BENUA ATLANA

Από DevririMulya

2M 133K 11K

Atlan dan Ilana adalah dua orang sahabat yang digelari 'waras separoh' oleh teman-teman angkatan mereka. Kedu... Περισσότερα

01 - Aurora ... Si Pelakor?
02 - Ana, Kean dan Dunia Mereka
03 - Friendzone is Friendshit!
04 - Difficult Choice
05 - Pelecehan Reino
06.A - Let Me Fixed It!
06.B - Kabar Mengejutkan
07 - Antara Pacar dan Sahabat
08. A - Insiden Kerasukan
08. B - Hak Asuh Ben
09 - Haruskah Menikah?
10 - Menikahi Urmila, harus?
11. Seseorang Dari Masalalu
12. Patah Hati Terhebat
13. Perpisahan Menyakitkan?
14. Menikahlah Denganku, Ilana ....
15. Melamarmu
16. Akad Ana-Kean
17. Malam Sakral? (17+)
18. Hadiah Jadi Istri (17+)
19. Mimpi Atau Nyata (?)
20. Pertanyaan Tentang Rasa
21. Pagi Paling Absurd
22. Cemburu!
23. Lets Kiss!
24. Awal Kerumitan
25. Luka kita dan kembalinya dia!
26. Kita Butuh Waktu
27. Bertahan Walau Terluka
28. Pembully-an Ilana
29. Perselingkuhan (?)
30. Minggat!
32. Lelaki Misterius
Pre Order

31. Hilangnya Ilana

23.9K 2.7K 454
Από DevririMulya

Haloooo im back!!! seneng gak???? Sebelum baca, yuk mention asal kota kamu di komentar!

Kamu sampai ke cerita ini lewat jalur apa???


*** 

Suara petir membelah langit gulita. Lelaki yang berdiri di tepi jalan raya itu terlihat lusuh dengan baju yang ia kenakan. Di punggungnya terdapat karung berisi botol mineral bekas. Di sebelahnya, berdiri seorang remaja yang tengah menyeka peluh di dahinya.

"Bagi duit, dong, Pu! Buat—"

"Iya, Pupu tahu Ben belum makan. Sabar, ya. Kita jual dulu botol bekasnya."

"Yaelah. Kalau makan sih bisa nanti-nanti. Ben mau top-up diamond mobile legend! Mau beli skin epic Johnson. Buruan, ah!"

"Anak anj—sabar, huft!" Atlan menyabar-nyabarkan dadanya. "Kenapa lo mikirin skin sih, bocil? Kita lagi mulung ini, lho! Buat makan aja susah!"

"Salah siapa coba?! Hidup kita susah gara-gara Pupu tahu, nggak! Warisan Ben dari Mumu Mei dijual. Mumu Ana kabur udah dua belas tahun nggak balik-balik. Pupu udah loyo, udah jadi duda lapuk. Ben malu jadi anak Pupu!"

Duar!

"Ebuset, monyong lo!" Atlan mengerjap mendengar suara petir yang menyambar usai Ben menyudahi kalimatnya. Sepertinya alam benar-benar murka padanya saat ini.

"Balikin Mumu Ana! Balikin Mumu Mei! Balikin apartemen kita! Balikin hak Ben, Puuu!!"

"AAAAKH!!"

Bruk!

Atlan menjerit histeris saat kepalanya membentur lantai usai jatuh dari tempat tidur. Hal pertama yang dilihatnya adalah langit-langit kamar berwarna putih. Napasnya naik-turun, peluh dingin bercucuran dari dahinya. Sayup-sayup suara tangis bayi menyapa pendengaran.

"Syukurlah cuma mimpi," gumam Atlan, kemudian bangkit duduk sembari mengusap belakang kepalanya yang terasa sakit. "Mimpi asu!" umpatnya.

"Mumu ... Pupu mwamamaa!"

Mendengar suara itu, Atlan langsung menoleh ke arah kasur, di mana tadi ia menidurkan Ben di sana. Atlan baru sadar bahwa ia ketiduran. Sejenak lelaki itu menatap jam dinding yang menggantung di pojok kamar. Pukul tiga sore. Artinya, sudah delapan jam berlalu—sejak ia bangun tadi pagi—Ilana belum kembali hingga detik ini.

"Ben remaja tadi bukan elo kan, Cil? Lihat pantatnya sini. Ada tahi lalat gak?!" Atlan memelorotkan celana Ben, lalu mencondongkan muka—

Bugh!

Ben melempar botol susunya hingga mengenai muka Atlan. Lengkap sudah penderitaannya. Kepalanya berdenyut karena terbentur ke lantai, kini hidungnya terasa kelu dilempari botol susu.

"Nggak mimpi, nggak nyata, ini bocah ini ngeselin banget!" rutuk Atlan. Namun melihat Ben berlinang air mata, sisi kebapak-an dalam dirinya muncul begitu saja. "Ya udah, kita bikin mimik," ujarnya penuh kesabaran.

Atlan mengucek mata sebelum membawa Ben dalam gendongannya. Ia berjalan ke luar kamar menuju arah dapur untuk membuatkan Ben susu. Melintasi ruang tamu, hati Atlan mulai gelisah. Ilana ke mana, sih, sampai jam segini belum balik juga?

Awalnya Atlan menganggap gadis itu ke rumah budhe-nya. Ia belum menyusul Ilana sampai sekarang karena ingin memberi waktu untuk sang istri menenangkan diri. Ilana pernah mengatakan bahwa ia rindu pada Surti. Mana mungkin Atlan mengganggu kenyamanan Ilana, sementara mereka sedang 'tidak baik-baik saja' saat ini?

"Ben nggak benar-benar ngatain Pupu duda lapuk, 'kan?" tanya Atlan pada Ben. Lihat betapa lucu keponakannya ini. Mukanya manis, imut, bibirnya merah alami hingga mencubitnya saja Atlan tidak tega. Lalu bagaimana bisa Ben semenyeramkan itu di mimpinya? Atlan bergidik ngeri.

"Duda puk! Duda puk! Puukk!!" oceh Ben, lalu menepuk muka Atlan dengan tangan mungilnya.

"Jangan tepuk-tepuk! Dasar anak si Mei!" cibir Atlan. Dulu ia sering mengejek Ben semasa Meira masih sehat. Ia dan kakaknya itu sering ribut karena Atlan adalah penganut paham rebahanlisme yang ogah disuruh mengasuh si bayi nakal ini.

Ben kembali menangis. Kali ini ia meronta di gendongan Atlan hingga lelaki itu kewalahan.

"Iya, iya. Anak Pupu sama Mumu Ana," ralat Atlan, mengecup pipi Ben berkali-kali. "Enak ya, dapat kecupan cuma-cuma dari bini gue. Gue aja jarang," keluh Atlan seraya mencebikkan lidah.

"Pupu aat!" pekik Ben, menyeruduk leher Atlan dengan kepalanya.

"Si Ben anak nakal, suka mencuri ketimun. Pantatnya kena bisul, bibirnya kena tawon. Mumu Ana di mana? Tanyakan peta, katakan pada peta!!" Atlan bernyanyi dengan nada asal agar Ben diam.

Dan seolah tidak mempan, Ben terus menangis. Bayi itu sesegukan, mukanya memerah hingga telinga. Mendengarnya, Atlan merasa gagal jadi ayah sambung. Ternyata mengurus Ben sendirian serepot ini. Bagaimana dengan Ilana yang tiap hari lebih banyak menghabiskan waktu bersama Ben?

"Ya udah, kita mimik cucu dulu, ya?" ujar Atlan pada Ben dengan suara lembut.

Ben terus menangis.

"Jangan nangis. Nanti Bubu demam!"

Ben tidak menghiraukan ucapan Atlan.

"Ya Allah, Ben. Gimana mau bikin susu kalau gini caranya? Kepala Pupu sakit kalau Ben gini terus!" Atlan bicara sedikit menyentak hingga Ben semakin ketakutan.

"Iya-iya, Pupu salah! Kita jemput Mumu ke rumah Eyang habis ini. Sekarang diam dulu. Ssttt .... diam, ya, botaknya Pupu."

Atlan menggoyang-goyangkan badan ke kanan dan kiri sambil mengelus punggung Ben penuh kasih sayang. Belum seharian, punggung Atlan sudah pegal karena menggendong Ben. Untung saja hari ini libur, jadi ia bisa bersantai sejenak untuk mengusir beban hidup yang belakangan ini begitu berat menerpa.

"Ben senakal ini ya, Na? Punggung lo pasti lebih pegal dari gue." Atlan bermonolog dengan pikiran tertuju pada Ilana.

"Lo marah banget kayaknya, sampai angkat telepon gue aja nggak mau," lanjutnya. Tadi ia sempat menelepon Ilana beberapa kali. Tapi seolah gadis itu memang tidak ingin diganggu, teleponnya tidak diangkat.

Mengakhiri kegelisahan yang melilit benaknya, Atlan yang berhasil mendiamkan Ben melanjutkan langkahnya ke arah kulkas untuk mengeluarkan kotak susu. Sehabis ini, ia akan menjemput Ilana di rumah Surti.

Sudah terlalu lama Ilana pergi. Atlan akan membujuknya pulang sekali pun Ilana tidak mau. Ia membulatkan tekad! Karena bagaimana pun, kesalahpahaman ini harus diakhiri.

***

"Lah? Bukannya Ilana sama kamu? Kok malah tanya Budhe di mana Ilana? Dia kan istrimu!!"

Alangkah terkejutnya Atlan mendengar pernyataan Surti bahwa Ilana tidak ada di rumah Budhe-nya. Lelaki yang tengah duduk di sofa ruang tamu dengan Ben di pangkuannya itu menggigit bibir bawahnya. Jantung Atlan nyaris berhenti berdetak detik itu juga.

"Budhe yakin ... Ana nggak ke sini?!" panik Atlan.

"Ya yakin. Memangnya Ilana ke mana? Kenapa kamu sampai ndak tahu istrimu pergi dari apartemen?!"

Atlan terdiam. Ia merasa begitu bodoh karena menganggap Ilana kabur ke rumah Surti dan membiarkan istrinya itu pergi seharian tanpa kabar. Sudah jam empat sore baru ia tergerak mencari Ilana. Bunuh saja ia, bunuh! Atlan benci dirinya sendiri.

"Jawab Budhe!" desak Surti. "Kalian bertengkar?!"

Wajah Atlan ditekuk lesu. Dagunya menyandar di puncak kepala Ben. Apa yang mesti ia jawab? Menceritakan betapa bodohnya ia dalam menjaga Ilana? Sudah pasti Surti kecewa berat mendengarnya.

"Sudah kami duga hal ini akan terjadi," decak Surti, berhasil membuat kepala Atlan terangkat dengan sorot bersalah mendalam. "Kalian itu badan aja yang gede. Tapi pikiran sebelas dua belas sama si Ben!"

"Iya, saya salah, Budhe. Saya yang bikin Ilana sedih sampai dia pergi karena nggak nyaman. Saya minta maaf," bisik Atlan tulus. Ia sungguh menyesali perbuatannya.

Menahan geram, Surti mengembuskan napas beberapa kali. "Kamu memangnya nggak telfon Ilana? Nggak tanya dia di mana?!"

"Udah, tapi nggak direspon, Budhe."

"Terus kenapa baru sekarang kamu datang ke rumah Budhe dan bertanya di mana Ilana? Kamu tahu, nggak, Ilana nggak pernah pergi sendirian tanpa kabar kayak gini. Dia dititipin sama Papa Mamanya ke Budhe karena mereka jauh di Banyuwangi sana. Sekarang kamu yang ambil tanggung jawab itu. Kenapa bisa kamu sesantai ini istri kamu hilang, hah?!"

Atlan merelakan dirinya dimarahi tanpa sepatah pun sanggahan yang terlontar dari bibirnya sebagai pembelaan diri. Wanita paruh baya itu benar. Ilana anak manja. Anak sematawayang orang tuanya. Wajar Surti semarah ini padanya.

"Saya akan cari Ilana sampai ketemu, Budhe!" ujar Atlan meyakinkan Surti.

"Ya harus!"

"Ilana nggak akan kenapa-kenapa. Budhe jangan panik dulu!" Walau sejujurnya Atlan yang jauh lebih panik.

"Itu memang tugas kamu! Budhe nggak akan maafin kamu kalau Ilana ndak ketemu!"

"Iya, Budhe." Atlan membenarkan posisi Ben dalam pangkuannya, kemudian memutar tubuh bayi itu jadi berhadapan dengannya. Segera ia berdiri, lalu menatap Surti dengan sorot bersalah mendalam. "Saya pamit dulu, Budhe. Takut keburu malam."

Surti tidak menjawab. Wanita paruh baya itu menatap Atlan geram. Namun, setibanya lelaki itu di ambang pintu, rasa kasihan Surti muncul tatkala kepala Ben mencogok di balik bahu Atlan.

"Tunggu!"

Atlan berhenti melangkah. Menoleh pada Surti, alis Atlan bertaut. "Kenapa, Budhe?"

"Ben ditinggal sama Budhe aja. Kasihan dia kamu bawa ke sana ke mari. Kamu fokus cari Ilana," tawar Surti.

Berdiam sejenak, Atlan akhirnya mengangguk lemah. Surti benar. Membawa Ben tentu akan membuat geraknya sedikit terbatas dalam mencari sang istri. Yang ada Ben malah kecapek-an dan jatuh sakit.

Membalikkan badan, Atlan berjalan ke arah surti. Diserahkannya Ben ke pangkuan wanita paruh baya itu. Ben mendongak, menatap Atlan dengan mata berkaca-kaca. Melihatnya, Atlan mengecup kening Ben lembut.

"Pupu jemput Mumu dulu. Tunggu, ya!"

"Sudah, sana pergi! Mana tahu Ilana ke tempat teman kamu. Coba hubungi mereka satu-satu!" titah Surti.

"Iya, Budhe. Saya pergi dulu."

Atlan langsung pergi setelah mengatakan itu. Ya, Surti benar. Barangkali Ilana sedang bersama Baim atau Carla sekarang. Lelaki itu melangkah ke luar rumah, menuju mobil yang terparkir di pekarangan rumah itu.

"Lindungin Ana, Ya Allah. Atau aku lebih baik mati kalau Ilana kenapa-kenapa," gumam Atlan dengan mukanya yang kini terlihat panik.

***

Gerimis mulai turun sore itu. Langit yang semula cerah berubah warna jadi kelabu tatkala jarum air menyapa jalanan, hinggap di kaca bagian depan mobil Atlan yang sedang ia kendarai dengan sedikit ngebut. Lelaki itu sibuk menoleh kiri-kanan, mencari keberadaan istri yang belum juga berhasil ia temukan.

Sembari menarik napas kemudian ia hela perlahan agar rasa paniknya sedikit terkendali, Atlan meraih ponsel di dashboard, berniat menelepon Carla dan Baim untuk menanyai keberadaan Ilana.

Carla adalah sasaran utama Atlan. Gadis itu sahabat karib Ilana. Sudah pasti jika Ilana pergi, istrinya itu akan menghubungi Carla pertama kali.

"Halo, Car. Ilana sama lo, nggak?" tanya Atlan ketika panggilan terhubung.

"Ilana? Enggak, tuh. Gimana mau sama gue kalau hubungan gue dan dia aja renggang belakangan ini," sahut Carla dari seberang.

Mendengarnya, muka Atlan semakin pucat. "Astaghfirullah. Jadi ke mana Ilana?!"

"Lho, kok lo bisa nggak tahu Ilana ke mana? Lo gimana, sih, jadi suami? Dan—astaga. Jangan bilang lo nggak tahu Ilana dibully kemarin di kampus?!"

Dahi Atlan semakin mengerut. "Dibully apa maksud lo?!"

Carla diam beberapa saat, lalu mendesah kasar dengan umpatan yang tak begitu jelas terdengar. "Lo parah, sih."

"Bilang ke gue kenapa?!"

"Dia dibully sama geng Mariska. Kemarin gue cariin sama Baim dia udah nggak ada di kampus. Dan lo yang satu apart sama dia masa nggak tahu apa-apa, sih?!" geram Carla.

"Dia nggak cerita apa-apa, gimana gue bisa tahu?" jawab Atlan seadanya. Ia menggigit bibir bawahnya sedikit keras sembari terus melempar pandangan ke sisi kanan dan kiri jalan, berharap istrinya itu bisa ditemukan.

"Ya lo tanya, dong. Lo peka, nggak, sih? Baim bilang ke gue katanya Ilana tertekan belakangan ini. Dan lo tahu, dia salah paham perkara chat gaje kita waktu itu. Lo udah jelasin belum? Gue nggak mau nama gue keseret, ya, gara-gara candaan gila lo itu!"

"Argh!" Atlan mendesah kasar sembari memukul setir. "Gue panik ini. Gue nggak bisa mikir!"

"Ya udah. Coba sambungin sama Baim. Mana tahu Ilana ke Baim, 'kan? Dia cuma punya kita bertiga sebagai teman," usul Carla.

Atlan mengangguk setuju, lalu menjauhkan benda pipih itu dari telinganya sejenak, sebelum akhirnya menambahkan Baim dalam panggilan. Agar lebih mudah menyetir, Atlan memasang headset, lalu menaruh ponselnya ke atas dashboard.

"Kenapa lo telfon gue? Ngajak main—"

"Ilana sama lo, nggak?!" potong Atlan saat suara Baim terdengar di panggilan.

"Waduh! Lo nuduh gue ngumpetin bini lo, nih, ceritanya? Di mana coba? Kolong kasur kost gue? Ya kali, Lan. Bisa digebuk warga gue!" Baim terbahak.

"Ncit, nggak gitu!" Carla menyela. "Ilana kabur dari apart!"

"Oh git—Hah?! Kabur gimana maksud lo?!"

"Ya mana gue tahu. Ribut kali dua orang bego ini. Sekarang baru kerasa efek gengsi yang lo junjung tinggi selama ini, 'kan? Makan tuh gengsi! Kenyang nggak?!" omel Carla.

Atlan mulai muak mendengar celoteh dua orang itu. Intinya, Ilana tidak bersama mereka. Dan Atlan tidak bisa berpikir jernih saat ini. Jantungnya berdegup kencang, perutnya terasa mulas. Mana hujan semakin deras pula. Bagaimana nasib Ilana saat ini? Mata Atlan bahkan memerah menahan tangis.

"Gue nggak ada waktu ladenin omongan lo berdua. Intinya, gue mohon, bantuin gue cari Ilana. Please," pinta Atlan memelas. "Please ... bantuin gue cari Ilana ...." ulangnya lebih lirih.

"Ya udah, gue libur kerja aja hari ini. Gue bantuin lo, deh, demi solidaritas. Tapi kita mencar aja gimana? Lo sekarang posisinya di mana?" sahut Baim.

"Gue di jalan dekat rumah Budhe Ilana."

"Ya udah. Kalau gitu lo cari sekitar sana aja dulu. Terus ... coba cari ke tempat yang sering lo kunjungin berdua sama Ilana. Mana tahu Ilana ke sana."

"Iya udah," jawab Atlan.

"Gue juga bantu nyari ke beberapa tempat yang pernah gue datangin sama Lana. Sekarang lebih baik kita tutup telfonnya dan mulai gerak. Keburu malam!" ujar Carla.

"Thank's ya ..." Atlan mengucapkan banyak terima kasih pada dua temannya itu.

"Lan, gue mau ngirim sesuatu ke wa lo. di cek, ya. Penting!" tambah Carla.

"Apa?"

Carla memutus panggilan sambung tiga itu secara sepihak tanpa menjawab tanya Atlan.

Tring!

Tak lama, ponsel Atlan kembali berdering. Atlan mengerutkan dahi, membuka chatroom Carla dengan perasaan gelisah.

Audio—1.00 menit.

Carla mengetik ....

Dengar dan renungkan. Maka lo akan tahu seberapa bego lo selama ini. Gue tunggu review-nya! Selamat menjilat ludah sendiri, bestiee!!

"Apaan sih, nggak jelas!" rutuk Atlan, berniat meletakkan ponsel tersebut ke tempatnya semula. Namun, sisi penasaran dalam benaknya tiba-tiba muncul. Rekaman apa yang dikirim Carla? Penting? Sepenting apa memangnya sampai ia akan menjilat ludah sendiri?

Play! Atlan memutar rekaman tersebut.

**** 


Total kata dalam part ini berjumlah 2100 kata. Panjang gak tuh??? Vote dan komennya jangan lupa ya!!

Hahahah! Atlan ketar-ketir nggak tuh Ilana hilang? Tanyakan pada peta. Sono tanyaiin!!! 😂😂😂😂

Spill perasaan kamu baca part ini dong!!

Kira-kira Ilana ke mana ya? Ada yang bisa nebak? 

Wah, Carla ngirim apa ya ke Atlan?? Ada yang tahu gaak! tebak yuuukk!!

Mau bilang apa ke Atlan?

Ke Ilana?

Ke Carla?

Ke Baim? 

Spam next kalau mau di up cepat-cepat. 

Spam #SayangRiri kalau mau kita double up. 

💜💜💜

Συνέχεια Ανάγνωσης

Θα σας αρέσει επίσης

Transmigrasi Mantan Santri? Από manusiaa~

Εφηβική Φαντασία

2.2M 222K 55
Gimana jadinya lulusan santri transmigrasi ke tubuh antagonis yang terobsesi pada protagonis wanita?
CINTA DALAM DO'A Από alyanzyh

Εφηβική Φαντασία

4M 239K 60
[USAHAKAN FOLLOW DULU SEBELUM BACA] Menikah di umur yang terbilang masih sangat muda tidak pernah terfikirkan oleh seorang gadis bernama Nanzia anata...
He's My Boyfriend [TERBIT] ✓ Από thyfaa_hn

Εφηβική Φαντασία

5.2M 354K 67
#FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA⚠️ Kisah Arthur Renaldi Agatha sang malaikat berkedok iblis, Raja legendaris dalam mitologi Britania Raya. Berawal dari t...
MARSELANA Από kiaa

Εφηβική Φαντασία

356K 17.3K 47
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...