Click On ╏ C. Beomgyu (ON HOL...

By hanwistereia

32.1K 5.2K 1.9K

"...ada yang mau sama lo, tapi lo-nya gak mau. Giliran lo-nya mau, dianya gak mau..." -Yang Jeongin, 2020 Ini... More

00 : prolog
01 : new page
02 : another side
03 : as if it's
04 : inner
05 : mood
06 : Jongho
07 : play date
08 : all day long
09 : move on? system not found
10 : don't die
11 : I like him
12 : focus
13 : lunch
14 : thinking out loud
15 : day and night
16 : pleasure
17 : like always
18 : conversation
19 : followed
20 : boy-space-friend
21 : reason
22 : let it all go
23 : sweet talking
24 : attached
25 : Cause I'm Envy
26 : coming home
27 : from home
28 : for home
29 : hands on me
30 : next to you
31 : meet up
32 : sick
33 : almost ended
34 : just a dream
35 : how it's ended
36 : summer break
37 : affirmation
38 : another page
39 : roommate
40 : bothered
41 : daily of college
42 : dating on the festival
43 : dating on the festival (2)
44 : two is better than one
45 : confident
46 : under control
47 : who's knows?
48 : he knows
50 : the bitter part of life

49 : tossed around

360 66 31
By hanwistereia

(anak ganteng)


Jeongin baru persis selesai makan malam dan hendak kembali ke kamarnya ketika dering bel rumahnya terdengar.

Bibi pelayan di rumahnya telah hendak menyambut tamu tak diundang malam-malam begini, tapi Jeongin lebih dulu beranjak.

"Biar aku aja, Bi." Jeongin berjalan menuju layar intercom mengecek tamunya. "Si—"

"SLAHXLABSABSKSHSOAPSJANBSPAHS," seketika terpampang muka Beomgyu bersama bacotan tak bertranslate-nya.

Klik. Jeongin langsung mematikan layar dan speaker.

"Siapa, Nak?" Mamanya menghampiri.

"Beomgyu, Ma." jawab Jeongin sambil menekan tombol untuk membuka kunci pintu, jadi si tamu sangat tidak diundang itu bisa masuk dan merecoki Jeongin.

Mamanya telah pergi ketika Beomgyu memasuki ruang tamu Keluarga Yang, disambut Jeongin dengan tampang menghadeh-nya pade tampilan Beomgyu yang acak-acakan. Pipi memerah sampai ke telinga, anak rambut bercuat-cuat tersapu angin kencang, mata sedikit berair dan hidung yang juga merah bengek.

"Jeong! Jeong! Gue—SKSBDLAHSPAHSKWOSNAHHSHSMSL."

"Gue dari lahir sampai sekarang belajar bahasa Korea, jadi Korean plis!"

"Gue—" Beomgyu tercekat buat menyedot ingusnya yang meler; srooottt, gitu. Diraih pundak temannya buat ditarik-dorong dengan barbar. "Gue gue gue gue gue gue GUE—"

"IYA, LO KENAPA? NGOMONG YANG JELAS SEBELUM GUE TIMPUKIN LO KE SUMUR DI HALAMAN BELAKANG RUMAH, MAU LO, HAH?"

Beomgyu menggeleng cepat, tapi masih gak ngomong dengan jelas maksud kedatangannya yang mendadak tanpa kabar.

Kendati sebetulnya, Jeongin punya prasangka sih dari sikap gak jelas Beomgyu karena apa, tapi justru karena gak jelas makanya Jeongin kesal dan hampir menendang sahabatnya itu sampai mental sebelum Mamanya datang menghampiri lagi dan menginterupsi.

"Malam Beomgyu," sapa Mama Yang.

Beomgyu langsung menegapkan tubuhnya menghadap Mama Yang. "E-eh, iya, selamat malam Tante. Maaf malam-malam mampir gak ngabarin."

"Tidak apa-apa," Mama Yang mengangguk pelan. "Beomgyu sudah makan?"

"Sudah Tan—" krubuk krubukk—bunyi yang berasal dari perut Beomgyu membuat seruangan itu hening beberapa sekon.

Beomgyu nyengir malu sambil mengusap tengkuknya. Ini aja daritadi Jeongin nahan diri buat gak menabok sahabatnya supaya gak berlagak sok sungkan dan berakhir malu-maluin sendiri—eh, tapi nyatanya emang berakhir malu-maluin sih.

"Beomgyu makan dulu saja kalau belum makan. Kita baru selesai makan," Mama Yang berujar sambil berlalu. "Jeongin, temenin Beomgyu makan."

"Iya, Ma."

"Kalau mau ngobrol jangan berisik, Mama di ruang kerja Papa."

Jeongin mengiyakan pendek sebelum Mamanya pergi.

"Gue jadi ngerepotin." Beomgyu meringis.

"Tiap hari." Jeongin monoyor dahi Beomgyu membuatnya mengerang pelan. Tapi setelah itu, mereka beranjak ke dapur dan duduk berhadapan.

"Kok diem aja? Kenapa gak makan?" tanya Jeongin heran karena Beomgyu masih diam saja setelah makanan disajikan.

"Belum ditawarin, hehehe."

Jeongin langsung meraih sumpit makan Beomgyu dan menjepit potongan besar kimchi sebelum menjejalkannya ke mulut Beomgyu.

"Dah! Cepetan makan terus cerita, gak usah banyak tingkah. Keselek lu entar mati. Dibilangin jangan mati dulu, lo belum wisuda!"

Manyun Beomgyu tapi tetap mulai menyuap makanannya sementara Jeongin di depannya cuman melihati sambil bertopang dagu dengan satu tangan.

"Jangan bilang lo udah confess ke kak Soobin?"

"Iya, tadi habis kelas Pak Jonghyun gue—"

"OHOK OHOK! UHUUKKK!" Jeongin tersedak minuman tehnya, sampai muncrat-muncrat tuh.

"Kok lo kaget sih?!" Beomgyu berbisik keras.

"Ya lo pikir—" Jeongin terbatuk lagi dan menyeka mulutnya sebelum kembali berujar, "Maksudnya—gue pikir... gak akan secepat ini juga...?"

"Gue pikir juga begitu, tapi..." Beomgyu menggigit bibir ujung sumpitnya sejenak. "Tapi gak tahu... selama rentang waktu sebelumnya itu, gue mikir banyak hal... gue harus gimana? Baiknya gimana? Belum lagi soal kak Chanhyuk, gak mungkin kan gue ngebiarin dia gitu aja meski sekarang gue juga gak tahu dia ke mana. Tapi mungkin justru karena gue gak langsung ketemu dia setelah meledak-ledak itu, gue jadi bisa menata ulang perasaan gue pas suatu waktu nanti harus ngomong sama dia." papar Beomgyu, setelahnya dia kembali menyuap makanan.

Jeongin gak menyela setelahnya, dia tahu kalau Beomgyu belum selesai jadi dia menunggu sahabatnya sambil menyesap lagi tehnya.

"Terus soal kak Soobin—kenapa gue tiba-tiba confess... sebenarnya gue udah kepikiran mau begitu, pilihan gue adalah gue bakal confess entah gimana pun akhirnya. Soalnya gue udah frustasi banget sampai nangis kayak kemarin—argh, gue bahkan gak habis pikir sebenarnya kenapa gue bisa sampai kayak gitu padahal dulu sesukanya gue sama Minkyu, lebih banyak keselnya dibanding sedihnya.

"Dan karena punya pikiran itu, gue mulai sadar, gue gak bisa menahan diri terus. Gue punya pikiran; gimana kalau seandainya gue gak pernah jujur akan perasaan gue kemudian suatu hari gue lihat... kak Soobin akhirnya menemukan orang yang dia sayang... ngebayangin itu, gue gak sanggup ngebayanginnya.

"Gak perlu banyak penjelasan, gue pasti bakal sakit banget karena dia akhirnya nemu seseorang yang dia sayang ketika orang yang gue sayang justru sama orang lain lagi... menurut gue, itu jauh lebih buruk ketimbang gue akhirnya mengakui perasaan gue dan gak berbalas kemudian kita saling menjauh. Seenggaknya, kalau gue udah confess, dia udah tahu dan... kemudian di ujungnya, karena gue tahu kita udah hopeless, mungkin kita bisa menemukan seseorang lainnya lagi."

Setelah bicara panjang-lebar itu, Beomgyu kembali menyuap makannya. Memang sudah dingin, tapi rasanya tetap sama di lidahnya, lagipula Beomgyu juga gak berada dalam mood ingin makan sebetulnya meskipun lambungnya meminta sebaliknya.

"Hhm..." Jeongin bergumam pelan, "Kalau gitu—"

"Kalau gitu, ini ya yang dipikirin Taehyun pas milih confess ke gue?"

Mata Jeongin menyipit. "Kenapa jadi nyambung ke dia meski—ya, oke, gak salah sih emang kalau dipikir ulang. Tapi ini kita ngobrolin elo, Jubed!"

"Iya, gue ngerti kok," Beomgyu mengangguk dan menyuap potongan daging.

"Kalau gitu, kalian..." Jeongin mencondongkan tubuhnya ke depan supaya dia bisa merendahkan suaranya. "Berarti lo dan kak Soobin juga...?"

Kepala Beomgyu terangkat, balik menatap Jeongin yang menatap serius dengan alis bertekuk.

Bagaimana ya mendeskripsikan ekspresi Jeongin sekarang? Sahabatnya itu seperti khawatir bercampur simpati. Jeongin pasti mengira hubungan antara Beomgyu dan Soobin seperti Beomgyu dan Taehyun, tapi—

—tapi Beomgyu kan enggak seberani itu meminta secara gamblang untuk undur diri dan mengukir janji agar bertemu lagi suatu hari dengan cerita lain. Beomgyu malah—

"Hngh..." Beomgyu menggigit lagi ujung sumpitnya, menetralkan gugupnya sebelum jujur menyahut, "Itu... habis confess... gue langsung kabur. Hehe."

"...."

"...."

"...gimana?"

Beomgyu meringis. "Itu—habis confess gue langsung pergi."

"...."

"G-gue pergi bukan karena mau kabur kok! I-itu karena kak Soobin langsung diem gitu aja gak respon apalagi, makanya gue—"

"Makanya lo tinggalin?"

"I-iya..."

"...."

"...."

"...."

Drakk. Jeongin tiba-tiba berdiri. Dia beranjak memutari meja dan mengampiri Beomgyu dan langsung menarik kerah jaketnya.

"EEEHHH?? JEONG??"

Jeongin menatap tajam. "Keluar dulu bentar, gue mau ngajak lo berantem."

Beomgyu melotot dan tersedak sampai terbatuk seketika.


❒❒❒

Untuk saat ini, mungkin Semesta merasa kasihan pada Beomgyu dan memutuskan untuk berada di pihaknya.

Lewat beberapa hari semenjak Beomgy menyatakan perasaannya pada Soobin dan mereka belum bertemu lagi sejak hari itu. Padahal mau dipikir bagaimana pun, probabilitas keduanya bertemu cukup besar lantaran bertetangga kan?

Namun seolah memang telah diatur demikian, mereka tidak diberikan momen untuk bertemu. Jangankan bertemu, tahu jika masing-masing berada di kamarnya sendiri pun juga tidak.

Tapi lagi, jangankan Soobin sebagai tetangga kamarnya, Cho Chanhyuk yang bertitel teman sekamar Beomgyu saja pun masih nihil hadirnya. Satu chat bertanyakan keberadaan kakak tingkatnya itu tidak dibaca oleh si empu dari Beomgyu. Pasti memang Chanhyuk yang sengaja menghindar dan Beomgyu sendiri tidak punya keberanian lebih untuk menghubungi lebih lanjut duluan, jadi, dia membiarkannya sampai sana—atau mungkin sampai Chanhyuk muncul sendiri suatu waktu nanti.

Meski bersikap seolah tidak memikirkan lebih jauh lagi ke depannya bagaimana, namun Beomgyu masih terus dipenuhi tanya; akan bagaimana ini? Namun secara mengejutkan kali ini Beomgyu tidak merasakan beban menyesakkan seperti sebelum-sebelumnya. Seperti... Beomgyu mungkin telah membayangkan beberapa kemungkinan yang akan terjadi namun pada akhirnya itu tetap berujung pada dirinya sendiri—yang artinya, apa pun itu akhirnya, Beomgyu akan sendiri lagi dan kali ini... dia tidak terlalu mempermasalahkannya.

Perasaan menyayangkan itu memang ada, jika pada akhirnya hubungan Soobin dan Beomgyu menjauh, namun Beomgyu tidak bisa melakukan apa-apa lagi selanjutnya selain move on lagi. Sebab Beomgyu pun tidak sampai hati untuk memaksakan perasaannya jikalau pun dia mau, dia pasti bisa.

Hanya saja untuk begitu... Beomgyu merasa tidak layak untuk memaksa. Untuk memperjuangkan apa yang telah renggang nyaris lepas.

Ya udahlah lagi, hidup gue kembali ya udahlah lagi, hahaha. So sad...

Menyedihkan dan sangat pasrah, tapi bukan berarti Beomgyu tidak pernah membayangkan jika seandainya dirinya dan Soobin bersama, semuanya bakal... no words, but wow... maybe his life will be so wonderfull.

Kembali ke waktu saat ini, yang mana Beomgyu tengah menghabiskan jam kosongnya sebelum kelas lainnya di perpustakaan untuk belajar atau sekadar membaca jurnal, meski sisa beberapa menitnya dia gunakan untuk melamun. Lama-lama suntuk juga, jadi Beomgyu pun beranjak turun keluar ruang belajar untuk sekadar membeli minuman dari vending machine di lantai dasar.

Ada seseorang yang tengah memakai mesin otomatis tersebut ketika Beomgyu datang, jadi Beomgyu mempersiapkan uang recehan sambil berjalan mendekat hingga seseorang itu mendapatkan minumannya dan berbalik.

"Beomgyu?"

Si empu nama tersentak dan menoleh cepat, "K-kak Jongho?"

"Udah lama gak ketemu ya?"

Beomgyu tersenyum kaku. Duh, ternyata bersikap seolah semuanya tidak terjadi apa-apa itu sulit, somehow he feels guilty even the older never gave much attention before.

"I-iya, lumayan... hehe," Beomgyu tertawa pendek setengah hati dan pilih memfokuskan diri memilih minuman. Kendati pikirannya sedang merangkai kemungkinan apa yang bakal terjadi berikutnya seperti apa yang bakal Jongho bilang—

"Lo jarang main ke kamar lagi semenjak punya roommate." kata Jongho, tenyata dia masih enggan beranjak. Malahan pilih membuka dan menenggak minumannya di sana.

"H-hahaha, enggak juga kok, m-mungkin kebetulan pas gue mau mampir tapi kamar kakak lagi sepi kelihatan kosong."

"Bisanya lo suka mampir malem-malem, jam-jam pas makan malam biar sekalian makan malam."

Bibir bawah Beomgyu digigit tanpa sadar. Mata dan tangannya mungkin fokus pada sekaleng kopi yang akhirnya dipilihnya, karena Beomgyu sudah lupa minuman apa yang kau dipesannya.

"Eh, gue nanya karena penasaran ya, bukan karena kenapa-napa,"

Beomgyu menoleh setelah mendapat kopinya. Meskipun bibirnya masih nyengir, tapi jantungnya sedang jumpalitan gugup—lagipula, memang tidak bisa buat biasa saja meskipun ini hanya Choi Jongho.

"Mau nanya apa kak?"

"Lo berantem lagi ya sama Soobin?"

Dia bilang; berantem 'lagi'.

Beomgyu berkedip cepat, masih dengan kegugupan yang sama, atau justru malah semakin gugup. "G-gue—ah, k-kita gak berantem kok, kenapa mikirnya gitu?"

"Soalnya Soobin banyak bengong di kamar." sahut Jongho sebelum menenggak minumannya lagi. "Jangan tersinggung ya, gue nanya karena ngerasa aneh aja ngelihat kalian yang biasanya nempel terus tapi sekarang malah jauh-jauhan. Meski, yah, gue ngerti sih, baik Soobin maupun elo punya kehidupan pribadi masing-masing termasuk tanggungjawab perkuliahan yang sama."

Diam-diam, Beomgyu menggigit pelan ujung lidahnya di dalam mulutnya.

Setelah itu, Jongho tidak melanjutkan ucapannya lagi, baik Beomgyu pun juga tidak menyahut menyebabkan keduanya diliput senyap canggung.

Beomgyu ingin kabur. Padahal kemarin-kemarin bilang pada Jeongin kalau dia bakal menghadapi segalanya, tapi ternyata praktiknya tidak semudah omongannya. Ternyata Beomgyu belum siap bila harus menuntaskan segalanya.

"Beomgyu, lo—" Jongho telah hendak berucap lagi namun malah diurungkan.

"Kenapa, kak?"

"Gak, lupain aja." Jongho menggeleng sambil mengibaskan tangannya, tanda supaya Beomgyu tidak bertanya lebih lanjut. "Gue cuman mau bilang, kalau ada apa-apa, selesaiin aja yang bener. Hubungan kalian terlalu sayang kalau diakhiri gitu aja tanpa tahu kebenarannya." Jongho berujar dengan ambigu mencetuskan tanda tanya di dalam kepala Beomgyu.

"Gak gak, lupain aja apa yang gue bilang." Jongho mengibaskan tangannya lagi tepat di depan muka Beomgyu yang mengerjap cepat. "Gue bilang jangan dipikirin, dengerin apa kata orang tua!"

"E-eh—i-iya! M-maaf, maaf kak!"

"Ya udah, semangat kalau gitu. Dah," akhirnya Jongho berpamitan pergi.

Beomgyu membalas lambaian Jongho sampai sosoknya menjauh, pemuda Maret itu masih bertahan di tempat.

"Gue cuman mau bilang, kalau ada apa-apa, selesaiin aja yang bener. Hubungan kalian terlalu sayang kalau diakhiri gitu aja tanpa tahu kebenarannya."

Itu maksudnya apa sih, anjir?! Beomgyu mengacak rambutnya sedikit kesal.

Apa Jongho tahu kalau Beomgyu punya perasaan lebih pada Soobin? Tapi kalau ditilik dari ucapan terakhirnya, berarti—

"...hubungan kalian terlalu sayang kalau diakhiri gitu aja tanpa tahu kebenarannya."

Sampai kopinya tandas dan Beomgyu kembali ke ruang belajar, Beomgyu tidak bisa mengenyahkan kata 'tanpa tahu kebenarannya' yang disampaikan Jongho.


Apa kali ini, gue boleh berharap?


❒❒❒


Beomgyu
Kak Chanhyuk, kakak di mana?
Udah hampir seminggu, kakak gak masuk kelas.
Kak Chanhyuk.
Aku gak bisa bilang kalau aku gak marah, aku juga gak bisa maafin kakak gitu aja karena aku sakit hati atas semua ucapan kakak meski setelah kupikir ulang emang semua yang kakak bilang gak salah, tapi aku kesel aja.
Aku gak mau maafin kakak.
Enggak kecuali kalau kakak memang merasa salah dan minta maaf, kalau enggak gitu juga gak pa-pa.
Maaf kalau kata-kataku jahat, tapi... aku yakin, kakak sebenarnya juga ngerasa bersalah kan?
Karena kalau enggak, kakak gak akan pergi gitu aja.
Kak Chanhyuk.
Aku gak tahu kakak di mana, tapi jaga kesehatan ya?


"Gimana? Dibales?" tanya Jeongin, turut mengintip room chat di ponsel Beomgyu. Meskipun gak niat ditunjukkan, tapi Beomgyu juga gak masalah kalau dibaca.

Beomgyu menggeleng atas tanya Jeongin. "Jangankan dibales, dibaca aja kagak."

"Hhm..." Jiheon memegangi ujung dagunya, tanda berpikir.

Lantas Beomgyu menyisihkan ponselnya sambil berujar, "Ya udah, berarti kak Chanhyuk emang belum mau ngebales. Kak Chanhyuk mungkin perlu waktu buat dirinya sendiri, toh, dia gak ngelakuin tindakan neko-neko."

"Kayak nyebarin nomor lo di pamflet dengan tulisan, 'dicari teman pendamping hidup, dimohon untuk segera menghubungi nomor yang tertera'."

"Lo gak usah ngelawak tapi gak mutu, dasar sapi!" Beomgyu mencekik leher Jeongin, setengah sungguh-sungguh sebetulnya.

"Ya udah deh, perkara kak Chanhyuk kayaknya masih delayed." terus Jiheon mendekatkan dirinya pada Beomgyu dan menatap serius. "Kalau sama kak Soobin gimana?"

"Weiya nih! Sama calon pendamping hidup lo gimana?" Jeongin turut mendekatkan diri pada Beomgyu membuat pemuda Choi itu terhimpit di antara kedua sahabatnya.

"Jangan bilang 'calon pendamping hidup' dah! Cringe tauk!"

"Eiy, jangan gitu. Ucapan itu adalah sebagian dari doa. Makanya gue nyeletuk yang baik-baik aja, siapa tahu jadi kenyataan—"

"alau ke sana tuh kejauhan anjir! Lagian juga kondisi gue secara gak langsung lagi digantungin sekarang!"

"Itu sih salah lo karena lo langsung kabur. Percuma IP lo di atas 3, indeks A, tapi otak gak dipakai—ah, ralat, tapi akal sehat gak dipakai."

"Sebenarnya lo itu ngedukung gue atau enggak sih?" Beomgyu menatap sepet banget.

Nyengir Jeongin dan merangkul Beomgyu. "Jadi, gimana? Ada update?"

"Atau gak ada apa-apa?" Jiheon menimpal, dan itu yang buat Beomgyu tertohok.

"Y-yah... itu... yah... gak ada... apa-apa..."

Jeongin dan Jiheon saling melirik sebelum nyeletuk, "Yak saudara-saudara, inilah Choi Beomgyu yang kita kenal." Jeongin menepuk-nepuk punggung Beomgyu yang merasa gak tersanjung sama sekali.

"Gue belum ketemu kak Soobin sehabis itu. Sejujurnya gue sendiri gak berani buat nemuin dia. Tapi di satu sisi gue lega karena itu, tapi di saat yang sama juga gue agak kecewa karena dia juga gak coba ngehubungin gue—maksudnya bukan soal apakah dia punya perasaan yang sama atau enggak, gue cuman... mau dikasih kabar..." Beomgyu menghela napas. "Tapi gue sendiri pun terlalu sungkan buat nemuin atau ngehubungin lagi duluan, gue takut kalau kak Soobin jadi merasa terbebani. Gue gak mau nambahin pikiran dia buat hal yang bisa jadi bukan prioritas dia."

"Adah, adah," Jeongin geleng-geleng kepala. "Rumitnya orang jatuh cinta, bertepuk sebelah tangan lagi."

"Bacotan lo gak membantu sama sekali, Jeong, sumpah."

"Udah gue bilang, ngebaik-baikin elo bukan jatah gue." tukas Jeongin, "Lagian juga gue gak pernah pacaran, terus lo sendiri yang nyamperin gue."

"Iya juga sih..." Beomgyu cemberut.

Lantas lengannya ditoel membuatnya beralih.

"Come here, Beomgyu!" Jiheon merentangkan tangannya sambil tersenyum lebar.

Beomgyu terharu, ;angsung saja sandarkan kepalanya di pundak Jiheon yang langsung dipuk-puk. Jadi keenakan :(

"Terus mau lo jadinya gimana? Gak mungkin kan mau diem-dieman gini lagi aja?" tanya Jeongin membuat Beomgyu kembali ke kenyataan.

Beomgyu gak langsung jawab. Bola matanya berputar ke atas tanda kalau dia sedang berpikir sebelum akhirnya menemukan jawaban pasti yang selama ini memang selalu diimpikannya.

"Gue mau lulus cumlaude aja..."

Jeongin mengambil paper entah punya siapa yang kemudian digulung, pundak Jiheon didorong pelan. "Jiheon minggir dulu, gue gak mau ada korban jiwa yang tidak diinginkan."


❒❒❒


Kalau ditanya maunya gimana, jujur, Beomgyu juga sebetulnya bingung inginnya bagaimana.

Kalau mengikuti perilaku mayoritas, Beomgyu ingin jadian dengan kak Soobin setelah confess. Aneh kan kalau sehabis confess tapi malah gak pacaran?

Tapi, buat Beomgyu, sekarang itu sudah gak terlalu terpikirkan lagi. Dia sudah memberanikan diri menyatakan perasaannya setelah lama memendam, itu sama saja dengan dirinya keluar dari zona nyaman setelah entah berapa purnama memendamnya. Ada kepuasan sendiri baginya, tapi entah mengapa... jika hanya seperti terasa salah, tapi Beomgyu enggak tahu hal apa yang salah itu.

Apa sebetulnya Beomgyu berharap sejatinya dia menginginkan untuk mendapatkan Soobin hanya saja—seperti yang terjadi pada perasaannya sebelumnya—Beomgyu mengelak itu untuk menyenangkan dirinya sendiri?

Jikalau Soobin ternyata tidak memiliki perasaan yang sama sepertinya, lantas apa yang terjadi? Mereka akan saling menjauh kan? Beomgyu yang perlu waktu lain untuk move on dan Soobin yang tentunya akan menjadi canggung jika terus-terusan bersama Beomgyu.

Pada akhirnya, pilihannya itu lagi-lagi membuat jarak—menjauh.

Kalau diingat lagi, selama ini juga begitu kan? Sejak cinta pertamanya, Beomgyu mampu melupakan Hyunjin lantaran mereka tidak lagi dekat dalam jangkauan fisik secara nyata. Bahkan orang lain yang menyukainya, Taehyun sendiri pun secara sadar memilih untuk menjauhkan diri secara sadar.

Dan keduanya baru kembali ketika mereka telah lupa, telah move on, pada seseorang lainnya. Hyunjin bertemu dengan seseorang lainnya yang mampu menenangkan hatinya, dan Taehyun memiliki seseorang yang selalu hadirnya.

Haha, Beomgyu tergelak sendiri dalam hati.

Jangankan pada keduanya yang jauh, pada Minkyu yang masih dalam jangkauannya saja, Beomgyu gak bisa mendapatkannya. Jatuh cinta dengan Minkyu terasa sangat konyol sebab nampaknya cowok itu gak menaruh Beomgyu dalam prioritasnya.

Tapi, yah, buat apa menebak-nebak, semuanya sudah terjadi.

Lantas terdengar dering bel dari speaker disusul pemberitahuan mengiring.

"Perpustakaan D Technical University akan segera ditutup, dimohon kepada pengunjung agar segera meninggalkan lokasi."

Pengumuman 'pengusiran' itu membuat Beomgyu mau gak mau beranjak. Bisa saja sebetulnya Beomgyu pergi pindah ke ruang belajar di luar kampus yang terbuka 24 jam, tapi jujur saja kalau Beomgyu terlalu malas untuk pergi keluar. Dia gak mau seberusaha itu berkedok hendak belajar padahal sebagian besar waktunya dipakai untuk bengong dan overthinking.

Kalau terlalu hening, gue malah gampang terdistraksi, tapi kalau ada di tempat ramai juga gue malah gak fokus, Beomgyu membatin seraya berjalan meninggalkan perpustakaan dengan lunglai letih lesu. Omong-omong, Beomgyu belum makan dan lapar sekali sekarang, tapi dia gak berselera untuk makan karena perasaannya sedang—

Duk

"Ah, maaf," dengan lirih Beomgyu meminta maaf karena sedikit meleng dan berakhir menabrak seseorang.

"Ah, saya juga minta maaf—Beomgyu?"

Beomgyu berjengit, spontan menenggak ludah gugup. "K-kak Soobin..."

Oh, please please please, kenapa harus sekarang? Kenapa harus ketika Beomgyu gak punya tenaga buat memproses segala ucap dan tindakan yang bakal dilakukan Beomgyu? Kenapa harus ketika Beomgyu lapar banget—

Krubuk krubuk—adalah suara kontraksi dari dalam lambungnya dan sangat kampretnya berbunyi di saat begini dan kambingnya lagi pas lagi sama Soobin.

Rasanya situasinya agak deja vu, tapi daripada itu, Beomgyu lebih pengen kabur sekarang. Mungkin dia sudah bakal salto jungkir balik dan roll ke belakang kalau Soobin gak lebih dulu bicara.

"Lo belum makan malam juga ya, dek—oh, ngh—Beomgyu?" Soobin terlihat coba menyunggingkan senyum. "Mau makan malam bareng?"

Akal sehat dan urat malu Beomgyu menyuruh agar segera menolak ajakan Soobin, namun saraf otak ke lambungnya telat memberi perintah sebab perutnya kembali berbunyi duluan.

"...." keduanya dilingkup hening canggung, terutama canggung sih yang kini ingin menyelam ke dalam ubin saja seketika.

"Beomgyu," panggil Soobin sambil merendahkan pandangannya.

Beomgyu terkejut karena tiba-tiba wajah Soobin tepat sejajar dengan pandangannya, tapi keterkejutannya gak dibiarkan lama sebab Soobin telah kembali berujar.

"Ayo makan malam bareng, gue yang traktir. Lo mau makan apa?"

Beomgyu menggigit bibir bawahnya. Jantungnya berdebar cepat gak karuan karena banyak alasan. Dan utamanya, tentu karena cowok yang lebih tua ini yang ucapannya seringkali tidak bisa Beomgyu bantah.

Atau memang, tidak pernah sama sekali—tidak dalam arti sesungguhnya.

Hela napas dibuang sebelum sahuti.

"Ayo, gue lagi... pengen maan yang pedes-pedes, kak Soobin."

Soobin tersenyum. "Oke."


❒❒❒


Mereka singgah di restoran China. Beomgyu dengan jjamppong dan Soobin dengan jajangmyeon-nya.

Enggak seperti biasanya, keduanya kini makan diselimuti bisu dari bibir masing-masing. Yang menginterupsi cuman ribut obrol orang-orang di sekitar mereka, juga denting alat makan yang bahkan juga bukan milik mereka.

Biasanya... biasanya itu Beomgyu yang jadi pemicu obrol. Biasanya itu Beomgyu dengan banyak ceritanya. Biasanya itu Beomgyu dengan keluh dan semangatnya duluan.

Biasanya, bukan Beomgyu yang sekarang ini.

"Ehm—jjamppong-nya enak, dek?"

Beomgyu tersentak, namun gak menoleh pun sekadar melirik.

"Enak kak," lirih Beomgyu.

"Pedes gak?"

Enggak—"Pedes."

"Mau tambah minumannya? Atau pangsit?"

Gue gak butuh apa pun—"Eng-gak, segini cukup kak."

"Oke... makannya dihabisin ya kalau gitu."

Sebenarnya, gak terlalu berselera.

Tapi Beomgyu cuman mengiyakan pelan dan mengangguk, lantas bisu kembali mengiring.

Satu-satunya keributan di antaa mereka hanya soal membaya makan—padahal Soobin sebelumnya telah bilang kalau dia hendak mentraktrik Beomgyu, tapi Beomgyu gak bisa menerima begitu saja.

Soobin telah menahan tangan Beomgyu yang hendak mengeluarkan uang dari dompet. "Gue aja."

"Tapi—"

"Gak pa-pa, ya?"

Soobin menatapnya seperti sangat memohon dan Beomgyu gak kuasa menolak.

Padahal hatinya bercokol rasa tidak enak.

Rasanya ada yang salah—sesuatu yang tidak Beomgyu sukai karena dia tidak tahu alasannya apa. perutnya melilit tidak enak, tapi bukan nyeri yang menyebabkan dia dilanda mulas karena gangguan pencernaan. Hanya saja—

Rasa bercokol itu menyakitkan. Sama dengan ketika berjalan beriringan dengan Soobin. Ini seperti biasanya, tapi rasanya—

—rasanya, Beomgyu mau berhenti.

Dan dia memang telah berhenti. Tungkainya menetap tepat di bawah pijar lampu jalan.

Soobin segera menyadari kekosongan di sisinya pun berhenti dan menoleh. "Beomgyu—?"

"Maafin gue." cetusnya di antara embus angin malam yang dingin.

"Beom—"

"Maafin gue udah punya perasaan kayak gini. Gue minta maaf." di antara tunduk kepala, kelopak mata Beomgy mengerjap cepat. "Maaf gue gak bisa jadi temen elo yang baik, kak. Maaf gue mengartikan lain perhatian elo ke gue. Maaf—"

"Maaf karena gue punya perasaan ini diam-diam di waktu yang lama. Maaf gue ngebohongin elo selama ini, kak Soobin..."

Beomgyu mengusap pipinya sebelum memberanikan diri menengadah menatap Soobin di hadapannya.

"Maaf kak Soobin, gue suka sama elo. Gue suka sama elo bukan sebagai teman, bukan selayaknya adik—gue suka elo. Gue suka sekali sama elo, kak."

Pada akhir pengakuan itu, bertepatan dengan hawa dingin yang mengikatnya. Kerongkongan Beomgyu terasa kering seketika sampai hanya demi meneguk ludahnya sendiri pun, dia kepayahan.

"Beomgyu..." Soobin berujar kemudian.

Bibir Beomgyu terbuka untuk menyahut, namun tak ada suara berarti yang keluar.

"Lo gak salah, jangan minta maaf." Soobin berujar pelan dengan suara rendahnya.

"Justru gue yang harusnya bilang, makasih. Makasih udah jujur. Makasih sudah berani bilang. Kalau lo gak pernah bilang, gue bakal jadi orang bodoh yang jahat. Bahkan sampai sekarang pun, sebenanya gue udah dan masih bersikap sangat bodoh.

"Jadi, maasih. Makasih banyak, Beomgyu.

Ini dia, apakah ini dia, yang sejatinya Beomgyu tunggu? Yang sekian lama Beomgyu harapkan?

Apakah ini? Hanya ini—

"Dan gue juga... minta maaf."

Bibir Soobin tersenyum sangat teramat tipis, tapi tidak dengan matanya.

Dan beomgyu tidak ingin mengerti apa artinya itu. Tapi itu terlalu jelas nampaknya.


"Soal perasaan elo, Beomgyu... gue minta maaf."


Rasa bersalah itu terlalu jelas


###


[04-01-2022]

kaget gak click on tiba-tiba update? aowkkwkw :v

Continue Reading

You'll Also Like

54.2K 4.9K 45
Sebuah cerita Alternate Universe dari tokoh jebolan idol yang banyak di shipper-kan.. Salma-Rony Bercerita mengenai sebuah kasus masa lalu yang diker...
194K 9.5K 32
Cerita ini menceritakan tentang seorang perempuan yang diselingkuhi. Perempuan ini merasa tidak ada Laki-Laki diDunia ini yang Tulus dan benar-benar...
45.1K 7K 38
Rahasia dibalik semuanya
42.5K 5.9K 36
Cerita tentang perjodohan konyol antara christian dan chika. mereka saling mengenal tapi tidak akrab, bahkan mereka tidak saling sapa, jangankan sali...