School: Magician [Tamat]

By Haruka_Hikaru

20.3K 4K 297

Sihir. Satu kata yang familiar di kalangan para penggemar rumor fantasia. Kata yang selalu dikaitkan dengan s... More

00 - Surat Undangan Beasiswa
01 - PPDB
02 - Upacara
03 - Penjelasan
04 - Thinker
05 - Aturan Seorang Magician
06 - Magician's World
07 - Magician's World
08 - Keanehan
09 - Kelas Sihir Pertama
10 - Libur Pertama
11 - Masalah
12 - Fakta
13 - Kenangan
14 - Empat Elemen
15 - Myth Sky
17 - Partner
18 - Kasta
19 - Terbongkar
20 - Amarah
21 - Meledak
22 - Serangan Tak Terduga
23 - Magic Survival
24 - Penjelasan
25 - MMA
26 - Seleksi
27 - Perkelahian Sengit
28 - Sepuluh Besar
29 - Kelompok
30 - The (Un)Best Couple
31 - Kembar
32 - Bertengkar
33 - Kabar
34 - Berseteru
35 - Terjebak
36 - Pengkhianat
37 - Kebingungan Pengamat
38 - Topeng yang Terlepas
39 - Firasat Buruk sang Legenda
40 - Kekuatan Ikatan Darah
41 - Dua Magician Muda
42 - Amukan Penuh Kasih Sayang
43 - Bunuh Diri
44 - Epilog
Pengumuman

16 - SMA Himekara

323 82 2
By Haruka_Hikaru

"Di sini, ada syarat mutlak untuk menjadi yang terbaik, yaitu berusaha dan beretika."

{Magician}

<ᗕ۝ᗒ>

Sejak dahulu, manusia selalu berkompetisi untuk menjadi yang terbaik. Keadaan itu menciptakan sistem peringkat yang aspek penilaiannya beragam, bergantung pada jenis peringkatnya.

Hal yang sama juga berlaku untuk sekolah. Semua sekola bersaing menjadi yang terbaik, tetapi hanya yang benar-benar layaklah yang akan menjadi peringkat teratasnya. Di jenjang SMA, ada 3 sekolah yang menempati posisi tiga terbaik selama puluhan tahun tanpa ada yang sanggup menggeser yaitu SMA Chase, SMA Himekara, dan SMA Venus.

Oke, kita mulai dari SMA Chase. Kita semua tentu sudah tahu sekolah seperti apa itu. Sekolah penuh anak-anak bertalenta yang mengelompokkan siswanya sesuai dengan kapasitas otak mereka. Dibandingkan dengan dua pesaingnya, jarak yang diciptakan SMA Chase sangatlah tinggi. Jika diibaratkan dengan angka, SMA Chase berada di angka 10, sementara dua SMA sisanya di angka tiga dan empat.

Selanjutnya ada SMA Himekara. Sebenarnya tidak banyak informasi terkait sekolah ini yang terekspos dunia luar selain sistemnya yang mengelompokkan siswa ke dalam empat jurusan sesuai kemampuan. Meski begitu, ada alasan tersendiri mengapa SMA Himekara menjadi sekolah terbaik kedua di negara kita.

Alasan yang pertama adalah, karena nilai rata-rata ujian sekolah ini yang sangat tinggi, nyaris menyamai SMA Chase. Meski tidak sanggup melampaui kesempurnaan nilai SMA Chase, selisih nilai rata-rata yang tipis itu berhasil mereka pertahankan tanpa sedikitpun mengalami penurunan. Semua itu tidak lepas dari peran jurusan Thinker yang selalu mati-matian belajar demi mempertahankan nilai.

Alasan lainnya dikarenakan prestasi nonakademik sekolah ini yang bisa dibilang tidak main-main. Di bidang olahraga, sudah jelas jurusan Atletico memberi sumbangan besar. Di bidang penelitian, ada jurusan Thinker yang lagi-lagi berperan. Di bidang teknologi, ada jurusan Player yang nyaris selalu pulang membawa kemenangan. Terakhir, di bidang kesenian, jurusan Magician sama sekali tidak pernah mengalami kekalahan.

Alasan terakhir, yang juga menjadi alasan terkuat, adalah karena etika, tata krama, dan kedisiplinan siswa-siswanya yang dianggap paling baik di antara ketiga sekolah. Untuk yang satu ini, kita mungkin sudah melihat beberapa contohnya dari kisah-kisah yang telah lalu. Bahasa yang digunakan di SMA Himekara sangatlah sopan, berbeda dengan dua SMA yang lain.

SMA Chase, sejak dulu memang sudah terkenal dengan anak-anak penuh ambisi yang kadang berusaha terlalu keras untuk bisa mencapai tujuan yang diinginkan. Tidak heran jika kepekaan mereka terhadap lingkungan serta jiwa sosial mereka sangat rendah.

SMA Venus sendiri, reputasinya dari awal memanglah sangat buruk. Sekolah ini dikenal sebagai tempat pembuangan siswa-siswa yang di drop out sekolah lain. Mereka adalah sekumpulan berandal berotak pintar yang hobi berbuat onar.

Nah, pertanyaannya sekarang adalah, mengapa kita membahas ini?

Jawabannya ada pada gadis yang kini tengah berdiri di depan gerbang area jurusan Magician, Yolanda. Ini hari pertamanya masuk sekolah, setelah seminggu penuh mengurus ijin cuti dan surah kepindahan. Kini, gadis bertempramen buruk itu tengah berdebat dengan seorang siswa jurusan Magician yang melarangnya masuk.

"Udah dibilang, gue murid baru. Ngeyel amat, sih!" kesal Yolanda.

Dia sudah lelah sekarang ini. Mati-matian anak itu menekan emosinya agar tidak kelepasan memakai sihir. Di saat yang sama, dia harus bisa meyakinkan siswa kelas tiga di hadapannya yang ternyata sangatlah keras kepala.

"Jika kau siswa, seharusnya kau memakai seragam. Jika kau siswa, seharusnya aku selaku penanggung jawab gerbang hari ini mendapat kabar tentangmu. Tanpa dua hal itu, sesuai peraturan yang ada, kau tidak bisa masuk," kekeh pemuda penjaga gerbang itu.

"Kalau gitu, coba lo tanya kepsek deh. Kemarin manager gue dah urus berkasnya," negosiasi gadis itu.

"Maaf, Ibu Margaretta saat ini sedang rapat di dinas pendidikan."

"Argh .... Intinya gue itu murid baru. Jadi biarin gue masuk."

"Membiarkan orang tidak jelas masuk ke area jurusan merupakan pelanggaran berat. Aku tidak ingin mendapat masalah. Jadi sebaiknya kau yang pergi," Tegas pemuda itu final.

"Ck, kepala batu. Minggir sekarang, sebelum gue bener-bener bunuh lo."

"Siswa dilarang melakukan tindak kekerasan di luar arena duel, jadi jangan harap aku akan meladeni gadis berwatak bebal sepertimu."

Ctas!

Alamak. Ini akan rumit. Gadis itu, Yolanda, lagi-lagi tidak bisa mengontrol emosinya. Kilat raksasa itu kembali muncul, meninggalkan retakan di antara keduanya. Pemuda di hadapannya tidak terlihat kaget, tapi Yolanda tidak peduli. Emosinya sudah berada di puncak, yang artinya dia tidak akan berhenti sebelum ada alasan yang kuat.

"He, kau seorang Magician rupanya. Mari kita lihat. Dalam radius 500 meter di sekeliling kita tidak ada non-Magician rupanya. Syukurlah, itu artinya masalah ini tid—,"

Bugh!
Zssst!

"Argh! Pukulan dengan tegangan tinggi? Boleh juga."

Zras!

"Argh! Pedang petir? Hei, ini kelewatan, kau akan menyesal."

Mulut pemuda itu bergumam. Perlahan, lukanya menutup sendiri, membuat Yolanda semakin murka. Belum juga Yolanda berhasil bergerak untuk menyerang, pemuda itu sdah terlebih dahulu mengangkat tangannya, kemudian menggenggamnya perlahan sambil menggumamkan password.

"Veegis Hysteria."

Sebuah bola api seukuran kepalan tangan orang dewasa melesat cepat, menghantam punggung Yolanda. Berhubung gadis itu terkejut, dirinya tidak sempat menghindar, sehingga terciptalah luka bakar cukup serius di sana.

"Ah, sial. Pak Direktur bakal marah kalau lihat nih luka," gerutunya.

Tangan Yolanda terulur ke depan, bersiap menyerang balik.

"Kre—,"

"Berhenti, ini perintah."

Sihir kedua remaja itu langsung lenyap tak bersisa. Dari arah gedung utama, Sarah muncul bersama ketiga kawan setianya. Raut wajahnya datar, matanya menyorot tajam.

"Jelaskan."

Tanpa ekspresi, tanpa nada. Meski begitu, ucapannya lebih dari cukup untuk menyiutkan nyali keduanya. Pemuda yang menjadi penjaga gerbang itu berusaha menjelaskan walau suaranya terdengar bergetar ketakutan.

"B-begini, Ketua. Gadis ini mengaku sebagai siswa baru dan memaksa untuk masuk. Saya sudah berusaha menjelaskan baik-baik, tapi gadis ini malah menyerang terlebih dahulu."

"Enak, aja! Gue udah bil—,"

"Kau Yolanda Gutenberg?"

"Iya."

Ah, kesalahpahaman ini akhirnya mencapai titik temu. Sarah geleng-geleng tak habis pikir. Bisa-bisanya ada miskomunikasi hingga menciptakan perkelahian?

"Apa kau sudah memeriksa kotak surat di pos gerbang?" tanya Sarah.

"Sebelum bertugas, saya sudah memeriksanya. Tidak ada surat apapun yang kau atau Bu Margaretta tinggalkan."

"Jam berapa kau memeriksanya?"

"Jam 5 pagi."

"Peeters, coba kau periksa kotak suratnya."

Reinnais pergi memeriksa kotak surat sesuai perintah Sarah. Benar saja, ada selembar kerta yang sepertinya baru dimasukkan beberapa waktu lalu.

"Ketua, ada surat."

"Tentang apa?"

"Siswi baru bernama Yolanda Gutenberg. Tidak memakai seragam karena stok seragam khusus Magician sedang kosong. Yolanda diijinkan masuk."

Pemuda yang bertugas itu terkejut bukan main. Tanpa disuruh, dia membungkuk pada Yolanda, meminta maaf.

"Maafkan aku. ini murni kelalaianku karena tidak memeriksa kotak suratnya lagi. Kau boleh hukum aku."

Yolanda memejamkan matanya sejenak. Setelah emosinya stabil, gadis itu baru menjawab, "Tak apa. Salahku juga yang kelepasan. Jadi, aku boleh masuk?"

"Tentu. Mari kuan—,"

"Biar kami yang urus," potong Skyle.

"Benar. Hari ini penjaga gerbangnya hanya satu, kan? Kau harus tetap di sini, Kak. Serahkan saja pada kami," imbuh Reinnais.

"Baiklah. Tolong, ya."

"Kami pergi dulu. Ayo."

1105 kata
12 Okt 2021

==============<⟨•⟩>==============

Continue Reading

You'll Also Like

8K 721 56
Bagaimana jika kalian masuk ke dalam dunia pararel dan terjebak dalam perang dengan Vampire dan Iblis? Semua hal yang tidak mungkin akan menjadi mun...
14.4K 1.5K 33
TELAH TERBIT || Part Masih Lengkap! -Terinspirasi dari kisah nyata penulis- *** Aku memang sedikit berbeda. Lalu mengapa? Bukankah aku juga manusia? ...
1.1M 106K 32
Kaylan Saputra anak polos berumur 12 tahun yang tidak mengerti arti kasih sayang. Anak yang selalu menerima perlakuan kasar dari orangtuanya. Ia sel...
354K 41.2K 43
SEQUEL 'THE VILLA'. Judul awal 'Her and The Devil'. Kisah mereka belum sepenuhnya selesai, masih banyak misteri yang belum terpecahkan. Kania dan t...