Kamu yang kusebut RUMAH (Grat...

By DeanaAstari

734K 66.9K 1.1K

Cerita selesai. Lengkap. ❤️ Puspa pernah berharap Arya adalah jawaban dari setiap doa yang ia langitkan. Sebu... More

BAB 1 - Kesakitan Puspa.
BAB 2 - Hidup terus berjalan.
BAB 3 - Sisi lain Puspa.
BAB 4 - Tertahan.
BAB 5 - Beautiful Tears 1
BAB 6 - Beautiful Tears 2
BAB 7 - Past
BAB 8 - Hati yang terluka
PART 9 - Es kopi dingin.
PART 10 - Raka.
PART 11 - Jogja.
PART 12 - Tamu tak diundang.
PART 13 - Arya.
PART 14 - Livylia Miller
PART 15 - Tragedi.
PART 16 - Kesakitan Arya 1
PART 17 - Kesakitan Arya 2
PART 18 - Glimpse of us
PART 19 - Pergi mendadak.
PART 20 - A marriage
PART 21 - Rasa tersisa
PART 22 - Pergi bersama.
PART 23 - Bandung.
PART 24 - Kabar tak terduga
PART 25 - TRUTH
PART 26 - Rasa yang salah
PART 27 - Hidup baru.
PART 28 - Ego
PART 29 - Drama
PART 30 - Terpaksa bersama
PART 31 - Melarikan diri
PART 32 - Menyesal?
PART 33 - Kembali terpisah
BAB 34 - After
Izin promote cerita
Izin promote cerita (2)
Sekeping cinta LARA

BAB 35 - END

36.3K 2K 123
By DeanaAstari

Puspa kecil pernah bertanya kepada ayah, tentang makna sebuah keluarga. Dan ayah menjawab, keluarga adalah tempat dimana kita bisa berlindung dari ketidaknyamanan dunia. Jika keluarga tidak memiliki fungsi itu, lalu apa kita menyebutnya?

Mungkin itu ujian, jawab ayah Puspa.

Dan setelahnya, keluarga yang ia miliki, satu-satunya tempatnya berlindung tak lagi berdiri tegak. Rumah Puspa roboh, meninggalkan Puspa yang kesepian di dalamnya.

Ada banyak hal yang Puspa lalui tapi ia bersyukur karena masih bisa berdiri menatap dunia dengan kedua kakinya sendiri.

Malam ini, Puspa dewasa duduk di ayunan kayu belakang rumahnya yang memiliki dua muka. Bisa melihat kedepan dan juga memiliki dudukan untuk melihat pemandangan dari arah belakang.

Puspa melihat ke arah belakang rumah yang sedang menampilkan kelap kelip lampu kota dari jarak jauh.

Setiap malam, ia sering menghabiskan waktunya di sini jika kedainya sudah tutup. Kadang, Puspa merasa kesepian. Dia butuh ramainya lampu kota untuk sekedar menunjukan bahwa dia tidak sendiri di bumi ini.

Puspa menyeruput es kopi dingin mililknya saat merasakan kehadiran seseorang selain dirinya di taman ini. Meskipun membelakangi, tapi dari aroma parfum yang masih teringat dengan jelas di otak Puspa menciptakan sebuah kecanggungan di tubuhnya. Ada debar tak menentu hanya dengan menyapu aroma parfum yang sangat ia kenal itu.

Malam memang dingin dengan detak jantung Puspa yang semakin berdebar cepat saat merasakan langkah kaki mendekat.

Puspa menghembuskan nafas dalam lalu mengeluarkannya dengan pasrah. Dia menanti apapun yang akan ia hadapi malam ini.

Saat laki-laki itu sudah mendudukan tubuhnya di ruang tersisa ujung kursi ayunan, Puspa semakin merasa tercekat. Arya duduk dengan begitu menawan, mengenakan pakaian kasual dan sweater yang terlihat hangat.

Lama menjeda, keduanya tak ada yang berniat membuka suara. Mereka berdua memilih untuk menikmati pemandangan kota Bandung dengan bunyi angin yang mendesau dari balik pepohonan.

"Aku minta maaf karena masih terus ingin menemuimu." Arya memulai pembicaraan meskipun Puspa tidak mempersilahkan.

"Aku memang se-tidak tahu diri itu karena tetap menunjukan batang hidungku di hidupmu."

Puspa tak berniat menanggapi, wanita itu hanya sesekali menyesap es kopinya yang sebenarnya sudah tandas sejak tadi.

"Aku sudah mencoba, sesuai keinginanmu. Aku belajar untuk hidup di dalam keluarga kecilku, tapi nyatanya sulit. Aku tetap kalah."

"Aku tak pernah sedikitpun mencari tahu tentangmu, tapi pada akhirnya aku tetap memutuskan untuk melepaskan keluargaku. Bukan hanya aku, Ivy pun melakukan hal yang sama. Sejak kejadian dua tahun lalu ia mengalami keguguran, dan setelahnya wanita itu berubah menghindariku dan berakhir dengan kami yang tak lagi bisa berjalan berdampingan. Aku sudah bercerai dari Ivy."

Meskipun kalimat yang Arya ucapkan sangat berpengaruh besar, tapi Puspa membiarkan Arya mengucapkan apa yang ingin ia sampaikan. Tak ada interupsi sedikitpun dari Puspa karena wanita itu hanya berniat mendengarkan.

"Kamu tidak perlu khawatir dengan Axel. Kami berjanji untuk tetap menjadi sebuah keluarga yang utuh untuk Axel."

"Bii," panggil Arya saat tak mendengar satu kalimat pun dari bibir wanita itu. Arya menelisik ke arah wanita yang masih mengunci bibirnya rapat-rapat. Puspa bahkan sama sekali tidak mengalihkan perhatiannya dari arah kota Bandung.

"Aku tahu, aku memang tidak tahu diri karena masih mengharapkanmu. Setelah perceraian terjadi, aku mulai membenahi diriku sendiri, lalu mulai mencari keberadaanmu. Saat mendapatkan kabar pernikahan Raka, rasanya masih tetap sama, sakit. Maaf jika kemudian aku senang, saat mendengar jika mempelai wanita-nya bukanlah dirimu."

"Kamu belum menjawab pertanyaan yang sudah aku tanyakan berulang kali. Apa kamu masih mencintaiku, Bii?"

Bibir Puspa masih tak mau menjawab. Memaksa Arya mengurungkan niatnya untuk berbicara banyak. Mungkin kedatangannya saat ini begitu mendadak dan tiba-tiba, Puspa belum siap untuk bertemu dengannya. Tentu saja, ditinggalkan berulang kali tidak akan semudah itu untuk dilupakan. Tapi sebagai laki-laki, Arya memiliki waktu seumur hidup untuk menunjukan keseriusan cintanya kepada Puspa.

"Maaf jika aku mengganggumu, aku tahu kedatanganku begitu tiba-tiba."

Arya meletakan satu kotak cincin berwarna merah di ayunan. Meskipun tak melihat, Arya yakin Puspa tahu ia meletakan benda itu di sana. "Aku pergi, jangan terlalu lama di luar rumah. Udara sedang dingin-dinginnya."

"Selamat malam." Arya melangkahkan kakinya meninggalkan Puspa. Ia berjalan lemah saat pertemuan pertamanya dengan Puspa tidak terlalu bermakna. Ia menghela nafas berat sebelum kembali memaksakan kakinya untuk melangkah pergi.

"Kenapa baru pulang sekarang?"

Arya mematung, sedikit sangsi pertanyaan Puspa diarahkan untuk dirinya. Tapi, di taman ini hanya ada dia dan Puspa. Tidak mungkin kan Puspa bertanya kepada hantu? Dia bukan cenayang setahu Arya. "Aku?" tanya Arya memastikan sambil menunjuk ke arah dirinya sendiri.

"Hem."

"Kamu tahu, —tidak mudah untukku bisa berdiri di sini sekarang ini."

"Kenapa lama?" tanya Puspa masih dengan pertanyaan yang sama.

"Aku memang lelet, nggak peka. Aku memang tidak tahu diri, pokoknya semua aku yang salah. Karena aku bodoh, karena aku —banyak. Ada banyak kekuranganku, Bii." Arya kembali mendekat, laki-laki itu mendudukan tubuhnya di depan Puspa dengan tatapan penuh harap. "Bii, kasih kesempatan untuk kita."

"Kamu yakin?"

"Sangat," jawab Arya pasti.

"Mungkin aku akan menjadi pasangan yang sangat posesif nantinya. Aku nggak mau lagi berjauhan, aku nggak mau lagi ada jarak."

"Okee, aku akan selalu berada di rumah setelah bekerja. Aku tetep boleh kerja, kan? Kita butuh uang untuk hidup. Mungkin aku hanya akan keluar rumah untuk berolahraga, lari atau gym. Kalau tidak boleh pun aku bisa membuat tempat olahraga sendiri di rumah."

"Aku mungkin akan sering ikut ke kantor."

"Nggak apa-apa. Aku siap membawamu kemanapun aku pergi. Kalau dinas luar kamu juga boleh ikut biar aku bisa membawamu melihat dunia luar."

"Aku mungkin akan menjadi wanita yang cemburuan dan tidak mudah percaya."

"Aku pun akan begitu, cemburuan. Dan jika kamu tidak percaya aku akan selalu menjelaskan terus dan terus sampai kamu percaya," jawab Arya menggebu. "Bii, kamu masih cinta sama aku?"

"Bodoh! Harusnya kamu nggak perlu nanya."

"Aku cuma mau dengar dari bibirmu sendiri, Bii."

Puspa merangkum wajah Arya, ia menariknya untuk mendekat. "Aku cinta sama kamu, Arya Adiputra. Aku cinta sama kamu dari dulu sampai detik ini, sampai nanti kamu akan selalu ada di dalam hatiku."

Senyum ceria terbit di wajah Arya yang tegas. Ia melakukan hal yang sama dengan apa yang Puspa lakukan. Tapi bukan hanya merangkum, laki-laki itu kini juga menautkan bibir keduanya untuk melekat. Di bawah sinar bulan purnama mereka kembali dipersatukan setelah sekian lama menyimpan rasa. Puspa dan Arya semakin mengikis jarak saat rasa yang menggebu membuncah di dalam hati.

"Kamu mau nikah sama aku, Bii? Tapi aku seorang duda anak satu, gimana?"

"Aku mau."

Arya kembali mencium bibir Puspa dengan tekanan. Ia mencium dengan hangat dan senyum yang terbentuk di sela-sela ciuman keduanya. "Aku bahagiaa, sangat," ucap Arya.

"Aku juga bahagia."

"I love you, Bii."

"I love you too."

***

Seberapa jauh jarakmu pergi, kamu tetap akan melangkah pulang ke rumah. Langkah, tak akan pernah salah berjalan menuju rumah. Bagi Arya, Puspa adalah rumahnya. Ia menemukan ketenangan dan kehangatan di sana. Sedangkan bagi Puspa, Arya adalah rumahnya. Rumah yang memberikan perlindungan saat dunianya sedang tidak baik-baik saja, rumah tempatnya pulang saat kedua orangtuanya memilih membangun 'rumah' mereka masing-masing.

"Kamu yang kusebut rumah. Terima kasih karena tetap bertahan sampai sejauh ini."

***END***

Continue Reading

You'll Also Like

118K 17.6K 52
Ella tak sengaja bertemu dengan Ezra dan tak sengaja juga tertarik pada pria dingin sedingin freezer kulkas itu. Jarang bicara tapi perbuatannya menu...
24K 2.1K 49
Bagaimana rasanya menjadi wanita dengan paras cantik, otak cerdas, karir bagus, dan memiliki latar belakang keluarga yang baik. Pasti akan ada banyak...
586K 44K 41
Andhara cinta mati pada Batara, duda yang enggan menikah lagi sebab masih mencintai mendiang istrinya, Syahla. Lalu, Ganesa anak Batara, ingin memili...
233K 20.6K 37
|OHMYSERIES-2| Kisah tentang wanita yang menikah di usia muda.... ▪︎Aug 18, Copyright ©2021 NanasManis