love me well

Od hip-po

3.8K 642 438

"Love me well or leave me alone, you decide." Seharusnya, dari awal kita berani mengambil keputusan setelah s... VĂ­ce

prologue
1 | you're gonna be my best friend, baby
2 | prince on a white horse
3 | the beginning
4 | nightmare
6 | challenge the devil
7 | not your fault
8 | we can't be friend
9 | bad news
10 | care less
11 | i wish i hated you
12 | stupid feelings
13 | intentions
14 | a change of heart
15 | you'd talk to her when we were together
16 | but you're still a traitor
17 | you'll never feel sorry for the way i hurt
18 | i just wanna know you better
19 | nobody gets me like you
20 | not fair
21 | am all alone
22 | everything has changed
23 | there's nothing you can't do
24 | city lights
25 | i gave into the fire
26 | step on up
27 | falling
28 | baby please dont go
29 | so close to being in love
30 | but in time our feelings will show
31 | problem
32 | too late
33 | we lost a lot of things in the fire
34 | by my side
35 | i dont wanna be okay without you
36 | call me friend but keep me closer
37 | this feeling's all we know
38 | i'm not the one meant for you
39 | i know i'd go back to you
40 | you and no one else
41 | one fine day
42 | it's not living if it's not with you
43 | stand by you
44 | mixed feelings
45 | there something you should know
46 | that's why i let you in
47 | i will never know if you love me
48 | if i ain't with you i don't wanna be
49 | you're hiding something from me
50 | almost is never enough
51 | that's why i love you
52 | i don't want you to go
53 | head in the clouds
54 | something beautiful died
55 | my soul it gets sicker
56 | i gotta let you go i must
57 | i guess this is where we say goodbye
58 | tryna find a way back home to you again
59 | destiny decried

5 | news that no one ever wants to hear

82 10 9
Od hip-po

Suara mobil berhenti di dekat lapangan membuat mereka berdua berbalik bersamaan, menatap Sagara yang turun dari mobil dengan kaos dan celana pendek rumahan selutut. Sementara Nesya dan Logan memakai jersey basket mereka yang kini sudah dibasahi oleh keringat.

"Sagara nggak ikut main?"

Sagara duduk di pinggir lapangan. "Nggak. Lo aja berdua."

"Kenapa?"

"Nggak pa-pa."

Nesya mendengus kesal lalu melanjutkan bermain bersama Logan. Logan yang sadar raut wajah Nesya berubah sejak kedatangan Sagara langsung berhenti dan mendatangi Sagara yang sedang duduk di pinggir lapangan.

"Ayo ikut main," ucap Logan pada Sagara.

"Males."

Logan menghela nafasnya kasar. Emosinya mulai naik ke ubun-ubun. "Nesya bela-belain nggak ikut makan malam sama keluarganya demi bisa main sama lo, Gar."

"Gue capek," jawab Sagara, "lo main aja berdua."

Logan menarik kasar baju Sagara hingga membuat Sagara bangkit dari duduknya. "Nesya maunya main sama lo! Dia daritadi nungguin lo!"

"Aw."

Ringgisan Nesya membuat mereka berdua mengalihkan pandangannya dan langsung menghampiri Nesya yang sudah jatuh terduduk di lapangan sembari memegangi kepalanya.

"Sakit," ringgisnya, "Sagara, sakit."

• • •

"Tumor otak."

Di hari ulang tahunnya yang ke-16 Nesya dihadiahi penyakit mematikan. Kini perempuan itu sedang menatap langit dengan tatapan kosong sembari meratapi hidupnya yang sepertinya akan berakhir sebentar lagi. Cita-citanya untuk menjadi Dokter itu sudah kandas sejak Dokter mengklaim bahwa penyakitnya adalah tumor otak. Kedua matanya bengkak dan tenggorokannya sakit karna tadi Nesya sempat menjerit tidak menerima penyakit ini akan singgah di tubuhnya.

Kalau hari ini CT Scannya sudah keluar, hari senin Nesya sudah bisa menjalani kemoterapi seperti yang Dokter sarankan padanya. Sagara dan Logan, Nesya suruh untuk pulang ke rumah masing-masing karna hari ini ia bisa ditemani oleh Bundanya.

Tapi kini Logan sedang berada di coffee shop, bekerja sebagai barista. Nesya mau hadiah sepatu yang harganya mahal itu, makanya Logan harus cari uang hari ini karna uang tabungannya belum cukup. Kalau uangnya belum cukup juga, nanti sore Logan bakalan kerja di bengkel lamanya. Di bengkel itu, Logan bisa meminta gaji di awal, jadi sepatu itu bisa Logan beli untuk Nesya.

Sama seperti Nesya kemarin, Logan dan Sagara juga ikut terkejut saat Dokter mengatakan bahwa Nesya mengalami tumor otak. Tadi pagi Logan sudah membujuk Nesya agar ia saja yang menemani perempuan itu di rumah sakit. Tapi Nesya malah menolak keras, Nesya bilang kalau Logan tak perlu khawatir.

"Gan, gantian."

Logan melirik jam dinding yang menunjukan pukul dua siang. Itu berarti sudah pergantian shift. "Tumben nggak telat."

"Kalo telat gue dimarahin lagi sama lo," jawabnya membuat Logan terkekeh, "gue denger lo minta gaji diawal? Mau beli sesuatu?"

Logan melepas celemek yang ia gunakan. "Iya. Cewek gue ulang tahun hari ini."

"Cewek yang mana?"

"Sialan lo!" Logan melempar celemeknya, "cewek gue cuma satu."

"Halah, satu juta iya!"

Logan tertawa kecil lalu mengambil barang-barangnya di belakang. "Kalo gitu gue pergi ya!"

"Ya, hati-hati lo!"

Logan melajukan motornya menuju bengkel. Tak ada waktu untuk istirahat dan makan. Kalau Logan menyempatkan diri untuk makan, bisa-bisa ia dicap tidak serius dengan penarikan gaji diawal.

Dan kini Logan sudah berada di bawah mobil, memperbaiki beberapa mesin yang harus ia perbaiki. Setelah ini Logan harus mengganti ban mobil dan memperbaiki dua mobil lainnya. Sepertinya Logan tak bisa memberikan sepatu itu pada Nesya sore ini. Menurut Logan, pekerjaannya selesai sekitar jam 8 malam. Dua jam sebelum bengkel tertutup.

"Sial," Logan mengumpat saat tangannya terluka akibat kecerobohannya sendiri. Darah menetes dari tangan Logan, membuat Logan buru-buru membasuh tangannya dan menutup luka itu dengan kain kasa agar darahnya tak mengalir lagi.

"Kenapa?" tanya salah satu teman bengkelnya, "kebeset? Robek?"

"Iya."

"Lo masih bisa kerjain sendiri? Mau gue bantu?"

Logan berdecak. "Gue bisa. Nggak usah sok bantuin, yang ada gaji gue hari ini nggak keluar gara-gara lo," kesal Logan membuat temannya tertawa.

Pukul 8 malam, Logan baru selesai bekerja dan menghadap ke atasannya tentang gaji diawal itu. Logan berhasil mendapatkannya dan kini laki-laki itu sedang berada di perjalanan menuju toko sepatu di salah satu Mall yang waktu itu mereka datangi. Logan memilih ukuran sepatu 38 untuk kaki Nesya yang mungil. Selain ukuran sepatu, Logan juga tau ukuran baju, makanan kesukaan, tempat yang ingin dikunjungi oleh Nesya, apa yang Nesya takutkan dan hewan yang Nesya sukai.

Mereka sudah berteman lebih dari dua tahun, wajar Logan mengetahui semua hal tentang Nesya. Entah memang wajar atau Logan memusatkan perhatiannya pada Nesya seorang.

Dengan senyum yang mengembang, Logan membawa kotak sepatu itu keluar dari toko. Untung saja Logan sudah menabung dari bulan lalu jikalau Nesya meminta sesuatu, Logan hanya perlu menambah sedikit atau bahkan bisa langsung membelinya. Di perjalanan menuju rumah sakit, hujan turun. Logan langsung menepikan motornya, menyembunyikan kotak sepatu itu dibalik jaketnya agar tidak terkena hujan.

Senyum masih tercetak di bibirnya hingga Logan membuka pintu kamar rawat Nesya, menatap dua orang itu sedang duduk berhadapan dengan kotak sepatu yang sama di tengah-tengah mereka. Senyum Logan langsung luntur.

"Lo ujan-ujanan?" itu pertanyaan yang Nesya lemparkan padanya.

Logan tak menjawab, ia berjalan mendekati brankar Nesya, menaruh kotak sepatu yang ia beli di samping kotak sepatu hadiah dari Sagara. "Selamat ulang tahun, Nesya."

Nesya tersenyum. "Kado kalian sama," Nesya menatap Logan, "gue lupa kalo gue udah minta kado ini sama Sagara. Tapi nggak pa-pa, bakalan tetap gue pake kok, dua-duanya."

Tak ada jawaban dari Logan membuat Nesya tak enak sendiri. "Err, Logan mau makan kue? Tadi Sagara bawain kue. Kuenya ada di kulkas, kalo mau—"

"Nggak usah."

"Kalo gitu makan—"

"Gue nggak laper," potong Logan membuat Nesya bungkam, "gue langsung pulang aja."

Sagara bangkit dari duduknya, mengambil jaketnya yang berada di sofa kamar rawat. "Lo di sini aja temenin Nesya. Gue mau pulang."

"Loh kenapa?" tanya Nesya tak terima, "kenapa Sagara mau pulang?"

"Gantian. Biar Logan yang jagain lo malam ini."

Nesya menghela nafasnya kasar. "Yaudah, hati-hati ya, Sagara."

Kepergian Sagara membuat kamar rawat Nesya jadi hening. Perempuan itu menatap Logan yang masih berdiri di posisinya sembari menatap ke arahnya.

"Jangan ditatap kayak gitu, gue takut," ucap Nesya, "bantuin taruh kotak ini di bawah."

Logan menghela nafasnya lalu mengambil dua kotak sepatu itu dan menaruhnya di bawah. Sebuket bunga yang ukurannya lumayan besar itu juga Logan singkirkan agar Nesya bisa berbaring dengan nyaman.

"Apa kata Dokter?"

"Bener tumor otak," jawab Nesya, "Bunda mau bawa ke Singapura, tapi gue nggak mau."

"Kenapa? Lo nggak mau sembuh?"

"Udah stadium 3 Gan, tumornya udah ganas. Waktu gue sisa sedikit sama kalian."

"Kenapa ngomong kayak gitu?" tanya Logan tidak suka, "lo bisa sembuh Nesya. Lo harus yakin kalau lo bisa sembuh."

"Gue nggak yakin," Nesya mengusap air matanya, "tumornya udah ganas, gue nggak bakalan bisa sembuh."

"Lo bisa! Lo pasti—"

"Logan," Nesya mengangkat pandangannya, menatap Logan dalam, " lo masih sayang kan sama gue?"

Hening sebentar. "Sayang," jawab Logan akhirnya.

"Lo pindah ya ke Merah putih? Jagain Sagara," ucap Nesya pelan, "kalau gue udah nggak ada, lo yang jagain Sagara buat gue ya?"

"Apa sih Sya!"

"Nanti urusan pindahan lo ke Merah Putih biar gue yang ngomong sama Ayah. Lo tinggal terima beres aja. Lo mau kan?"

Hening. Logan sama sekali tak mengerti dengan jalan pikirnya Nesya. Nesya tak mau menjalani pengobatan di Singapur sementara sekarang perempuan ini mati-matian memaksanya untuk menjaga Sagara. Dalam arti lain Nesya lebih mementingkan Sagara daripada kesehatannya sendiri.

"Pikirin diri lo sendiri, jangan pikirin orang lain."

Nesya meringgis mendengarnya. Kepalanya mulai sakit lagi tapi Nesya masih berusaha untuk meyakinkan Logan. "Jawab gue dulu. Kalau begini gue belum tenang Gan."

Tak ada jawaban dari Logan membuat Nesya menghela nafasnya gusar. "Logan jawab gue!"

"Oke," jawab Logan akhirnya, "asal lo janji mau ikutin semua kata Dokter. Jangan banyak protes, nggak boleh nolak."

"Iya gue janji," jawab Nesya, "lo juga janji sama gue kalau lo mau pindah ke Merah Putih buat jagain Sagara."

"Iya."

Kalau sudah begini, Nesya baru tenang. Setidaknya ada yang menjaga Sagara nanti jika nanti ia sudah tak ada. Nesya ikut seleksi masuk Merah Putih lewat jalur prestasinya. Juara dua lomba balet se-Ibukota. Tapi sertifikatnya sama sekali tidak membantu, nama Nesya tak muncul dalam pengumuman. Begitu juga Logan. Logan masuk lewat jalur tes, tapi Logan mengerjakan semua soal itu asal-asalan. Dan untungnya Nesya tak diterima di Merah Putih, jadi Logan dan Nesya bisa satu sekolah.

Memang tujuan Logan mendaftar di Merah Putih hanya ingin mengikuti Nesya. Ia ingin menjaga Nesya. Sementara Nesya ingin masuk ke Merah Putih, selain karna Merah Putih adalah sekolah terbagus pertama dan tak bisa disaingi, Nesya juga mengikuti Sagara dan ingin satu sekolah lagi bersama Sagara.

"Nesya."

Nesya berbalik, menatap Logan. "Kenapa?"

"Lo tau kalau gue sayang sama lo?" tanya Logan membuat Nesya bungkam, "tanpa embel-embel sahabat."

Mendengar itu, Nesya terdiam. Berarti selama ini instingnya benar ya? Logan benar-benar menyanyanginya tanpa embel-embel sahabat. Dari perhatian dan perlakuan Logan padanya saja sudah beda, makanya Nesya cepat sadar.

"Tau," jawab Nesya, "gue udah tau lo suka sama gue dari lama."

"Trus kenapa lo diem aja?"

Nesya tersenyum tipis. Walaupun ini akan menyakiti hati Logan, tapi mau tidak mau Nesya harus mengatakannya sekarang. Takut perasaan Logan tambah dalam padanya. "Kita ini sahabat Gan. Sahabat nggak boleh nyimpan perasaan satu sama lain."

"Emangnya Sagara bukan sahabat lo?" tanya Logan, "kalo Sagara sahabat lo, kenapa lo nyimpan perasaan buat dia?"

Duh, Nesya ketahuan. Ia kira Logan tak akan pernah tau tentang perasaannya pada Sagara. Jujur, awalnya memang Nesya tak ada niatan untuk suka sama Sagara lebih dari sekedar sahabat. Tapi semakin ke sini, Nesya ingin lebih. Nesya ingin Sagara menjadi miliknya. Bukan cuma sekadar sahabat saja.

"Logan—"

"Kenapa harus Sagara? Gue yang selalu nemenin lo 24 jam, tapi kenapa lo sukanya sama Sagara?" Logan mengepalkan kedua tangannya kuat, "emangnya apa yang Sagara punya dan gue nggak punya Sya? Gue kurang apa buat lo?"

Raut wajah Logan jelas-jelas menunjukan kesedihan dan amarah yang dipendam di sana. Logan benar-benar kecewa pada Nesya. Kalau sudah begini, Nesya harus segera menyelesaikannya sebelum menimbulkan masalah antara mereka bertiga nantinya. Apalagi Sagara, yang belum tau apa-apa.

"Perasaan itu nggak bisa dipaksa, Logan," Nesya menatap Logan dalam, "gue cinta sama Sagara."

PokraÄŤovat ve ÄŤtenĂ­

Mohlo by se ti lĂ­bit

161K 15.1K 26
Flavia suka semua hal yang dingin. Es krim, es batu, kutub utara, hujan, dan juga Zion. ABP series III ; -đť—­ ...
7M 295K 59
On Going Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan yang tak s...
7.6K 263 7
Kisah tentang pohon yang sendiri.
5.9M 331K 36
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...