Alcholyte Saga : Tujuh Astral...

By tutdhirata27

1K 504 2K

Rion Angel melakukan sebuah perjalanan untuk mencari keberadaan sang ayah yang tiba-tiba menghilang saat ter... More

✨Chapter Zero: Pembukaan
Chapter 1: Permulaan
Chapter 2: Memulai Perjalanan
Chapter 3: Sorelis Mansion
Chapter 4: Kuil Lunathea
Chapter 5: Abel Forsetti
Chapter 6: Identitas Rion Angel
Chapter 7: Kepingan Memori
Chapter 8: Wolfang Cross
Chapter 9: Serangan!
Chapter 10: Monster Mega Ragu Ragla
Chapter 11: Arcanar Asgar
Chapter 12: Astralis Air, Aqualung
Chapter 13: Estardia
Chapter 14: Cliff Estardia
Chapter 15: Lancester Grim
Chapter 16: Kota Mistis, Althena
Chapter 17: Kuil Achidia, Astralis Kegelapan
Chapter 18: Dark Emblem Vs Magis Langit
Chapter 19: Kehancuran Althena
Chapter 20: Organisasi Bayangan
Bab 22: Mencari Jalan Ke Vandescar
Bab 23: Altair Skyheart Vs Dhaindra Sorelis
Chapter 24: Kemampuan Lurecia
Chapter 25: Invasi Dimulai
Chapter 26: Arc'Angelus
Chapter 27: Terpisah!
Chapter 28: Lunar Meteora
Chapter 29 : Anubis Terra
Chapter 30 : Pandemonium
Chapter 31: Astralis Mekanik
32. Teknik Pembangkit Jiwa
Chapter 33 : Orion Dragonite

Chapter 21: Dunia Astralis

5 4 0
By tutdhirata27

Caira dan lainnya tiba di Althena dengan mengendarai Slyph. Tentara Estardia sudah berada di bekas kota tersebut melakukan penyisiran dan mencari penduduk yang masih selamat, meskipun sangat mustahil, karena kerusakan yang diakibatkan oleh kekuatan Omniuz begitu mengerikan. Tampak beberapa tenda telah dibangun jauh dari kota Althena.

Tanah Althena hangus dan berubah menjadi debu, dengan lubang besar menganga bagai terhantam sebuah meteor. Bahkan, dari radius beberapa kilometer, sengatan panas dari tanah terbakar masih terasa.

Caira menatap hamparan tanah tandus itu dengan kesedihan yang mendalam. Ia begitu mengutuk perbuatan Dhaindra dan organisasinya. Selain menghanguskan kota yang begitu indah, tak sedikit penduduk tak berdosa yang menjdi korban. Setitik cairan bening lolos dari matanya. Tiba-tiba beberapa penduduk yang mampu menyelamatkan diri karena tidak berada di kota saat itu, tergopoh menghampirinya dan bersujud sambil menangis.

"Bebaskan jiwa saudara kami, Nona Arcanar. Jangan biarkan mereka menjadi makhluk gelap yang akan mengganggu manusia," isak mereka.

Millia menyentuh lembut pundak gadis itu dan memberikan anggukan. Caira pun paham dan membalas dengan senyuman. Usai berbincang dengan para penduduk, Caira melangkah ke arah lahan tandus yang masih memerah. Perlahan, tubuh gadis itu diselimuti aura biru terang. Segel di tangan kanannya pun bersinar terang. Bersamaan dengan itu, sebuah lingkaran magis muncul dari bawah kaki Caira. Mengangkat tubuhnya ke udara tepat di mana lubang besar bekas Althena terbentuk. Sebuah bola air raksasa kemudian muncul dari lingkaran magis dan menjadi pijakan gadis itu.

"Apa yang ia lakukam?" bisik Rion pada Millia yang berada di sampingnya. Pemuda itu memperhatikan Caira dengan pandangan ingin tahu.

"Itu ritual pemurnian yang hanya bisa dilakukan Arcnar. Biasanya dilakukan di medan perang, untuk mengirim roh yang meninggal ke alam Esper, sehingga tidak menjadi monster," beber Millia tanpa mengalihkan pandangannya dari Caira.

"Selama perang, atau bencana, dia akan terus melakukan itu?" Giliran Lurecia yang mengajukam pertanyaan.

Millia hanya mengangguk. "Itu bagian dari tugas seorang Arcanar. Meski tidak terjadi peperangan, ia akan melakukannya untuk menjaga keseimbangan dunia."

Rion terdiam dan hanya menatap Caira yang masih berada di udara berkat bola air magis yang ia pijak.

Dengan tongkatnya, gadis itu melakukan gerakan, sambil memutar-mutar tongkatnya dengan ritme lambat  bak sebuah tarian. Membuat bola air itu perlahan menyebar menyelimuti lahan yang tandus. Caira menyentuhkan tongkatnya ke genangan air. Puluhan lingkaran sihir bermunculan yang membuat tanah Althena kembali ditumbuhii rerumputan, tunas pohon, dan bebungaan. Cahaya putih bagai kunang-kunang pun bermunculan dari dalam tanah.

"Roh penduduk Althena," bisil Millia menatap haru pemandangan di hadapannya.

"Itu roh para penduduk yang saat ini akan dikirim ke dunia Esper. Dunia para roh," jelas Millia pada Rion.

Rion dan Lurecia hanya bisa saling berpandangan. Sementara, prajurit Estardia tak bergerak. Mereka terkesima menyaksikan kekuatan sang Arcanar secara langsung. Usai melakukam ritual, Lucas dengan segera berlari ke arah Caira. Tubuh gadis itu menjejak rerumputan di bawahnya perlahan. Pemuda berambut hijau itu, tiba tepat waktu untuk menangkap tubuh Caira, sebelum gadis itu terjatuh tak sadarkan diri.

"Dia, hanya pingsan. Apakah ada tempat yang bisa digunakan?" tanyanya pada seorang prajurit terdekat.

Prajurit Estardia itu mengangguk, lalu menunjukkan jalan bagi Lucas dan yang lainnya.

"Siapa yang memimpin?" Cliff menanyai salah satu prajurit.

"Jenderal Amstrong, Pangeran."

***

Caira membuka matanya. Gadis itu keheranan, karena saat ini dirinya tengah berada di sebuah padang rumput yang luas dengan bebungaan yang bermekaran. Suara gemericik air tertangkap pendengarannya.

Gadis itu bangkit dari posisinya. Sejauh mata memandang, hanya hamparan padang rumput yang terlihat. Caira memutuskan mencari tahu di mana ia berada saat ini.

"Selamat datang, Master." Sebuah suara mengalihkan perhatian gadis itu.

"Sylph?" Caira tersenyum, saat melihat sosok Astralis Garuda itu berdiri di belakangnya dalam wujud manusianya.

"Selamat datang, di alam Astralis."

"Jadi, inikah yang kau maksud saat itu?" tanya Caira mengingat ucapan Sylph saat mereka berada di Althena.

Sylph mengangguk. Keduanya menyusuri padang rumput itu dan berhenti di sebuah danau yang cukup luas.

"Aqualung berada di sini, Master," ujar wanita bergaun hijau itu.

Air danau tiba-tiba bergejolak, kemudian sosok naga berwarna biru muncul ke permukaan. Selang beberapa saat naga tersebut diselimuti cahaya dan sosok Aqualung berwujud lelaki tampan dengan zirah biru pun muncul.

" Senang bisa melihatmu di sini, Master." Aqualung berlutut di hadapan Caira.

"Hanya kalian berdua?" Caira keheranan.

Sylph menggeleng kemudian menunjuk sebuah segel berwarna putih yang memisahkan daerah padang rumput kekuasaan Astralis Garuda tersebut.

"Ini segel es. Tempat ini masih terrkunci, karena Anda belum membangkitkan Astralis yang menguasai elemen es," papar Sylph.

"Bagaimana dengan segel itu?" tunjuk Caira pada segel hitam pekat yang membatasi danau kekuasaan Aqualung.

"Itu hutan kegelapan milik Achidia, Master." Kali ini Aqualing yang menjawab, "Setelah dibangkitkan, dia belum kembali ke dunia Astralis ini."

Caira teringat saat mereka berada di gunung Hiruelle. Ia berhasil membuka segel Achidia, tapi belum sempat menjalin kontrak dengan Astralis berwujud wanita  berpakaian gelap tersebut, karena tengah menghadapi salah satu anak buah Dhaindra, Lancester.

Caira memejamkan mata dan berkonsentrasi pada wujud Achidia. Tubuh gadis itu diselimuti aura kehitaman beberapa saat, kemudiam dari bayangannya keluar sesuatu yang berwujud ular hitam dengan mahkota di kepalanya. Baik Aqualung maupun Sylph terperangah melihat wujud Achidia yang memancarkan aura kegelapan yang begitu mengintimidasi, menunjukkan kekuatan Astralis tersebut memiliki tingkatan yang jauh di atas keduanya.

Sosok ular Achidia melingkarkan tubuh besarnya. Setelah auranya lenyap, sosok tersebut berubah menjadi wanita berpakaian gelap panjang dengan bola kristal hitam melayang di sampingnya.

"Anda memanggilku, Master?" Bahkan suaranya memberikan tekanan tersendiri. Intonasinya dingin dan tanpa ekspresi.

Caira mengangguk sekilas, lalu menjawab, "Maaf, sudah mengganggu istirahatmu. Aku hanya ingin melakukan kotrak magis, karena kita belum melakukannya."

Achidia memandang tajam ke arah gadis itu. Tanpa bicara, ia mengulurkan tangan kanannya yang disambut oleh Caira. Aura gelap mulai menyelimuti keduanya, hingga wujud Achidia berubah menjafi bola kristal hitam dengan ukiran rune merah di sekitarnya. Caira menyentuhnya pelan dan benda itu seketika memudar. Bersamaan dengan itu, segel hutan kegelapan pun terbuka dan memberi jalan masuk bagi gadis itu ke area selanjutnya.

"Dia sangat suka padamu, Master, hingga tak mau jauh-jauh," celetuk. Aqualung melihat titik hitam di kening gadis itu kembali.

"Setidaknya kita lega, ada yang melindungi Master, Aqualung." Sylph menimpali.

Ketiganya kini berada di sebuah tanah tandus dengan gunung api yang tak hentinya menyemburkan lahar. Sebuah segel berukuran besar tampak menghalangi jalan mereka. Aqualung seketika mundur begitu segel merah menyala itu berpendar.

" Ada apa denganmu?" Sylph keheranan.

"Raja Naga, Dragonite." Aqualung berujar dalam bisikan.

Caira menatap Astralis air itu keheranan. "Darimana kau tahu, Aqualung. Aku belum pernah memanggilnya selama pertarungan."

"Apa maksud Anda, Master?" jawabnya menatap ke arah gunung api di hadapan mereka.

"Aku memang sudah menjalin kontrak dengannya, tapi aku belum bisa meminjam kekuatannya seperti yang kulakukan pada kalian," jelas Caira.

Aqualung teringat pada pertemuannya dengan sosok berzirah hitam yang menghentikan serangannya ke arah Caira. Auranya, tekanan magisnya, semua terasa sama seperti aura di areal yang mereka pijak saat ini.

" Kau benar, Aqualung. Itu aku."

Ketiganya berbalik dan tampak begitu terkejut melihat sosok yang tiba-tiba berdiri di belakang mereka.

Bersambung

Continue Reading

You'll Also Like

1.6M 82.3K 41
(BELUM DI REVISI) Aline Putri Savira adalah seorang gadis biasa biasa saja, pecinta cogan dan maniak novel. Bagaimana jadi nya jika ia bertransmigra...
885K 76.6K 33
Ini adalah kisah seorang wanita karir yang hidup selalu serba kecukupan, Veranzha Angelidya. Vera sudah berumur 28 tahun dan belum menikah, Vera buk...
144K 13.4K 37
Teman SMA nya yang memiliki wangi feromon buah persik, Arion bertemu dengan Harris dan terus menggangunya hingga ia lulus SMA. Bertahun tahun tak ter...
650K 53.7K 56
|FOLLOW DULU SEBELUM BACA, TITIK!!| Transmigrasi jadi tokoh utama? Sering! Transmigrasi jadi tokoh jahat? Biasa! Transmigrasi jadi tokoh figuran? Bas...