Ex Boss! My Husband [ On Goin...

By anggihao

445K 22.4K 666

Teresha Putri Pradana & Aksara Putra Pranaja❤️ #1 in ex [18/6/2021] #1 in work [4/6/2021] #15 in chicklit [17... More

part 1
part 2
part 3
part 4
part 5
part 6
part 7
part 8
part 9
part 10
part 11
part 12
part 13
part 14
part 15
part 16
part 17
part 18
Part 19
part 20
part 21
part 22
part 23
part 24
part 26
part 27
part 28
part 29
Part 30
part 31
Part 32
Part 33
Part 34
Part 35
part 36
part 37
part 38
part 39
part 40
part 41
info

part 25

9.2K 514 14
By anggihao

Happy reading 📖

Happy Satnight All 🤍

Jangan lupa vote and coment 🤍

Jangan lupa juga share cerita ini ke teman kalian biar pada ikutan baca 😃

Eitss, jangan lupa juga mampir ke Instagram aku @anggiresnew

°°°

Pagi ini Tere sudah siap untuk ke kantor. Namun mengingat perkataan Aksa yang akan menjemputnya, ia mengurungkan niat untuk pergi ke basemant dan memilih menunggu Aksa di depan lobby. Bukan ge'er atau apa, hanya saja jika nanti Aksa tidak datang untuk menjemputnya ia bisa langsung berangkat sendiri.

Sudah lama ia menunggu, namun sepertinya Aksa tidak akan datang. Lagi pula ia tidak terlalu berharap mengingat mungkin saja Aksa mempunyai urusan lain yang lebih penting, namun tetap saja hatinya merasa sedikit kecewa.

Bodoh! Harusnya Tere sudah bisa menebak, jika perkataan Aksa semalam yang katanya ingin menjemputnya hanya omong kosong belaka.

Akhirnya dengan perasaan sedikit kecewa, Tere melangkah kakinya menuju basemant dan mengendarai honda jazz-nya untuk berangkat ke kantor.

"Gara-gara pak Aksa nyebelin, gue jadi kena macet kan!" Tere menggerutu saat dirinya terkena macet. Belum cukup'kah dengan Aksa yang membohonginya itu dan sekarang kena macet pula.

Huh! Untung saja macetnya tidak berkepanjangan.

Sekarang Tere sudah sampai di lobby kantor. Sudah banyak orang yang datang mengingat sebentar lagi jam masuk kantor akan dimulai. Lantas, dengan segera ia melangkah-kan kakinya menuju lift bergabung dengan orang-orang yang juga akan naik ke lantai atas.

Ting

Tere melangkahkan kakinya keluar saat lift sudah berada di lantai 23.

"Ter. Baru nyampe?" Tanya seseorang saat Tere hendak melewati divisi keuangan.

"Iya nih, kenapa Nis?" Tanya Tere pada Nisa.

"Tolong kasih ini ke pak Aksa ya," pinta Nisa sambil memberikan sebuah map. "Laporan bulan ini yang belum di cek sama pak Aksa," lanjutnya kemudian melenggang masuk ke ruangan.

"Makasih Tere cantik," teriak Nisa saat sudah masuk, namun ia masih bisa melihat keberadaan Tere yang masih berdiri diluar ruangan.

Tere hanya geleng-geleng melihat tingkah temannya yang satu itu. Yah! Meskipun sekarang ia sudah tidak pernah ikut nongkrong dengan anak Divisi Keuangan. Namun, komunikasi dengan mereka tetap lancar jaya.

Belum sempat ia membuka handle pintu, ia melirik meja sekertaris yang ternyata masih kosong. Dengan cuek, Tere melangkah masuk tanpa memikirkan dimana keberadaan Ana.

Namun saat memasuki ruangan Aksa untuk melaporkan jadwal laki-laki itu. Tere juga tidak menemukan keberadaannya. Apa mereka berdua---Aksa dan Ana pergi bersama? Pikirnya. Kemudian, setelah meletakkan laporan yang tadi dititipkan Nisa padanya. Tere bergegas keluar untuk kembali ke tempatnya.

Baru saja membuka handle pintu, ia melihat Aksa yang tengah membantu Ana duduk---dengan wajahnya yang terlihat sedikit pucat.

"Seharusnya hari ini kamu izin saja." Aksa mengucapkan itu pada Ana yang sudah duduk di tempatnya. Ia belum menyadari kehadiran Tere. Sedangkan Ana, ia tahu Tere ada didepan pintu Aksa yang tengah melihat kearah mereka berdua, lantas dengan sengaja ia sedikit mengeraskan suaranya agar Tere mendengar apa yang ia katakan, "Aku udah gapapa kok, tadi kan udah kamu anter ke rumah sakit juga." Ucap  Ana menggunakan bahasa informal.

Deg

Apa ini alasan kenapa Aksa tidak menjemputnya tadi pagi? Sial, kenapa Tere mendadak merasakan kecewa.

Tere melangkahkan kakinya melewati Aksa dan Ana, tanpa berniat menyapa mereka berdua. Cuih! Mana sudi Tere melakukan itu.

Brakk

Tere menutup pintu dengan sedikit kencang sehingga menghasilkan bunyi nyaring.

Aksa yang mendengar itu sedikit tersentak, sedangkan Ana tersenyum smirik melihat kepergian Tere dengan wajah kesalnya.

Aksa langsung melangkah masuk dan meninggalkan Ana sendirian.

Keruangan saya sekarang.

Setelah mengatakan itu lewat intercom yang terhubung dengan Tere. Aksa mulai menyalakan komputer dan melihat data-data yang sudah dikirim lewat e-mail untuk ia periksa.

Sedangkan disisi lain, Tere sengaja tidak langsung beranjak saat mendengar panggilan Aksa. Ia malah dengan sengaja pergi ke toilet. Terserah jika nanti Aksa akan memarahinya. Ia nanti akan pura-pura tidak tahu kalau Aksa tadi memanggilnya karena tadi ia sedang pergi ke toilet.

"Lo, liat kan tadi pak Aksa berangkat bareng Ana."

"Mana tadi pak Aksa keliatan perhatian gitu ke Ana,"

"Nggak aneh sih kalau mereka ada something. Secara, selama ini nggak ada perempuan yang deket sama pak Aksa kecuali si Ana,"

Begitulah obrolan orang-orang di toilet pagi ini. Dan sialnya, lagi-lagi Tere harus mendengar itu semua. Oh! Ayolah, kenapa harus seheboh itu hanya karena Aksa berangkat bersama Ana. Oh atau mungkin juga, jika tadi Aksa jadi menjemputnya. Apa mereka semua akan seheboh ini?

Setelah mencuci tangannya, Tere bergegas keluar dari toilet.

Tere berlalu begitu saja saat melintasi meja Ana. Ia lebih memilih masuk ke ruangannya. Ah! Jangan harap ia akan masuk ke ruangan Aksa. Sepertinya hari ini jika bisa ia tidak ingin melihat wajah Aks——

Cklek

Tere mengalihkan perhatiannya dari layar komputer saat tiba-tiba ada yang membuka pintu ruangannya.

Di sana ia melihat Aksa berdiri dengan wajah---ahh, sudahlah ia tidak mau mendeskripsikan-nya.

Aksa mendekat ke arah Tere namun tidak berniat untuk duduk. Ia mencondongkan sedikit tubuhnya. Sehingga sekarang jaraknya dengan Tere hanya terhalang sebuah meja.

"Kamu tidak dengar tadi saya bilang apa?"

"Memang bapak bilang apa?" Tanya Tere, namun matanya sudah kembali fokus pada layar komputer didepan-nya.

Aksa merasa diabaikan.

"Jelas-jelas tadi saya manggil kamu untuk datang ke ruangan saya." Aksa menyorot mata Tere tajam. Namun Tere tak peduli, ia masih tidak menatap Aksa.

"Mungkin tadi saya lagi di toilet saat bapak memanggil saya," Tere mengatakan itu sambil mengetikan sesuatu di keyboard komputernya.

Aksa menghela napas. Ia bukan orang bodoh yang tidak bisa melihat tingkah Tere yang pagi ini sedikit berbeda. Ah! Apa karena ia tidak jadi menjemput Tere, makanya perempuan itu mengabaikan dirinya?

"Kamu marah? karena saya tidak jadi menjemput kamu?" tanya Aksa yang kini sudah berpindah tempat berdiri tepat disamping Tere.

Tere mendongak agar bisa melihat lawan bicaranya itu, ia menghembuskan napas pelan, berusaha menghilangkan perasaan kecewa yang menerpa hatinya, "Emang saya punya hak apa untuk marah sama bapak?" Ucapnya santai. Seolah, perihal Aksa yang tidak menjemputnya tadi pagi bukan perkara yang harus ia permasalahan-kan. Namun sialnya, hatinya berkata lain!

"Tadi pagi Ana tiba-tiba merasa pusing, terus dia hubungi saya karena ingin ikut berangkat ke kantor sekalian. Jadi saya—"

"Jam 10.00 wib nanti ada pertemuan dengan manager kantor cabang yang ada di Bandung, Kemudian jam 12.00 wib, Makan siang bersama Pak Pranaja di Restoran Western food. Kemudia—"

"Kamu sengaja mengalihkan pembicaraan saya?"

"Jam kantor sudah dimulai sejak 30 menit yang lalu. Jadi, sebaiknya bapak tidak membicarakan hal yang diluar masalah kantor. Apalagi masalah bapak, saya tidak ingin mendengar apapun." Tere tidak tahu kenapa dirinya berbicara seperti itu. Yang jelas, ia tidak ingin mendengar apapun tentang apa yang terjadi antara Aksa dan Ana.

Aksa yang mendengar itu hanya menghela nafas pelan. Apa yang dikatakan Tere memang benar. Lagi pula untuk apa ia menjelaskan semuanya pada perempuan itu. Ia lebih memilih kembali ke ruangannya tanpa merespons ucapan Tere.

°°°

Saat jam makan siang tiba. Aksa memasuki ruangan Tere. Ia melihat perempuan itu baru saja ingin beranjak dari tempatnya.

Tere melihat dengan bingung kedatangan Aksa. Untuk apa boss-nya itu datang kesini, bukannya harusnya makan siang bersama Pak Pranaja.

"Kamu sudah mau makan siang?" Tanya Aksa. Kemudian mendekat ke arah Tere.

"Iya, kenapa?" Tanya Tere datar. Astaga! Ternyata Tere masih belum bisa bersikap biasa saja setelah apa yang tadi pagi terjadi padanya.

"Makan siang sama sa--" ucapan Aksa terhenti. Saat tiba-tiba Tere memotong perkataannya, "Maaf Pak, tapi saya sudah ada janji makan siang dengan Mas Satya." Entah kenapa Tere harus berbohong soal itu. Padahal ia tidak ada janji dengan siapapun. Hanya saja ia ingin Aksa merasakan apa yang dirasakan-nya tadi pagi.

"Saya nggak tahu salah saya dimana. Kalau memang kejadian tadi pagi membuat kamu kecewa, saya minta maaf Teresha. Tolong, jangan seperti ini." Ucap Aksa putus asa. Ia tidak tahu jika kejadian tadi pagi akan membuat sikap Tere berubah terhadap-nya.

"Bapak nggak salah dan nggak perlu meminta maaf," setelah mengucapkan itu Tere berlalu ingin pergi. Namun, langkahnya terhenti saat sebuah tangan mencekal pergelangan tangannya kemudian membawanya kedalam sebuah pelukan hangat.

Tere diam terpaku dalam pelukan Aksa. Ia sudah berusaha untuk melepaskan pelukan tersebut namun lagi-lagi tenaga-nya tidak sebanding dengan Aksa. Laki-laki itu terlalu erat memeluk Tere seperti tidak ingin melepaskan perempuan itu dari dekapannya.

"Tolong dengarkan penjelasan saya," ujar Aksa sambil mengelus helaian rambut Tere. Kali ini, Tere mengangguk. Ia setuju untuk mendengarkan penjelasan Aksa.

"Lepas dulu tapi," pintanya pada Aksa. Ah! Nada bicaranya sudah kembali seperti semula.

Pelukan itu berubah menjadi rengkuhan, sehingga Aksa dapat melihat wajah cantik Tere,"Nggak, nanti kamu malah kabur." Aksa malah dengan sengaja semakin merengkuh Tere dengan lebih erat.

"Lepas dong pak," pinta Tere sekali lagi. Namun, bukan Aksa namanya jika dengan mudah mengikuti apa mau Tere.

"Posisi seperti ini lebih pas untuk saya menjelaskan semuanya sama kamu," ucap Aksa. Kemudian, "Tadi pagi Ana tiba-tiba menghubungi saya, dia minta saya untuk mengantarkan-nya ke dokter. Lalu, saya tidak tega jika harus menolaknya. Maka-nya tadi pagi saya tidak jadi untuk mejemput kamu," jelas Aksa tanpa ada yang terlewat.

Tere tertawa mendengar penjelasan Aksa.

"Kenapa kamu ketawa? Ada yang lucu?" Tanya Aksa.

Tere mengangguk, "Penjelasan bapak tadi seperti seorang kekasih yang sedang meluruskan kesalahpahaman. Padahal dari awal saya tidak ingin mendengar itu," jelasnya pada Aksa.

"Saya kira kamu cemburu."

Lagi-lagi Tere tertawa mendengar perkataan Aksa, astaga! Aksa itu tadi pagi sarapan apa? Kenapa bisa-bisanya berpikir bahwa Tere cemburu.

"In your dream, pak."

Aksa memasang wajah tak percaya mendengar jawaban Tere. Jadi, untuk apa ia dari pagi sampai siang berusaha untuk meluruskan semuanya. Padahal perempuan itu sama sekali tidak cemburu-- seperti apa yang dipikirkan-nya.

"Terus, kenapa sikap kamu seperti itu tadi pagi?" Tanya Aksa penasaran. Jika memang bukan cemburu masalahnya. Lantas hal apa yang membuat Tere bersikap aneh tadi pagi.

"Saya nggak suka aja, sama laki-laki yang nggak bisa nepatin omongannya." Alibi Tere. Padahal ia saja tidak tahu kenapa harus bersikap seperti itu tadi pagi.

"Saya'kan tadi udah bila-----"

"Iya. Saya juga nggak budek kali, pak."

"Dan ini," tunjuk Tere pada tangan Aksa yang masih betah bertengger di pinggangnya. "Tolong di lepas," lanjutnya.

"Saya akan lepas. Kalau kamu mau makan siang sama saya."

"Tapi makanan saya, bapak yang bayarin'kan?" Tanya Tere memastikan.

Aksa dengan segera mengangguk dan melepaskan rengkuhan-nya pada Tere. Takut-takut nanti Tere berubah pikiran. Karena seingatnya tad-----

"Kamu tidak jadi pergi dengan Satya?"

Tere menggeleng. Kemudian segera keluar meninggalkan Aksa. Ia takut boss-nya itu akan sadar kalau ia sudah membohongi---

"Tereshaaaa,"panggil Aksa yang mampu di dengar Tere. Kemudian Aksa ikut keluar untuk menyusul Tere. Astaga! Kenapa Tere berani sekali membohonginya.

Perempuan itu tidak tahu saja. Sejak tadi Aksa sudah menahan agar amarah-nya tidak keluar setelah mendengar Tere sudah membuat janji makan siang dengan Satya.

Ahh!!! Sepertinya yang cemburu disini bukan Tere melainkan Aksara putra Pranaja. Si bossy yang selalu saja ingin menang dan tidak mau dibantah.

Tapi tidak ada yang tahu jika Tere pun merasakan sedikit rasa cembur---lebih tepatnya, rasa tidak suka saat melihat Aksa dekat dengan Ana. Namun, ia terlalu gengsi untuk mengakuinya.

T.B.C

Thank you yang udah mampir kesini❤️

Sorry, untuk Minggu kemarin aku belum bisa update 🙏

Malam Minggu versi kalian gimana guys?

Ditulis dengan 1848 kata

Sabtu, 21 Agustus 2021

With love you AR❤️

Continue Reading

You'll Also Like

1.5M 141K 39
Hidup Gama seperti sebuah quote "Cintaku habis di kamu, sisanya aku hanya melanjutkan hidup." Setelah perpisahan dengan Jenia hampir sepuluh tahun y...
306K 17.5K 23
Story Kedua Neo Ka🐰 Duda Series Pertama By: Neo Ka Gayatri Mandanu itu ingin hidup simpel, tidak ingin terlalu dikekang oleh siapapun bahkan kadang...
1.4M 93.9K 60
Karena Ayahnya kecelakaan dan meninggal di tempat kerja, Ratu menerima kompensasi berupa beasiswa di sekolah elit. Namun siapa sangka, dari sanalah m...
1.8M 9.9K 24
Menceritakan kehidupan seorang lelaki yg bernama Nathan. dia dikenal sebagai anak baik yg tidak pernah neko neko dan sangat sayang pada keluarganya...