Melodi Dua Dimensi [ON GOING]

By DestianaRika

5.3K 1.1K 1.1K

Ketika asa mulai terasa berjarak, dia datang dan melukiskan harapan yang tak pernah terpikirkan oleh Melodi s... More

Prelude
#01 - Dua Dimensi
#03 - Blue Melodies
#04 - The Handkerchief
#05 - Sweet Scale
#06 - Black Notes
#07 - Paradox
#08 - In the Middle of the Rain
#09 - D-Day
#10 - The Color Journey
#11 - Contradiction
#12 - Strings Duo
A/N
#13 - Pandora Box
#14 - Little Conversation
#15 - Invitation

#02 - Tempo

450 118 98
By DestianaRika

Alunan musik instrumental menggema pelan dalam ruangan berkonsep minimalis dengan nuansa putih dan coklat. Beberapa kali denting lonceng terdengar ketika orang-orang datang silih berganti hanya untuk mendapatkan secangkir kopi atau segelas smoothie coklat seperti yang telah Melodi pesan. Semburat senja mulai terlihat. Melodi semakin sering melihat waktu dalam layar ponselnya ketika Feli masih saja berceloteh tentang apa yang telah menarik fokus gadis itu dalam tiga hari terakhir. Melodi memang masih mendengarkan, tetapi irama jantungnya bedetak semakin cepat hingga tanpa sadar membuat genggaman ponsel di tangan kanannya semakin mengerat.

"... Gianni Schicchi, ayah Lauretta, tidak merestui hubungan putrinya dengan Rinuccio karena ia dan putrinya telah dihina oleh Zita, bibi Rinuccio sekaligus saudara Buoso Donati. Zita mencemooh Schicchi atas ide gila dari Rinuccio agar Schicchi mau membantu kerabat Donati untuk mendapatkan kembali kekayaan Donati yang seharusnya diwariskan kepada pihak gereja. Schicchi murka karena tidak terima terhadap hinaan tersebut dan mencoba memisahkan Lauretta dengan Rinuccio. Melihat ayahnya marah, Lauretta pun mulai memohon kepada ayahnya dengan menyanyikan aria* O Mio Babbino Caro ..."

Melodi menarik napas dalam, mencoba untuk menenangkan dirinya meski ia tahu waktu terus saja berjalan. Ada jadwal kursus piano mendadak yang harus ia hadiri setelah ini, tetapi bukan itu yang membuat dirinya cemas berlebih. Ingin rasanya Melodi menghentikan sesi konsultasi yang ia tawarkan kepada Feli terkait evaluasi bulanan vokal klasik yang gadis itu ikuti. Namun melihat antusiasme Feli untuk berdiskusi dengan dirinya, mungkin sedikit terlambat untuk tiba di tempat kursus bukanlah sesuatu yang harus dipermasalahkan.

"It doesn't make sense ...." Feli memulai diskusinya setelah sinopsis opera Gianni Sichicchi telah selesai ia ceritakan kepada Melodi. "Ini semua cuma tentang warisan. Lauretta mohon-mohon sampai bikin ancaman ke sang papa buat bunuh diri ke Sungai Arno cuma biar bisa nikah sama Rinuccio??? Sinting."

Melodi mendadak tersedak smoothie coklatnya ketika mendengar kata terakhir yang Feli ucapkan. "Well, bukannya orang kalau lagi jatuh cinta emang begitu? Kadang, orang emang bisa jadi irasional kalau udah bahas masalah cinta."

Feli hanya mengangguk pelan. "Emang bener sih, gue bisa memaklumi tindakan Lauretta yang sampai se-desperate itu buat minta restu sama sang papa. Tapi ..." Feli menjeda sesaat, terlihat sedikit bingung dengan apa yang akan ia utarakan setelahnya. "... kalau dikaitkan dengan keseluruhan cerita, bukannya tindakan sang papa yang mempertahankan harga diri karena menolak untuk menyamar jadi Donati itu adalah tindakan yang benar? Lagu O Mio Babbino Caro jadi terdengar kayak sebuah bentuk egosentrisme dan keserakahan Lauretta buat dapetin restu sang papa."

"Bener juga ...." Melodi membenarkan pendapat Feli. "Terus, kira-kira buat resital besok, lo bakal bawain lagu ini kayak gimana?"

"Nah itu dia, gue beneran bingung, sumpah," jawab Feli sambil menghela napas lelah. "Di pertengahan cerita, Schicci beneran bantu Rinuccio dan kerabat Donati buat bikin wasiat palsu karena pihak gereja belum tahu tentang kabar kematian Donati. Tapi akhirnya, Schicchi malah merebut hak milik rumah Donati dan seluruh kerabat Donati didepak dari sana. Wajar aja sih kalau Zita awalnya menolak keras ide Rinuccio buat minta bantuan Schicchi."

"Because we can't trust anyone, especially a stranger?"

"Exactly! Lauretta dan Rinuccio emang bisa nikah dan hidup bahagia, tapi pada akhirnya Schicchi harus dikirim ke neraka karena telah menyamar jadi Donati cuma biar bisa lihat anaknya nikah sama Rinuccio. Menurut gue, lagu O Mio Babbino Caro jadi punya makna ganda sekarang."

Bukannya menanggapi pernyataan Feli, Melodi malah terkekeh pelan tanpa sebab. Ini memang bukan pertama kalinya Feli melihat Melodi seperti itu, tetapi tetap saja Feli merasa heran dengan perubahan tingkah Melodi yang tiba-tiba.

"Cerita ini tuh lucu nggak sih? Terlepas dari opera Gianni Sichcchi yang emang terisnpirasi dari Divine Comedy*, logika alur cerita ini agak lucu menurut gue."

"Maksudnya?" tanya Feli heran.

"Menurut lo, kenapa Rinuccio dan Lauretta bisa bertindak sejauh itu?"

Feli berpikir sesaat. "Karena mereka emang saling jatuh cinta?"

Melodi menggeleng seketika. "No no no. You missed the important part."

"Terus karena apa kalau gitu?"

"Karena ketamakan Zita, lah! Apa lagi? Bukannya dia yang bikin syarat ke Rinuccio kalau Rinuccio boleh nikah sama Lauretta asalkan dia dapet bagian warisan? Tapi karena ternyata Donati bikin surat wasiat buat nyerahin seluruh harta warisannya ke gereja, Zita melarang keras Rinuccio buat nikah sama Lauretta. Sebagai salah satu saudara Donati, masuk akal banget kalau Zita dan saudara Donati yang lain pengen menguasai harta warisan Donati."

Feli masih saja bingung. "So ... what's the conclusion?"

Melodi menjawab pertanyaan Feli setelah ia menghabiskan sisa smoothie coklatnya yang tinggal setengah. "Semua yang dilakukan Rinuccio, Lauretta, Schicchi, atau bahkan Zita sekalipun adalah benar menurut sudut pandang mereka masing-masing. Rinuccio yang mengusahakan biar warisan Donati nggak diserahkan seluruhnya untuk pihak gereja, Lauretta yang mohon-mohon ke sang papa sampai rela bunuh diri biar bisa nikah sama Rinuccio, Schicchi yang rela menyamar jadi Donati biar bisa liat anaknya nikah sama Rinuccio meski akhirnya ia harus masuk neraka, atau bahkan Zita yang awalnya melarang keras ide gila Rinuccio karena dia nggak percaya Schicchi dan akhirnya itu terbukti benar."

"And then?"

Melodi kembali menatap Feli sambil meneruskan perkataannya, "Menurut gue, lo nggak perlu sampai sejauh itu mendalami makna asli dari cerita Gianni Schicchi biar bisa menginterpretasikan lagu O Mio Babbino Caro dengan baik. Lo cukup tahu aja, kalau dari sudut pandang Lauretta, dia memang secinta itu sama Rinuccio sampai rela terjun ke Sungai Arno. Sisanya, itu tergantung sudut pandang lo, karena menurut gue nggak ada yang salah tentang hal itu. Selama lo bisa ngerti lagu itu harus lo bawa kemana sesuai dengan sudut pandang lo, gue rasa pendengar bakal ngerti makna lagu yang lo nyanyiin sesuai dengan interpretasi lo di atas panggung."

Melodi membiarkan Feli yang masih mencoba memahami pendapat yang baru saja ia berikan. Hari sudah benar-benar menggelap, dan waktu yang tertera pada layar ponselnya menunjukkan bahwa ia harus segera bergegas pergi dari sana. Pesan yang masuk sesaat setelahnya semakin membuat Melodi didera gugup seketika.

From: Ms. Stella
When will you arrive, Melodi? The online course will be started in an hour. I think you have to know that your mom will also join to see your last preparation.

Melodi segera merapikan barang-barangnya untuk bersiap pergi. Feli yang melihat gestur terburu-buru Melodi lantas bertanya, "Lo mau cabut sekarang?"

Melodi mengangguk sambil menghela napas pelan. "Ada online course mendadak buat preparation kompetisi besok Sabtu."

"Ah, that's Chopin Competition?"

"Iya. Lo bakal datang kan buat nonton gue?"

"Of course, as usual. But, Mel ...."

Melihat Feli yang terlihat ragu sambil menggigit bibir dalamnya membuat Melodi menghentikan aktivitasnya untuk sesaat. "Kenapa? Ada sesuatu yang mau lo diskusiin lagi sama gue?"

Feli menjawab dengan terbata, "Ehm, well, sebenarnya ...."

Belum selesai Feli menjawab, denting lonceng pintu yang terdengar enah kenapa mendistraksi fokus keduanya secara tiba-tiba. Ada satu sosok familier di antara ketiga pemuda yang baru saja masuk ke dalam cafe. Arkais, pemuda yang Melodi ketahui sedang dekat dengan Feli akhir-akhir ini lantas menghampiri meja yang Melodi tempati diikuti dua pemuda lain yang tidak cukup familier bagi Melodi. Melihat gelagat aneh Feli, Melodi tidak dapat lagi membendung rasa penasarannya.

"Who are they?"

🌻🌻🌻

"See? Semua anak musik lagi sibuk buat persiapan UTS."

Revan yang kelelahan setelah berkeliling Departemen Seni Pertunjukan langsung mendudukkan diri di samping Arka yang sedang fokus pada layar laptopnya. Satya yang sedari tadi menemani Revan langsung merebahkan diri pada kursi panjang yang ada di dalam ruang sekretariat HIMA Departemen Seni Rupa. Arka yang melihat kedatangan tiba-tiba dari kedua sahabatnya itu hanya menggeleng pelan sambil memasang earphone pada telinganya.

Hanya ada beberapa anak HIMA yang sedang berada di sekretariat untuk mengerjakan laporan atau berdiskusi sesuatu yang penting sore itu. Namun, tidak dengan kehadiran Revan dan Satya. Mereka hanyalah sahabat Arka yang sering menumpang di sekretariat untuk mengganggu Arka—yang notabene adalah mantan kahim periode sebelumnya—atau menjadikan ruangan tersebut tempat pelarian ketika bosan. Dan apabila hal tersebut terjadi, mendengarkan musik dengan volume yang telah dinaikkan adalah pilihan yang tepat ketika Revan dan Satya sudah mulai menaikkan tendensius mereka.

"Lo dari kapan hari udah gue suruh buat cari pengiring, kan? Kenapa malah lo tunda-tunda, sih?! Sebagian dari mereka bahkan bilang setuju buat jadi pengiring lo kalau lo nggak mendadak minta ke mereka."

"Gue baru setuju dengan kesepakatan yang lo bikin dua hari yang lalu, Sat! Lo bahkan tahu sendiri kemarin gue sama Arka juga muter-muter di jurusan musik sambil sksd* dengan nggak tahu malu!"

"Usaha lo kurang kuat, Van!"

"Gue juga udah berusaha! Lagian kan gue udah kasih tahu kalau bakal sulit buat cari pengiring di masa-masa UTS kayak gini."

Satya mengerucutkan bibir, lantas mengubah posisi tidurnya menjadi menyamping. "Arka, lo beneran nggak mau bantu kita?"

Arka sebenarnya tahu kalau ekspresi yang sedang ditampakkan Satya tersebut hanya untuk mendistraksi fokusnya dari laporan yang harus segera ia selesaikan. Pemuda itu memilih abai. Apa pun yang sedang Satya minta sekarang benar-benar tidak akan ia kabulkan. Tidak, tidak akan.

"Udahlah. Daripada buang-buang waktu, mending pakai konsep speed painting aja. Beneran cuma tinggal semingguan doang ini buat persiapannya," celetuk Revan yang merasa telah kehilangan minat terhadap apa pun karena merasa lelah luar biasa hari ini.

Satya masih saja bersikukuh terhadap keinginannya. "Nggak nggak nggak. Masih ada satu orang yang belum kita tanyai."

Revan memutar kedua bola matanya. "Ya elah. Emang siapa sih yang lo maksud? Perasaan semua anak musik udah kita samperin deh, dari yang masih maba sampai yang udah ilang-ilangan."

Satya bangkit dari posisi tidurnya, lantas menghampiri Arka dan langsung menutup layar laptop yang sedang digunakan Arka.

"ANJIR! Lo kalau emosi jangan lampiasin ke gue, lah!"

"Lo dari tadi nggak dengerin gue, nyet!"

"Tapi nggak dengan rusakin laptop gue, sat!"

"Makanya buat kali iniii aja, please bantuin kita—"

"Gue nggak ikut-ikutan, ya!" Revan menyela seketika. "Dari awal kan gue emang nggak mau nampilin konsep live painting yang lo buat!"

"Tapi ini kesempatan langka, Van! Sayang banget kalau lo—"

"Gue dari awal emang nggak mau, ya, Sat! Faktanya emang sulit banget buat cari pengiring—"

"STOP STOP STOP!!! Sadar diri please kita lagi ada dimana. Jangan ribut!" Arka pusing luar biasa. Pemuda itu lantas mengeluarkan ponselnya dan mengetikkan sesuatu di sana.

Revan dan Satya sama-sama menggerutu. Anak-anak lain yang ada di sekretariat hanya menggelengkan kepala, sudah terlalu hafal dengan tabiat mereka berdua. Notifikasi yang muncul pada layar ponsel Arka sesaat kemudian adalah batas toleransi untuk perdebatan tanpa ujung dari kedua sahabatnya itu.

"Lo-fi Cafe. Sekarang."

"Maksudnya?" tanya Satya bigung.

"Orang yang lo maksud tadi sahabatnya Feli, kan?" Arka menghela napas lelah, lantas kembali berusaha menerangkan situasi yang ada dengan intonasi yang lebih tenang. "Feli sama sahabatnya lagi di Lo-fi Cafe sekarang. Kalau lo beneran mau ketemu dia, then it's your last chance because she is really busy."

"Eh, serius? Berarti kita bisa ketemu dia sekarang?"

Arka mengangguk. "Tapi kayak yang gue bilang sebelumnya, jangan menaruh ekspektasi apa pun. Kalau pun pada akhirnya sahabat Feli juga nggak mau buat jadi pengiring, jangan dipaksa. Respect her decision."

"Berapa persen kira-kira dia bakal mau jadi pengiring?" tanya Revan menimpali. Pasalnya, Revan benar-benar berharap agar dia—entah siapa pun itu yang dimaksud Arka dan Satya—tidak akan benar-benar mau menerima permintaan tolong mereka untuk menjadi pengiring Revan di acara Festival Seni Nasional nanti. Demi apa pun, Revan benar-benar enggan untuk menampilkan abstract expressionism painting. Terlalu melelahkan dan butuh persiapan lebih ekstra daripada hanya sekadar menampilkan speed painting.

Lantas, jawaban yang diberikan Arka setelahnya membuat Revan didera perasaan lega untuk sesaat. "Twenty percent? I'm not sure. Feli bilang dia bener-bener sibuk sama jadwal latihan pianonya. Jarang banget dia bisa dimintai tolong buat jadi pengiring, bahkan sama Feli sekalipun."

Revan berusaha menyembunyikan senyum merekahnya agar tidak terlihat jumawa. Sepertinya, usahanya untuk mempertahankan konsep yang ia mau akan dikabulkan semesta tanpa harus berusaha terlalu keras.

Satya yang mendengar pernyataan Arka hanya bisa menghela napas lelah. "Oke deh. Sekalipun kayaknya bakal mustahil, let's try to ask her first."

Maka di sinilah mereka sekarang, duduk berhadapan di meja panjang cafe setelah Arka menyelesaikan urusan laporan perkuliahannya dan Feli mengizinkan mereka untuk datang. Revan yang duduk tepat di hadapan sahabat Feli seketika merasakan atmosfer tidak nyaman. Melodi—gadis yang baru Revan ketahui namanya setelah sesi perkenalan singkat mereka—seolah menatap dirinya dan kedua sahabatnya dengan tatapan tidak suka, meski tersirat dan hanya beberapa saat sebelum tergantikan oleh senyum—yang entah kenapa tidak terlihat hangat di mata Revan.

"Ten minutes. You guys only have ten minutes to explain about what you coming for because I have another schedule in less than an hour."

Dingin. Banget.

Terlalu strightforward. Revan bahkan bisa menangkap gestur terkejut dari Satya dan Arka meski hanya beberapa detik.

Melodi yang tidak kunjung mendapatkan tanggapan lantas mencoba untuk mengamati masing-masing ekpsresi dari ketiga pemuda yang di hadapannya. Merasa apa yang baru saja ia katakan terdengar kurang nyaman, Melodi buru-buru melanjutkan perkataannya.

"Sorry, kalau gue terdengar lancang sebelumnya. Tapi, gue beneran sedang dikejar waktu sekarang." Melodi menghela napas pelan. Dengan intonasi yang lebih rendah, Melodi kembali berujar, "Can you explain to me in the simpliest words? Salah satu dari kalian, Kak Arka, Kak Revan, atau Kak Satya?"

Satya langsung mengambil alih pembicaraan mereka. "Sebelumnya, gue sama teman-teman gue juga minta maaf karena mendadak ke sini buat nemuin lo."

Melodi hanya mengangguk saja. "And then?"

Satya kembali melanjutkan, "Jadi, kita ke sini mau minta bantuan lo buat jadi pengiring temen gue dalam acara Festival Seni Nasional minggu depan. Di salah satu sesi live art, rencananya Revan bakal nampilin live painting performance. Kira-kira, lo tahu tentang live painting performance?"

Revan dapat menangkap sekilas salah satu sudut bibir Melodi tertarik untuk sesaat. Gadis itu tidak menjawab apa-apa. Hanya dengan begitu saja sepertinya Revan sudah tahu hasil akhir dari percakapan mereka.

Tanpa menghiraukan keterdiaman Melodi, Satya meneruskan perkataannya dengan semangat yang menggebu. "Jadi, live painting performance pada dasarnya adalah gabungan antara seni lukis dan seni pertunjukan yang mana nantinya proses dari seni lukis tersebut ditampilkan secara langsung dengan bentuk pertunjukan tertentu. Bahasa simple-nya sih seni pertunjukan dengan media lukis. Maka dari itu, kita butuh pengiring yang bisa ngiringin secara langsung. Live painting performance akan jauh lebih menarik kalau diiringi pakai live music."

"Ah, I see ...."

Satya mengangguk. "Jadi gimana, lo mau nggak buat jadi pengiring temen gue?"

"Yang bakal perform nanti Kak Revan?" tanya Melodi sambil mengarahkan pandangannya ke arah Revan.

"That's right," jawab Revan singkat.

Ada jeda sesaat sebelum Melodi kembali memberi tanggapan. Melodi terlihat menimang-nimang dalam diam, meski Revan tahu Melodi melakukan hal tersebut hanya sebagai formalitas saja.

"Hm, interesting. But I'm so sorry, kayaknya gue nggak bisa memenuhi permintaan Kak Revan, Kak Satya, dan Kak Arka buat jadi pengiring di acara itu. Sekali lagi maaf ya."

As expected, prediksi Revan kali ini benar-benar tepat. Revan harus berusaha mati-matian untuk menutupi euforia yang kini memenuhi benaknya. Tidak ada pengiring otomatis tidak akan ada yang namanya abstract expressionism painting seperti kesepakatan yang telah Satya buat. Untuk kali ini, Satya benar-benar kalah telak.

Satya tidak dapat menutupi kekecewaannya. "Oh, begitu. Kalau boleh tahu, kira-kira kenapa lo nggak bisa?"

Arka yang dapat merasakan perubahan suasana di antara mereka langsung menegur Satya dalam bisikan. "Satya, enough. Lo inget kan kesepakatan kita tadi?"

Melodi hanya tertawa pelan mendengar pertanyaan Satya. Gadis itu menjawab dengan lugas sebelum memisahkan diri dari mereka untuk segera pergi ke tempat kursus.

"Because I don't have much time. I think, it's all clear, right?"

|
|
|
|
|
|
|

🟤

🔵

🌻🌻🌻

Keterangan:

1. Aria: nyanyian tunggal (kadang-kadang juga permainan musik) yang sendu dan dibawakan dengan penuh perasaan, diiringi alat musik seperti opera atau oratoria.

2. Divine Comedy (Komedi Ilahi): puisi naratif karya Dante Alighieri. Puisi ini melukiskan perjalanan Dante melintasi Neraka, Purgatorium, dan Firdaus atau Surga. Namun pada suatu tingkatan yang lebih dalam, puisi ini secara alegoris mempresentasikan perjalanan jiwa menuju Allah.

3. sksd: sok kenal sok dekat.

🌻🌻🌻

-tbc

Semarang, 1 September 2021

Continue Reading

You'll Also Like

285K 1.8K 11
WARNING 18+ !! Kenzya Adristy Princessa seorang putri terakhir dari keluarga M&J group yang diasingkan karena kecerobohannya. Ia hanya di beri satu...
450K 16.5K 30
[KAWASAN BUCIN TINGKAT TINGGI šŸš«] "Lo cuma milik gue." Reagan Kanziro Adler seorang ketua dari komplotan geng besar yang menjunjung tinggi kekuasaan...
3.7M 77.1K 49
"Kamu milikku tapi aku tidak ingin ada status terikat diantara kita berdua." Argio _______ Berawal dari menawarkan dirinya pada seorang pria kaya ray...
24K 4.5K 21
Edisi BeckFreen...