Who's Me? (END)

By Kucinghitam03

153 89 171

[CHAPTER COMPLETE] WARNING!! Cerita ini murni hasil pemikiran author:v -☆- Seorang gadis remaja yang memiliki... More

PROLOGUE
-1- Desa Tlorhen & Hutan Grouka
-2- Aku... Tidak Terlihat?!
-3- Polisi di Desa Tlorhen
-4- Tragedi Pembantaian & Seorang Jurnalis Bermata Spesial
-5- Identitas Asli Sang Polisi
-6- Kecewa dan Bahaya
-8- Bantuan dari Langit
-9- Pertanyaan dan Pertanyaan
-10- Janji Antar 2 Ruh
EPILOGUE

-7- Taktik

11 8 8
By Kucinghitam03


-☆-

"A-aku... bisa melihat ruh," ucap Xie dengan ragu.

"Lalu?"

"Dan, semenjak kita masuk ke dalam desa ini. Aku melihat satu ruh yang bergentayangan mencari jati dirinya di desa ini. Awalnya ia mengaku, tidak mengingat apa pun tentang dirinya. Akan tetapi, tidak lama kemudian ia sudah bisa mengingat siapa dirinya. Dan, dan..." Xie berhenti berkata-kata, ia berusaha menguatkan dirinya untuk mengatakan semua hal tentang diriku.

"Dan dia, adalah Yara. Sahabat dari Haveny. Haveny, adalah putri bungsu dari Monster ini," ungkap Xie dengan susah payah. Sepertinya sulit sekali baginya mengatakan hal itu.

Raut wajah Zlan berubah seketika. Keningnya berkerut, dan berusaha mencerna semua cerita singkat yang dikatakan oleh Xie. Sedangkan Wyl, tidak henti-hentinya menutup mulutnya dengan kedua telapak tangannya dengan wajahnya yang terkejut. Dan Monster itu, hanya terkejut saja. Ia menunggu suatu kemungkinan yang buruk yang akan dikatakan oleh Xie. Mungkin?

"Jadi, apa dia- maksudku, Yara. Apakah, Yara berada di sini saat ini?" tanya Zlan lagi.

Xie hanya mengangguk pelan, lalu menunjuk ke arah diriku. Seperti memberi kode, bahwa aku berdiri di sini.

"Karena Yara, aku mencurigai Pak Reimold, dan berusaha menyelidikinya. Dan karena dia jugalah, kita pergi ke Klinik," kata Xie menjelaskan.

Xie menoleh ke arah Pak Reimold. "Kau harusnya malu! Kau sudah membunuh Yara dengan cara yang sangat tragis!" cetus Xie dengan kesal.

"Cih!" Pak Reimold tertawa dan lalu ia tersenyum smirk. "Apa kau ini bodoh?! Kau itu tidak tahu apa-apa tentang akar masalahnya. Dan kau malah menyalahkanku atas kematiannya?"

"Apa maksud Anda? Yang membunuh Yara tidak lain adalah Anda. Anda tentu saja bersalah," ujar Zlan dengan raut wajah marah. Sorot matanya mulai terlihat menyeramkan.

Untuk sesaat, Pak Reimold terlihat ketakutan melihat Zlan. Akan tetapi, ia langsung menyembunyikan hal itu dan mencoba untuk tetap melawan dengan gagah berani-- seolah-olah ia tidak bersalah.

"Kalian hanya mendengar cerita itu dari versi gadis sialan itu saja. Kalian tidak mendengar dari versiku juga!" bentak Pak Reimold.

"Aku tidak butuh penjelasan dari versi Anda sedikit pun! Karena aku percaya pada Yara!" pekik Xie dengan tegas. Mendengar hal itu, aku merasa terharu. Entahlah, mungkin karena Xie mempercayaiku?

"Ya, kami tidak membutuhkan hal itu dari Anda. Yang kami butuhkan hanya pengakuan Anda di depan Hakim Agung nantinya di sidang pengadilan!" cetus Zlan datar.

"Cih! Dasar anak-anak sialan!" umpat Pak Reimold menahan emosinya. Ia menoleh ke belakang, melihat keempat teman-temannya yang masih memegang senjata tajam.

"Hei, ayo! Kita akan berpesta hari ini!" kekeh Pak Reimold disusul tawa dari teman-temannya.

Mendengar hal itu, Wyl yang sejak tadi sudah ketakutan setengah mati menjadi semakin takut. Tubuhnya gemetar tidak karuan. Sedangkan Xie mencoba untuk terus menenangkan Wyl. Dan, Zlan? Aku tidak tahu ia sedang apa. Karena ia hanya diam saja. Mungkin sedang memikirkan rencana untuk melarikan diri dari desa ini?

"Andaikan saja, aku bisa membantu kalian semua," ucapku mengeluh sambil menunduk.

"Hei," ujar Wyl tiba-tiba. Tubuhnya sudah tidak gemetar, tapi wajahnya masih menyiratkan rasa takut itu.

"Ada apa, Wyl?" tanya Xie menatap Wyl dengan wajah bingung.

"Kamu bilang, Yara ada di sini, bukan?" tanya Wyl kepada Xie.

"Em... yah. Kenapa?"

"Dia adalah sesosok ruh, Xie! Dia dapat membantu kita!!" teriak Wyl kegirangan. Sekarang ia tampak sedikit bersemangat.

"Apa maksudmu, Wyl? Apa yang dapat ia lakukan? Ia tidak dapat memegang apa pun yang berpengaruh pada dimensi kita. Dia... hanya dapat menyentuh orang yang dapat melihatnya saja. Percuma saja jika rencana kita adalah untuk melukai Monster itu," ucap Xie menjelaskan. Sepertinya, Xie memang sangat berpengalaman tentang hal-hal seperti ini.

"Yah, dan rencanaku bukanlah hal itu."

Kalimat yang dilontarkan oleh Wyl terdengar sangat ambigu bagi Xie-- bahkan bagiku juga. Apa maksudnya adalah, ia mempunyai rencana lain?

"Ma-maksudmu, apa? Rencanamu apa?" tanya Xie sedikit bingung.

Wyl menarik napasnya dalam-dalam. Sepertinya ia berusaha untuk menenangkan dirinya terlebih dahulu sebelum menjelaskan rencana miliknya pada kami.

"Baik. Kamu ingat film horor yang pernah kita lihat minggu lalu?"

"Em, ya. Lalu?"

"Dalam film itu, dikisahkan kalau tokoh utamanya dapat melihat ruh. Lalu-"

"Wyl! Ayo serius. Kalau kamu menceritakan semuanya, akan menghabiskan banyak waktu. Kita harus berpikir cepat," ucap Xie menyela.

Apa yang dikatakan oleh Xie itu benar. Di belakang kami, Zlan sedang berdebat dengan para Monster itu. Sepertinya ia ingin mengulur waktu, agar kami dapat berdiskusi.

"Baik. Rencananya sangat sederhana." Wyl menarik napasnya kembali.

"Yara, kamu harus merasuki tubuh Monster itu."

-☆-

Aku sudah mencoba untuk mendekati Pak Reimold. Ralat- bukannya mendekati. Akan tetapi masih mengumpulkan keberanianku untuk mendekati Monster itu. Bukan apa-apa. Hanya saja, aku menjadi takut jika membayangkan kembali tragedi kematianku di tangan Monster itu. Alhasil, aku masih berusaha mengumpulkan niatku.

"Yara. Apa yang kamu lakukan sebenarnya?" tanya Xie menegurku. Aku tertegun, lalu menoleh ke arah Xie. Raut wajah Xie dan Wyl tampak khawatir. Mungkin saja mereka menaruh harapan besar padaku.

Benar. Mereka menaruh harapan yang cukup besar kepadaku. Tidak seharusnya aku menggigil ketakutan seperti ini. Ingat, bahwa aku ini sesosok ruh. Monster itu tidak dapat melihatku sama sekali. Aku hanya tinggal memasuki tubuhnya itu.

"Yara," panggil Wyl mengejutkanku. "Aku tahu, sepertinya kamu merasa takut dengannya. Akan tetapi, coba pikirkan lagi. Kumpulkan lagi keberanianmu. Kamu tidak akan dapat dilihat olehnya. Setidaknya, pikirkan sahabatmu. Balaskan dendam yang satu ini, untuk sahabatmu. Bahkan, apa yang akan kamu lakukan itu juga untuk dirimu sendiri, Yara. Aku yakin, kamu bisa!" ujar Wyl dengan nada suara meyakinkan. Ia berusaha untuk menyemangatiku.

Walau Wyl tidak dapat melihatku, tapi Wyl dapat mengerti apa yang aku rasakan saat ini. Aku merasa cukup bersemangat dan cukup berani untuk mendekati Monster itu. Wyl benar. Ada dendam yang harus aku balaskan lewat tindakanku ini. Yah, walau tujuanku bukan untuk balas dendam. Setidaknya, keadilan harus ditegakkan.

"Yara, kamu yakin?" tanya Xie lagi kepadaku. Sekarang, ia tampak berkeringat dengan raut wajah khawatir bukan main.

Aku tersenyum tipis, "Aku cukup yakin, Xie. Itu berkat kalian berdua. Lagipula, Zlan tampak kesulitan berdebat dengan Monster itu."

Sejak tadi, Zlan berdebat dengan Pak Reimold. Semua hal yang berkaitan tentang dosa Pak Reimold dibahas tuntas oleh Zlan. Sedangkan Pak Reimold juga tidak mau mengalah. Ia mengeluarkan semua caciannya kepada Zlan. Dan tentunya, teman-teman Pak Reimold ikut melemparkan caci maki kepada Zlan.

Harus kuakui, bahwa Zlan itu hebat. Ia dapat bertahan untuk terus memprovokasi Pak Reimold. Aku yakin, ia melakukan hal itu agar kami dapat berdiskusi lebih lama. Yah, sekarang Zlan tampak mulai kehabisan kata-kata. Mau tidak mau, aku harus bertindak.

"Xie, aku akan mencobanya." Sejurus kemudian, aku melangkahkan kakiku dengan cepat. Aku berusaha berlari sekencang-kencangnya menuju tempat Pak Reimold berdiri.

Hingga saat tinggal beberapa meter lagi, aku mengangkat tangan kananku. Tidak butuh waktu lama, tanganku itu menyentuh tubuh Pak Reimold. Tidak, bukan menyentuhnya. Melainkan menembusnya.

Tunggu!

Aku menembusnya!?

Benar juga. Aku tidak pernah merasuki tubuh orang lain semenjak menjadi sesosok ruh. Aku tidak tahu, bahwa merasuki tubuh orang lain itu cukup rumit. Aku melempar pandanganku kepada Xie. Xie hanya diam dengan wajah pucat, lalu berbisik kepada Wyl. Sepertinya ada cara tersendiri untuk memasuki tubuh orang yang masih hidup begini. Katakan saja, aku adalah sesosok ruh pemula. Umurku juga baru sekitar satu hari.

Aku menghela napas panjang. Aku harus berpikir cepat, bagaimana cara memasuki tubuh Monster ini. Padahal, aku sudah berhasil mendekatinya tanpa rasa takut.

"Aku sudah berkonsentrasi selama ini. Aku selalu fokus menjalani hidupku. Sehingga aku dapat menjadi seorang polisi yang disegani orang lain seperti sekarang. Dan lihatlah, semuanya hancur karena anak sialan itu!!" cerca Pak Reimold dengan suara tinggi. Ia masih berseteru dengan Zlan rupanya.

Hei. Berkonsentrasi? Fokus? Ya... benar. Bagaimana jika aku mencoba untuk berkonsentrasi memasuki tubuhnya? Ya, itu patut untuk dicoba.

Aku kembali mengangkat tangan kananku dan mengarahkannya ke tubuh Pak Reimold. Ajaibnya, tanganku memang menembusnya. Tapi aku merasa bahwa tanganku sudah berada di dalam tubuh Pak Reimold. Ini seperti cangkang kosong, padahal nyatanya tidak. Yah, tubuh Pak Reimold masih memiliki ruhnya sendiri.

Langsung saja kumasuki tubuh Monster ini. Walau masih terselip rasa takut dalam hatiku. Aku masih mencoba memberanikan diriku. Dan, yah... aku berhasil merasuki tubuhnya.

"Wah, ternyata begini rasanya. Seperti memakai kostum saja," ujarku menggerakkan kedua tanganku-- yang masih menggenggam gergaji-- dan kedua kakiku.

Aku menjatuhkan gergaji yang berada dalam genggaman tanganku-- sebenarnya ini tangan milik Pak reimold. Lalu, menatap ke arah empat teman Monster ini. Keempatnya hanya diam sambil menatap keheranan.

"Hei, bisakah aku meminta tolong pada kalian suatu hal?" tanyaku kepada mereka berempat. Mereka langsung mengangguk mantap. Memang aneh pada dasarnya. Mereka berempat mau saja dibodohi dan diperintah oleh Monster penuh dosa ini. Yah, mereka berempat juga sama berdosanya dengan Monster ini-- sama-sama psikopat.

"Tolong berikan senjata kalian kepadaku. Aku ingin memeriksanya terlebih dahulu, sebelum menyiksa mereka bertiga dengan benda kesayangan kita ini," ucapku menyeringai. Aku berusaha untuk menirukan logat dan gaya bicara Pak Reimold-- agar tidak dicurigai oleh teman-temannya.

Mereka pun tertawa serempak dan menyerahkan senjata yang mereka miliki masing-masing kepadaku. Aku benar-benar memeriksa semua senjata itu dengan detail dan teliti-- sebenarnya berpura-pura saja. Dan saat benda tajam terakhir kuperiksa-- pistol jenis shootgun. Aku langsung melempar pistol itu ke arah Zlan.

Zlan dengan sigap menangkap pistol itu, dan mengarahkannya kepada empat teman Pak Reimold yang sudah tidak bersenjata. Mereka hanya mematung, dan seketika menjadi panik.

"Diam semuanya. Jangan ada yang bergerak! Menyerahlah tanpa perlawanan, dan ikuti kami kembali ke kota. Kalian semua, harus membayar perbuatan keji kalian," ujar Zlan dengan tegas.

Semuanya hanya bisa terdiam menunduk. Sepertinya mereka benar-benar sudah pasrah. Bahkan mereka tidak melakukan perlawanan sedikit pun.

"Hei! Tapi, Reimold juga sama dengan kami! Kenapa kau hanya ingin menghukum kami saja!?" protes salah satu dari mereka.

"Siapa yang berkata, bahwa dia juga tidak dihukum!?" sahut Zlan sambil tersenyum smirk.

"Lihatlah! Kalian membiarkannya begitu saja. Ia dapat melarikan diri!"

Setelah mendengar hal itu, Wyl dan Xie berlari ke arahku-- Pak Reimold-- berdiri. Lalu, mereka memegangi kedua tanganku.

"Kami mengawasinya. Dia adalah dalang dari semua hal yang terjadi di desa ini. Kalian semua benar-benar akan mendapatkan hukuman yang berat!" cetus Wyl sangat puas melihat semua pelaku tidak dapat berbuat apa-apa.

"Yara. Kamu boleh ke luar sekarang," ujar Xie lembut.

Aku mengangguk, lalu berusaha berkonsentrasi kembali. Tanganku berusaha meraih udara di luar tubuh Pak Reimold, dan berusaha lepas dari tubuhnya. Hal itu dapat terjadi. Dan sekarang, aku sudah berada di luar tubuh Pak Reimold. Aku kembali menjadi ruh yang tidak memiliki raganyaya. Sedangkan tubuh milik Pak Reimold terkulai lemas dan jatuh terkapar.

"Baiklah. Wyl, kamu mau mengikat mereka semua?" tanya Xie tersenyum sumringah kepada Wyl.

Wyl mengangguk setuju. Xie mengambil sesuatu dari tas ranselnya, dan menyerahkan gulungan tali kepada Wyl. Xie sudah mempersiapkan tali sebelum pergi ke klinik tadi. Ia mengambil tali itu dari rumah pohon Pak Reimold. Dan aku yang mengusulkan hal itu kepadanya. Hanya berjaga-jaga saja, jika kita perlu mengikat penjahatnya.

Tidak perlu waktu yang lama bagi Wyl untuk mengikat Pak Reimold. Sekarang, tubuhnya telah terlilit tali dengan sangat erat. Sepertinya Wyl memang berbakat dalam hal ini.

"Wah! Kamu sangat hebat dalam mengikatnya dengan tali," puji Xie. Ya, aku juga menganggukkan kepalaku-- tanda bahwa aku setuju dengan pujian Xie itu.

"Du-dulu aku pernah menjadi anggota pramuka sejak sekolah dasar. Jadi, ikat-mengikat ini tidaklah sulit bagiku," sahut Wyl menggaruk pelan pipinya sendiri.

Dor!...

Semuanya terkejut mendengar suara tembakan itu-- tidak terkecuali aku. Perhatian kami tertuju pada keempat teman Pak Reimold. Salah satu dari mereka memegang pistol kecil, dan yang lainnya hanya memberikan kekehannya.

Apa ini? Mereka menyembunyikan senjata lain?

Dan yang lebih membuatku terkejut adalah, pistol yang ada dalam genggaman Zlan telah luput. Sepertinya salah satu dari mereka menembak pistol itu, sehingga membuatnya terhempas ke arah yang berlawanan. Aku dapat melihat pistol shootgun itu di dekat pohon yang rimbun. Jaraknya cukup jauh dari jangkauan kami saat ini.

Ini berbahaya. Apa yang dapat kami lakukan, jika satu-satunya senjata yang kami miliki sudah tidak berada dalam genggaman kami? Secara, senjata yang berhasil kurebut dari mereka juga sudah kulempar ke tempat yang cukup jauh-- berjaga-jaga agar mereka tidak dapat menyerang balik. Tapi, situasi saat ini berbalik.

"Angkat tangan kalian semuanya!!" teriak seorang pria yang memegang pistol. Sedangkan ketiga temannya, mulai sibuk berpencar untuk mengambil senjata mereka kembali.

Sial!! Tidak ada yang dapat kami lakukan saat ini. Kami tidak dapat berlindung, mau pun melawannya. Karena jika salah langkah sedikit saja, nyawa kami menjadi taruhannya.

"Cepat angkat tangan kalian!!" teriak pria itu lagi dengan murka. Ia mengacungkan pistolnya ke arah langit.

Dorr!

Mau tidak mau, ketiga jurnalis itu harus mengangkat tangan mereka dengan memasang raut wajah pasrah. Yah, tapi tidak perlu denganku. Karena mereka tidak akan memarahiku, jika aku belum juga mengangkat kedua tanganku-- aku tidak terlihat oleh mereka.

"Zlan, kamu tidak dapat melawan mereka? Seperti... di film aksi. Menyerang musuh tanpa senjata," ujar Wyl kepada Zlan.

Zlan menoleh ke arah Wyl. Lalu, ia menggeleng dengan pelan. "Maaf. Tapi aku tidak pernah belajar ilmu bela diri sejak kecil," sahut Zlan, lalu menghela napasnya di akhir kalimat. Sepertinya ia benar-benar sudah merasa putus asa atas situasi saat ini.

"Korck! Apakah kita juga harus melepaskan Reimold?" tanya salah seorang dari mereka berempat. Ia memegang pisau di tangan kanannya. Dan yang lainnya juga sudah berhasil mendapatkan senjata mereka masing-masing.

"Cepat lepaskan Reimold. Aku akan mengurus tikus-tikus ini!" jawab Korck dengan tegas.

"Ta-tapi, apa kau yakin?"

"Eh? Apa maksudmu itu, hah?!"

"Dia tadi menyita senjata kita semua, dan bahkan memberikannya kepada pihak lawan. Mungkin saja Reimold itu bersekongkol dengan ketiga jurnalis ini," kata pria yang memegang senjata kayu tumpul. Ia tampaknya merasa kurang percaya terhadap Pak Reimold.

"Bodoh! Kau tidak dengar pengakuan dari gadis indigo itu?! Dia bisa melihat Yara atau siapalah itu. Yang penting, pasti hantu itu merasuki tubuh Reimold dan mengendalikannya. Kalau tidak, kenapa Reimold malah menyita senjata kita?!"

"Tapi, kalau kau mengetahui rencana mereka. Kenapa kau tetap menyerahkan senjatamu kepadanya?"

"Saat itu aku tidak menyadarinya. Tapi, saat gadis indigo itu berkata 'Yara. Kamu boleh ke luar sekarang'. Aku langsung menyadari rencana mereka. Mereka memang licik! Memanfaatkan hantu untuk membodohi kita, lalu membalikkan situasi," cetus Korck menjelaskannya.

Dia memang hebat. Pria yang bernama Korck itu dapat membaca situasi dan dapat menganalisis dengan teliti. Tidak kusangka. Bahwa ada manusia pintar di antara kawanan psikopat seperti mereka.

Sedangkan 2 pria di antara mereka memilih untuk menghampiri Pak Reimold yang berada di dekat kami. Mereka pun melepaskan tali yang mengikat tubuh Pak Reimold yang masih terkulai lesu dan tidak sadarkan diri itu.

"Jadi, apakah kalian sudah siap untuk menghabisi mereka?" tanya Korck dengan senyum smirk-nya.

"Xie," panggilku kepada Xie. Xie langsung menoleh ke arahku sambil mengerutkan keningnya.

"Ada apa, Yara?"

"Apa tidak ada cara lain untuk membalikkan situasi saat ini? Atau... setidaknya kalian mempunyai senjata untuk melawan mereka? Atau, kalian mempunyai benda untuk berlindung? Atau... rencana untuk melarikan diri dari sini?" tanyaku bertubi-tubi padanya. Saat ini, aku benar-benar harus memastikan kondisi mereka. Apakah mereka memiliki-- setidaknya-- senjata untuk melawan? Atau, mereka harus memiliki rencana agar dapat melarikan diri?

Xie hanya terdiam mendengar pertanyaanku itu. Tangannya yang terangkat ke atas, mulai turun sedikit. Xie menggeleng dengan pelan. "Maaf, Yara. Kami tidak memiliki perbekalan sejenis itu untuk bertahan hidup pada situasi saat ini."

"Lagipula, sangat tidak masuk akal bagi para jurnalis seperti kami membawa senjata tajam. Tujuan kami datang ke desa ini, hanya untuk mengumpulkan bahan berita. Tidak lebih," ujar Xie dengan pelan.

"Maaf, Yara. Kami tidak dapat membantu menegakkan keadilan untukmu dan warga desa lainnya," ucap Xie.

Aku hanya dapat terdiam mendengarnya. Benar juga. Karena masalahku dan penduduk desa ini, mereka bertiga ikut terseret. Bahkan, sepertinya nyawa mereka akan melayang di tangan para psikopat ini. Lagi-lagi, karena aku...

Aku langsung menggelengkan kepalaku dengan tegas. "Kalian tidak bersalah, Xie."

"Aku yang bersalah dalam hal ini. Aku membuat kalian masuk ke dalam bahaya. Maaf, Xie."

"Hei, apa yang kalian bicarakan berdua? Beritahu kami juga," ketus Wyl menatap Xie. Zlan juga begitu. Walau kedua tangan mereka terangkat ke atas, kepala mereka menoleh ke arah Xie sepenuhnya.

Sedangkan Korck dan teman-temannya? Anehnya mereka semua tampak sedang berbincang perihal masalah Pak Reimold yang masih pingsan. Padahal, mereka dapat menembak Xie dan yang lainnya dalam sekejap mata.

"Yara meminta maaf padaku. Karena sudah melibatkan kita ke dalam masalahnya," ujar Xie memberitahu Wyl dan Zlan. Sedangkan Wyl dan Zlan mengangguk paham.

"Kamu tahu, Yara? Kamu tidak perlu merasa bersalah begitu," kata Wyl dengan lembut.

"Yah, Wyl benar. Masalahmu ini, harus terkuak dan disampaikan pada publik. Ini bukanlah lagi perihal balas dendam atas kematianmu. Akan tetapi, tentang keadilan atas puluhan- maksudku ratusan orang yang tidak bersalah. Setidaknya kita sudah berusaha, bukan?" kekeh Zlan dengan pelan.

"Xie, awas!!"

Dorr!!

Suara tembakan pistol kembali terdengar di kedua telingaku. Mataku membulat sempurna karena terkejut dengan pemandangan yang ada di hadapanku. Darah mulai mengalir di tubuh gadis itu. Kedua tangannya terentang, dengan keberanian pada aksinya tadi.

"Sudah kubilang bukan, untuk menyingkir?" tanya Wyl. Ia terkekeh di akhir kalimatnya, bersamaan dengan darah yang menyembur dari mulutnya.

"Wyl!!..."

-☆-

Assalamualaikum semuanya!!🤗😚

Gimana sama part ini? Kerasa gak, tegangnya? Feel-nya dapet 'kan?😁 kalau mau kritik, atau kasih saran. Silahkan...

Jangan lupa buat teken bintangnya ya!☆

Makasih! Cmiww😚😊

Continue Reading

You'll Also Like

15.5M 875K 28
- Devinisi jagain jodoh sendiri - "Gue kira jagain bocil biasa, eh ternyata jagain jodoh sendiri. Ternyata gini rasanya jagain jodoh sendiri, seru ju...
1.3M 94.2K 58
⚠️SEBAGIAN PART TELAH DI PRIVAT, FOLLOW TERLEBIH DAHULU UNTUK MEMBUKANYA⚠️ [Sedang dalam masa pengembangan cerita dan Revisi] "Heh kuman!" panggil se...
13.2M 1M 74
Dijodohkan dengan Most Wanted yang notabenenya ketua geng motor disekolah? - Jadilah pembaca yang bijak. Hargai karya penulis dengan Follow semua sos...