernah ia dengar.

Luar biasa, batin Zilva berseru. Jam 17.59 Gabriel datang dan masih lengkap dengan seragamnya yang tertutup jaket hitam legam.

"Ah, ganteng banget kamu, Gabriel," gumam Zilva tanpa sadar saat melihat Gabriel memasuki rumahnya.

Gabriel yang mendengarnya tersenyum manis dan berkata, "Terima kasih, Zilva Sayang. Kamu juga tambah cantik setiap harinya."

Gadis itu tersadar dari lamunannya. Ia langsung membuang muka dan kembali memainkan game yang tadi sempat terhenti karena kedatangan Gabriel.

"Maaf, Zilva aku mau charge energi dulu." Setelah membuka jaket dan ia taruh di sandaran sofa, tiba-tiba Gabriel mendekat dan memeluk Zilva dari belakang.

Zilva tersentak sebentar lalu mulai membiasakan diri karena pelukan itu. Lalu ketika sudah rileks, bulu kuduknya meremang seketika saat Gabriel tiba-tiba mengendus dan menciumi tengkuknya yang tidak tertutup oleh kaos.

Dengan spontan Zilva memukul kepala lelaki itu dan berseru, "Jangan kek gitu, ah!"

"Maaf, Zilva, aku udah kangen banget sama aroma kamu, suara kamu, pelukanmu dan semuanya."

Cup, cup. Suara renyah itu terdengar saat Gabriel mencium kedua pipi Zilva dengan gemas.

"Aaakh, geli, Gabriel! Ingat batasanmu! Kita masih pacaran!"

Gabriel perlahan melepas pelukannya, sedikit menjauhkan tubuhnya. "Kamu udah gak sayang aku lagi ya, Zilva?"

Gadis itu menatap datar lelaki yang tadi memeluknya. "Coba bayangkan, aku selingkuh di belakangmu dan aku menyembunyikan hal besar selama bertahun-tahun, bisa kamu gak marah dan kecewa?"

Gabriel terdiam. Kenapa masalah ini susah sekali untuk diselesaikan? Ia rindu dengan tingkah manja kekasihnya itu. Ia kecewa dan kesal dengan perbuatannya di masa lampau.

"Zilva, aku minta maaf. Maaf, maaf, maaf dan maaf. Harus berapa kali aku meminta maaf, Zilva? Kenapa susah sekali untukmu memaafkanku, hah?! Apa sih maumu?!"

Alis Zilva menyatu seketika. Bingung dengan bentakan Gabriel baru saja. Ia berbalik hingga menghadap Gabriel dan mendorong mundur laki-laki itu.

"Kamu pikir dengan kamu membentakku, aku langsung takut, hah?! Aku gak pernah takut sama kamu, Gabriel! Kamu yang butuh maaf dariku, kan? Ya lakukan dengan sungguh-sungguh! Bukan dengan membentak seperti itu! Berani kamu menaikkan nada bicaramu lagi, aku gak segan-segan minta putus."

Gabriel kelabakan. "Enggak, bukan gitu, Zilva. Maaf aku kelewatan. Sayang, aku minta maaf, ya? Aku mau kita kembali kayak dulu. Makan es krim di taman, kasih makan bison di kebun binatang, lihat bintang di lapangan dekat kompleks, dan nonton di bioskop."

Gadis di depannya hanya diam menatap lurus. Sebenarnya Zilva juga ingin mereka kembali seperti dulu, tetapi ia ingin lihat dulu bagaimana perjuangan Gabriel meminta maaf. Bukan maksudnya untuk mempermainkan harga diri Gabriel, tapi ia ingin melihat sedalam apa ketulusan laki-laki itu.

Tapi lihat apa yang baru saja terjadi. Bukannya membungkuk untuk minta maaf, ia malah membentaknya.

"Kamu ganti seragammu sama baju Kak Christ, aku tunggu di luar, kita ke lapangan kompleks."

Zilva beranjak meninggalkan Gabriel yang cengo. Beberapa saat kemudian ia sadar dan dengan girang ia berlari kecil untuk mencari keberadaan Christ berniat untuk meminjam bajunya.

"Ambil sendiri, gue mager."

Dengan senyum merekah ia membuka lemari Christ dan mengambil acak kaos di dalamnya.

Setelah selesai mengganti baju dan membasuh wajahnya agar lebih segar, ia pun bergegas menemui Zilva di ruang tamu. Tetapi gadis itu tidak ada, Gabriel sedikit sedih karena ditinggal.

Ah masa bodo, begitu batinnya. Ia pun kembali berlari kecil untuk langsung menemui Zilva di lapangan kompleks.

Matanya melihat punggung yang dulunya lebar itu dengan ceria. Gadis yang dulu tinggi besar itu sekarang lebih kurus. Gabriel benar-benar pangling saat pertama kali bertemu Zilva saat wisudanya beberapa bulan lalu.

Entah apa faktor penyebab turunnya berat badan Zilva, Gabriel harap bukan karena stres.

"Zilva," panggilnya dengan nada riang dan gadis itu hanya menoleh sekilas lalu kembali menatap langit yang penuh dengan bintang.

Gabriel mendudukkan diri di bangku panjang tepat di sisi Zilva. Ia menatap kekasihnya dengan tatapan yang haus akan kerinduan. Rasanya Gabriel ingin menculik Zilva dan ia kunci di rumahnya agar hanya dia saja yang memandanginya.

"Zilva," panggilnya lagi.

Menoleh. Zilva bergumam, "Hm?"

"I love you."

Hening. Zilva hanya diam menatap ke mata jernih Gabriel. Keduanya saling menatap selama beberapa saat.

Gabriel malah salah tingkah ketika ditatap lama oleh kekasihnya itu. Ia membuang muka sambil tersenyum-senyum.

"Jadi?" Zilva mulai membuka suara.

"Jadi apa, Sayang?"

Zilva mengembuskan napas lelah. Kenapa lelaki di depannya ini susah sekali untuk peka?

"Ma ...?"

"Ma? Kamu mau aku panggil Mama?"

Astaga, Gabriel kenapa gak peka banget, sih?! batin Zilva geram.

"Mana maafmu?" ucap Zilva to the point.

Gabriel tersentak sebentar. Lalu ia meraih kedua tangan Zilva dan mengusapnya lembut. Manik matanya menatap gadis itu dengan sayang.

"Aku, Gabrielo Othniel Serafin ingin memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada kekasihku tersayang, Zilvania Caroline Aleeza. Aku harap kekasihku ini masih memberikanku kesempatan agar kita bisa kembali bersama. Aku bersumpah sebagai pria sejati, tidak akan menyakiti hati bersih milikmu lagi dan akan melindungimu dengan nyawaku sebagai bayarannya," ucap Gabriel dengan tegas.

Zilva terdiam. Sebenarnya di dadanya sudah bergemuruh hebat karena tak biasa diperlakukan seperti itu. Apalagi tatapan serius dari Gabriel membuatnya tak bisa berpaling.

Gabriel tersenyum seraya menunggu dengan sabar kalimat yang akan dikeluarkan dari bibir Zilva.

"Gabriel, jangan bilang kek gitu lagi."

"Kenapa, Zilva? Aku serius dengan perkataanku."

"Bukan itu. Jangan bilang kamu mau korbankan nyawamu untuk aku. Kalau kamu gak ada, aku sama siapa? Kamu pikir dengan aku selamat aja cukup? Enggak, Gabriel. Sia-sia aku selamat karena nantinya aku akan hidup sendirian."

Gabriel terdiam dengan ucapan Zilva baru saja. Sangat rasional. Ia menggigit bibir bawahnya sedikit menyesal karena salah berucap.

"Kamu gak perlu mengorbankan nyawa, dengan kamu tetap di sisiku itu sudah lebih dari cukup. Ah, dan ya, jangan pernah selingkuh lagi karena gak ada jatah maaf untuk yang kedua kalinya."

Zilva sampai limbung karena tiba-tiba Gabriel mendekapnya dengan erat. Tanpa sengaja Gabriel menindihnya di bangku panjang itu. Zilva yang takut dipandang aneh oleh tetangganya pun segera mengeluarkan tenaga agar mereka kembali duduk.

"Gabriel kalau peluk biasa aja, nanti dipikir yang aneh-aneh sama tetangga, gimana?"

"Aku gak peduli, pokoknya aku lagi bahagia banget, Zilva."

Muach. Muach. Basah sudah kedua pipi Zilva karena Gabriel menciumnya dengan gemas.

"Pokoknya aku sayang banget sama kamu, Zilvaaa!" serunya gemas dengan pipi yang ia tempelkan ke pipi Zilva.

🍃🍃🍃

Bersambung :)
Vote dan komen? ❤

Gabriel buceen banget astaga. Diancem putus langsung gopoh dia wkwk

Continue Reading

You'll Also Like

ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

4M 234K 29
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
306K 22.7K 23
Aneta Almeera. Seorang penulis novel legendaris yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwany...
597K 66.6K 8
"Gilaa lo sekarang cantik banget Jane! Apa ga nyesel Dirga ninggalin lo?" Janeta hanya bisa tersenyum menatap Dinda. "Sekarang di sekeliling dia bany...
5.4M 368K 68
#FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA⚠️ Kisah Arthur Renaldi Agatha sang malaikat berkedok iblis, Raja legendaris dalam mitologi Britania Raya. Berawal dari t...