Forever Mine

Door 23gwen

4.7M 209K 10.8K

"Apa kau selalu seperti ini?, memerintah orang untuk melakukan apa yang kau mau?" lanjutku sambil menatapnya... Meer

prolog
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43
Chapter 44
Chapter 45
Chapter 46
Chapter 47
Chapter 48
Chapter 49
Chapter 50
Tolonggg yaaa
Chapter 51
Chapter 52

Chapter 14

92.2K 4.3K 133
Door 23gwen


Malam itu sebenarnya bukan malam terburuk untukku, tapi nampaknya itu adalah malam yang paling berat bagi Sean, mungkin jika dia memergoki ayahnya sedang bercumbu dengan wanita lain reaksinya tidak akan seperti ini karena ayahnya memang sudah sering melakukannya dengan hampir separuh wanita di kota ini, tapi malam ini dia dihadapkan dengan hasil kelakuan bejat ayahnya, yaitu pewaris kedua keluarga Blackstone.

Aku pikir aku sedang bermimpi saat aku benar-benar melihat pewaris kedua itu memasuki mansion keluarga Blackstone, kupikir keluarga ini tidak akan membiarkan lahirnya pewaris kedua yang mungkin akan memancing perebutan perusahaan ini, aku bertaruh Melisa akan langsung membunuh pewaris kedua itu begitu pewaris itu lahir untuk mencegah kekacauan yang akan terjadi, tapi semuanya begitu berbeda saat ini, mungkinkah dia membunuh Daniel, bisakan dia membunuh pria itu ketika semua keluarga Blackstone telah mengetahui adanya pewaris kedua itu, apa yang sebenarnya direncanakan oleh Melisa.

Aku mengambil beberapa es dilemari pendingin lalu membungkusnya dengan handuk putih, aku kembali kearah Sean yang masih duduk di kursi bar dapur, aku menyentuh tangannya dengan pelan, takut aku akan menyakiti tangannya. Aku kembali melihat kearahnya dan dia hanya menunduk tanpa menatapku. Aku membungkukkan tubuhku lalu mencium pelipisnya dengan lembut, perlahan-lahan dia mengangkat kepalanya untuk melihat kearahku, aku tersenyum lembut menenangkan lalu meraih tangannya yang terluka karena terlalu banyak menghujamkan pukulan-pukulan pada ayahnya, tangannya terlihat lebam dan membengkak, aku mengompresnya agar luka itu tidak membengkak, aku melakukannya dengan hati-hati agar dia tidak kesakitan, dan dia menahannya dengan baik karena dia sama sekali tidak mengeluarkan suara kesakitan.

"Sangat parah, kau tidak pernah seperti ini sebelumnya" aku membuka pembicaraan, tapi dia tetap diam, dan itu membuatku semakin khawatir padanya. Aku mengusapkan cairan obat pada lukanya lalu membalut lukanya dengan perban.

"Kini kau lebih mirip seperti petinju" aku berujar dan aku melihat senyuman tipis Sean menghiasi bibirnya, kini aku lega, setidaknya aku tidak kehilangan Sean, setidaknya Sean masih ada dalam dirnya yang sebenarnya. Aku tersenyum lalu meraih lengan untuk turun dari kursi bar dan dia mengikutiku. Aku membuka kamar dan mendudukkannya di ranjang, aku berjalan kearah walk in closet, aku mengganti pakaianku dengan sweeter warna putih panjang milikku kemudian aku meraih kaus hitam milik Sean yang terlipat rapi disana. Aku kembali kearah Sean lalu aku melepas jas dan kemejanya dan menggantinnya dengan kaus hitam itu. Setelah selesai aku membaringkannya disisi ranjangnya, dan aku menyusul berbaring disisinya. Dia masih saja diam, aku tidak suka dia seperti ini, aku tidak tahan lagi sekarang.

Aku menatapnya yang masih terjaga, aku memutuskan untuk mendekatinya, berbaring sambil memeluk pinggangnya, dan aku menyandarkan kepalaku pada dada hangatnya, ini sangat nyaman. Kini dia bergerak untuk memandangku, sampai akhirnya dia melingkarkan sebelah lengannya yang terluka disekeliling pinggangku. Aku mencium bibirnya dengan lembut hingga membuatnya terkejut, tapi dia masih saja diam.

"Bicaralah padaku, aku takut" aku berujar sambil kembali menanamkan ciuman di bibirnya.

"Apa yang ingin kau bicarakan?" akhirnya dia berkata, aku tersenyum karena usahaku untuk membuatnya bicara berhasil.

"Apa warna kesukaanmu?" tanyaku sambil menatap kearahnya dengan penuh minat, dia tersenyum tipis lalu menundukkan kepalanya untuk memandangku.

"Warna kesukaanku adalah warna matamu, warna mata paling indah yang pernah kulihat, cokelat muda dengan semburat keemasan disisinya"

"Aku tidak punya semburat keemasan!" aku membantah, sambil menarik diriku untuk menjauhinya, tapi dia menahanku tetap pada posisi memeluknya.

"Itu karena kau tidak pernah melihat dirimu sendiri dengan baik, bahkan di saat inipun aku melihat semburat itu" aku terkejut dengan apa yang dia ucapkan padaku, aku tidak pernah mengira bahwa dia memperhatikan warna mataku, dia menarik daguku agar dia bbisa melihatku lagi dia berujar kembali.

"Kau adalah hal terindah dalam hidupku yang menjadi kenyataan, kau sangat berharga untukku, tapi kau tidak memperlakukan dirimu sendiri dengan baik, kau bahkan berpikir jika kau adalah pengemis di keluarga Blackstone"

"Itu karena aku ibarat seorang pengemis, aku hidup dari belas kasihan keluargamu, cobalah kau bertanya kepada semua orang yang ada dibumi tentang keadaanku saat ini, aku yakin jawaban mereka adalah seorang pengemis" aku berkata lirih sambil menatap matanya lekat-lekat.

"Jika saatnya tiba nanti, aku akan membuatmu menjadi ratuku, dan saat itulah aku akan memberikan hal-hal yang tidak akan pernah kau bayangkan sebelumnya, kau akan selalu mendapatkan apa yang kau inginkan, dan di saat itu pula kau tidak akan pernah berani memikirkan bahwa kau adalah seorang pengemis, bahkan aku akan membuat kata 'pengemis' itu hilang dari pikiranmu" Sean mengatakan hal yang membuatku terkejut, aku tidakmenyangka kata-kata itu akan keluar darinya, dia tidak seharusnya mengatakan hal yang tidak mungkin dia wujudkan, aku tidak akan pernah menjadi ratunya, tidak saat ini dan tidak sampai kapanpun.

"Aku mengantuk, boleh aku kembali ke kamarku, setidaknya hanya untuk malam ini" aku mengalihkan pembbicaraan kami.

"Tidak, peluk aku dan tidur disampingku"

***

Beberapa hari telah berlalu, dan hari ini adalah hari dimana semuanya akan ditentukan dan hari dimana semuanya akan berubah, hari ini adalah pertemuan pemegang saham Blackstone Company, Saat ini aku dan Sean telah berada di mansion walau hari masih pagi, kemarin malam Melisa menelpon kami agar datang ke mansion untuk makan malam bersama.

Aku sendiri sekarang berada di dapur bersama beberapa pelayan, walaupun Melisa sudah berulang kali melarangku bersama para pelayan, aku tetap saja ngotot, aku hanya ingin membuatkan jus jeruk untuk mereka sebelum mereka pergi ke pertemuan yang pasti akan menghabiskan banyak tenaga dan waktu itu, aku bertanya-tanya apakah Daniel juga akan ada dipertemuan itu mengingat dia sekarang adalah pewaris kedua keluarga ini.

 "Kurasa nenekku tidak akan senang melihatmu disini" sebuah suara menyadaranku dari lamunanku, aku menoleh ke arah suara itu dan aku melihat Daniel berada disana, dia terlihat rapi dengan setelan jas itu, aku bersumpah matanya benar-benar mirip dengan mata Sean, aku rasa orang-orang juga pasti akan tau jika mereka bersaudara hanya dengan melihat mata mereka. Aku meletakkan gelas yang telah ku isi dengan jus jeruk, pandanganku tertuju padanya, dia mengangkat bahunya ringan lalu berjalan untuk mencuci piring kotornya, apa aku tidak salah lihat?, apa baru saja dia mencuci piring bekas makannya sendiri?, aku dulu juga mencuci piring bekas makanku sendiri, dulu sebelum aku terlibat dalam keluarga ini, setelah aku menerima segalanya dari keluarga ini, aku bahkan tidak diijinkan untuk menyentuh piring kotor.

Aku melihatnya yang sekarang mengeringkan piringnya dengan sebuah serbet putih, lalu menempatkannya kedalam lemari piring bersih, aku terkejut melihatnya begitu lihai melakukan semua itu, bahkan saat matanya kini telah menatapku, aku masih sibuk dengan pikiranku sendiri, sebelum kemudian aku menyadari bahwa dia sedang menatapku.

"Selamat pagi Mr Blackstone" aku berujar sambil memalingkanku ke arah lain, dia berjalan kearahku lalu berhenti ketika dia telah berada di depanku.

"Kau adalah calon menantu keluarga ini, kenapa kau menyapaku seperti para pelayan disini menyapaku" dia berujar dengan heran, aku hanya menundukkan kepalaku sejenak lalu mengangkat salah satu gelas yang sudah ku isi dengan jus jeruk kemudian mengulurkan gelas itu padanya, dia sempat ragu untuk menerimanya, tapi kemudian dia menerimanya tapi tak kunjung meminumnya

"Aku membayar hutangku" aku kembali berkata padanya, dia mengerutkan dahinya.

"Hutang?"

"Dulu kau pernah membelikanku kopi, tapi aku bahkan tidak sempat meminumnya" aku menjawab, dan dia terlihat mengerti sekarang lalu dia segera meminumnya.

"Aku tidak menyangka kau masih mengingatku"

"Aku mengenalimu karena matamu" aku menjawab, dan dia mengangkat bahunya, sepertinya mengangkat bahunya adalah kebiasaannya, seperti kebiasaanku memutar ujung rambutku.

"Kenapa dengan mataku?" dia bertanya, astaga pertanyaannya begitu polos, baru saja aku akan menjawab pertanyaannya aku telah melihat Melisa menuju kearah kami, pasti ada pelayan yang melaporkan pada Melisa bahwa aku berada di dapur.

"Selamat pagi Mrs Blackstone" aku berujar pada Melisa yang kini benar-benar berjalan kearahku.

"Selamat pagi juga Ashley" Melisa melirikku yang sedang berdiri di balik meja bar, dia terlihat tidak senang, oh astaga apa aku akan dapat masalah karena hal ini.

"Ku kira aku sudah memperingatkanmu untuk tidak mendekat kearah dapur" dia berujar dengan tegas, matanya menjelaskan bahwa dia tidak sedang main-main, aku hanya membalasnya dengan senyuman lalu memberikannya segelas jus jeruk yang telah kubuat.

"Aku membuatkan jus jeruk untukmu" aku berujar dengan manis, akhirnya dia menyerah dan meminumnya sedikit, aku kembali tersenyum setelah dia selesai minum.

"Tinggalkan saja gelasnya disana, akan ada orang yang akan mengurusnya" astaga dia benar-benar mirip dengan Sean, Sean bahkan pernah mengatakan hal yang sama padaku, akah mungkin semua keluarga Blackstone seperti ini?, apa masalah mereka dengan dapur. Aku hanya menganggukan kepalaku pada Melisa, kemudian tatapannya tertuju kearah Daniel.

"Kau juga lakukan hal yang sama Daniel!" ucapnya ketus, Daniel mengangguk pelan lalu meletakkan gelasnya ke meja bar, dia melirikku kemudian berkata.

"Terima kasih untuk jus jeruknya" aku tidak menjawabnya karena tatapan tajam Melisa sedari tadi tertanam kepada aku dan Daniel, setelah Daniel pergi, tatapan tajam Melisa beralih kepadaku.

"Kau tahu seperti apa emosi Sean melebihi siapapun, apa kau pikir dia akan suka melihatmu bersama dengan Daniel?"

"Aku akan menjaga jarak darinya mulai saat ini" aku berkata sambil menunduk, dan tepat saat itu juga Sean muncul dan menghampiri kami, aku pikir aku terselamatkan dari Melisa.

"Sayang?" dia berujar sambil menatap cemas kearahku, kemudian tatapannya beralih pada Melisa.

"Ada apa?" tanyanya padaku sambil mengangkat daguku, matanya menatapku seolah-olah mencari jawabannya dalam mataku.

"Nenek sedang bertanya padaku, apakah kau sudah kerumah sakit untuk memeriksa luka ditanganmu" aku beralasan, aku melihat senyuman tipis Melisa diwajahnya, wanita itu bahkan bisa menertawakanku sementara aku kebingungan mencari alasan. Sean beralih menatap neneknya lalu dia berujar dengan serius.

"Ashley sudah mengobatiku nenek, aku baik-baik saja, terima kasih sudah mencemaskanku"

"Baguslah kalau begitu" Melisa berkata lalu berlalu meninggalkan kami berdua. Aku berbalik untuk mengambil segelas jus jeruk lalu mengulurkannya pada Sean, dia meminumnya hingga habis, melihatnya minum seperti itu dia benar-benar terlihat seperti anak kecil, aku mengambil gelas yang sudah kosong itu dari tangannya sebelum dia berujar.

"Letakkan saja dimeja, ada orang untuk membersihkannya" aku menuruti kata-katanya kemudian kembali kearahnya, dia terlihat tampan dengan jas biru, aku merapikan dasinya lalu tersenyum padanya.

"Semoga beruntung" aku berbisik sambil menjinjit dan mengecup pelipisnya.

"Aku sudah mendapatkan keberuntunganku" dia berujar sambil meraih kedua tanganku lalu mengecupnya lembut, lalu tatapannya kembali kepadaku.

"Mendapatkanmu adalah keberuntungan terbesar dalam hidupku, aku tidak perlu yang lain lagi"

Aku gemetar saat dia mengucapkan hal itu kepadaku, tapi aku hanya membalasnya dengan senyuman tipis, aku tidak tahu apa kata-kata yang harus kukatakan padanya jika dia mengatakan hal seperti itu padaku, rasanya seperti beban yang sangat berat menggantung dipundakku, setiap kata cinta yang dia ucapkan kepadaku akan menambah beban padaku dan mungkin pada akhirnya nanti akan menguburku dalam kesengsaraan.

***

Hari telah menjelang malam tapi mereka tak kunjung pulang dari pertemuan itu, apakah mungkin pertemuan itu membutuhkan waktu selama ini, baik Melisa ataupun Sean mereka bahkan tidak menelponku untuk mengabariku, aku benar-benar cemas, sejak pagi tadi aku terus berada di Mansion karena Melisa tidak ingin aku keluar tanpa pengawal disaat-saat seperti ini, ini seakan membunuhku.

Saat mereka datang jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam, mobil mereka diikuti dengan mobil-mobil para pengawal mereka telah berada dihalaman, aku segara berlari keluar untuk melihat mereka, dadaku seakan luar biasa lega saat aku melihat Sean keluar dari mobil bersama Melisa, Daniel juga keluar dari mobil, hanya saja dari mobil yang berbeda. Mata Sean menangkapku dan dia mulai berjalan cepat melewati Melisa untuk menghampiriku, tapi aku tidak bisa menahan diriku untuk tidak berlari kearahnya, aku berlari kearahnya lalu setelah kami begitu dekat aku mengulurkan tanganku dan dia menangkapku dalam pelukannya, hatiku seakan ringan setelah dia berada didekatku.

"Aku sangat merindukanmu"

"Kau tidak sekalipun menelponku, aku sangat cemas" aku berbisik sambil berusaha melepas pelukanku, tapi Sean tidak membiarkanku.

"Sepanjang hari aku terkurung dalam ruangan terkutuk itu bersama para pemegang saham yang serakah, aku hampir gila karena tidak bisa menemuimu" dia berbisik, dan aku hanya menenangkannya sambil membelai rambut gelapnya.

"Biarkan dia bernafas Sean, kau bisa meremukkan tubuhnya jika kau memeluknya seperti itu" aku mendengar suara Melisa dan aku segera melepaskan pelukan Sean, aku tahu dia tidak akan senang dengan itu jadi aku sengaja untuk tidak menatapnya. Aku mengulurkan lenganku pada Melisa lalu memeluknya, diapun balas memelukku dengan hangat.

"Bagaimana keadaanmu?" tanyaku pada Melisa.

"Aku baik-baik saja"

Pandanganku beetemu kearah Daniel yang kini telah berada dibelakang Melisa, dia hanya menatapku dengan pandangan yang sulit kuartikan, aku mengangguk kepadanya dan dia juga balas mengangguk padaku, aku bahkan juga melihat senyuman tipis di ujung bibirnya, dia lebih terlihat lelah dari pada Sean dan Melisa, mungkin sekarang dia juga merasa menyesal ketika dia memilih keputusan untuk masuk kedalam keluarga ini, sama seperti aku dulu.

"Selamat malam Mr Blackstone" aku menyapanya dan dia juga mengucapkan selamat malam kepadaku, aku berdiri membelakangi Sean tapi kenapa aku merasakan tatapan tajamnya menghujam padaku saat ini.

"Ashley, mungkin kau ingin mengucapkan selamat pada Sean saat ini, dia resmi menjabat sebagai CEO Blackstone Company malam ini" kata-kata Melisa seakan menyadarkanku pada kenyataan, aku melihat kearah Melisa masih tidak percaya dengan apa yang dikatakannya padaku. Seketika itu juga aku beralih menatap Sean yang berdiri tak jauh dariku.

"Peluklah dia, dia sepertinya membutuhkannya, dia uring-uringan sepanjang hari karena tidak bisa melihatmu ataupun menelponmu" Melisa kembali berujar sambil berjalan masuk ke dalam mansion diikuti dengan Daniel.

"Selamat atas perusahaanmu Mr Sean Blackstone" aku berujar lirih sambil tersenyum kearahnya, dia membalas ucapanku dengan memelukku erat-erat.

***

Ga verder met lezen

Dit interesseert je vast

1.3M 66.5K 51
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...
2.3M 111K 53
Mari buat orang yang mengabaikan mu menyesali perbuatannya _π‡πžπ₯𝐞𝐧𝐚 π€ππžπ₯𝐚𝐒𝐝𝐞
486K 37.5K 34
"Tanggung jawab lo cowok miskin !!" - Kalka "B-baik, kamu tenang ya ? Saya bakal tanggung jawab" - Aksa
845K 92.4K 46
Kehidupan Dinar Tjakra Wirawan berubah, setelah Ayah dan kakak laki-lakinya meninggal. Impiannya yang ingin menjadi seorang News anchor harus kandas...