Forever Mine

Por 23gwen

4.7M 208K 10.8K

"Apa kau selalu seperti ini?, memerintah orang untuk melakukan apa yang kau mau?" lanjutku sambil menatapnya... Mais

prolog
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43
Chapter 44
Chapter 45
Chapter 46
Chapter 47
Chapter 48
Chapter 49
Chapter 50
Tolonggg yaaa
Chapter 51
Chapter 52

Chapter 20

83.8K 4K 257
Por 23gwen


***

Cinta pertama adalah cinta yang bisa membuatmu melakukan apapun untuk pertama kalinya, tapi Cinta sejati adalah cinta yang membuatmu melakukan segalanya yang kau bahkan tidak tau dapat kau lakukan.

Aku memutuskan untuk pulang lebih awal karena semua pekerjaanku telah selesai, biasanya Richard selalu menjemputku tepat waktu, tapi karena hari ini aku pulang lebih awal dia belum terlihat, aku berencana menelponnya tapi aku mengurungkan niatku untuk menelponya karena dari tempatku berdiri saat ini aku dapat melihat halte bus yang terlihat sepi, hanya ada dua orang wanita disana yang sedang menunggu bus, aku memasukkan kembali ponselku kedalam tas bermerkku lalu berjalan kearah halte itu, aku tersenyum ketika aku mengingat masa-masa remajaku, biasanya saat aku berangkat bekerja di café dan setelah aku selesai bekerja aku selalu naik bus, rasanya ingatan itu sudah sangat lama, tapi aku tetap merasakan kesedihan disana, jauh didalam hati ini.

Pintu bus telah terbuka, aku dan dua perempuan lainnya langsung bergantian masuk kedalam bus, aku memilih tempat duduk dibelakang seperti kebiasaanku dulu, karena disana tempatnya lebih luas,aku tersenyum miris ketika aku mengingat hal itu, tidak kusangka mengingatnya ternyata lebih menyakitkan dari pada menjalaninya, aku sadar bahwa aku telah bertahan cukup lama untuk bisa sampai disini, apakah aku masih bisa bertahan lebih lama lagi?, aku tidak tahu.

Aku sedikit berjalan untuk bisa sampai di gedung penthouse Sean, tapi aku menikmatinya, setidaknya saat itu aku adalah milik diriku sendiri, aku bisa berkutat dengan pemikiranku sendiri, udara malam yang dingin menerpaku, aku memejamkan mataku dan menikmati hembusan angin dingin itu mejalari wajahku, dingin memang tapi setidaknya aku bisa menikmatinya.

Tak lama kemudian aku telah sampai di penthouse milik Sean, aku melihat kearah pintu, aku terkejut karena pintu itu tidak terkunci, aku bisa membukanya tanpa menggunakan nomor kombinasinya, aku memasuki penthouse dan mendapati ruang tamu kosong, mungkinkah jika Sean belum pulang?, aku melangkahkan kaki ke kamarnya, tapi tidak kutemukan siapapun disana, sampai kemudian aku samar-samar mendengar suara, aku yakin setidaknya ada seorang wanita disana, aku melangkahkan kaki menuju sumber suara itu, ternyata suara itu berasal dari ruang kerja Sean, pintu itu sedikit terbuka, aku melihat kedalam, dan aku melihat Sean dan Melisa disana, kupikir itu adalah hal serius jadi aku bermaksud untuk menutup pintu itu, tapi ketika aku mendengar namaku disebut aku langsung mengurungkan niatku.

"Sejak kapan kau mengetahuinya?" Melisa beujar sambil melemparkan sebuah kertas kearah meja Sean, Sean hanya mengangkat bahu dan berujar dengan tenang.

"Setelah kepulanganku dari London, aku datang ke penthouse milik Ashley dan aku menemukan hasil tes DNA itu"

"Bagaimana kau bisa mengetahuinya?"

"Apa kau pikir aku sedangkal itu nenek?" Sean berujar sambil mengacak rambutnya, aku menutup mulutku karena kaget setengah mati akan pembicaraan itu, aku tidak menyangka bahwa semua ini terjadi, bagaimana dia bisa diam ketika dia mengetahui kebenarannya, jadi selama ini dia sudah tau maksudku masuk kedalam keluarga ini.

"Kenapa kau diam selama ini?, kupikir hanya aku dan Ashley yang tau"

"Itu tidak penting lagi nenek, yang kuinginkan saat ini hanyalah Ashley, dia boleh berpikir kalau dia bisa mengahancurkan Maxwell Company" kata-katanya itu kembali membuat dadaku serasa disayat perlahan-lahan.

"Kau tahu kalau dia berusaha menggoda Liam Maxwell?" tanya Melisa, Sean hanya mendengus mendengar pertanyaan Melisa.

"Aku tahu setiap kebohongan yang dia ucapkan padaku, setelah kejadian hari itu aku tidak akan membiarkannya pergi ke perusahaan bajingan itu lagi"

"Apa yang kau bicarakan?" tanya Melisa tidak mengerti.

"Bajingan Maxwell itu mengatakan bahwa dia akan menikahi Ashley jika Ashley memilih untuk meninggalkanku"

"Bagaimana kau bisa tahu semua itu?"

"Aku memiliki orang dalam disana, aku membayar mereka untuk mengawasi Liam Maxwell" kata Sean tajam, kata-kata Sean saat itu semakin menohokku, jadi selama ini dia sudah mengetahui semua rencanaku, dia hanya diam dan menertawakanku dan berpikir betapa bodoh dan menyedihkannya hidupku.

"Kau akan membantunya mendapatkan Maxwell Company?" tanya Melisa

"Aku akan membuat harga saham Maxwell Company berantakan, setelah harga saham mereka hancur maka aku akan mengambil alih perusahaan itu dari tangan Liam Maxwell, setelah aku mendapatkannya, aku akan memberikannya pada Ashley, dengan cara itu aku bisa menahannya tetap disisiku"

"Jika dia tahu dia pasti akan terluka Sean"

"Aku tidak akan membiarkannya terluka nenek, aku akan mengatasinya"

Cukup sudah, aku tidak bisa mendengar ini lebih lama lagi, perasaanku sudah benar-benar hancur sakarang, aku tidak bisa lagi berpikir dengan jelas dengan semua ini, aku merasa benar-benar malu, aku merasa begitu hina, aku merasa bahwa aku tidak pantas lagi untuk hidup, aku bahkan merasa seperti seekor binatang, aku melangkahkan kakiku perlahan-lahan untuk pergi dari tempat itu, mungkin aku juga tidak akan pernah kembali lagi, sekarang aku hanya ingin pergi jauh dari tempat ini, aku ingin menghindari semua orang yang berhubungan dengan keluarga ini. Tanpa sengaja aku menjatuhkan sebuah cangkir saat aku melintasi dapur, dan kudengar pintu terbuka, aku segera saja berlari keluar dari penthouse itu, aku tidak perduli dengan teriakan Sean yang memanggil namaku, aku tidak memperdulikan lagi, aku tidak bisa lagi tetap berada disana, tidak bisa lagi.

Kini aku telah sampai di luar gedung, aku bersyukur karena ada sebuah taksi di pinggir jalan, tanpa pikir panjang lagi aku segera menaiki taksi itu, taksi itu segera saja melesat, aku melihat Sean yang mengumpat dia meraih ponsel disakunya dan mulai menelpon seseorang, aku memalingkan wajahku darinya.

"Nona, kemana anda ingin pergi?" tanya sopir taksi padaku, aku mengusap air mataku dengan kasar lalu segera menjawabnya.

"Bawa aku ke bandara"

Belum sampai lima menit kemudian beberapa mobil telah mengikuti kami, aku melihat kebelakang dengan cemas, aku berdoa kepada tuhan memohan agar jangan sampai itu adalah mobil dari pengawal keluarga Blackstone, tapi semua terasa percuma hari itu, harapanku rasanya pupus ketika aku melihat sebuah mobil berhenti tepat didepan kami dan menahan laju taksi yang sedang kutumpangi saat ini.

"Apapun yang terjadi jangan buka pintunya" aku berkata pada sopir taksi itu. Tak berapa lama kemudian aku melihat Sean keluar dari mobil, dia terlihat begitu marah, raut wajahnya menjelaskan segalanya, dia mengetuk kaca jendela taksi tapi aku sama sekali tidak menggubrisnya, dia kembali mengetuk kacanya sekali lagi, kali ini dia juga membungkukkan tubuhnya sambil berteriak padaku untuk membuka pintunya. Seluruh tubuhku rasanya gemetar saat itu, aku tidak bisa bernafas, kepalaku rasanya berputar-putar, yang aku lihat selanjutnya adalah ketika salah satu pengawal membuka paksa pintu pengemudi. Sopir taksi itu dipaksa keluar dari mobilnya, kemudian aku mendengar pintu penumpang terbuka. Aku langsung berhadapan dengan Sean tepat ketika dia membuka pintunya.

"Keluar Ashley!" kata-katanya begitu tajam dengan nada yang menekan, aku masih tidak menggubrisnya, aku hanya dusuk diam ditempatku.

"Kubilang keluar!!!" bentaknya, air mataku langsung menetes ketika mendengar bentakannya padaku, seluruh tubuhku rasanya membeku, aku beranjak dari tempat dudukku, aku keluar dari taksi itu sementara Sean menatapku dengan tajam, hal itu membuatku menundukkan kepalaku, aku merasa benar-benar seperti seorang kriminal sekarang.

Dia meraih tanganku lalu menyeretku masuk kedalam mobilnya, dia tidak perduli ketika aku mengernyit kesakitan karena cengkeraman tangannya yang menyakitiku, dia memasukanku kedalam kursi penumpang mobil tak lama kemudian dia telah duduk disampingku, aku tidak berani menatapnya, aku juga tidak berani bicara satu patah katapun.

"Kita kembali ke penthouse" ujar Sean ketus kepada Richard yang ada dibalik kemudi mobil, Mobil segera melaju meninggalkan tempat itu, aku melihat jalanan dari balik kaca mobil, aku merenungkan semuanya, semua yang telah terjadi, aku mengingat setiap hal menyakitkan yang telah kujalani, semua yang telah kukorbankan, aku bahkan mengorbankan hatiku, segalanya mulai terasa sia-sia, aku selalu bertanya-tanya, kehidupan macam apa yang sebenarnya kujalani saat ini, dihatiku terasa ada lubang hitam yang mengganga, awalnya lubang hitam itu tidak begitu besar, tapi ketika aku menemukan ibuku, maka lubang itu bertambah besar dan juga bertambah menyakitkan, setiap aku mengingat kata-kata yang telah dia ucapkan padaku rasanya seolah aku dibunuh untuk kedua kalinya, aku yang membuat luka ini, dan aku pula yang harus menanggung luka ini, pada akhirnya semua akan berbalik menyakitiku lagi, apa yang sebenarnya kulakukan?, apakah ini sebuah kesalahan?, jika ini adalah sebuah kesalahan maka bagaimana seharusnya aku menjalani hidupku?, bagaimana aku menjalani hidupku sementara jauh dalam lubung hatiku yang terdalam aku yakin bahwa aku sudah tidak memiliki jiwa, jiwaku rasanya telah mati dan menghitam bertahun-tahun lalu, bagaimana aku bisa melewati semua ini.

***

Sean menghempaskanku kearah ranjangnya, dia berjalan mendekatiku dengan amarah dimatanya, mata itu sungguh membuatku ketakutan, dia tidak pernah semarah itu padaku, aku bangkit dari ranjang dan berdiri menghadapnya, aku melihat telapak tangannya mengepal karena menahan amarah, tatapan matanya masih menghujam padaku, kilatan mata yang berapi-api itu seolah menyikasaku.

"Apa yang kau pikir kau lakukan!" bentak Sean murka.

"Pergi darimu" aku berkata lirih, aku merasakan dia menatapku dengan ekspresi tidak percaya ketika aku mengatakannya.

"Apa yang membuatmu berpikir kau bisa pergi dariku!!?" dia bertanya dengan nada menekan yang sangat menakutkan.

"Aku hanya ingin enyah dari hidupmu!, jangan mempersulit hal ini Sean, aku tahu kau juga menginginkan hal yang sama, akan lebih mudah jika..."

"Jangan berani-berani berkata seolah kau tau apa yang benar-benar kuinginkan didunia ini, karena kau sama sekali tidak tahu apa yang kuinginkan didunia ini!!!" potong Sean sambil mengguncang bahuku.

"Kau mengetahui semuanya" aku bertanya padanya, tapi itu tidak benar-benar sebuah pertanyaan karena baik aku dan Sean sudah tahu jawabannya.

"Ya!, aku tahu setiap kebohongan yang kau katakan padaku!"

"Apa kau ingin menyiksaku Sean?"

"Kau yang telah menyiksaku!, sekarang katakan padaku, apakah semua ini hanya tentang uang?" Sean kembali bertanya padaku, tapi kali ini aku melihat sebuah penderitaan di matanya, aku melihat rasa sakit dimatanya, apakah sedalam itu aku menyakitinya?.

"Aku hanya bertahan hidup, ibu kandungku adalah satu satunya alasan untukku bertahan hidup" aku mengucapkan hal itu tanpa keraguan sedikitpun, karena itu adalah kenyataannya, aku mengatakan kenyataan pahit dalam hidupku padanya, aku bahkan juga tidak bisa menahan air mataku, aku sudah berusahan menahannya, tapi entah kenapa mereka tidak mau berhenti mengalir. Aku menundukkan kepalaku dari tatapan Sean, tapi kemudian dia meraih daguku untuk melihatku.

"Kenapa kau tidak mengatakannya padaku?, kau tahu aku bisa melakukannya untukmu!"

"Karena jika kau yang melakukannya, aku tidak akan pernah bisa membuktikan pada ibuku, aku hanya akan dianggap sebagai pelacur yang memeras pewaris Blackstone Company" aku menjawab pertannyaannya.

"Aku tidak akan membiarkannya berkata seperti itu, aku tidak akan membiarkan orang berkata seperti itu padamu, kumohon pecayalah padaku, aku bersumpah padamu untuk selalu melindungimu, kenapa kau tidak pernah mau mendengarkannya?, kenapa kau tidak mau mengerti?!" dia menjelaskan sambil menangkup wajahku.

"Karena aku hanya wanita yang menyedihkan, tapi kau terlalu naif untuk mengakuinya, kau menolak untuk mengakuinya"

"Kau adalah wanita yang sempurna, kau tidak diciptakan untuk menangis, kau diciptakan untuk bahagia, biarkan aku membuatmu bahagia, kenapa kau tidak pernah memberiku kesempatan untuk hal itu?" Sean bertanya sambil menggengam tanganku dengan kedua telapak tangannya, dia juga menatapku lekat-lekat.

"Aku tidak pantas untukmu, kau tahu itu melebihi siapapun" aku berkata sambil memohon padanya.

"Jangan pernah mengatakan omong kosong itu lagi!, kau adalah wanita yang paling sempurna untukku, aku tahu itu sejak pertama kali aku melihatmu, aku menyadarinya saat itu juga, jadi lupakan semuanya, jika kau menginginkan sesuatu, aku yang akan memberikannya padamu, jangan pernah menghancurkan dirimu sendiri untuk meraih sesuatu yang tidak berharga, karena kau jauh lebih berharga diatas segalanya, setidaknya untukku"

"Mungkin aku akan menyakitimu lagi" aku berkata sambil menatap matanya lekat-lekat.

"Sakiti aku, hancurkan aku, itu tidak jadi masalah ketika kau tetap disisiku, aku hanya membutuhkanmu untuk tetap didekatku" balas Sean tanpa sedikit keraguanpun dimatanya, hatiku terasa sakit saat aku menatapnya. Tak lama kemudian aku sudah berada dipelukannya yang hangat dan nyaman, dia memelukku sangat erat seolah-olah aku akan menguap jika dia tidak memelukku.

"Saat aku melihatmu berlari menjauh dariku rasanya seolah-olah aku hampir mati, jangan pernah melakukan hal itu lagi padaku" dia berbisik ditelingaku tanpa melepaskan pelukannya.

"Maafkan aku" bisikku, air mataku kembali menetes saat aku kembali kedalam pelukannya, tempat terhangat dan teraman yang pernah kurasakan didunia ini.

***

Pagi harinya aku kembali menemukan diriku meringkuk diatas ranjang Sean, aku merasakan sebuah lengan melingkari tubuhku, lengan itu memelukku bagaikan tanaman merambat, aku menghela nafas pelan, aku tahu bahwa itu adalah Sean, sangat jarang dia seperti ini, biasanya dia selalu bangun mendahuluiku, saat aku bangun dia bahkan sudah rapi dengan kemeja dan sarapan sudah siap dimeja dapur, tapi saat aku melihatnya masih tertidur disampingku aku sadar bahwa ini sangat jarang terjadi, apa dia sangat lelah?. Aku membelai rambut gelapnya yang berantakan, aku membelainya penuh kasih sayang dan kelembutan, saat aku melihat wajahnya yang sedang tertidur dengan damai, ada sesuatu yang menghantam dadaku, sesuatu yang menyakitkan dan sangat menyesakkan.

"Selamat pagi" aku membisikkan kata-kata itu padanya, tak lama kemudian aku melihatnya mengerjapkan matanya perlahan, senyumannya merekah saat aku melihatnya, dia mencium ujung bibirku lalu kembali memejamkan matanya. Aku tertawa lirih saat aku melihatnya, dia juga tersenyum ketika mendengarku tertawa.

"Masih mengantuk?" bisikku sambil mencium hidungnya, dia hanya mengangguk sambil kembali mempererat pelukannya.

"Ini akhir pekan, aku tidak akan membiarkanmu jauh dariku" Sean berkata padaku, aku kembali tergelak sambil membelai kembali rambut gelapnya, aku sangat suka merasakan rambutnya ditelapak tanganku.

"Aku mencintaimu Ashley" kata-kata itu mengejutkanku, tapi Sean dengan santai kembali menenggelamkan wajahnya dileherku.

"Aku tau Sean"

***

"Kumohon biarkan aku membuat sarapannya" aku merengek padanya saat dia memergokiku menyentuh peralatan dapur, dia langsung membawaku pergi dari dapur, dan saat ini aku telah berada dipangkuannya yang sedang duduk di ruang santai kami.

"Tidak Ash!, aku sudah memesan sarapan untuk kita!" dia berkata dengan tegas, itu membuatku cemberut, tapi aku tidak bisa lagi melakukan apapun selain menurutinya.

"Kau menghabiskan uang hanya untuk membeli sarapan, padahal aku bisa membuatnya" aku berkata padanya dengan cemberut.

"Aku punya banyak uang, aku tidak akan jatuh miskin hanya karena membeli sarapan" dia begitu percaya diri, bahkan dia terlihat panas ketika dia sedang menyombong, dia benar-benar pria ajaib, pantas saja dia terkenal sebagai bujangan yang paling diminati di kota ini.

"Kau menyebalkan" aku menggerutu sambil mengganti saluran televisi yang sedang kami tonton.

"Kau juga terlihat sangat mempesona Ashley" puji Sean sambil mencium pipiku dengan lembut, dia benar-benar tidak terpengaruh, dan itu membuatku sebal.

"Sarapan sudah siap Mr Blackstone, selamat pagi Ms Warren" aku mendengar suara Richard dibelakang kita, aku langsung mencoba turun dari pangkuan Sean, tapi Sean malah semakin mengeratkan lengannya dipinggangku dengan santai dia mengangkat tubuhku dan berjalan kearah dapur.

"Terima kasih Richard" Sean berujar sambil mencium bibirku didepan Richard, astaga ini sangat memalukan, kenapa dia melakukan ini padaku!. Dia mendudukkanku di kursi sementara dia mengambil jus jeruk yang berada sedikit jauh dari tempatnya berdiri.

"Jangan coba-coba menyentuh makanannya Ash" Sean berujar dengan tenang saat akumengulurkan tanganku untuk meraih garpu yang ada didepanku, aku cemberut dan kembali memangku tanganku. Dia kembali sambil membawa dua gelas ditangannya, dia mengambil tempat duduk disebelahku lalu membuka lengannya padaku, aku langsung tahu apa yang dia inginkan, jadi aku turun dari tempat dudukku dan duduk dipangkuan Sean, aku menyandarkan kepalaku pada dadanya sementara dia menyiapkannya.

"Aku suka waffle" aku berkata padanya, dia tersenyum sambil mengecup bibirku ringan

"Benarkah" tanyanya, aku mengangguk antusias, apalagi saat dia menuangkan cokelat di sekitar waffle, pemandangan itu sungguh sangat menggiurkan.

"Baiklah buka mulut" Sean menyuapkan sepotong waffle padaku, dengan cepat aku meraih buah Strawberry yang dijadikan topping waffle, sebelum dia protes aku langsung menyuapkan buah itu pada Sean, aku tersenyum penuh kemenangan sambil mengecup pipinya.

"Oww, tambahkan lagi cokelatnya, please" aku berkata sambil menunjuk mangkuk kecil cokelat yang ada di samping kiri piring kami.

"Sarapan yang sangat luar biasa, aku harus berterima kasih pada Richard" aku tersenyum simpul padanya, dan dia membalas senyumanku, lalu menyuapkan lagi sepotong waffle untukku.

"Kenapa aku tidak boleh menyentuh peralatan dapur?, masakanku tidak akan seburuk itu" aku protes padanya.

"Kau terlalu berharga untuk melakukan pekerjaan dapur, aku tidak akan pernah membiarkanmu" dia menjawab dengan santai sambil kembali menyuapkan makanan padaku,

"Itu omong kosong!" aku mendengus padanya.

"Jaga bicaramu Ashley" dia memperingatkanku bahwa aku sudah melewati batas, oh astaga dia benar-benar sangat menyeramkan jika marah.

"Maafkan aku"

"Aku tidak akan membiarkan wanitaku menginjakkan dapur, dan itu bukan hal untuk dinegosiasikan, aku punya cukup uang untuk membayar pelayan agar melakukan pekerjaan itu, jadi jangan memaksa keberuntunganmu Ms Warren"

"Hmm, kau punya lebih dari cukup uang Mr Blackstone, aku sama sekali tidak meragukan hal itu, apa kau juga akan membayar pelayan untuk menyuapiku jika kau tidak ada disini untuk menyuapiku?, kurasa itu kedengaran menarik, bolehkah kita mencobanya suatu saat nanti?" aku membalasnya dengan telak, aku melihat dia meletakkan garpu dimeja, lalu menarik daguku agar aku bisa menatapnya lekat-lekat.

"Itu tidak akan pernah terjadi Ashley, aku tidak akan pernah membiarkan orang lain menyuapimu, sebaiknya kau juga lakukan hal yang sama" aku terdiam ketika mendengar kata-katanya, kata-kata itu begitu otoriter dan mengancam, dia begitu menakutkan saat sedang mengancam seperti itu. Sesaat kemudian wajahnya langsung berubah, dia tersenyum lembut padaku dan kembali mengambil garpu.

"Mau kutambahkan cokelat lagi?" tanya Sean dengan riang.

"Please" aku menjawabnya dengan lembut, dan dia kembali menuangkan cokelat pada waffle-ku. Tak lama kemudian aku benar-benar telah menghabiskan sarapanku.

"Kau ingin waffle lagi sayang?" tanya Sean lembut, aku menggeleng, aku sudah benar-benar kenyang sekarang, Sean meraih jus jeruk lalu memberikannya padaku, aku langsung meneguknya sampai habis, hmm, rasanya sangat segar. Sean mengambil gelas yang telah kosong itu lalu menaruhnya kembali. Dia kembali mencium leherku lalu kembali ke bibirku, dia benar-benar hebat dalam berciuman, aku penasaran darimana dia mempelajarinya.

***

Continuar a ler

Também vai Gostar

16.3M 593K 34
GENRE : ROMANCE [Story 3] Bagas cowok baik-baik, hidupnya lurus dan berambisi pada nilai bagus di sekolah. Saras gadis kampung yang merantau ke kota...
1.3M 115K 26
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Roman dikenal sebagai sosok misterius, unto...
1.9M 88.6K 52
Mari buat orang yang mengabaikan mu menyesali perbuatannya _𝐇𝐞𝐥𝐞𝐧𝐚 𝐀𝐝𝐞𝐥𝐚𝐢𝐝𝐞
561K 39.3K 61
Dokter Rony Mahendra Nainggolan tidak pernah tahu jalan hidupnya. Bisa saja hari ini ia punya kekasih kemudian besok ia menikah dengan yang lain. Set...