Forever Mine

By 23gwen

4.7M 208K 10.8K

"Apa kau selalu seperti ini?, memerintah orang untuk melakukan apa yang kau mau?" lanjutku sambil menatapnya... More

prolog
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43
Chapter 44
Chapter 45
Chapter 46
Chapter 47
Chapter 48
Chapter 49
Chapter 50
Tolonggg yaaa
Chapter 51
Chapter 52

Chapter 21

78.9K 3.9K 117
By 23gwen


Akhir pekan yang menyenangkan telah berakhir, dan sekarang aku harus kembali dalam kehidupan nyataku lagi, aku bagun pagi untuk menyiapkan baju kerjaku, aku bahkan bangun mendahului Sean, aku bergerak sepelan mungkin agar tidak membangunkan dia, dan usahaku terbukti sangat berhasil. Tak hanya itu, aku bahkan membuatkan sarapan untuk kami, pengurus rumah tangga telah melarangku tapi aku mendesaknya aku bahkan memohon padanya agar tidak mengadukan ini pada Sean, akhirnya diapun menyerah danganku.

Rencanaku berantakan karena tiba-tiba Sean bangun lebih awal dari perkiraanku dan kembali memergokiku sedang menuangkan jus jeruk ke dalam gelas.

"Apa yang sedang kau lakukan?!" tanyanya dengan nada tajam dan mata menyipit padaku, aku mencoba tersenyum manis padanya tapi sepertinya itu tidak berhasil karena dia langsung merebut gelas itu dari tanganku dan meletakkannya dimeja, dia menyeretku menuju sofa dan menghempaskanku kedalam pangkuannya.

"Bukankah sudah kukatakan berjuta kali padamu?!, jangan pernah menginjakkan kaki didapur!"

"Itu bukanlah masalah besar Sean, aku bosan, kau tidak mengijinkanku melakukan apapun dirumah ini, aku hanya ingin melakukan satu hal yang berguna saja" kataku sambil membelai wajahnya, aku benar-benar tidak ingin mengacaukan pagi ini dengan emosinya yang mudah sekali terpancing, jadi aku merayunya, dia balas menatapku dengan pandangan seolah aku adalah wanita tercantik diseluruh alam semesta ini, dan itu berhasil membuatku tersipu.

"Kau adalah ratuku, dan aku bersumpah demi apapun didunia ini selama aku masih hidup, aku tidak akan membiarkan tangan halusmu menyentuh peralatan itu, tangan ini ditakdirkan untuk membelaiku, dan membelai anak kita nanti, hanya dua hal itu, kau mengerti?" kata-kata Sean membuatku sangat terkejut, bagaimana dia bisa semudah itu mengatakannya, dia mengatakannya seolah hal itu sudah tertulis oleh takdir yang sudah pernah dia lihat sebelumnya.

"Sean, aku..."

"Aku memberikan seluruh duniaku padamu Ashley,dan aku berharap kau juga melakukan hal yang sama untukku" Sean menatapku seolah dia adalah anak kecil yang tidak berdaya dan tersesat, aku bersumpah semua orang tidak akan percaya bahwa seorang Sean Blackstone yang dingin akan memiliki tatapan seperti itu, aku pun juga sulit untuk mepercayainya.

Tak lama kemudian dia sudah membenamkan wajahnya didadaku, aku tahu saat itu ada Richard yang sedang menunggu tepat diambang pintu juga pengurus rumah yang beberapa kali melirik kami dari dapur tempatnya berdiri saat ini, mereka pun terlihat sangat terkejut dengan kelakuan Sean yang berbeda 180 derajat, mereka melihatnya seolah ini adalah satu-satunya keajaiban dunia. Aku tersenyum ketika mendapati Sean masih bersandar didadaku, dia memelukku dengan erat seolah-olah akan kehilanganku, aku tersenyum tipis padanya kemudian mengalungkan lenganku disekitar lehernya, aku membenamkan kepalaku disekitar cekungan lehernya, aku sempat menanamkan sebuah ciuman lembut ditelinganya dan aku merasakan senyumannya, sesekali aku membelai rambut gelapnya, aku sangat menyukai rambut gelapnya ini, rambut itu membuatnya terlihat begitu sexy dan dingin disaat yang bersamaan.

"Bersandarlah sepenuhnya padaku, jangan mengkhawatirkan apapun" dia berbisik padaku, dan entah kenapa hatiku menjadi tidak begitu tenang ketika dia mengatakan hal itu, apakah aku masih meragukannya?. Tapi aku tidak mau terus memikirkan hal itu, bukankah dulu aku memilih keluarga Blackstone karena alasan ini, agar aku bisa bersandar kepada keluarga Blackstone, tapi kenapa aku malah merasa ragu tentang hal ini. Aku menepis pikiran itu jauh-jauh lalu aku balas memeluk dan bersandar padanya sepenuh hatiku.

"Bisakah Sean?, bisakah kau melindungiku jika aku bersandar padamu?" aku tidak sadar bahwa aku benar-benar menyuarakan pertanyaanku itu padanya, itu membuatnya dengan sigap mengurai pelukan kami lalu meraih wajahku agar aku sepenuhnya menatap matanya, lagi-lagi aku melihat percikan amarah itu padanya, oh tuhan, apa aku kembali melakukan kesalahan?.

"Apa maksud ucapan itu Ahsley Warren?, apa kau baru saja meragukanku?, apakah selama ini itu yang ada dipikiranmu?, kau tidak mempercayaiku?" sekarang wajah itu menatapku dengan amarah bercampur kekecewaan.

"Semenjak aku dilahirkan ke dunia ini, keadaan mengajarkanku untuk tidak mempercayai siapapun, aku tidak bisa mempercayai ayahku yang meninggalkanku, aku juga tidak bisa mempercayai ibuku yang bahkan tidak menginginkanku, jadi ini sedikit sulit untukku" aku beranjak dengan menundukkan kepalaku, kini aku takut untuk melihat wajahnya.

"Aku akan melindungimu dari apapun didunia ini, kau adalah jiwaku Ashley, aku akan menjagamu seperti aku menjaga jiwaku sendiri, aku bahkan tidak bisa lagi memikirkan hidup tanpamu, semua seakan mustahil untukku jalani"

"Sean..."

"Jangan lagi mengatakan hal yang tidak masuk akal!, aku akan menghukummu jika kau mengatakan hal itu lagi" dia kembali membenamkan wajahnya ke rambutku, aku merasakan dia menghela nafas dalam-dalam.

"Maaf" Sean mendongakkan kepalanya menatapku ketika aku mengatakan permintaan maaf itu, kemudian dia tersenyum.

"Jadi kau memasak?" dia bertanya padaku.

"Ya, hanya bacon dan telur, kuharap kau tidak keberatan memakannya"

"Bukan hal itu yang kukhawatirkan sayang" Sean berkata sambil mengecup puncak kepalaku.

"Lalu apa?" tanyaku polos.

"Coba kulihat tanganmu" Sean berujar, dan tanpa persetujuanku dia langsung meraih telapak tanganku kearahnya, dia melihatnya dengan teliti, dan setelah menemukan apa yang dicarinya dia langsung mengerutkan dahi dan menatapku tidak senang.

"Terluka saat aku memanggang roti" aku menjelaskan karena dia menuntut penjelasan, astaga dia benar-benar sangat berlebihan, aku bukanlah orang penyakitan yang akan sakit jika melakukan pekerjaan berat, ini benar-benar konyol, sikapnya sangat menggelikan.

"Kau membakar jarimu, aku tidak menyukainya Ash, jika sekali lagi kau menyentuh peralatan sialan itu, aku akan merantaimu dikamarku, aku sungguh-sungguh dengan ucapanku" dia memang berujar dengan lembut, tapi dia menatapku dengan tajam, benar-benar mengancam.

"Aku mengerti Sean, maafkan aku" aku menjawabnya sambil menundukkan kepalaku lagi, tapi tak lama kemudian dia mengangkat daguku dengan jemarinya.

"Jangan menundukkan kepalamu, kau sangat cantik, dan orang harus tau hal itu, jangan menyembunyikannya" kata-katanya begitu membuat dadaku bergetar,bagaimana dia bisa melakukannya, aku hanya mengangguk membalas pertanyaannya.

"Sekarang peluk aku" kata-katanya bagaikan perintah untukku, dia menatapku lekat-lekat setelah dia mengatakan hal itu, aku mendekatkan tubuhku padanya lalu melingkarkan kembali lenganku padanya, kemudian aku memeluknya entah untuk berapa lama, aku bahkan tidak bisa mengingat berapa kali dia memintaku untuk memeluknya seperti itu, rasanya sudah terlalu banyak, sampai-sampai sulit untuk mengingatnya.

***

Setelah sarapan, aku dan Sean langsung berangkat menuju kantor, Sean mengantarku menuju Maxwell Company setelah itu barulah Richard membawanya menuju Blackstone Company. Sesampainya aku dikantorku tiba-tiba saja ponselku bergetar, aku segera mengambilnya dari tas Gucci-ku, aku melihat nama Liam terpampang di sana, ada apa pagi-pagi begini!, runtukku dalam hati, jika dia bukan atasanku mungkin aku sudah membunuhnya saat ini juga, begitu juga keluarga Maxwell yang lainnya.

"Selamat pagi Mr Maxwell" aku menjawab dengan tenang dan dengan nada yang telah kujaga sedatar mungkin.

"Dimana kau saat ini?" tanyanya, aku mendengar ada yang aneh disuaranya, tapi aku menolak untuk perduli, apapun yang terjadi padanya itu sama sekali bukan urusanku.

"Aku baru saja tiba diruanganku, dan jika tidak ada keperluan lain aku akan mulai bekerja Mr Maxwell" aku sudah bersiap-siap mengakhiri panggiilanku, aku mendengarnya menggerang pelan.

"Apa kau baik-baik saja sir?" tanyaku mulai khawatir.

"Tidak, aku tidak tahu apa yang terjadi pada tubuhku, rasanya seluruh tubuhku kesakitan" dia berujar dengan suaranya yang serak.

"Apa kau sudah kerumah sakit?" tanyaku lagi, dia mendengus disana, lalu kembali menjawab.

"Aku sudah minum obat"

"Sebaiknya kau segera kerumah sakit Mr Maxwell"

"Ashley?...."

"Ya sir?"

"Bisakah kau kemari?, aku tidak tahu lagi harus menghubungi siapa" nada bicaranya terdengar sangat putus asa.

"Aku punya pekerjaan disini Mr Maxwell, kusarankan untuk menelpon salah satu anggota keluargamu untuk mengurusmu, mungkin ibumu, dia pasti akan datang" aku berujar padanya sambil menyalakan komputerku, aku harus mengecek e-mail hari ini.

"Tidak Ashley, dia tidak akan memperdulikanku" kali ini nada suaranya bertambah menyedihkan, astaga sebenarnya kehidupan macam apa yang dijalani oleh orang-orang kaya ini, mereka memiliki uang yang berlimpah, tapi bahkan ibu mereka sendiri tidak menginginkan mereka.

"Maafkan aku Mr Maxwell, aku punya banyak pekerjaan disini, semoga anda cepat sembuh" aku berkata dengan cepat dan langsung mengakhiri panggilannya.

Aku mencoba fokus pada pekerjaanku tapi pikiranku seolah tidak berada disana, pikiranku seolah mengembara melewati semuanya, setelah aku mengakhiri panggilan itu rasanya aku begitu gusar, aku sangat khawatir padanya.

"Oh sial!" aku mengumpat lirih sambil mengambil tasku dan beranjak meninggalkan Maxwell Company.

***

Aku menekan bel apartemen itu, ketika pintu itu tak kunjung dibuka aku langsung menekannya lagi, aku kembali menekannya berulang kali ketika pintu itu tidak kunjung terbuka, aku benar-benar sangat khawatir jika terjadi sesuatu padanya, astaga bagaimana jika dia mati didalam sana, batinku berbicara, aku benar-benar tidak tahu apa yang harus kulakukan saat ini, aku bahkan hampir menangis karena cemas.

Demi tuhan dan seluruh alam semesta ini, perasaanku begitu lega saat pintu itu terbuka dengan perlahan-lahan, aku segera menengok kedalam, dan aku mendapatiseorang Liam Maxwell disana, sangat pucat dan sangat kacau, apa yang sebenarnya terjadi padanya.

"Ashley?" Liam masih tidak percaya ketika dia melihatku didepan pintu apartemennya.

"Kau tidak telihat baik Mr Maxwell" kataku sambil menatapnya dengan cemas, dia memejamkan matanya sebentar seolah menahan rasa sakit dikepalanya.

"Sebaiknya kau kembali berbaring sebelum kau terjatuh, ayolah..., aku akan membantumu" aku memapah Liam kembali ke tempat tidurnya lalu membaringkannya keatas ranjangnya lagi. Aku meyelimutinya dengan selimut tebalnya lalu mengedarkan pandangan kesekelilingku mencari dimana kotak obatnya, aku harus mengukur suhu tubuhnya, dan untuk itu aku memerlukan thermometer, setelah aku menemukan apa yang kucari aku kembali padanya.

"Aku harus mengukur suhu tubuhmu Mr Maxwell" aku berkata padanya dan dia hanya mengangguk mengiyakan, setelah itu aku berdiri dari tempat tidurnya dan berjalan kearah dapur, aku berniat untuk membuatkannya bubur, dia pasti belum sempat sarapan, aku sangat bersyukur bahan-bahan yang aku perlukan tersedia dilemari pendingin, aku yakin Sean pasti tidak akan suka ketika melihatku berada didapur, apalagi dapur pria lain, dia pasti akan langsung merantaiku di kamarnya.

Bau harum bubur telah tercium harum, aku tersenyum ketika melihat bubur buatanku, bubur ini terlihat sangat menggiurkan, aku bersumpah siapa saja yang melihatnya akan langsung tertarik untuk menikmatinya. Setelah menyajikannya dimangkuk aku langsung membawanya ke kamar Liam.

"Baiklah, sekarang mari kita lihat berapa suhu tubuhmu" aku mengambil termometer darinya lalu melihatnya, astaga aku tidak menyangka panasnya akan setinggi ini, aku langsung panik seketika itu juga.

"Astaga!, suhu tubuhmu 39 derajat!!!" tanpa sadar aku berteriak ketika melihat thermometer itu.

"Ayo bangun kau harus mandi, badanmu panas sekali!" aku langsung memapah Liam menuju kamar mandi, setelah itu aku langsung menyeka tubuhnya dengan air dingin, awalnya dia mengernyit ketika merasakan air dingin itu membasahi kulitnya, tapi kemudian dia bisa menerimanya, setelah aku selesai menyekanya aku membantunya mengganti pakaiannya, lalu kembali memapahnya ke tempat tidur.

"Aku membuatkanmu bubur" aku berkata, dan aku melihatnya mengangguk patuh, dia berusaha mengangkat tubuhnya hingga posisinya sekarang setengah duduk. Aku menyuapinya bubur dan diluar pikiranku, dia langsung saja melahap buburnya dengan lahap alhasil bubur itu langsung habis dalam waktu sekejab, kurasa dia menyukai masakanku.

"Sekarang kau harus meminum obatmu" aku berkata sambil menyodorkannya segelas air putih dan dengan sabar aku menyuapinya beberapa butir pil, kurasa dia mendapatkannya dari dokter pribadinya, itu tidak mengejutkan melihat seberapa kaya keluarga Maxwell, pasti dia memiliki dokter pribadi.

"Kau harus tidur lagi, berbaringlah" aku berkata sambil membantunya berbaring dengan nyaman, aku bermaksud pergi karena aku merasa aku sudah selesai mengurusnya, aku meraih tasku yang kuletakkan tak jauh darinya kemudian aku beranjak berdiri dari sana.

"Jangan pergi" aku mendengar suara lemah itu, aku melihat kearahnya pandangannya begitu memohon padaku.

"Kumohon tinggallah" dia kembali bersuara, aku menatap kearah pintu lalu kembali menatapnya.

"Baiklah, hanya sebentar saja, sampai demammu turun" aku menjawab sambil meletakkan kembali tasku, aku duduk disampingnya sambil membenarkan selimutnya lagi, dia tersenyum padaku dan aku membalas senyumannya dengan senyuman tipis.

***

Aku pulang ke penthouse Sean saat hari benar-benar sudah larut, aku yakin pasti aku akan terkena masalah, aku mengendap-endap saat aku memasuki ruang santai, dan aku mendapati lampu bar diruangan dapur masih menyala redup, aku penasaran dengan apa yang terjadi jadi aku berjalan kearah bar untuk melihatnya, dan disana aku melihat Sean sedang mencengkeram gelas rendah yang berisi minuman berwarna keemasan, astaga apa yang terjadi?, dia sudah lama tidak menyentuh minuman itu, kenapa tiba-tiba dia seperti ini?.

"Sean?..." aku berjalan mendekatinya, dan saat ini dia perlahan-lahan membalikkan badannya, dia benar-benar terlihat sangat kacau.

"Oh... kau sudah pulang?"

"Sean, ada apa ini?, apa yang terjadi?"

"Aku mencarimu, aku menghubungimu sepanjang hari ini, tapi ponsel sialanmu itu tidak aktif, lalu pegawaiku mengatakan jika dia melihatmu pergi ke apartemen si bajingan Maxwell itu, katakan Ash!, katakan padaku apa yang terjadi?!, apa yang sebenarnya terjadi!" Sean menatapku dengan tatapan yang benar-benar tidak berdaya, aku melihatnya seperti pemuda yang tersesat, hatiku benar-benar sakit melihat hal itu, apa yang harus kulakukan Tuhan?. Aku memandangnya dengan pandangan lembut dan kulihat itu juga mempengaruhinya. Aku menggenggam jemarinya dan menariknya agar berdiri, dan dia mengikutiku, dia mengikutiku kedalam kamarnya dengan jemari kami yang bertautan, lalu aku mendudukkannya ke ranjang, sedangkan aku berlutut dilantai sambil menggenggam kedua telapak tangannya, aku mengangkat keduanya ke bibirku lalu mengecupnya dengan lembut, sekarang matanya terlihat berkaca-kaca.

"Aku tidak bisa berbagi Ashley, tidak dirimu, tidak akan pernah" dia berbisik padaku, dan aku sekuat tenaga menahan air mataku agar tidak menetes, ini terlalu berat untuknya, aku tahu itu, ini terlalu berat untuk kami, tapi aku tidak punya pilihan lain, aku harus menjalaninya, aku sudah bertahan sejauh ini, aku tidak bisa melepaskannya begitu saja untuk urusan sepele seperti ini.

"Aku masih disini Sean, aku akan tetap disini,percayalah padaku bahwa ini hanya sementara"

"Berapa lama lagi?, rasanya aku hampir gila ketika membayangkanmu masuk ke apartemen bajingan itu"

"Tidak akan lama lagi Sean, aku berjanji, aku berjanji padamu" aku berkata sambil mencium keningnya lalu ikut berbaring disampingnya, aku segera saja memelukku dengan erat, astaga aku tenagaku benar-benar terkuras oleh dua pria sekaligus, mereka bilang pria adalah makhluk yang tangguh dan kuat tapi kenapa disaat bersamaan mereka juga terlihat sangat rapuh, bahkan lebih rapuh daripada yang kita bayangkan, aku benar-benar tidak tahu lagi apa yang harus kulakukan dengan keadaanku saat ini.

"Tidurlah,aku selalu disampingmu" aku berbisik pada Sean lalu mengecup pipinya dengan lembut.

***


Continue Reading

You'll Also Like

2M 17.3K 43
harap bijak dalam membaca, yang masih bocil harap menjauh. Kalau masih nekat baca dosa ditanggung sendiri. satu judul cerita Mimin usahakan paling b...
606K 96.5K 38
Awalnya Cherry tidak berniat demikian. Tapi akhirnya, dia melakukannya. Menjebak Darren Alfa Angkasa, yang semula hanya Cherry niat untuk menolong sa...
729K 9.6K 31
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...
396K 38K 27
Lily, itu nama akrabnya. Lily Orelia Kenzie adalah seorang fashion designer muda yang sukses di negaranya. Hasil karyanya bahkan sudah menjadi langga...