Ada typo tegurin yah^^
Spam love hitam dulu yuk🖤
Brak!
Sena tersentak kaget ketika seseorang menghantam pintu loker di sebelahnya. Sena menoleh ke samping, lantas mengerutkan kening.
"Lo... lo masih berani masuk sekolah?"
Geyzia menarik napasnya menahan amarah, memberikan tatapan tak bersahabat pada gadis yang bertanya tak tahu dirinya barusan.
"Seharusnya gue yang ngomong gitu ke lo, Sen! Lo... masih berani mandang gue kayak gitu setelah nuduh gue tanpa dosa?"
Raline yang berada di lorong tak jauh dari loker mengerutkan kening begitu mendengar suara-suara berisik di sana. Raline melangkahkan kaki menghampiri sumber suara.
"Kenapa? Lo mau nyerang gue?" Sena tersenyum licik. "Lo cuma makin memperburuk keadaan, Gey. Orang-orang bakal terus mandang lo jelek kalo lo berani nyelakain gue."
Geyzia terkekeh lirik, matanya terasa panas. "Sena, lo tau? Lo manusia paling munafik yang pernah gue temuin! Lo pengaruhin orang-orang dengan muka polos lo itu, tanpa mereka tau kalo lo ini lebih menjijikan dari yang mereka kira!"
Sena nenuding Geyzia tidak terima. "Watch your mouth!"
Raline yang berada tak jauh di lorong yang sepi itu mengintip diam-diam. Seakan memiliki insting yang peka, Raline langsung mengeluarkan ponselnya, merekam keduanya diam-diam.
"Lo bisa bikin semua orang percaya kalo gue yang bunuh Sheryl. Tapi kita berdua sama-sama tau, siapa pembunuh sebenarnya." Geyzia berkata penuh penekanan, seraya menoyorkan jarinya pada bahu Sena dengan menatap tajam.
Sena menepis tangan Geyzia dari bahunya. Melipat tangan di dada, memberikan smirk menyebalkan. "Lo temennya. Salah lo karena nggak bisa ngontrol dia. Gue cuma bantu lo tadinya, dia bisa aja terus ngungkapin semua rahasia lo di siaran langsungnya loh, Geyzia. You should thank me, right?"
"Lo pikir, gue perlu ngucapin terima kasih kepada lo karena udah ngebunuh temen gue gitu?" Geyzia terus berjalan mendekati Sena, seraya diam-diam menyelipkan sesuatu. "Lo itu pembunuh, Sen. Nggak peduli mau orang lain percaya sama gue atau enggak, tapi faktanya lo itu emang pembunuh! Lo yang udah bunuh, Sheryl!"
"Terserah! Yang jelas, semua bukti lebih ngarah ke lo, bukan gue! Semua orang lebih percaya lo pembunuhnya! Lo pembunuh temen lo!"
"Persetan!" Geyzia membentak, menjauhi diri, kembali menaikkan tatapan memandang Sena tajam.
"Sekali membunuh, lo bakalan terus jadi pembunuh! Orang-orang mungkin percaya gue yang udah bunuh Sheryl. Tapi gue pastiin, orang-orang bakalan percaya kalo lo yang udah bunuh gue! Lo yang udah hancurin gue, lo hancurin kehidupan banyak orang! Lo bakalan ngerasa bersalah seumur hidup lo, Sena Raenisa! Camkan itu!"
Geyzia membalikkan badannya pergi, meninggalkan Sena yang tengah mengepalkan tangannya geram, kemudian memekik tertahan seorang diri.
Raline terpaku di tempatnya bersembunyi, mematikan rekamannya dan lalu segera pergi. Raline berhenti sesaat ketika tidak sengaja menubruk seseorang yang entah sejak kapan berdiri di belakangnya. Mengabaikan orang itu, Raline memilih tetap pergi dari sana.
"Jangan sekarang," suara Radian yang barusan ditabraknya menginterupsikan langkah Raline untuk berhenti melangkah.
"Wait for the right time, Raline. Don't be rash."
Setelah mengatakan itu, Radian pergi meninggalkannya. Berikut dengan Raline yang juga turut melanjutkan langkah meninggalkan tempat itu segera.
[.]
Geyzia Shakilla itu pembunuh.
Persetan meskipun polisi belum nangkap dia karena buktinya belum memadai. Tapi kita semua udah tau kalo dia itu pembunuh.
Raline melangkahkan kaki memasuki ruangan kantin yang dipenuhi suara-suara riuh dan kalimat-kalimat yang buruk, seakan membawa Raline menuju ingatan masa lalunya.
Menggelengkan kepala mengabaikan itu, Raline mencari bangku yang kosong sebagai tempat makan siangnya. Raline tidak tau harus duduk di mana, melihat ada Radian di salah satu bangku, Raline bergerak menuju kesana. Duduk di sebelah Radian lalu memasang seukir senyum di wajahnya. Seperti biasa, Radian tidak peduli.
"Lo nggak marah gue duduk di sebelah lo?" Tanya Raline mesem.
Melihat Radian hanya fokus pada makanannya membuat Raline mendecak kesal. Ia kemudian teringat kejadian di loker sebelum ini.
"Gue tau lo denger juga."
Sesuai dugaannya, Radian menoleh, menatap Raline.
"Gue tau lo pasti tau lebih banyak dari gue. Lo sengaja diem dan nggak banyak bicara. Karena lo itu pengecut, iya kan?" Raline menarik sudut bibirnya, begitu antengnya mengutarakan itu.
Alih-alih marah, Radian justru kembali tidak peduli. Menaruh perhatian pada makanannya, kemudian diam-diam tersenyum kecil.
"Then... you're that brave, hm?"
Raline menarik napasnya. Mencebikkan bibir sebagai respons atas pertanyaan Radian. Baru saja ingin kembali membuka mulut, suara-suara tidak enak didengar di kantin kembali menggaung-gaung di udara. Tepat ketika eksistensi Geyzia yang memegang sebuah botol minuman tiba-tiba berjalan memasuki kantin, duduk di salah satu bangku yang kosong di sana. Semua orang lantas memandangnya dengan tatapan menyudutkan.
"Ngapain pembunuh ada di sini, huh?"
"Masih nggak tau malu aja datang ke sekolah?"
"Hati-hati, guys, mana tau dia ada target terselubung."
Semua kalimat buruk terus saja dilontarkan kepada gadis yang matanya sembab dan wajahnya pucat itu. Celotehan negatif orang-orang di kantin turut membuat Raline tidak nyaman. Seakan kembali mengingatkannya akan masa-masa yang sama.
"Anak pembunuh nggak seharusnya ada di sini!"
"Buah itu jatuh nggak jauh dari pohonnya, pasti anaknya sama aja kayak orang tuanya!"
"Anak pelakor ngapain masih sekolah di sini, huh?"
"Udah! Cukup!" Raline tiba-tiba berdiri, menarik perhatian semua orang yang kini memandangnya heran.
Raline mengontrol napasnya yang tak beraturan, hampir saja terkena lemparan mangkuk sambal dari belakang kalau saja Radian tidak segera menariknya, menolong Raline, membuat lemparan itu jatuh tepat di bawah kaki Geyzia.
Raline mengabaikan tatapan semua orang. Lantas memilih mendekati Geyzia yang sendirian.
Namun, baru beberapa langkah, Raline lantas memelankan langkahnya tatkala menyadari perubahan pada tingkah laku Geyzia. Ketika mata gadis itu tiba-tiba memutih sempurna, merosot menuruni bangku, dengan tubuhnya yang menghentak-hentak di bawah sana, seolah tengah mencakar lantai dengan semua anggota tubuh yang mengejang. Sontak saja membuat Raline membelalakkan matanya.
"Geyzia!"
Kantin seketika menjadi hening. Menyisakan tatapan penasaran akan apa yang terjadi dengan Geyzia di posisinya. Raline mendekat, mendapati Geyzia dan mulutnya yang penuh dengan busa.
"Geyzia!"
Geyzia berhenti bergerak, Raline mendekat menggoyang-goyangkan tubuh gadis itu namun tak mendapati respon apa pun. Beberapa orang mulai mendekat. Rayyan turut mendekati mereka, memerika nadi Geyzia lalu menatap Raline tak mampu berkata-kata.
Rayyan menggelengkan kepalanya. "Geyzia... udah nggak ada."
Raline berdiri, menutup mulutnya tidak percaya. Tatapannya kemudian berhenti pada ponsel Geyzia, melihat aktivitas terakhir gadis itu pada salah satu media sosial burung birunya.
"Geyzia... nyebut nama Sena di postingan terakhirnya."
***
Postingannya Geyzia kinda banyak, ntar diposting di instagram aja yaw!
Usulin karma yang bagus buat Sena dong?
Guys, menurut kalian sejauh ini hipokrit gimana?
Tetep lanjutin nggaa?
Spam next di sini buat lanjut
Besok kalo komennya dah nembus 500 w update lagi yauu
Jangan lupa follow instagram @akunhipokrit & @cutputri.kh