Seluruh pelayan dan penjaga di Istana Selir membungkuk memberikan hormat pada Kaisar yang berjalan keluar. Setelah Kaisar pergi, mereka saling bertanya. Mengapa Kaisar ada di Istana Selir pagi-pagi? Dan kelihatannya Kaisar baru saja keluar dari kamar Selir Sharma. Apakah semalam Kaisar tidur di Istana Selir? Waw, ini harus dicatat dalam sejarah. Sejak kapan Kaisar menginap di istana Selir? Gosipan-gosipan tersebut menyebar dengan sangat cepat bahkan sebelum Kaisar sampai di istana pribadinya.
Kaisar sampai di istana pribadinya. Di sana Kaisar sudah disambut oleh Erlanh. Pengawal pribadinya itu sudah siap mengawal dirinya hari ini. Setelah Erlanh memberikan hormat, Kaisar melanjutkan langkahnya memasuki istana. Erlanh langsung mengikuti dari belakang.
Saat sampai di ruang utama, Kaisar melihat Permaisuri berjalan menghampiri. Wajah Permaisuri terlihat lebih pucat. "Hormat hamba, Yang Mulia Kaisar Negeri Alrancus," ucap Permaisuri Thanu dengan suara yang lemah.
Kaisar langsung menghampiri dan meraih tangan Permaisuri. "Kau sakit lagi?" tanya Kaisar.
Permaisuri menggeleng. "Hamba tidak sakit, Yang Mulia. Hamba hanya kurang tidur. Tadi malam, saat hamba terbangun, Yang Mulia tidak ada di sisi hamba. Hamba mencari ke seisi istana Kaisar akan tetapi tak kunjung menemukan Yang Mulia. Anda ke mana saja, Yang Mulia?"
Oh ya ampun, kini Kaisar tidak bisa langsung menjawab. Ia baru ingat tadi malam ia meninggalkan Permaisuri sendirian. Ia lupa dengan Permaisuri karena terlalu khawatir dengan keadaan Sharma.
Kaisar melepas tangan Permaisuri kemudian meminta Permaisuri untuk duduk terlebih dahulu. "Tadi malam aku melihat kondisi Sharma. Dia sedang sakit."
Permaisuri mengangkat kepala untuk melihat Erlanh yang sedang berdiri dengan tegak. Pria itu menunduk, tidak pernah bersitatap langsung dengan Permaisuri. "Erlanh, apakah benar?"
Seketika Kaisar mengerutkan keningnya dengan marah. "Kau tidak mempercayai aku? Kau pikir aku berdusta?"
Permaisuri menatap Kaisar lagi. Ia terkejut mendapati amarah dalam nada bicara Kaisar. Biasanya Kaisar tidak pernah berbicara dengan nada seperti itu pada dirinya. "Bukan maksud hamba begitu, Yang Mulia. Maksud hamba, apakah Selir Sharma benar-benar sakit?"
Kaisar berdiri. "Erlanh pengawal pribadiku, bukan pengawas Selir Sharma." Kemudian Kaisar berjalan meninggalkan Permaisuri sendirian. Itu tandanya Kaisar sedang marah pada Permaisuri.
Sebelum mengikuti Kaisar ke arah ruang kerja, Erlanh membungkuk memberi hormat pada Permaisuri Thanu. "Hamba permisi, Permaisuri. Kaisar sedang banyak pikiran. Tolong Anda mengerti."
Permaisuri Thanu menghela nafas lalu mengangguk. "Ya. Pergi temani Yang Mulia."
Erlanh pun meninggalkan Permaisuri Thanu dan langsung menyusul Kaisar ke ruang kerja. Sesampainya di depan ruang kerja, penjaga di sana langsung memintakan izin pada Kaisar. Setelah diizinkan masuk, barulah Erlanh masuk.
* * * *
Tanpa dikawal oleh siapapun, malam ini Kaisar pergi ke hutan istana secara diam-diam. Kaisar pergi menggunakan jubah hitam yang biasa ia pakai untuk pergi keliling kerajaan. Kaisar akan bertemu dengan mantan peramal kerajaan yang dulu telah di usir. Sudah dua Minggu Kaisar mengirim surat permintaan untuk bertemu, akan tetapi baru hari ini peramal itu bisa menemuinya.
Sesampainya di hutan istana, Kaisar segera mencari titik pertemuan di dekat danau hijau. Begitu melihat danau hijau, Kaisar juga melihat seseorang pria berjubah yang sedang duduk di tepi danau. Sepertinya peramal itu sudah lebih dulu sampai dan sudah menunggu sejak tadi.
"Tuan Ramon."
Pria berjubah itu langsung menoleh. Dialah Ramon, peramal kerajaan yang diusir. Pria tua itu tersenyum kemudian berusaha berdiri untuk memberi hormat. Tahu apa yang ingin dilakukan oleh pria tua itu, Kaisar menahannya. "Tidak perlu, Tuan Ramon. Duduk saja."
Pada akhirnya Ramon duduk kembali. Kaisar menghampiri dan ikut duduk di sisinya. "Maaf baru bisa memenuhi undangan Yang Mulia," ucap Ramon dengan suara gemetar khas orang tua yang benar-benar sudah tua.
Kaisar mengangguk. "Tidak apa, Tuan Ramon." Kemudian Kaisar menancapkan obor yang sejak tadi dibawanya ke tanah. "Mengapa Anda tidak pernah mau bertemu dengan orang-orang?"
Ramon menghela nafas. "Hamba tidak ingin keberadaan saya tercium oleh orang-orang jahat itu. Hamba sudah terlalu tua untuk melawan mereka. Hamba takut, jika mereka menangkap hamba, mereka bisa memanfaatkan hamba." Alasan yang sangat bisa diterima oleh logika Kaisar.
Kaisar mengangguk paham. Pandangannya jatuh pada air danau yang hitam karena tak tersapa cahaya. "Mengapa Anda tidak mau memberi tahu siapa penyihir hitam yang ada di dalam istana?" tanya Kaisar. Akhirnya Kaisar bisa mengeluarkan pertanyaan yang selama ini selalu mengganggu pikiran.
"Karena penyamarannya sangat kuat sehingga hamba sendiri tidak tahu. Jika tidak, sudah sejak dulu hamba memberitahukannya pada Yang Mulia," jawab Ramon jujur. Penyihir gelap itu memiliki penyamaran yang sangat kuat. Ilmunya bahkan tak sanggup menembus penyamaran itu.
Kaisar menghela nafas. Jika peramal legendaris saja tidak bisa membongkar penyamaran penyihir itu, bagaimana dengan dirinya? "Apakah tidak ada yang bisa saya lakukan?" tanya Kaisar seperti putus asa. "Seperti yang Anda ketahui, selir ke-enam adalah Amora. Kekuatannya disegel dan bahaya selalu mengincarnya. Saya tidak bisa tinggal diam. Amora hanya terlahir 500 tahun sekali, dan hanya dia yang bisa memusnahkan semua sihir jahat. Jika saya tidak bisa melindunginya, maka saya membuat kesalahan terbesar dalam hidup saya."
Tiba-tiba Ramon tertawa. Suara tuanya membuat tawanya menjadi menyeramkan. Bagaimana tidak menyeramkan, usianya sudah lebih dari 100 tahun. "Apa hanya itu alasan Yang Mulia melindungi Amora?"
Kaisar melirik sekilas kemudian mengangguk. "Ya."
Dan tiba-tiba saja tawa dan senyum Ramon menghilang, berubah menjadi wajah yang sangat serius. "Umur saya sudah sangat tua. Kemampuan saya mulai menurun. Tapi akan saya coba untuk membantu."
Kemudian Ramon memejamkan mata. "Amora memiliki pengasuh. Pengasuh seorang Amora biasanya berasal dari anggota keluarganya."
"Apakah itu Ader?" tanya Kaisar langsung menebak. Setahunya, Ader sangat hebat dan tentu saja akan melindungi adiknya.
Ramon menggeleng. "Bukan. Pengasuhnya adalah pamannya, yakni Ajoz."
Kaisar terkejut dengan fakta ini. Akan tetapi Kaisar tetap diam dan lanjut mendengarkan.
"Ajoz itu sangat kuat. Dia juga pandai dalam menyamar. Oleh sebab itu tidak ada musuh yang mengetahui bahwa Ajoz adalah pengasuh Amora. Termasuk penyihir gelap yang ada di Istana." Kemudian Ramon melanjutkan. "Kekuatan Amora pernah dibuka untuk mengalahkan racun mematikan. Ajoz yang membukanya. Namun, sepertinya ada seseorang yang mengambil mutiara biru itu, sehingga kekuatan Amora kembali tersegel. Oleh sebab itu kini Anda harus berhati-hati, Selir Sharma benar-benar sangat lemah untuk saat ini."
"Apakah cahaya biru yang pernah saya lihat adalah cahaya dari mutiara biru itu?" tanya Kaisar memastikan.
Ramon mengangguk. "Benar. Tubuh Amora memiliki perlindungan diri. Tubuh Amora akan melawan bahaya walaupun sang Amora sedang tak terjaga. Kecuali terhadap racun."
"Jadi saya harus memastikan keamanan Sharma dari racun?" tanya Kaisar.
Ramon mengangguk lagi. "Benar. Akan tetapi, karena sekarang kekuatan Amora telah tersegel, Anda harus menjaganya dari serangan fisik juga." Kemudian Ramon membuka matanya. "Selain penyihir hitam itu, ada kekuatan lain yang selalu menyelimuti Istana. Akan tetapi saya tidak tahu apa itu. Kekuatannya sangat misterius."
Kaisar memejamkan matanya dengan frustrasi. Kekuatan apa lagi itu? Andaikan Indra ke-enamnya masih ada, mungkin ia bisa mengetahui dengan mudah dan bisa melindungi Sharma beserta kerajaannya dari ilmu hitam.
Oh ya, mengingat kekuatan, bukankah dulu peramal ini mengatakan bahwa ia harus menunggu beberapa saat sampai Amora datang?
"Tuan Ramon. Bukankah dulu Anda berkata bahwa untuk mengetahui cara membuka segel kekuatan saya, saya harus menunggu kedatangan Amora? Dulu saya tidak tahu apakah Amora benar-benar ada atau tidak. Akan tetapi sekarang Amora benar-benar sudah ada di sisi saya. Apa yang harus saya lakukan?"
Ramon mengangguk. Untuk saja Kaisar mengingatkan soal ini. Kalau tidak, ia akan lupa untuk memberitahu. Maklumlah, ia sudah tua. "Oh ya. Hampir saja hamba lupa. Padahal ini adalah tujuan utama saya bertemu dengan Anda Yang Mulia." Kemudian Ramon melanjutkan. "Kekuatan Anda tersegel. Hanya darah Amora lah yang bisa membuka segel itu."
Kaisar terkejut. "Darah Amora? Maksudnya saya harus membunuh Amora kemudian meminum darahnya?"
Mendengar apa yang dipikirkan Kaisar, Ramon malah tertawa. "Tidak seperti itu, Yang Mulia."
Kemudian Kaisar mengingat kejadian tadi malam. Saat ia tidak sengaja menyentuh darah dari luka Sharma, kepalanya tiba-tiba sangat sakit. Sebuah bayangan juga langsung berkelebat di kepalanya. "Oh ya. Saya ingat. Saat saya tidak sengaja menyentuh darah dari luka Sharma, tubuh saya bereaksi tidak biasa."
Ramon tersenyum. "Ya, itu bukti bahwa darah Amora benar-benar bisa membuka segel Anda. Sebagai Phoenix putih, sebenarnya Anda tidak bisa terlepas dari Amora. Itu adalah takdir yang telah ditentukan. Dan beruntung sekali Ibu Anda menjodohkan Anda dengan Sharma sebelum Sharma dimiliki oleh seseorang. Anda sangat membutuhkan inti darah Amora."
Tak ingin bertele-tele Kaisar langsung bertanya pada intinya. "Lalu apa yang harus saya lakukan? Bagaimana saya bisa menggunakan darah Sharma? Dan bagaimana cara agar saya bisa mendapatkan inti darah itu. Tidak mungkin saya melukainya begitu banyak untuk mendapatkan darah."
Ramon menepuk pundak Kaisar. "Tidak perlu melukai. Sangat mudah dan menyenangkan."
Kaisar mengerutkan kening.
"Yang dimaksud cara membuka segel Phoenix putih harus menggunakan darah Amora adalah ... 'menyentuh' Amora saat Amora masih memiliki kegadisannya."
Seketika mata Kaisar terbelalak. Tak biasanya Kaisar menunjukkan ekspresi kaget.
Weleh-weleh, gimana ini Guys? Oke, malam ini seperti biasa sely akan double up. Silahkan ditunggu Guys.