Forever Mine

By 23gwen

4.7M 209K 10.8K

"Apa kau selalu seperti ini?, memerintah orang untuk melakukan apa yang kau mau?" lanjutku sambil menatapnya... More

prolog
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43
Chapter 44
Chapter 45
Chapter 46
Chapter 47
Chapter 48
Chapter 49
Chapter 50
Tolonggg yaaa
Chapter 51
Chapter 52

Chapter 25

75.7K 3.5K 54
By 23gwen

Setelah aku menutup panggilan dari Liam aku langsung bersiap-siap dan menyetir mobilku menuju club yang dia sebutkan kepadaku, sesampainya disana aku melihatnya masih meminum minumannya, sesudah aku membereskannya dari urusan club malam aku langsung membawanya ke apartemen, aku merawatnya kemudian membaringkannya diranjangnya.

"Kenapa kau tidak menelpon ibumu untuk urusan seperti ini?, dia akan merawatmu dengan lebih baik"

"Dia memperlakukanku seperti sampah" Liam menjawab dengan sinis, aku mengabaikan kata-katanya, aku harus segera pergi dari sini sebelum Sean kembali dari urusannya.

"Baiklah, sekarang kau harus tidur"

"Gabriella Maxwell, dia bukan ibuku" Liam berujar dengan lirih, aku mulanya mengabaikan kata-kata dari Liam karena kupikir dia hanyalah sedang mabuk dan tidak bisa mengendalikan kata-katanya sendiri, tapi aku terus mendengar kata-kata itu keluar dari mulutnya, aku bahkan melihatnya begitu terluka saat dia mengucapkan hal itu, aku merinding saat dia mengucapkan hal itu lagi, tanganku juga gemetar saat dia mengucapkan hal itu, mungkinkah hal ini terjadi?.

"Apa maksudmu?"

"Aku bukanlah seorang Maxwell, tidak ada yang tau kecuali kami, hanya kami" suara Liam tidak teratur karena masih dalam pengaruh alkohol, aku semakin mendekat kearahnya lalu menyentuh bahunya.

"Siapa!?, katakan padaku siapa saja!" aku membentaknya dan mengguncang bahunya dengan keras.

"Aku, ayah dan dia" seketika itu juga aku merasa seolah aku tidak memiliki tempat untuk berpijak, aku merosot jatuh dilantai. Mengetahui hal ini rasanya seperti semua yang ada didunia meruntuhiku, air mataku menetes dan semakin menderas setiap waktunya, bagaimana bisa dia melakukan hal ini, bagaimana dia bisa menyembunyikan kebohongan ini dari seluruh keluarganya, bagaimana dia bisa menanggung dosa dari setiap perbuatan yang dia lakukan, dan bagaimana selama ini dia bisa bertahan menjalaninya, aku kehilangan seluruh duniaku ketika dia meninggalkanku, dan bahkan sebelum itu dia telah membuat seorang anak laki-laki yang entah dari mana asal usulnya hidup dalam kebohongan selama 25 tahun, jadi selama ini aku bukan satu-satunya yang dibuatnya menderita?, kenapa dia melakukan hal ini, apakah selama ini memang hanya uang dan warisan yang ada dibenaknya, hingga dia sanggup melakukan apapun untuk mencapai ambisinya.

Aku mengusap air mataku dengan kasar dan sembarangan, aku menaikkan selimut tebal Liam agar dia bisa tidur dengan lebih nyaman, setelah itu aku keluar dari ruangannya hanya untuk masuk kedalam ruang kerjanya, jika memang apa yang dikatakannya benar, maka aku harus memiliki bukti untuk membuktikannya.

***

Waktu sudah menunjukkan pukul satu pagi ketika aku keluar dari apartement Liam, aku segera masuk kedalam mobilku lalu meluncur menuju penthouse Sean dengan perasaan yang luar biasa kacau dari biasanya, astaga...bisakah aku menghadapi hal ini, kenapa semuanya jadi terasa lebih menyakitkan, bahkan setelah aku keluar dari apartement Liam dadaku masih saja sakit karena aku mengingat apa yang Liam ucapkan, aku melirik map cokelat yang kini berada didalam ditasku, air mataku kembali menetes untuk kesekian kalinya, haruskah aku kehilangan semuanya?, aku sudah melakukannya sejauh ini, haruskah aku mengakhirinya dan melupakannya, aku merasa sangat membenci diriku sendiri saat ini. Kini kehancuran keluarga Maxwell telah berada ditanganku, jika aku menyebarkan hal ini berserta bukti yang telah berada dalam tanganku ini, maka bukan hanya keluarga Maxwell yang hancur, mungkin keluarga dari pihak ayah Liam juga akan hancur. Aku tersenyum sinis ketika aku membayangkan perbuatan yang mereka lakukan selama ini, mereka bahkan lebih kejam dari seorang iblis.

***

"Ms Warren, anda pergi tanpa mengatakan apapun!" suara Richard langsung menyambutku saat aku membuka pintu penthouse, itu berarti Sean belum kembali dari urusannya, aku sedikit lega karenanya. Tanpa buang waktu aku langsung menarik tangan Richard dan membawanya ke tempat tertutup agar aku bisa bicara padanya.

"Apa ada orang lain yang tau bahwa aku pergi?" aku bertanya padanya dengan cemas.

"Kurasa tidak Ms, hanya aku..." dia berkata dengan yakin, jika memang tidak ada yang tahu bahwa aku pergi maka itu adalah keuntungan buatku.

"Richard, aku butuh bantuanmu" aku memotong perkataannya sambil menatapnya dengan pandangan memohon.

"Apa yang bisa kubantu Ms Warren?" tanyanya dengan pandangan serius

"Tolong jangan biarkan Sean tau soal hal ini, jangan beritahu Sean jika aku keluar dari penthouse malam ini"

"Apa yang ..."

"Aku akan berada dalam masalah jika dia mengetahuinya Richard, kumohon padamu, bantu aku sekali ini saja" aku kembali memohon padanya dan kurasa itu berhasil karena Richard terlihat mengalah dan akhirnya menuruti permintaanku asal aku berjanji jika aku tidak berbuat seperti ini lagi.

***

Setelah aku meyakinkan Richard aku langsung menganti bajuku dan kembali berbaring di tempat tidur, tentu saja aku tidak bisa tidur ketika aku memikirkan semua ini, aku sangat takut dengan apa yang nanti akan terjadi, aku takut dengan apa yang akan kuputuskan nantinya akan menghancurkan diriku sendiri, apakah aku masih bisa hidup saat aku melepaskan semuanya?, apakah aku bisa hidup saat aku tidak punya lagi tujuan hidup, mungkinkah aku berakhir seperti dulu.

Beberapa jam kemudian aku mendengar suara pintu terbuka, aku tahu itu pasti Sean, aku melihatnya dari ujung mataku, dia terlihat baik-baik saja, dia melepas mantel hangatnya juga kemejanya, lalu berjalan kearahku, dia terkejut ketika melihatku masih membuka mataku, dia membelai kepalaku lalu mencium pelipisku dengan penuh kelembutan, aku tersenyum padanya dan membelai rambut gelapnya.

"Hey" aku menyapanya dengan suara lembut, kini dia telah berbaring disampingku dengan kepalaku yang kuletakkan diatas dadanya.

"Tidak bisa tidur sayang?, mau kubuatkan camomile untukmu?" Sean menawarkan, aku hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalaku padanya, aku tidak ingin apapun saat ini, aku hanya ingin berada didekatnya.

"Aku tadi terbangun dan kau masih tidak ada disampingku" aku berdusta padanya, aku tidak berani menatap matanya saat aku mengatakannya, dan yang sekarang kurasakan adalah tangannya yang membelai halus rambutku, membuatku nyaman dengan semua yang dia lakukan padaku.

"Maafkan aku, aku kembali secepat yang aku bisa" Sean mengecup keningku dengan penuh cinta dan kasih sayang yang dimilikinya untukku.

"Apa terjadi masalah yang serius?"

"Ya, tapi semua sudah diatasi sekarang, kita bisa tenang"

"Sean?"

"Ada apa sayang?, kau sakit?" Sean sekarang bertanya padaku dengan khawatir, tapi aku menggelengkan kepalaku dan meyakinkan bahwa aku baik-baik saja, aku ingin mengatakan semuanya pada Sean, tapi aku sangat takut, aku tahu aku sama sekali tidak memiliki alasan untuk takut, tapi rasanya seperti mulutku tertutup rapat menahannya.

"Aku baik-baik saja, aku hanya merindukanmu"

"Oh sayang, aku juga sangat meridukanmu" dia berujar sambil mengecup telapak tanganku berulang kali.

***

Semalaman aku tidak tertidur, aku hanya menemani Sean yang tertidur dengan lelap, bahkan pagi ini aku bangun lebih dulu dari Sean, aku memakai baju kerja yang kemarin telah kusiapkan lalu berjalan ke arah dapur, disana aku melihat pengurus rumah telah bekerja, aku tersenyum pada wanita itu dan duduk di kursi tinggi. Tak lama kemudian Sean terlihat keluar dari kamarnya dengan pakaian yang rapi, kemeja putih dengan jas biru tuanya, aku tersenyum padanya dan dia juga membalas senyumanku

"Hmm, bagaimana tidur wanitaku semalam" Sean berkata sambil mengulurkan tangannya untuk menangkup wajahku lalu mencium bibirku dengan lembut, aku membalas ciumannya dengan ringan, itu karena ada pengurus rumah Sean yang sedang membuatkan sarapan untuk kami. Sean mengambil duduk di sampingku lalu membuka tangannya kearahku, aku menggeleng ringan padanya dan itu membuatnya mengerutkan dahinya, wajahnya seketika menjadi cemberut.

"Kurasa kita harus menghentikan kebiasaan itu Sean" aku berujar lagi sambil menatapnya dengan serius.

"Tidak, aku tidak ingin menghentikannya" kata Sean sambil menarikku kepangkuannya, jelas saja tubuhku langsung terhempas ke dalam pangkuannya, dia mengendus rambutku lalu berpindah ke leherku, dia menghadiahiku sebuah kecupan kecil di leherku, lalu mengistirahatkan kepalanya dibahuku, hmm...dia terlihat sangat manja saat ini.

"Kau terlihat manis pagi ini, hmm?" dia mengecup lembut pipiku

"Jika yang kau maksudkan adalah aku tidak menerobos dapur pagi ini maka kau benar" aku berujar sinis padanya sambil memainkan telapak tangannya yang ada digenggamanku, aku merasakan senyumannya mengembang saat aku mengatakannya.

"Apa yang menjadikannya berbeda pagi ini?" dia kembali mengecup pipiku lagi tapi kemudian dia mengubah posisi dudukku berhadapan dengannya agar aku bisa melihat wajahnya, aku tersentak kaget dan memegang bahunya untuk menjaga keseimbanganku.

"Sean, apa yang kau lakukan??!, bagaimana jika dia melihatnya!?" aku memekik tertahan padanya, tapi dia hanya mengangkat bahu tidak menggubris perkataanku.

"Tidak ada yang melihat sayang" Sean membelai rambutku ringan lalu mengecup bibirku, aku menoleh untuk melihat ke belakang, tapi aku mendapati tidak ada siapapun disana, apa dia menyuruh wanita itu pergi?.

"Sekarang katakan padaku" dia kembali berujar sambil tersenyum hangat padaku.

"Kau tau kenapa Sean" aku menggerutu padanya.

"Katakan saja padaku sayang" dia memaksa, aku hanya terdiam sejenak saat mendengarnya lalu aku perlahan mendekatkan bibirku pada telinganya, untuk membisikkan jawaban yang dia minta padaku.

"Aku tidak ingin kau merantaiku didalam kamarmu" aku menjauhkan kepalaku dari telinganya untuk mengukur reaksinya, dia memasang senyuman menggoda dibibirnya lalu kembali memelukku.

"Percayalah, menyakitimu adalah hal terakhir yang kuinginkan, aku akan selalu memberimu kebahagiaan" dia berkata, dengan ragu aku melingkarkan lenganku disekelilingnya kemudian memeluknya dengan erat. Aku menenggelamkan kepalaku pada dada bidangnya sambil menghela nafas panjang, andai aku bisa melakukan apa yang dia lakukan padaku.

***

Mobil Sean berhenti didepan Maxwell Company saat dia mengantarku kekantor, aku membuka sabuk pengamanku lalu menatapnya, dia balas menatapku lalu kembali memalingkan pandangannya dariku, astaga aku benci hal ini. Aku mendekat padanya, dan seakan mengerti apa yang kuinginkan, dia langsung menarikku kedalam pelukannya, tapi setelah itupun dia tidak kunjung melihatku dan mengatakan apa masalahnya kali ini, dia hanya dia dan itu membuatku sangat frustasi.

"Berapa lama lagi waktu yang kau perlukan Ash?, aku mulai muak dengan semua ini" dia membuka pembicaraan.

"Aku bisa menghancurkan perusahaan ini hari ini juga, tidak perlu membutuhkan waktu lebih lama lagi" Sean berujar lagi dan itu membuatku memejamkan mata menahan kesedihanku, hatiku rasanya benar-benar remuk.

"Tidak akan lama lagi Sean, aku hanya memerlukan saat yang tepat untuk mengakhirinya" aku turun dari pangkuannya untuk membuka pintu mobil sebelum dia meraih lenganku untuk menahanku.

"Jangan pernah main-main dengannya Ashley, jika dia sampai menyentuhmu aku bersumpah aku akan membunuhnya, aku tau apapun yang kau lakukan ditempat sialan ini, jadi kuingatkan padamu, jangan berbuat hal-hal bodoh" matanya serius mengancamku.

"Aku tau apa yang kulakukan" aku kembali kepadanya menangkup wajahnya lalu melumat bibirnya, aku kembali ke pangkuannya lalu kami berciuman entah berapa lama.

***

Aku melihat Liam mondar mandir di loby, saat mata kami bertemu aku langsung mengangguk hormat padanya, tapi dia seolah ingin bicara lebih jauh lagi denganku.

"Selamat pagi sir" aku menyapanya sambil melewatinya begitu saja, tak lama kemudian dia menyamai langkahku hingga saat ini kami berdua berada di lift. Aku tidak berbicara sepatah katapun padanya begitu juga dengannya, hal ini membuatku sangat terganggu.

"Aku menginginkanmu berada diruanganku sepuluh menit lagi" dia berkata padaku dengan singkat.

"Aku akan segera keruanganmu sir" aku menjawabnya dengan professional, aku keluar dari lift terlebih dahulu untuk masuk keruanganku.

***

Aku berjalan menuju ruangan Liam dengan tenang, sesekali aku tersenyum membalas sapaan para karyawan yang kulewati, setelah aku sampai didepan ruangan Liam aku melihat sekertaris Liam yang sudah berada di depan pintu, anehnya aku melihat dia tersenyum menyambutku, aku kira aku salah lihat tapi ternyata setelah ku dekati itu memang benar-benar dirinya, mau tidak mau aku tersenyum apa adanya untuk membalas senyuman manisnya.

"Selamat pagi Ms Warren, Mr Maxwell sudah menunggu anda" dia kembali tersenyum lalu membukakan pintu untukku, aku melangah masuk sambil kembali tersenyum padanya dan menggumamkan terima kasih. Sekertarisnya langsung menutup pintu saat aku sudah masuk kedalam ruangan Liam, dalam hati aku membatin, ada apa dengan perubahan sikapnya.

"Anda memanggilku Mr Maxwell" aku berujar padanya, dia mengulurkan tangannya menuju arah sofa mengisyaratkanku agar duduk, aku langsung mengikuti isyaratnya untuk duduk di sofa.

"Aku ingin membicarakan tentang kejadian semalam" Liam berujar dengan suara seraknya.

"Aku akan menganggap kejadian semalam tidak pernah terjadi jika anda mau Mr Maxwell" dia tersenyum ketika mendengar kata-kataku, sedangkan aku hanya menatapnya dengan pandangan profesionalku.

"Kau memang seorang wanita yang istimewa Ashley, kau pasti tau hal itu" Liam berujar lagi.

"Jika tidak ada yang ingin anda bicarakan lagi, aku permisi kembali keruanganku, pekerjaanku menunggu Mr Maxwell" aku berujar dengan lebih tenang walaupun dadaku berdebar kerena dia, aku juga sangat lega dan bersyukur karena tampaknya dia tidak mengingat apa yang telah dia katakan padaku semalam.

"Aku kemari untuk meminta maaf padamu dan memohon sesuatu padamu"

"Apa yang bisa saya bantu Mr Maxwell?"

"Temani aku kepesta yang diadakan keluargaku malam ini" dia mengatakan hal itu dengan ragu, kupikir dia takut aku akan menolak permintaannya.

"Dengan senang hati Mr Maxwell" dia tampak sangat terkejut dengan jawabannya, dia bahkan mengerutkan dahinya seakan tidak paham dengan apa yang baru saja kukatakan.

"A..Aku sangat berterima kasih Ashley" dia sedikit tergagap saat mengatakannya padaku.

"Tidak perlu berterimakasih Mr Maxwell" aku bukan datang untuk membantumu, aku hanya datang untuk menghabisi wanita jalang itu.

***

Pesta di rumah besar keluarga Maxwell tampak sangat ramai dipenuhi tamu undangan dari kalangan atas, aku tidak kaget dengan pesta besar ini, aku bahkan bisa membayangkan berapa juta dollar yang mereka keluarkan utnuk mengadakan pesta ini, keluarga Maxwell memang dikenal sebagai orang yang senang berpesta, jadi mereka sangat mengerti bagaimana cara mengadakan sebuah pesta yang meriah, kebiasaan yang sudah mendarah daging kurasa.

"Ayo, kuperkenalkan kau ke keluargaku" Liam berujar sambil membawaku ke dalam rumah besar, aku sesekali tersenyum padanya untuk menutupi kegelisahanku. Didalam rumah besar, aku melihat beberapa kerabat Liam berkumpul disana, disana juga ada Gabriella Maxwell yang terlihat sangat terkejut ketika dia melihatku, aku hanya tersenyum sambil mengangguk hormat padanya didepan para keluarga Maxwell lainnya.

"Well, apakah ini adalah calon nonya muda Maxwell?" sebuah suara memecah perhatianku saat tatapanku sedang tertuju pada wanita itu, aku berbalik ke arah suara itu, disana ada seorang pria tua berusia sekitar tujuh puluh tahunan menggenakan setelan jasnya sedang tersenyum padaku, aku membalas senyuman tulusnya.

"Senang bisa bertemu dengan anda Mr Alfred Maxwell, saya mendengar banyak hal tentang anda" aku berkata sambil mengulurkan tanganku untuk menjabatnya. Diapun mengulurkan tangannya padaku senyumannya belum hilang dari wajahnya.

"Suatu kehormatan juga bisa bertemu denganmu Ms Maxwell"dia berujar itu membuatku sedikit terkeut karena dia tau namaku, apakah dia juga sudah menyelidiki latar belakangku?, astaga... di negera ini benar-benar tidak ada yang dinamakan privacy.

"Suatu kehormatan untukku juga Mr Maxwell"

"Ms Warren, aku juga telah benyak mendengar tentangmu, kau sangat berbakat, Maxwell Company beruntung bisa memilikimu" aku tersenyum mendengar apa yang dia katakan padaku.

"Aku tersanjung mendengar pujian itu darimu Mr Maxwell"

"Kakek..." aku bersyukur karena Liam datang tepat waktu, aku tersenyum saat melihat dia telah berada di sisiku, aku memang tidak ingin terlalu lama dengan pria tua ini.

"Aku hanya sedang bercakap-cakap dengan Ms Warren"

"Aku mengerti kakek, tapi aku ingin memperkenalkannya pada rekan bisnis kami yang lain" Liam beralasan, Alfred terlihat memanggut-manggut lalu tersenyum pada kami, Liam menarikku, sedangkan aku mengangukkan kepalaku hormat pada Alfred, aku harap untuk yang terakhir kalinya.

"Maaf tentang kakekku, dia memang sangat menyukai prestasimu, dia bahkan menyelidiki latar belakangmu" aku langsung menoleh padanya dengan tatapan cemas saat dia mengatakan hal itu, astaga aku bahkan tidak bisa mengkontrol diriku sendiri saat orang mengatakan bahwa mereka memeriksa latar belakangku, Liam yang melihat ekspresiku langsung tersenyum padaku.

"Jangan khawatir, tidak ada seorangpun yang bisa memeriksa latar belakangmu Ashley, itu masuk akal karena kau memiliki keluarga Blackstone dibelakangmu, tidak ada seorangpun yang bisa menyentuhmu selain keluarga Blackstone sendiri" Liam berkata sambil menerawang jauh dipandangannya, aku memalingkan wajahku darinya sesaat kemudian aku melihat dari sudut mataku dia juga melakukan hal yang sama seperti yang kulakukan.

***

Aku sedang berada di meja minuman saat ini, aku memang sengaja meninggalkan Liam karena aku ingin mendekati Gabriella Maxwell, masalah ini harus diselesaikan hari ini juga, aku tidak bisa menundanya lagi, aku takut jika aku menunda melakukan hal ini maka aku akan melakukan hal yang lebih buruk dari lagi, aku takut nantinya aku menjadi lebih kejam dari pada wanita itu, setelah aku mengetahui siapa itu Liam Maxwell, aku tidak bisa lagi melanjutkan hal ini. Itu karena dia bukanlah tujuanku, jika seandainya dia adalah seorang Maxwell, maka aku akan dengan mudah menghancurkan semuanya, karena memang itulah tujuan awalku, tapi jika aku melakukannya, maka kehidupan Liam akan semakin hancur, mungkin saja namanya akan dihapus dari keluarga Maxwell, dan dia akan berakhir sebagai gelandangan karena ayahnya juga tidak akan memperdulikannya. Aku tidak bisa melakukan hal itu, itu sama saja aku menghancurkan diriku sendiri, jika aku memberitahu kepada keluarga Maxwell bahwa Liam sama sekali tidak memiliki darah seorang Maxwell, maka hancurlah sudah, tidak kukira akan semudah ini menghancurkan seorang Gabriella Maxwell dengan kebusukannya sendiri. Tapi jika aku melakukannya maka tidak akan ada bedanya antara aku dan dirinya.

Aku melirik kearah seorang wanita yang sedang berdiri disampingku, wajahnya terlihat angkuh dan sama sekali tidak menyenangkan, kecantikannya hanyalah topengnya dari kebusukan hatinya.

"Kau tau, awalnya aku meremehkanmu, dan kini aku tahu bahwa kau lebih licik daripada yang kuduga" dia membuka pembicaraan kepadaku, aku beralih menatapnya sambil mengembangkan senyumanku padanya.

"Oh percayalah Mrs Maxwell, aku belajar dari yang terbaik, aku mempelajarinya darimu" aku menjawabnya dengan suara lembutku, sesekali aku juga melemparkan senyuman pada keluarga Liam yang lalu lalang dihadapan kami.

"Haruskah aku membunuhmu saat kau masih bayi Ashley?" katanya benar-benar menusuk dan penuh dengan kebencian.

"Aku juga berharap mati setiap kali aku mengingat bahwa darahmu mengalir dalam diriku Mrs Maxwell" aku balas menjawabnya.

"Dan sekarang kau menyukai kehidupanmu?, dengan menjadi pelacur dikeluarga Blackstone, apa kau diperlakukan seperti anjing sebelumnya?, jangan bertingkah seolah dirimu sangat hebat Ashley, kau hanyalah sampah!" dia menekan kata terakhirnya padaku, sementara aku hanya tersenyum mendengarkan kata-katanya.

"Jangan juga bertingkah seolah kau sangat berkelas, semua orang disini tau bagaimana kelakukanmu, mereka tau setiap skandal yang kau lakukan, mereka tau seberapa serakahnya dirimu dengan harta, hingga kau berusaha menguasainya sendiri, bisakah kau beritahu aku?, bagian mana dari itu semua yang kau anggap berkelas?. Kau tidak memiliki kemampuan apapun untuk menjalankan sebuah perusahaan, karena itu kau merengek pada ayahmu untuk memberimu perusahaannya. Itu menyedihkan, aku benar-benar kasihan padamu" aku menatapnya tajam tapi tetap menjaga ekspresiku agar aku tidak melampaui batasku. Kulihat tangannya mencengkeram gelas yang ada ditangannya hingga buku-buku jarinya memutih, aku menatapnya kembali lalu tersenyum dan menyesap champagneku.

"Lalu apa yang akan kau rencanakan?, kau akan menikah dengan Liam?, jangan lupa bahwa dia adalah kakak tirimu, setidaknya ada darahku yang mengalir dalam tubuh kalian berdua"

"Apa kau sangat yakin dengan hal itu Maxwell?"

"Apa maksudmu!" dia memekik, aku mengalihkan pandangan kepadanya dan kulihat dia kini mulai kehilangan kendalinya, dia bahkan tidak biisa mengendalikan amarahnya.

"Yang coba kukatakan disini adalah kurasa Liam Maxwell bukanlah anakmu Mrs Maxwell"

***

Gimana? jangan lupa Vote dan komentar yaaaa

Continue Reading

You'll Also Like

5.6M 295K 56
Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusaknya sejak 7 tahun lalu. Galenio Skyler hanyalah iblis ya...
1.4M 68.1K 51
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...
5.7M 69.7K 40
Cerita Dewasa! Warning 21+ Boy punya misi, setelah bertemu kembali dengan Baby ia berniat untuk membuat wanita itu bertekuk lutut padanya lalu setela...
363K 25.7K 33
Adhitama Malik Pasya pernah menikah dengan gadis belia. Satu bulan pernikahan, lelaki itu terpaksa bercerai dari istrinya. Tujuh tahun berlalu, ia t...