Di kamar Kaisar, Sharma masih terbaring tak sadarkan diri. Di samping tempat tidur ada Kaisar yang sejak berjam-jam lalu tetap setia menunggu. Kaisar tak pernah mengalihkan pandangannya dari Sharma. Kaisar tak jenuh memandangi wajah Sharma. Gadis yang ternyata pernah ia selamatkan adalah Sharma. Bukan Permaisuri Thanu. Ah, sebentar lagi wanita itu akan dipanggil Thanu sang pengkhianat, bukan Permaisuri lagi.
"Ader."
"Hamba Yang Mulia." Ader membungkuk hormat. Pria itu kebetulan pulang ke istana untuk melaporkan kemajuan keamanan di perbatasan barat. Sesampainya di istana, ia melihat Kaisar menggendong Sharma yang tak sadarkan diri menuju istana Kaisar. Oleh sebab itu ia langsung mengikuti Kaisar dan sangat mengkhawatirkan kondisi adiknya. Setelah Kaisar menceritakan semuanya, Ader merasa sedikit lega. Ternyata adiknya baik-baik saja.
"Buat pengumuman tentang pengkhianatan Permaisuri malam ini juga," titah Kaisar tanpa mengalihkan pandangannya dari Sharma.
Ader membungkuk. "Maaf Yang Mulia. Tapi dengan alasan apa? Kita tidak bisa membongkar identitas Sharma."
Kaisar berbalik badan dan mentap Ader. "Umumkan Permaisuri berkhianat karena berpura-pura hamil dan hampir membunuh Sharma." Kemudian Kaisar berjalan ke arah tempat duduk. "Soal bukti, aku yang akan mengurus."
Ader kembali membungkuk. "Baik, Yang Mulia. Akan segera hamba laksana."
Setelah Ader pergi meninggalkan kamarnya, Kaisar menarik kursi untuk lebih dekat dengan ranjang. Sambil duduk, Kaisar memandangi wajah Sharma. Ia tersenyum. Rasanya sangat bahagia mengetahui fakta bahwa Sharma lah gadis yang pernah ia tolong. Tapi, bagaimana bisa Permaisuri Thanu memiliki ikat pinggangnya? Apapun alasannya, yang terpenting ia sudah mengetahui kebenarannya. Akan ia tanyakan ketika Sharma bangun nanti.
"Maafkan aku."
Kaisar menghela nafas. Rasanya begitu tidak nyaman melihat Sharma tak sadarkan diri seperti ini. Mungkin ia terlalu kuat saat menekan titik lemah Sharma sehingga Sharma sulit untuk sadarkan diri. Namun ia terpaksa melakukan itu. Pada saat itu Sharma dikendalikan oleh sihir hitam. Ia harus melindungi Sharma, Selir kecilnya yang lincah dan ceria. Ia tidak ingin kelincahan dan keceriaan itu hilang dari diri Selir kecilnya. Ia ingin Selir kecilnya tetap tertawa riang.
Aku berjanji, aku akan melindungimu, bagaimanapun caranya.
Kaisar mengusap kepala Sharma yang belum kunjung membuka mata. Dalam hati ia sangat menyesali perbuatannya pada Sharma. Seandainya ia bisa melindungi Sharma, mungkin semua ini tidak akan terjadi. Dan jika saja ia tak terperdaya oleh Permaisuri, Sharma tak seharusnya mengalami ini semua. Ia telah tertipu oleh wajah polos dan lembut milik Permaisuri.
* * * *
Kaisar menutup buku tebal setelah selesai membaca semuanya. Pada saat itu pula ia baru menyadari bahwa hari sudah pagi. Sembari menunggu Sharma sadar, ia memutuskan untuk membaca buku 'Burung Phoenix' dan tak tahunya ia membaca hingga hari menjadi pagi.
Kaisar mengalihkan pandangan ke arah Sharma yang masih belum terbangun juga. Mungkin karena kejadian semalam Selir kecilnya ini menjadi merasa lelah. Dengan hati-hati ia menyimpan buku di atas meja agar tidak menimbulkan kebisingan.
Ia menarik nafas sembari memperbaiki posisi duduknya yang sejak semalam berselonjor di samping Sharma. Baru akan menurunkan kakinya, ia melihat mata Sharma mulai bergerak.
"Hooaamm ...." Sharma merentangkan kakinya dengan lebar dan merentangkan tangan ke atas kemudian melebar. Untung saja Kaisar bisa menghindar dengan cepat, jika tidak, maka wajah tampannya akan menjadi korban keganasan tangan yang baru bangun itu.
"Bisakah kau lebih anggun sedikit?"
Sharma langsung membuka matanya lebar setelah mendengar suara berat milik Kaisar. Dengan sekali gerakan ia duduk lalu menarik selimut untuk menutupi dadanya. "Apa yang telah Yang Mulia lakukan? Hamba masih kecil."
Kaisar berdecak melihat ekspresi Sharma yang memang tidak pernah bisa serius dan anggun. Walaupun demikian, itulah yang Kaisar suka dari Sharma. "Aku tidak melakukan apa-apa." Kaisar menurunkan kakinya kemudian berdiri dengan tegak. Tubuhnya masih saja tegap dan gagah walaupun semalaman tidak tidur. Jika saja itu orang lain, mungkin wajahnya sudah seperti panda tak mandi dan tubuhnya seperti kakek tua.
"Yang Mulia!" Sharma menarik tangan Kaisar.
Walaupun tenaga Sharma tidaklah kuat, akan tetapi tarikan itu berhasil membuat Kaisar jatuh menimpa tubuhnya karena Kaisar dalam mode tidak siap. Mata mereka pun saling pandang. "Hmm?" tanya Kaisar dengan datar seolah-olah ia tidak gugup dengan posisi yang 'sedap dipandang'.
Jakun Kaisar sempat bergerak saat Kaisar mengeluarkan suara 'hmm?'. Hal itu membuat Kaisar tampak seksi di mata Sharma. Seketika pipi Sharma memerah lalu mendorong Kaisar untuk bangkit dari atas tubuhnya.
"Ma-ma-maaf." Sharma menyelipkan anak rambut ke belakang telinga. Hal ini adalah kebiasaan dirinya jika ia sedang malu.
Kaisar masih menatapnya dengan tatapan seperti biasa. Tatapan seperti itulah yang menjadi daya tarik utama Kaisar Ariga Arnold. "Apa?" tanya Kaisar lagi. Kaisar tahu Sharma ingin menyampaikan sesuatu.
"I-itu-"
Cup
"Sudah ku kecup, jangan gugup lagi. Sekarang katakan apa yang ingin kau sampaikan," ucap Kaisar setelah mengecup pipi Sharma. Nada bicaranya tetaplah datar, tidak sesuai dengan apa yang ia lakukan tadi.
Sharma menutup pipi yang tadi mendapatkan hadiah. "Yang Mulia ...! Hamba jadi semakin malu," rengek Sharma dengan nada manja. Ia malu dan tidak sadar malah merengek manja seperti itu.
Kaisar menghela nafas kemudian berbalik. "Lama sekali. Aku masih banyak urusan."
"Bagaimana dengan urusan tadi malam, Yang Mulia?" tanya Sharma dan berhasil membuat Kaisar menghentikan langkahnya.
Kaisar menoleh sebentar. Haruskah ia membahasnya sekarang? Tapi ia khawatir Sharma akan syok mendengarnya. "Kau ingin mendengarnya?" tanya Kaisar.
Sharma mengangguk walaupun Kaisar tak melihat. "Ya."
Kemudian Kaisar berbalik badan dan kembali ke ranjang. Kaisar duduk di tepi ranjang sambil menatap Sharma dengan dalam. Sharma sendiri mengerutkan kening ketika mendapat tatapan seperti itu. Ada apa dengan Kaisar? Begitulah pikirnya.
"Aku tahu kau adalah Amora."
Sharma langsung mematung.
"Kau adalah Amora yang diramalkan oleh peramal Ramon. Aku sudah tahu itu sejak kau menginjakkan kaki ke istana ini," lanjut Kaisar.
Sharma gugup. Benarkah Kaisar sebenarnya sudah tahu sejak lama. Lalu apa yang akan Kaisar lakukan? Akankah identitasnya akan diumumkan di depan umum? Tidak, ia tidak mau itu terjadi. Itu bisa membahayakan nyawanya.
"Dan tadi malam, Permaisuri Thanu ingin memfitnah mu. Aku sudah tahu rencananya sejak dua hari yang lalu. Tak hanya itu, aku tahu Permaisuri Thanu bersekongkol dengan penyihir gelap. Dia mengambil mutiara birumu sehingga kekuatanmu tersegel. Aku mulai menyadari dia jahat saat dia datang ke ruang kerjaku dan tiba-tiba menuduhmu sebagai Amora palsu dan dirinyalah Amora asli," lanjut Kaisar lagi.
Sharma meneguk ludah. "Jadi selama ini Yang Mulia menyelidiki masalah ini?"
Kaisar mengangguk. "Ya. Dan sampai saat ini aku masih mencari tahu siapa penyihir gelap itu. Saat aku ingin bertanya pada Permaisuri, seseorang telah membawa nya pergi."
Sharma berpikir sesuatu kemudian bertanya lagi. "Apakah Yang Mulia merasa sangat kecewa? Permaisuri adalah wanita yang Anda cintai, tapi ternyata dia berkhianat. Pasti Yang Mulia sangat menyayangkan sifat asli Permaisuri."
Mendengar ucapan Sharma kali ini, Kaisar malah terkekeh. Ini membuat Sharma heran. "Kau pikir aku mencintai Permaisuri?"
Sharma mengangguk dengan ekspresi lucu. "Siapapun pasti akan berpikir demikian. Yang Mulia sangat-sangat mengistimewakan Permaisuri. Bahkan Yang Mulia tak ingin Permaisuri keluar istananya dengan bebas. Mungkin Anda cemburu pada matahari. Dan juga Anda sangat khawatir jika Yang Mulia terluka sedikit saja."
Setelah Sharma berbicara, ada hening sejenak sebelum Kaisar berbicara. Kaisar menatap Sharma dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Itu karena aku bodoh."
Siapa yang setuju Kaisar bodoh angkat ✋. 🤣🤣🤣.
Oh ya, ada double up ya. Silahkan ditunggu.