RAGASEA (END)

By devitnask

5.8M 478K 171K

SUDAH TERBIT & TERSEDIA DI GRAMEDIA/ TOKO BUKU ONLINE TERPERCAYA Bagaimana jika ia yang selalu menyakitimu, t... More

PROLOG
1. BULLYING
2. LAVEGAS
3. FANTASY
4. MEMORIES
6. DIFFERENT
7. INVIATION
8. DRESSED
9. PHOBIA
10. RATU VERITAS?
11. LIVE INSTA
12. DRAMA QUEEN
13. STICKY NOTES
14. PROMISE
15. KUROMI KEYCHAIN
16. KOLOR SQUIDY
17. PUTRI PECANDU
18. MALAIKATNYA SEA
19. SENJA & SAMU
20. SAMU SUMON
21. WLC TO THE HELL
22. FIVETY : FIVETY
23. MOTOR MERAH
24. PANTAI SELATAN
25. D-DAY
26. ANTAGONIS
27. KONSEKUENSI
28. PELIK
29. LO SIENTO
30. PARNOAN
31. OLIMPIADE
32. LUKA MANDA
33. PERI KECIL?
34. PASPOR
35. 10-31 MEANING
36. SUGAR DADDY
37. PASSWORD
38. SANDIWARA

5. INHALER

113K 12.9K 1.7K
By devitnask

Sea
Mah, Mama apa kabar?
06.12 am

Mama Nita
Mau apa lagi kamu?! Minta duit?! Minta sama Tukang Mabuk itu dan jangan panggil saya Mama lagi! Harus berapa kali saya bilang?!
07.02 am

Sea
Maaf, Ma. Aku cuma kangen aja, pengen tau kabar Mama. Kabar aku baik kok, aku ga butuh uang Mama. Aku cuma pengen liat Mama sebentar aja boleh?
07.04 am

Sea mengunci ponselnya, menungu balasan dari sang Mama. Gadis itu menghirup inhaler sementara waktu untuk meredakan sesak yang menyerangnya sejak tadi.

Bus berhenti tepat di halte dekat sekolah, Sea pun turun seorang diri dan berjalan cepat menuju gerbang sekolah. Iya, pada akhirnya Sea memutuskan untuk ke sekolah setelah berdebat dengan Dean.

Drrrt! Ponsel Sea kembali bergetar, Sea segera membukanya kalau kalau itu dari Mamanya. Se-excited itu.

Mama Nita
GAK! SAYA SIBUK! GADA WAKTU BUAT KAMU!
07.12 am

Sea
Yaudah, Ma. Mama semangat kerja ya, jangan telat makan, jangan kecapekan juga. Aku selalu doain yang terbaik buat Mama.
07.14 am

Andai aja aku sehat, Mama pasti ga akan buang aku kan? Aku pengen jadi Manda, Mah. Aku pengen bisa sama Mama terus. Apa sakit itu sebuah kesalahan? Padahal aku cuma asma, apa ga bisa masuk kriteria biar bisa diakui sama Mama?... (not sent)

Sea urung mengirim pesan lagi, pun tidak ada balasan dari sang mama. Yah, Sea cukup beruntung karena kali ini tidak diblokir oleh Nita. Sea hanya tersenyum, kemudian memasukkan ponsel coralnya ke dalam tas hitam bagian depan.

Sea menatap arloji sport coral di pergelangan tangan kirinya, pukul tujuh lebih dua puluh menit. Sea mempercepat langkahnya menuju pintu samping, pintu rahasia yang pernah Kelly beritahu saat mereka terlambat beberapa hari yang lalu.

Dan benar saja, Sea berhasil memasuki kawasan sekolah dengan mulus tanpa omelan Pak Selamet. Gadis berseragam merah kotak-kotak dengan jas kehitaman itu menepuk-nepuk rambutnya yang kotor terkena dedaunan kecil.

Sea berjalan mengendap-endap melewati selasar samping, menatap was-was ke kanan dan ke kiri. Dadanya masih terasa sesak, karena itu ia berjalan sambil menghirup inhaler.

Bug! Beberapa siswa berlari dan salah satu dari mereka tidak sengaja menabrak bahu Sea sehingga inhaler yang semula ada di tangan Sea pun melompat entah kemana.

Sea refleks menatap ke sekeliling, ia merasa benda penyelamatnya masuk ke dalam salah satu ruangan. Gadis itu berjongkok sambil mengulurkan tangan, mencoba meraih inhaler yang ia lihat ada di bawah kursi yang terletak di dekat pintu.

"Iya tapi itu punya Samu!" kata seseorang sedikit tidak jelas.

Mendengar nama Samu disebut membuat Sea gagal fokus sehingga ia hilang keseimbangan dan sikunya membentur pintu. Suaranya sontak menginterupsi anak-anak Lavegas yang tengah mendiskusikan sesuatu di dalam sana.

Raga membuka pintu lebar-lebar dan melihat Sea yang sedang duduk di bawah sana, tatapan Raga jauh dari kata ramah, terasa sangat dingin bin galak. "Puca! Ngapain lo di sini?! Mau nguping?! Nggak usah aneh aneh lo ya!"

Puca, panggilan yang Raga buat dengan menyingkat kata Putri Pecandu. Mendengarnya sekali saja Sea langsung paham akan makna di baliknya.

Sea berdiri menghadap Raga. "Sok kepedean banget lo! Siapa juga yang mau nguping?! Gue cuma mau ambil Inha--"

Tiba-tiba, Bu Emil menampakkan diri. Wanita itu muncul dari balik dinding koridor sisi kanan. "Jangan lari kalian!" teriaknya pada siswa yang berlarian tadi.

Brak! Raga menutup pintu keras-keras sampai perhatian Bu Emil teralihkan ke arah Sea. Matanya melotot, hidungnya kembang-kempis, juga wajah yang sedikit berkeringat di bagian pelipis dan bawah hidung.

"Sedang apa kamu?!" sentak Bu Emil tegas dengan rambut berombak macam singa.

"Jam pelajaran sudah mulai dari tadi, ngapain kamu jalan-jalan di sini?" Bu Emil melihat tas Sea. "Atau jangan-jangan kamu salah satu murid yang terlambat iya?"

"Eng-engga, Bu. Saya tadi udah ijin berangkat siang karena," Sea berpikir sejenak. "Mau, jenguk saudara, di, rumah sakit."

"Kartu ijinnya mana?"

"Ha-hah?" Sea tertawa garing. "Oh kartu, iya kartu, ini, sebentar, di dalem tas."

Sea membuka tasnya, ia berbohong tentang kartu berwarna kuning yang biasa anak Rothes gunakan untuk ijin keluar, biasanya berisi keterangan serta tanda tangan dari guru piket dan wali kelas.

"Ah, dimana ya?" Sea pura-pura mencari, wajahnya dibuat memelas agar Bu Emil memberi keringanan sekali ini saja. "Tadi ada di dalem sini, beneran."

"Guru piket hari ini siapa?" tanya Bu Emil sedikit menjebak. Jika Sea berbohong, maka ia tidak akan tau siapa guru piket yang hari ini bertugas.

"Pak Jerom," terka Sea asal. Tapi, benar.

"Kamu murid beasiswa yang pindah tahun ajaran baru, kan?" Bu Emil mengamati Sea dari atas sampai bawah. "Jangan ceroboh lagi!"

Sea mengangguk sopan, tangannya saling menumpuk di depan perut. Sea sedang menunggu Bu Emil pergi, lantas mengambil inhalernya di ruang rapat anak-anak Lavegas. Tetapi, Bu Emil malah diam saja dengan mata fokus menatap Sea.

Sumpah, detik ini juga Sea merasa sedang diawasi oleh boneka anak perempuan yang ikonis dalam serial Squid Game.

"Tunggu apa kamu?!" bentak Bu Emil, air liurnya sampai berterbangan di udara. "MASUK KELAS SEKARANG!"

"I-IYA, BU. PERMISI!" Sea langsung berlari menaiki tangga yang akan membawanya menuju kelas XII A-3.

***

Sea kembali ke depan ruang mulmed dekat kafetaria saat jam istirahat berlangsung, ruangan itu memang sudah mati sehingga tidak digunakan lagi dan anak-anak Lavegas sering kali memakai tempat itu untuk berkumpul secara private.

Berkali-kali Sea usap dadanya yang terasa semakin sesak, entah mengapa, tapi semenjak Samudra meninggal, sakitnya selalu kambuh lebih sering dari sebelumnya.

Kosong, tidak ada seorangpun di sana. Mungkin mereka sedang di kafetaria? Sea pun membuka pintu dan berjongkok untuk mencari inhaler, namun benda itu malah tidak ada di tempatnya.

"Loh, kok nggak ada?" Sea membuka pintu lebih lebar lagi dan mencari ke sekeliling ruangan.

"Penyusup!" sentak Manda memergoki Sea yang terlihat seperti pencuri kelas teri. "Kenapa masuk sini? Lo mau nyuri?"

Meski ini adalah ruang buangan, tetapi tempatnya memang cukup tertata. Ada loker di dinding samping dan meja kursi seperti ruang rapat pada umumnya, terlebih lagi di sana banyak barang-barang milik anak Lavegas.

"Enggak, lo kenapa nuduh kayak gitu--"

Manda menyerat Sea keluar dari ruangan tadi. "Terus, mau caper sama Aga?!"

"Manda!" Sea melepaskan tangannya dari genggaman Manda.

"Gue mau lo keluar dari sini! Gue nggak suka satu sekolah sama lo! Apa lagi sampai sekelas!" Suara Manda meninggi, sangat kasar.

"Manda, Amanda Rachaelya." Sea melafalkan nama lengkap Manda, lalu tertawa pelan. "Kenapa emangnya? Lo takut Raga tau?"

Detik yang sama, tetapi di tempat yang berbeda. Raga meletakkan inhaler berwarna hijau di atas meja kafetaria, lantas memainkan ponselnya sambil menyandarkan punggung di sandaran kursi.

"Ga, ini inhaler punya sapa? Lu asma nadia?" tanya Jay sedikit nyeleneh.

"Ngaco lo." Raga melempar kentang goreng ke wajah Jay, tetapi malah berhasil memasuki mulut cowok berkulit kuning langsat itu.

Sementara Oza kini mulai menatap benda itu lamat-lamat. "Punya Sea?"

Raga hanya mengedikkan bahu sebagai jawaban, membuat Oza menggelengkan kepalanya. "Jail banget lo, mau sampai kapan gituin Sea? Dia cewek, Ga."

"Buat gue Puca itu bukan cewek, Za. Apapun yang terjadi, gue bakalan bikin dia dikeluarin dari sekolah sebelum akhir tahun."

"Kalau bisa ya secepatnya!" Veron menambahkan, Raga hanya menganggukinya sebagai tanda persetujuan. "Good then."

Oza menggeleng lagi, tidak bisa berkomentar akan tingkah laku Raga. Sekali ia memiliki keinginan, maka cowok itu tidak akan melepaskannya hingga keinginan itu terwujud. Tidak ada seorang pun yang dapat menghentikannya.

Sementara Raga, ia masih sibuk memainkan ponselnya, berniat mengirim pesan berisi foto inhaler Sea dan sedang memikirkan sesuatu yang akan membuat Sea jera bersekolah di sana.

"Besok dateng ke partynya Manda, Ga?" Melvin, salah satu cowok yang duduk menggerombol bersama lima teman lainnya itu membuat topik baru.

"Ya dateng lah, apa yang nggak buat Manda?" Veron mewakilkan jawaban Raga, cowok itu merangkul punggung Raga sambil berkata, "Iya, 'kan?"

"Eih udah mantan juga, dipepet teros. Awas baper, heran banget gue apa enaknya HTSan?" Jay ikut berkomentar.

Raga menurunkan rangkulan Veron. "Gue udah ngajak dia balikan, tapi ditolak lagi."

"Gila, ditolak 69 kali masih aja lo kejar. Kayak nggak ada cewek lain aja lo, Ga, Ga." Jay menggelengkan kepalanya, tidak bisa memaklumi sikap Raga yang masih bulol terhadap mantan.

"Bentar-bentar, jadi lo nganter jemput dia kea supir pribadi, nemenin dia belanja sama meni pedi seabad, ke salon, nemenin Keke, itu semua buat apa, Anjir?! Buang-buang waktu."

"Ya, kali aja pengen balikan." Raga meminum seteguk air putih di botol squidward.

"Balikan? 69 kali lo ditolak masih berharap, Ga?" Jay menepuk punggung bawah Raga. "Lo bego apa gimana sih?"

"Terus kenapa lagi coba? Manda selalu deketin gue, dia juga selalu minta gue temenin dia kemana-mana. Apa lagi kalau bukan karena pengen balikan?"

"Polos euing," Jay memakan kentang Dean yang sejak tadi diam saja. "Dia cuma manfaatin lo bego."

"Manda nggak kayak gitu!" sanggah Raga tidak terima.

"Lah, dibilangin juga. Dia tu nggak mau balikan sama lo, tapi nggak mau juga kalo lo diambil ma cewek lain. Makanya dia nempelin lo terus kayak lintah."

"Jaga ya omongan lo, manda bukan cewek kayak gitu." Melvin ikut membela.

Jay kembali mengambil kentang Dean, namun malah mendapat tamparan telak di punggung tangannya. "Beli lagi sana!"

"Duh angetin dikit dong, Yan. Hawanya dingin mulu kalo sama lo, perlu gue gosok pakai GPU?"

"Iya dah, gue nggak pernah liat Dean ngomong lebih dari 3 kata." Veron ikut menanggapi.

"Pernah," Oza memberitahu. "Waktu pidato pemilihan ketua osis."

"Bukan yang itu juga lah, Soleeeh!"

"Dean, lo ikut, 'kan?" tanya Melvin menatap cowok rapi di hadapannya.

"Hm," singkat Dean menghabiskan minumnya.

"Tiga kata, Yan. Tiga kata. Senyum juga jangan lupa, suram banget lo. Emangnya kenapa sih kalau ngomong lebih dari tiga kata? Lo bakalan bisulan gitu?"

"Ga lah, aneh!" timpal Dean seadanya.

Entah malas berbicara, atau apa. Tetapi, memang itulah yang terjadi. Dean tidak pernah mengeluarkan lebih dari tiga kata dalam kalimatnya, kecuali jika sedang berurusan dengan Sea.

Dean seolah menjadi seseorang yang berbeda jika di depan Sea, dia lebih banyak berbicara dan bertindak. Tidak sehening saat ia sedang bersama orang lain. Mungkin karena.. nyaman?

Jay diam-diam kembali mengambil kentang milik Dean. Cowok itu berkali-kali menepuk pundak Dean dan menunjuk sembarang arah untuk mengalihkan pandangan Dean demi mencuri sesuap kentang.

"Shit, kentang gue." Dean memekik tatkala menyadari kelakuan temannya yang satu ini.

"Punya lo enak, Yan."

"Makan tuh semua!" Dean memberikan semua kentangnya yang tersisa setengah piring.

BRUUK!

Sea terjatuh di depan pintu masuk kafetaria, Manda sempat terhuyung saat berebut ponsel milik Sea, namun ia berhasil selamat sehingga hanya Sea yang terjatuh.

Sea menekan dadanya yang semakin sesak, tubuhnya terasa lemas karena kekurangan oksigen. Susah payah ia bangkit sendiri, meski kunang kunang mulai menguasai matanya.

"Balikin hape gue!" Sea merebut ponselnya yang berada di tangan Manda. "Gue nggak mood berantem sama lo!"

Mendengar kegaduhan di ujung kafetaria membuat anak-anak Lavegas memusatkan perhatiannya menuju tempat Sea dan Manda berada.

"Manda tuh, Ga! Manda!" info Veron menepuk lengan Raga sambil menunjuk arah siswa-siswi berkerumun.

Raga bergegas mendekat. "Manda!" panggilnya.

"Awch," Manda tersungkur ke lantai akibat gerakannya sendiri, gadis itu memasang mimik termehek-mehek sambil memegang pergelangan tangannya yang Sea yakini baik-baik saja.

"Dasar Drama Queen!" gumam Sea pelan sambil terus menahan sesak yang menyerangnya.

"Manda, lo ngga apa?" Raga membantu Manda berdiri. "Mana yang sakit?"

"Dia dorong Manda, Aga. Manda salah apa sih? Sakit banget tangan Manda, kayaknya nggak bisa buat main biola."

"Lo!" gertak Raga menunjuk wajah Sea. "Lo emang pengganggu ya?! Nggak pernah berhenti cari masalah!"

"Hell, dia jatuh sendiri!" Sea mengambil napas yang sedikit tersengal. "Kenapa jadi gue yang dituduh--"

"Ikut gue!" Raga menarik tangan Sea secara kasar keluar dari kafetaria.

TBC.

Ada yang nunggu next?

Vote dulu jangan lupa, dan ramein kolom komentar ya biar update setiap hari. ♥

Ss bagian yang paling kamu suka, dan tag aku di instagram ya @devitnask

Share cerita ini ke temen-temen/ sosmed kalau kamu suka dan layak dibaca.

MASUK GC RAGASEA DI TELEGRAM KLIK LINK YANG ADA DI BIO

Continue Reading

You'll Also Like

1.2M 41.8K 27
Vano, mempunyai hobi membully murid baru bersama gank-nya. Kini target mereka adalah Galena, murid baru si gadis sederhana, cuek dan pemberontak. Da...
Aldara By forkywoody

Teen Fiction

7.9M 33.2K 3
[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] (Karakter, tempat dan insiden dalam cerita ini adalah fiksi) Hidup seorang remaja laki-laki yang menjabat sebagai Ketua Gale...
3.1M 338K 43
[ 🚫 SEBAGIAN CHAPTER PRIVATE! FOLLOW SEBELUM MEMBACA 🚫 ] MASIH LENGKAP DAN JANGAN BELI NOVEL BAJAKAN! SPIN OFF PROTECTOR & ARCHIGΓ“S. Sejak kelahir...
25.3M 1.6M 79
[ PLAGIATOR DILARANG MENDEKAT ] DON'T COPY MY STORY! [ Highest ranks : Beberapa kali #1 di Teen Fiction ] PROSES RE-PUBLISH SAMUDRA, si bad boy paket...