STALKER - Beside Me [REVISI] ✔

By smileracle

104K 13.8K 13.3K

Bagaimana jika setiap aktivitasmu diawasi oleh seseorang yang tak dikenal? Hidup Ruwi menjadi lebih tidak ten... More

Prolog
1 - Arti Nama
2 - New Friends
3 - Seseorang yang Peduli
4 - xxxx is Calling
5 - What I Feel (1)
6 - What I Feel (2)
7 - Preman dan Bunga
8 - Sebuah Surat
9 - The Incident
10 - It's okay, But...
11 - Kecurigaan
12 - Benang Merah
13 - Hidden Person
14. Chandra's Side Story
15 - Serpihan
16 - Serpihan 2
17 - Lindungi Ruwi!
18 - Save Me!
19 - Rumah Sakit
20 - Pengakuan
21 - Maaf...
22 - Happy Ending?
23 - 1004
24 - Siapa Mr. R?
CAST
25 - Pria itu...
26 - Belum Usai
27 - Sebuah Janji
28 - Ketemu
29 - Dua Perisai
30 - Memori Masa Lalu
31 - It's Okay not to be Okay
32 - Kembali pada Kenyataan
33 - H-1
34 - D-Day
35 - His Face
36 - Kepingan Rahasia
37 - Serious Talk
38 - Stalker Baru
39 - Laporan Terakhir
40 - Ayah Idaman
41 - Face to Face
42.a - Hari Yang Dinantikan
42.b - Hari Yang Dinantikan
43 - Black Memories
44 - Fakta Lain
45 - Untitled
46 - Sebuah Keputusan
47 - Kalimat yang Membunuh
48 - Kabar Buruk
49 - An Apology
50 - Lembaran Baru
51.a - (Stalker) Beside Me
51.b - (Stalker) Beside Me
52 - R, Si Baik
53 - Love You Goodbye
54 - Untitled
55 - Love to Love
EPILOG
Special Part - Mr. R's Side Story

56 - One Fine Day

733 61 3
By smileracle

.

👣👣👣

"Kak R sengaja 'kan ninggalin aku semalam?!" Ruwi bertanya untuk kesekian kali. Ia masih berusaha mengejar langkah kaki Mr. R yang lumayan jauh darinya.

Sedari tadi lelaki itu berusaha menghindar dari Ruwi karena enggan memberikan jawaban. Ia menyesal, harusnya tadi ia meminta David saja untuk mengantar Ruwi ke kampus jika tahu kalau Ruwi akan protes tentang caranya kemarin malam. Memangnya apa yang salah? Mr. R hanya berusaha membantu menyatukan dua insan yang saling jatuh cinta meskipun dirinya bukan agen biro jodoh.

Setelah beberapa menit tertinggal di belakang, Ruwi akhirnya bisa menyeimbangkan langkah kakinya di samping Mr. R.

"Aku yakin Kak R pasti sengaja nyuruh Zaidan buat nemenin aku semalam. Kenapa?!" Ruwi terus menatap pria di sampingnya dengan harapan mendapat respon.

"Anggap aja itu bantuan dariku," jawab Mr. R singkat.

Pria itu kemudian menoleh sebentar. "Bukankah berkatku, kamu jadi punya waktu berduaan dengan Zaidan? Aku yakin kamu pasti senang karena bisa menghabiskan waktu bersama cowok yang kamu suka." Mr. R menyimpulkan, dan itu tepat sasaran.

Ruwi langsung terdiam. Benar, ia akui ia sangat senang bisa menghabiskan waktu bersama Zaidan semalam. Terlebih lagi Zaidan mengutarakan perasaannya saat naik bianglala. Atmosfer semalam membuat hati Ruwi berbunga-bunga sampai saat ini. Akan disebut munafik jika Ruwi menyangkal ucapan Mr. R.

"Iya... tapi--"

Mr. R langsung memotong dengan pertanyaan. "Gimana semalam? Apa kencannya berjalan lancar?"

"Berkat kak R ...," cicit Ruwi disertai senyum malu-malu.

"Jadi... kalian udah resmi pacaran?" tanya Mr. R yang membuat Ruwi semakin malu.

Diam selama beberapa detik, Ruwi akhirnya mengangguk pelan. Daun telinganya langsung memerah saat mengingat kembali momen manis yang dilakukan Zaidan semalam. Setelah turun dari wahana bianglala, cowok itu langsung mengajak Ruwi pacaran. Itu pertama kalinya Ruwi diajak pacaran oleh seseorang. Meski awalnya sempat ragu, Ruwi akhirnya setuju untuk memulai sebuah hubungan romantis dengan Zaidan. Tentu saja keputusan itu sudah ia pertimbangkan secara matang.

Mr. R sudah menduga hal semacam itu akan terjadi. Jika dua orang sudah saling mencintai, maka tahap selanjutnya adalah pacaran. Memang tidaklah salah, tapi entah kenapa sebuah ketakutan besar kembali menyergap pikiran Mr. R.

Perjalanan menuju fakultas Hukum terasa lebih panjang dari biasanya. Setelah Ruwi membenarkan bahwa ia telah resmi berpacaran dengan Zaidan, ekspresi Mr. R langsung berubah serius. Tentu saja Ruwi menyadari hal itu.

"Apa kak R gak setuju kalau aku pacaran dengan Zaidan?" Ruwi memberanikan diri bertanya.

"Bukannya gak setuju. Aku cuma meragukan keseriusan Zaidan. Aku takut dia bakalan menyakiti kamu suatu saat nanti," ungkap Mr. R jujur.

Ruwi menatap haru. Kepedulian Mr. R memang tak perlu diragukan lagi. Semenjak dirinya bersumpah akan menjaga dan melindungi Ruwi dengan baik, ia benar-benar melakukannya. Ia tak akan membiarkan siapapun menyakiti perempuan yang sudah dia anggap sebagai adiknya itu.

"Kak R tenang aja, aku bisa menjaga diri baik-baik. Aku juga gak mau orang lain menyakitiku," ucap Ruwi.

Mr. R tersenyum tipis. "Jangan terlalu mencintai Zaidan. Cintai dia setengah hati aja, kalau suatu saat nanti kalian putus, kamu gak akan terlalu sakit hati," ucapnya memberi nasehat.

Ruwi terkekeh menanggapinya.

👣👣👣

Memasuki ruang kelas, Ruwi menelan saliva pelan saat pandangannya langsung menangkap sosok Zaidan yang sudah duduk di bangku paling depan --dekat pintu masuk. Ruwi bergegas menuju deretan bangku belakang yang letaknya agak jauh dari tempat cowok itu. Alasannya, karena ia masih canggung saat berdekatan dengan cowok yang semalam telah resmi menjadi pacarnya itu.

Menghindari Zaidan ternyata tak semudah yang Ruwi bayangkan. Begitu melihat Ruwi berjalan ke belakang, cowok itu segera bangkit untuk mengikutinya.

"Kenapa menghindar?" tanya Zaidan begitu menempatkan diri di samping bangku Ruwi.

Ruwi jelas terlihat salah tingkah. "Kapan aku menghindar?" Ia mencoba membela diri.

"Barusan tadi itu apa? Biasanya lo duduk di baris depan, tapi setelah liat gue lo langsung milih duduk di belakang," jelas Zaidan.

Ruwi tak bisa menjawab. Otaknya lagi-lagi tidak bisa diajak kerja sama.

"Lo gak lupa 'kan kalau kita resmi pacaran?" tanya Zaidan to the point.

Bola mata Ruwi melotot sempurna ke arah Zaidan. Pandangannya kemudian beralih menatap sekeliling. Untung saja deret bangku di depannya masih kosong dan suasana kelas agak ramai, jadi tak ada seorang pun yang mendengar ucapan Zaidan tadi.

Ruwi langsung memberi kode kepada Zaidan untuk berbicara pelan saja.

"Kenapa? Biarin aja semua orang tahu kalau kita pac-- ehm!!!" Mulut Zaidan langsung dibungkam rapat oleh tangan kanan Ruwi.

"Zaidan, aku mohon, jangan dulu...." Ruwi meminta dengan lirih.

Bukannya merespon, Zaidan malah asik memandangi wajah Ruwi dari dekat. Melihat ekspresi Ruwi yang sangat ketakutan menjadi hiburan tersendiri bagi Zaidan di pagi yang cerah ini.

Setelah mendapat anggukan, Ruwi langsung melepas bekapannya. Ia menghela napas lega. Jika saja tadi ia terlambat menghentikan Zaidan, mungkin sekarang semua orang di kelas menjadi heboh. Ruwi sama sekali belum siap jika hubungannya dengan Zaidan terekspos ke publik.

"Udah sarapan?" tanya Zaidan membuka topik baru sembari menunggu dosen yang mengajar kelas pagi ini.

"Udah," jawab Ruwi sekenanya. Ia lebih memilih fokus pada buku daripada memperhatikan Zaidan yang notabene-nya sudah menjadi pacarnya sejak semalam.

Meski begitu, Zaidan konsisten memandangi wajah Ruwi dari samping. Tatapannya sudah menunjukkan betapa Zaidan begitu mencintai gadis itu. Tanpa perlu kata-kata lagi untuk menjelaskannya.

👣👣👣

Perjuangan Ruwi dalam menyembunyikan hubungannya dengan Zaidan rupanya tak berhenti begitu saja. Dasarnya Zaidan memang keras kepala, dia terus berada di belakang Ruwi kemana pun gadis itu melangkah. Tingkahnya yang seperti itu justru akan mengundang rasa penasaran orang-orang, termasuk Risti.

"Keknya ada yang aneh sama lo, deh, Zaid. Lo beneran sehat 'kan?" tanya Risti. Firasatnya begitu kuat untuk langsung menyadari keanehan pada diri Zaidan.

"Alhamdulillah sehat walafiat, gak tahu kalau besok," jawab Zaidan seraya tersenyum tidak jelas.

Dahi Risti masih mengerut sempurna. "Ya, kalau sehat, kenapa dari tadi lo ngikutin gue sama Ruwi? Lo 'kan punya teman sendiri, lebih baik lo nongkrong sono bareng teman-teman lo!" seru Risti dengan nada mengusir.

Zaidan mendesah kesal. "Satu hal yang perlu gue lurusin. Yang dari tadi ngikutin itu lo. Keberadaan lo itu cukup mengganggu. Jadi, lebih baik lo pergi. Tolong banget kasih kesempatan buat Ruwi untuk berduaan sama gue."

Ruwi yang kebetulan berdiri berdekatan dengan Zaidan langsung menyikut lengan cowok itu agar berhenti bicara. Disaat ia susah payah menyembunyikan status mereka agar tidak diketahui orang, Zaidan justru seenaknya saja bersikap kentara di hadapan Risti.

Di sisi lain, Risti masih dalam kondisi kebingungan. Ia memerlukan waktu selama beberapa detik untuk mencerna setiap kata yang diucapkan Zaidan.

"Gak pa-pa, biarin satu orang aja tahu soal hubungan kita," ucap Zaidan berusaha memberi pengertian pada Ruwi.

"WAIT!!!" Risti sedikit berteriak. "Gue garis bawahi dulu kata 'hubungan kita'. Maksudnya, hubungan lo sama Ruwi 'kan?"

Zaidan mengangguk mantap.

"Kalian pacaran?!" tanya Risti, hampir seperti sebuah tebakan yang tepat.

"Enggak, kok!" jawab Ruwi.

"Iya," jawab Zaidan yang tumpang tindih dengan jawaban Ruwi barusan.

"Jadi, yang benar yang mana? Pacaran atau enggak?" Risti kebingungan dengan dua jawaban itu.

"Iya."

"Enggak!"

"Kalau bohong dosa, loh~" ucap Risti mengingatkan, khusus untuk Ruwi yang mudah ditebak lewat ekpresinya. "Gue tanya sekali lagi, kalian beneran pacaran?"

Ruwi akhirnya mengangguk samar dengan wajah pasrah.

"Seriusan?!"

Mulut Risti menganga sempurna. Ia mengerti sekarang. Pantas saja gelagat Zaidan mencurigakan sejak tadi pagi. Risti sesekali menemukan Zaidan sedang asik senyum-senyum sendiri meski tak ada hal yang lucu di sekitar. Rupanya cowok itu sedang dimabuk cinta.

"Jangan ember, ya, lo! Awas kalau nyebarin berita ke orang lain!" kata Zaidan penuh penekanan.

"AMAN!" seru Risti sembari berpura-pura me-risleting mulutnya menggunakan tangan.

👣👣👣

Pulang dari kampus, Ruwi mampir sebentar di kafe Vun untuk menyerahkan surat pengunduran diri sebagai karyawan. Keputusan itu sudah ia pikirkan jauh-jauh hari, bahkan sebelum perkuliahan semester 2 dimulai.

Sebenarnya sangat menyenangkan bisa bekerja di sana. Ruwi berada di lingkungan kerja yang nyaman, memiliki bos dan rekan kerja yang peduli dengannya, dan tak lupa Ruwi bisa mendapatkan pengalaman nyata mengenai kerasnya dunia kerja. Meski begitu, Ruwi merasa berat jika kuliah sambil bekerja, jadi ia memutuskan untuk resign saja dan mengutamakan pendidikan.

Usai mengetuk pintu ruang kerja founder Vun Coffee Shop, Ruwi memutar kenop pintu dengan hati-hati. Dua pasang mata milik dua lelaki yang tengah berdiri di dekat jendela langsung menyambutnya.

"Oh, iya, lupa, ada satu orang lagi yang mau resign," ucap Bos--kakak ipar Vano.

Vano yang berdiri di sebelahnya nampak terkejut. "Ruwi juga mau resign?" tanyanya yang langsung mendapat anggukan dari Bos.

Ruwi berjalan mendekat dengan membawa secarik kertas pernyataan pengunduran dirinya. Kertas itu kemudian ia serahkan kepada Bos.

"Terima kasih Bos karena telah menerima saya sebagai karyawan di sini," ucap Ruwi.

Bos mengangguk pasrah. "Hadeuh, hari ini gue harus kehilangan satu barista berbakat dan satu waitress rajin seperti kalian. Tapi, mau gimana lagi, kalian harus mengutamakan pendidikan."

"Karena kalian resign-nya sebelum akhir bulan, jadi nanti gue transfer gajinya cuma setengah dari biasanya," lanjut pria yang memiliki brewok tipis itu.

"Transfer secepatnya, Bang. Gue butuh duit!" canda Vano.

"Gaji Anda saya kurangi karena tidak sopan sama Bos!" Bos membalas candaan itu.

Vano tertawa singkat, tidak memiliki mood untuk melanjutkan percakapan dengan kakak iparnya itu, ia memilih keluar ruangan bersama Ruwi.

Vano membuka pintu, mempersilakan Ruwi untuk keluar ruangan lebih dulu.

Berjalan di pelataran kafe, Vano nampak bingung ingin memulai percakapan. Atmosfer antara dirinya dengan Ruwi masih terasa canggung. Mungkin karena kejadian beberapa hari yang lalu saat Vano mengatakan kalau ia menyukai Ruwi, namun gadis itu justru meminta maaf karena tidak bisa membalas perasaannya. Meski kemarin mereka telah memutuskan untuk melupakan kejadian itu dan tetap menjalin pertemanan seperti biasa, tetap saja keduanya butuh waktu lama untuk benar-benar melupakan semua itu.

"Kenapa resign?" tanya Ruwi.

"Gue gak bisa bagi waktu antara kuliah dan kerja. Lo tau sendiri 'kan, gimana sibuknya anak Teknik kayak gue." Vano menghela napas samar.

Ruwi terdiam sejenak, ia menyadari perubahan pada gaya ucapan Vano. Cowok itu tidak lagi menggunakan aku-kamu, melainkan lo-gue. Entah itu pertanda baik atau buruk, tapi perubahan itu benar-benar membuat Ruwi merasa aneh karena dari dulu Vano selalu menggunakan aku-kamu dalam setiap percakapan.

"Teknik Kimia gak bisa dijadikan tempat bermain. Tiap hari ada tugas entah itu disuruh bikin esai, makalah, presentasi atau penelitian, pokoknya tugas selalu mengalir kayak air pipa rucika. Belum lagi harus ikut kelas praktikum dan kelas teori," imbuh Vano meluapkan bebannya mengenai perkuliahan.

"Iya, aku paham, kok. Mila juga sering sambat kalau jadi mahasiswa Teknik itu berat. Pokoknya kamu harus tetap semangat, gak boleh menyerah di tengah jalan."

Ucapan Ruwi itu sukses membuat Vano bersemangat lagi. "Asik~ disemangatin cewek cantik!" goda Vano sembari mengeluarkan smirk.

"Apaan, sih." Ruwi hanya bisa geleng-geleng.

"Kenapa lo juga berhenti? Apa tanggung jawab anak Hukum berat juga kayak anak Teknik?" tanya Vano kemudian.

"Ya, lumayan, tapi gak sekeras anak Teknik karena gak ada praktikum. Aku juga kesulitan bagi waktu kalau kuliah sambil kerja. Rasanya capek banget, habis kuliah langsung kerja sampai malam, jadi gak ada waktu buat belajar," kata Ruwi diselingi senyum tipis.

"Yaudah, berarti kita senasib. Ternyata kuliah sambil kerja gak segampang yang kita pikirkan." Vano menambahkan.

"Jadi, sekarang lo mau fokus kuliah aja?" tanya Vano kemudian.

"Rencananya aku mau lamar kerja jadi guru tutor murid SMP atau SMA. Gajinya lumayan buat nambah uang saku, jam kerjanya juga relatif singkat dan fleksibel. Jadi, sepulang mengajar aku bisa fokus belajar atau ngerjain tugas kuliah," ungkap Ruwi.

Vano berhenti sejenak untuk melihat penampilan Ruwi secara keseluruhan. "Dilihat sekilas, kayaknya lo tipe guru tutor yang galak sedep gimana gitu. Gue jadi kasihan sama murid lo nanti, mereka pasti gemetaran tiap diajarin sama lo," candanya dengan nada mengejek.

"Aku gak galak, ya!" seru Ruwi seraya memukul lengan Vano.

"Lah, ini buktinya! Marah-marah sambil mukul anak orang!" balas Vano sambil memegangi lengannya dengan berpura-pura kesakitan.

"Biarin! Kamu pantes dipukul!" Ruwi mengerucutkan bibirnya, lalu terkekeh setelah mendengar ucapannya sendiri.

Mereka akhirnya tiba di halte bus. Vano memilih duduk menemani Ruwi di sana sampai bus yang akan ditumpangi gadis itu datang. Meski harus menunggu lama karena bus selanjutnya dijadwalkan akan tiba dalam 15 menit lagi.

Sekarang jam yang ada di pergelangan tangan Vano sudah menunjuk pukul 15.45, padahal dirinya memiliki kelas praktikum yang akan dimulai dalam 30 menit ke depan. Meski begitu, Vano tak tega bila membiarkan Ruwi menunggu bus sendirian. Ia bukanlah cowok egois, sebaliknya ia lebih mementingkan orang lain daripada dirinya sendiri.

Walaupun Vano tahu yang dia lakukan itu tidak bisa membuat Ruwi jatuh cinta padanya, walaupun ia tahu bahwa itu akan berakhir sia-sia untuk dirinya, Vano tetap yakin pada keputusannya. Menyimpan separuh hatinya untuk Ruwi, dengan catatan tidak akan menuntut balasan.

Vano tersenyum samar. Dalam hati, ia memuji dirinya sendiri karena telah menjadi lelaki sejati.

15 menit berlalu, bus yang sedari tadi ditunggu-tunggu akhirnya datang.

Ruwi bangkit dari bangku halte. "Makasih, ya, udah nemenin aku nunggu bus. Padahal, aku bisa nunggu sendirian," ujarnya.

"Gak pa-pa, gue senang bisa nemenin lo di sini," jawab Vano dengan senyum lembut.

Selesai menunggu semua penumpang turun, Ruwi langsung melangkah memasuki transportasi umum itu. Ia memilih mendudukkan diri di dekat jendela karena sudah menjadi kebiasaannya ketika naik bus. Dari tempatnya, sudut mata Ruwi bisa menangkap sosok Vano yang masih menatapnya dengan lekat. Ruwi sedikit menoleh, kedua sudut bibirnya terangkat begitu bertemu pandang dengan Vano.

"Jangan lupa chat gue kalau udah nyampe kos," kata Vano sedikit keras, bersaing dengan deru kendaraan besar di depannya.

Ruwi memberikan isyarat setuju menggunakan tangannya. Begitu merasakan bus akan segera berjalan, gadis itu langsung melambaikan tangan ke arah Vano.

"Jangan melambaikan tangan, gue gak suka perpisahan," gumam Vano, kemudian diakhiri dengan senyum kecil.

.
.
.
.
.

Zaidan adalah jalan ninjaku.
Sebenarnya pengen bgt jodohin Ruwi sama Mr. R (dan byk juga readers yg berharap Ruwi sama Mr. R aja) tapi kalo kek gitu nanti jadi panjang ceritanya wkwk. Ini udah 50+ part, kalo bahas percintaan Ruwi dan Mr. R bakalan lebih panjang lagi dan bertele-tele.

Meski "STALKER BESIDE ME" bukan berarti stalker harus menjadi pacar. STALKER di sini berfokus menjaga Ruwi dari samping, bukan dari belakang lagi.

Oke, mungkin sebagian readers bakal sdkt kecewa krn Ruwi harus sama Zaidan. Tp mnrtku Zaidan juga cocok kok. Selama cerita, dia juga berperan penting, dia juga jd support system Ruwi dan selalu bantuin Ruwi. Jd, aku harap kamu jgn terlalu kecewa mwehehehe.

Pemanis

RUWI


.
.
.

Love,
Arama 🐾

Continue Reading

You'll Also Like

280K 10.3K 37
OPEN PRE-ORDER!! Tersedia di Shopee @farashabooks10 Kuy cek diskon menariknya. Jangan sampai ketinggalan kebahagian bersama Eca dan Fatah ya♥️ [Spir...
15.6K 462 7
kisah cinta seorang ikhwan yang hampir tak ingin lagi mengenal wanita akibat patah hati dimasalalu dan memilih untuk masuk ke penjara suci smntara...
366K 45K 64
Highest Rank #1-kelainan [11-02-2021] #1-psikiater [05-03-2021] #1-gangguanjiwa [15-05-2021] #1-jiwa [16-05-2021] #1-dendam[21-05-2021] #1-pembunuh[2...
13.2K 975 47
Seorang lelaki yang menyembunyikan masalahnya dari sang kekasih hingga dia meninggal dan tiba tiba datang adiknya untuk memperbaiki semua masalahnya...