Wajah Ara berubah merah merona, saking malunya Ara mengunci rumah pohon milik Dermaga dari dalam."Ra bukain!" teriak Dermaga dari luar.
Ara tak menjawab, baru kali ini Ara mencium seseorang bahkan itu bukan keluarganya. "Raa!" panggil Dermaga lagi.
Ara tetap tak menjawab, Ara duduk dibalik pintu menundukan wajahnya dikejar pahanya yang Ada dekap. Tak lama suara Dermaga tak lagi terdengar membuat Ara benar benar panik.
"Aga?" panggil Ara pelan.
"Apa?!" jawab Dermaga yang membuat Ara terkejut.
Tiba tiba sama wajah Dermaga tepat berada didepan wajah Ara, siapa juga yang tidak terkejut melihatnya. "Suruh buka pintu malah duduk santai disini!" dengus Dermaga.
"Kenapa nggak mau buka?" tanya Dermaga lagi.
Ara tak menjawab. Hanya diam memandang ke sembarang arah, "Kalau gue nanya itu dijawab jangan bengong aja Ra," ucap Dermaga.
"Ayo pulang," ajak Ara.
Dermaga mengeyitkan alis matanya, bingung dengan tingkah laku Ara. Kenapa dia tiba tiba mengajak pulang? "Masih siang Ra," Aga berusaha mencegah agar Ara tak pulang.
"Ara mau pulang Agaa," rengek Ara.
Apa boleh buat, dengan berat hati Dermaga mengantar Ara untuk pulang. Dermaga meraih tangan Ara yang mungil itu untuk segera berdiri.
Dengan wajah gundah, Dermaga berjalan seakan tak ada semangat semangatnya. "Ayo Agaa!" panggil Ara yang sudah jauh didepan.
"Masih jam tiga sore Ra, pulang nanti aja lah," bujuk Dermaga.
"Ara mau pulang Ga,"
"Hmm," dengus Dermaga mempercepat langkah kakinya.
Ara yang melihat hal itu merasa sedikit bersalah, Raut wajah Ara tak bisa berbohong. Tiba-tiba Ara menghentikan langkahnya yang tentu saja membuat Dermaga heran.
Dermaga membalikan badannya, "Ngapain berhenti Ra?" heran Dermaga.
Dermaga perlahan melangkahkan kakinya mendekat kearah Ara. "Kenapa lo berhenti? Katanya mau pulang?" tanya Dermaga.
"Aga marah sama Ara?"
Dermaga mengenyitkan keningnya. Bagaimana bisa gadis ini mengira dirinya marah. Dermaga tertawa kecil mendengar pertanyaan tersebut.
Dermaga mendekatkan wajahnya, dan memasang komuk aneh. "Liat kayak gini lo bilang marah?" tanya Dermaga.
"Serius Agaa!" dengus Ara.
"Kurang serius apa? Gue gak marah Ra," Terang Dermaga tertawa kecil.
"Ngapain juga gue marah?!"
"Ya udah kalau gitu," jawab singkat Ara.
Dermaga dibuat pusing dengan tingkah laku Ara kali ini. Dengan cepat Ara berjalan menuju motor Dermaga yang tak jauh dari rumah pohon itu. "Tungguin Ra!" teriak Aga.
"Yakin Ra mau pulang?" tanya Aga yang masih terengah engah.
Ara hanya menganggukan kepalanya, tanda dia setuju untuk pulang tetapi tiba - tiba saja suara gemuruh lumayan keras terdengar dari perut Ara.
"Lo laper Ra?" tanya Dermaga yang mendengar suara tersebut.
Ara menggaruk kepalanya yang tak gatal. Malu rasanya suara perut keroncongan ini terdengar oleh Dermaga. "Iya hehe," kekeh Ara.
"Ya udah naik, ayo kita makan dulu." ajak Dermaga.
Bukannya senang tetapi Ara malah menolak keras hal itu. Entah apa yang membuat Ara menolak ajakan Dermaga tersebut padahal resto yang Dermaga hendak tuju makanannya enak semua.
"Nggak Aga," kekeh Ara menolak.
"Ara nggak mau ke Resto itu lagi." ucap Ara.
"Terus kemana?!" dengus Dermaga.
"Memory Cafe aja," saran Ara.
Dermaga memutar bola matanya, terserah mau kemana makannya yang penting Ara tak mau pulang dulu. "Ya udah ayo!" Ajak Dermaga.
Sepanjang perjalanan Ara melebarkan senyumnya. Matanya terpejam senyum manisnya melebar rambut panjangnya tersapu angin yang cukup kencang.
Dermaga membelokan kaca spionnya. Senyumnya terukir tipis saat melihat Ara. Ternyata apa kata Niko dan Megan benar, Ara cantik.
Akhirnya perjalanan cukup panjang terbayar sudah. Ara turun dari motor dengan hati hati. "jangan loncat Ra," peringat Aga.
Dermaga melepas helm-nya dan segera masuk kedalam cafe. Kasian perut Ara sudah keroncongan dari tadi. "Mau pesen Apa Ra?" tanya Aga.
"Nasi goreng spesial satu," ucap Ara.
Dermaga melongo mendengar pesanan Ara tadi. Perjalanan sejauh ini, dan Ara hanya pesan Nasi goreng? "Yakin cuma nasi goreng?" tanya Aga.
"Aga apa?" tanya Ara.
"Gue sama kayak lo," pasrah Aga.
"Emang lo sering kesini Ra?" tanya Aga yang menunggu pesanannya tiba.
Ara mengangguk, senyuman manis itu terukir lagi diwajah Ara. "Iya gue sering kesini," ucap Ara yang masih tersenyum.
"Kata nyokap gue, disini tempat kesukaan gue dan kakak gue saat kecil. Tapi sayang Kakak gue udah meninggal, bahkan gue lupa mukanya seperti Apa" terang Ara.
Dermaga terkejut mendengar cerita Ara, ternyata gadis seceria dia kehidupannya tak seperti tingkah lakunya. "Emang nggak ada foto sama sekali Ra?" tanya Aga.
Ara hanya menggeleng, wajahnya tampak sedih. Tetapi sedihnya tiba-tiba sirna karena pesanan yang mereka pesan akhirnya datang.
Baru pertama kali ini Dermaga ke Cafe pesannya nasi goreng. Bukannya sombong tapi emang nggak terlalu suka aja, dan kali ini terpaksa karena ada Ara saja.
"Makan Aga, ini nasi goreng ter enak setelah masakan nyokap tau," ucap Ara.
"Iya gue makan,"
"Selamat makan Ara," senyum Aga manis.
Dermaga memasukan sesuap nasi itu kedalam mulutnya. Matanya terbelalak tak disangka rasa nasi goreng ini diatas ekspetasi Dermaga. "Enak banget Ra!" seru Dermaga.
Dia kira semua nasi goreng rasanya sama tetapi kali ini benar benar beda, "Sumpah ini enak Ra!" serunya lagi.
"Lo belum coba nasi goreng nyokap gue sih," ucap Ara.
"Seenak ini?" tanya Dermaga.
"Lebih! Jauh diatasnya!" seru Ara bangga.
•••
Kurang lebih setengah jam mereka menghabiskan makanannya. Ada satu tujuan Ara ke tempat ini selain makan. "Ayo ke atas!" ajak Ara.
"Ngapain?!"
"Ikut aja ayo!" seru Ara.
Dermaga hanya mengikuti apa yang diinginkan Ara kali ini, ngapain juga ke rooftop. Dermaga berdiri dan dengan cepat menyusul Ara yang sudah jauh meninggalkannya.
"Tungguin Ra,"
Ara berhenti karena teriakan Dermaga itu, sepertinya urat malunya sudah putus ditempat umum teriak teriak manggil nama Ara.
"Buruann!"
Dermaga berjalan lumayan cepat, dan melihat Aga sudah dekat Ar melanjutkan jalannya agar cepat sampai keatas.
"Gue gandeng biar nggak ninggalin!" seru Dermaga tiba tiba.
Pipi Ara kembali merona, tangan mungilnya kini ada digenggaman Dermaga. Tak seperti tadi pagi kali ini genggaman Dermaga halus.
"Makanya jangan ninggalin!" serunya lagi.
Ara menahan rasa malu sekarang, "Emang harus banget tangan Ara dipegang kayak gini ya?" goda Ara.
"Wajib! Biar nggak ilang!" jawab Aga.
"Emang Ara anak kecil?!" dengus Ara.
Tak lama akhirnya mereka sampai diRooftop yang mereka tuju. Sambutan tak menyenangkan datang dari petugas cafe.
"Maaf Rooftop bukan untuk pengunjung umum," jelasnya.
"Bukannya ini buat umum?" tanya Ara bingung.
Petugas itu menggeleng, dan dengan kasar mengusir mereka berdua dari sana, "Udah saya bilang ini bukan untuk pengunjung umum! Kurang jelas apa?" seru petugas itu.
Mendengar hal itu, Dermaga murka tak rela dirinya diperlakukan seperti ini, "Panggil atasan lo cepat!" suruh Dermaga.
"Buat apa?" tanya petugas itu.
"Lo tak perlu tau, panggil cepat!" murka Aga.
Tak lama setelah ditelepon petugas itu, pemilik cafe ini pun datang. Dengan raut wajah sinis, Dermaga memberikan uang ke pemilik cafe itu.
"Saya sewa rooftop ini satu jam, dan saya saranin petugas ini anda pecat karena sudah bertindak tak sepatutnya kepada pelanggan," Ucap Dermaga puas.
"Terimakasih untuk waktunya," tambah Aga menarik Ara untuk masuk ke dalam rooftop.
Ara merasa beruntung ada Dermaga disampingnya. Jika saja tidak mungkin dia sudah meninggalkan cafe ini dari tadi. "Makasih Aga!" ucap Ara.
"Nggak usah dipikirin," ucap manis Aga.
"Mau apa kita kesini?" tanya Dermaga.
Ara menggeleng dan melebarkan senyuman manisnya, "Nggak tau dulu gue kesini banyak orang jadi nggak bingung mau ngapain," jawab santai Ara.
"Emang gue bukan orang?" sindir Dermaga.
"Bukan gitu maksudnya!" dengus Dermaga.
Dermaga menggeleng kepalanya, entah apa yang ingin dia sama Ara ditempat ini. "Aga kenapa senja selalu indah?" tanya Ara tiba tiba.
"Mana gue tau,"
"Ish Agaa!" decak Ara.
Ara mendekat ke tepian rooftop yang sudah terpasang pagar disetiap tepinya. Ara memandang langit sore yang indah dengan tangan tersandar dipagar tersebut.
Tak mau ditinggal sendirian Dermaga akhirnya menyusul Kiara. "Lo suka senja Ra?" tanya Dermaga yang sudah ada disampingnya.
"Nggak gue sukanya Aga," ucap Ara percaya diri.
Mendengar perkataan itu Dermaga lantas menoleh ke wajah Ara yang dari tadi melihat senja yang menurut Ara indah itu.
"Kalau suka gue kenapa liatnya ke sana?" tanya Dermaga.
Dengan tersenyum manis Ara memberanikan diri untuk menatap Dermaga, Begitupun Aga dengan tatapan manisnya yang mengalahkan segalanya.
Entah kenapa tangan Dermaga seakan bergerak dengan sendirinya, dengan lembut Dermaga mengelus rambut Ara yang panjang itu.
Cup
Ciuman hangat mendarat di bibir lembut Ara, jantung Ara benar benar berdecak kencang. Tangan Ara tremor sekarang dan hanya bisa menggenggam erat rok yang Ara kenakan.
Sesuai dengan harapan Ara, ciuman pertamanya jatuh pada orang yang diinginkannya. Dengan senang hati Ara membalas ciuman hangat Dermaga tersebut.
Dermaga menatap Ara manis, kedua tangannya memegang kepala Ara kali ini dan sedikit membenahi rambut Ara yang rada berantakan karena tangannya sendiri.
"Ternyata tak butuh tiga hari buat gue jatuh cinta pada lo Ra," ucap Manis Dermaga.
"Jadi?" ucap Ara menggigit bibirnya
"Mau nggak lo jadi pacar gue?"
GILAK ARA!!
FRIST KISS ARA TUH
DERMAGA DITOLAK ATAU DITERIMA??
DINDA KALAU TAU GIMANA WEI??
NEXT GAK NIH?