Click On ╏ C. Beomgyu (ON HOL...

By hanwistereia

32.1K 5.2K 1.9K

"...ada yang mau sama lo, tapi lo-nya gak mau. Giliran lo-nya mau, dianya gak mau..." -Yang Jeongin, 2020 Ini... More

00 : prolog
01 : new page
02 : another side
03 : as if it's
04 : inner
05 : mood
06 : Jongho
07 : play date
08 : all day long
09 : move on? system not found
10 : don't die
11 : I like him
12 : focus
13 : lunch
14 : thinking out loud
15 : day and night
16 : pleasure
17 : like always
18 : conversation
19 : followed
20 : boy-space-friend
21 : reason
22 : let it all go
23 : sweet talking
24 : attached
25 : Cause I'm Envy
26 : coming home
27 : from home
28 : for home
29 : hands on me
30 : next to you
31 : meet up
32 : sick
33 : almost ended
34 : just a dream
35 : how it's ended
36 : summer break
37 : affirmation
38 : another page
39 : roommate
40 : bothered
41 : daily of college
42 : dating on the festival
43 : dating on the festival (2)
44 : two is better than one
45 : confident
46 : under control
48 : he knows
49 : tossed around
50 : the bitter part of life

47 : who's knows?

285 56 2
By hanwistereia

! This chapter 10% roughly write in english with poor grammar !

but before you all started reading this fic, first I want to say sorry

maaf, gue tahu ini ngaret banget, gue gak punya banyak alasan atas itu karena itu murni gue bingung aja ngelanjutin ini gimana, sempat gak pede juga karena sudah lama gak nulis but i try so here it is <3

gue gak yakin ini cerita masih nyambung atau enggak karena sebetulnya gue ngelanjutin sisa draft kemarin-kemarin yg tempo waktu lalu an dits been along time, mungkin beberapa gak nyambung (terutama mulai pertengahan chapter) atau cenderung banyak kata diulang-ulang karena kayaknya gaya penulisanku udah ganti lagi :(

gue tuh pengen update tapi gatau gimana merealisasikan plot yg telah ada dan beberapa waktu lama dulu itu sempat 'kumat' tapi begitu udah gak kenapa-napa jadinya lama-lama berujung males wkwkwk (jujur bgt nih ngaku TT.TT)

buat ini, mungkin bakal ada beberapa kesalahan entah itu typo atau keanehan karena alur terlalu cepat/terlalu lama atau terlalu memusingkan karena banyak time skip yg loncat atau beberapa adegan enggak penting (meski menurutku sih penting semua lol lagian ini genrenya slice of life) apa pun itu, gue harap semoga poin yang gue maksudkan tersampai

dan itu gak masalah kalau kalian merasa kurang puas, karena gue sendiri merasa ini bukan gue yang terbaik even at the same times i think this is the best i can write </3 ;;____;;

gak tahu lagi kapan bakal update, kalau bisa cepet syukur, kalau sampai nunggu purnama ke berapa lagi yah... kalau kata orang sundanya mah 'wayahna nyah' wkwkwk TT.TT tapi kalau kata orang jawanya 'yo piye neh lur' yawis /nangis lagi/ TT.TT

oke, cukup sekian dahulu, aku minta maaf buat segalanya yang gak sempurna ini but at the same times i'm so gratefull >_< thank you so much! i love you guys <3

happy reading, hope you like it and see you later! >.<




❒❒❒



Semua ini seperti lingkaran. Bagaimana pun bentuknya, asal masih berdasarkan pola yang sama, semuanya akan kembali ke titik awal dimulai. Dimulai lagi dengan jalan yang sama dan diakhiri lagi oleh jalan yang sama semua.

Udara terlampau dingin di pertengahan musim gugur yang sebulan lagi beralih jadi musim dingin yang jauh lebih dingin lagi. Tapi begini saja, bahkan meskipun dengan jaket tebal berlapis, udara dingin tetap mampu merayap lewat kulit yang gak berlapis pakaian yang lambat laun gak cukup lagi menghangatkan badan.

Tapi gak terlalu masalah. Malam itu, di bawah temaram lampu taman di amphitheater yang terletak di antara asrama dan kampusnya, Beomgyu duduk di sana seorang diri ditemani sekaleng bir yang telah tandas separuh.

Dingin, tapi Beomgyu enggan hati beranjak dari sana. Sebab di luar rasanya dia bebas. Lupakan penat tumpukan materi ujian di kamar, tinggalkan ponsel dalam mode silent tanpa interupsi, kosongkan kepala yang kian hari dipenuhi pikiran acak, tempati ruang yang dibatasi vision, bukan kubus persegi yang rata.

Tapi ada satu yang gak bisa lepas, yang gak bisa bebas. Satu bagian yang terus sesak, kian dipikir makin sesak, enggak dipikir pun juga tetap berkelit akibat sentil kecil yang memicu ingatan.

Jadi, gue ada di sini lagi, kepala Bayu didorong ke belakang seperti ungkap batinnya bertukar dengan langit gelap di atasnya. Embus napas dilepas selimuti uap semi hangat menyelimuti wajahnya.

'jadi, gue ada di sini lagi,' yang artian dia berada di titik lingkaran yang sama lagi. Dengan siapa? Tentu saja dengan satu sebut nama yang paling banyak dipikirkan meskipun temu gak terjadi. Terhadap apa? Pada satu rasa yang limpahkan banyak emosi tanpa direncakan, tapi, well, memang itu bentuknya selalu demikian.

Cinta itu... selalu merumitkan. Entah bagaimana bentuknya dan kepada siapa itu diberikan.

"It's 10 pm and the weather is not as warmth as like the summer."

Beomgyu terperanjat dan spontan menegapkan posisinya untuk menoleh ke arah jam 7 dari posisinya.

Chanhyuk berjalan turun mendekati teman sekamarnya, memutar belakang punggung Beomgyu sebelum mendudukan diri di sebelahnya sambil melempar tanya, "Coba lihat, siapa yang nyuruh jaga kesehatan karena mau ujian tapi malah bengong gelap-gelapan di luar? Sendirian pula."

Beomgyu meringis, enggan menatap yang lebih tua.

"Baru pulang, kak? Tumben cepet," Beomgyu mengalihkan perhatian.

"Tutup lebih cepet, owner-nya ada acara dan entah itu apa dan jujur mengakui kalau gue gak sekepo itu." tukas Chanhyuk lantas beralih menatap Beomgyu, "Lo ngapain di luar sendiri malem-malem gini?"

"Penat, kak."

"Karena ujian?"

Beomgyu angguki saja, soalnya gak sepenuhnya salah, meski separuhnya pun gak sampai karena itu.

Tapi, tentu Beomgyu gak bisa mengatakan alasan kepenatannya sesungguhnya. Terlalu... konyol.

Chanhyuk menggelengkan kepalanya. "You always do anything with your best, huh? Gue kadang bertanya-tanya, kapan lo bakal ada di limit lo?"

"Hahaha, gue juga kadang penasaran, tapi gue juga gak seambis itu kok, mungkin, yah... lebih dibilang, karena gue pengen 'begitu'?"

Chanhyuk cuman menanggapinya dengan kekeh pelan lantas beralih lagi pada Beomgyu tapi gak menanggapi atau berujar apa pun. Netranya bergerak seolah mencari dan Beomgyu membiarkannya sebab selain dia gak punya alasan buat menghindar, dia juga sedang agak lelah buat mengelak.

"Sendiri, malem-malem, dan minggu depan udah UTS," kata Chanhyuk akhirnya, "tapi kayaknya sekaleng bir udah cukup bisa ngejelasin."

Beomgyu tertawa pendek dan meraih birnya, "Mau, kak?"

"Lo nawarin gue minuman bekas, beneran?"

"Kak Chanhyuk kesinggung?"

"Gak juga sih," Chanhyuk menerima kaleng birnya. "if you share this, it will be an indirect kiss."

"Stupid indirect kiss, is just a sip of beer."

"Well, bukan berarti gue nolak juga, lagian gue agak kedinginan." Chanhyuk menenggak birnya dan meletakkan sisanya di bagian kosong di antara mereka.

"Beomgyu," panggil Chanhyuk.

"Hm?"

"Lo ditolak tetangga kamar lo itu?"

"Di-ditolak—uhuk—" Beomgyu tersedak udara kosong. "K-kak Chanhyuk ngomong apa sih ah, ngaco banget, emangnya gue—"

"Lo suka dia kan?"

"H-hah?"

"I can see it, really can see, anyone can see." Chanhyuk menoleh dan menatap lekat pada manik kembar lawan bicaranya. "Tapi lo punya mulut yang manis, lo punya banyak tawa, lo punya banyak cerita, lo punya cara buat mengalihkan semuanya buat orang lain lupa buat nanyain itu karena lo giring alih mereka ke hal lain."

Napas Beomgyu tertahan berat. "G-gue gak ngerti maksud kakak—"

"But I don't into to you, so I can see it very clearly." Chanhyuk mengabaikan Beomgyu dan tetap menuntaskan ucapannya. "All those feeling so pure, so stupid. Lo cuman fokus nyembunyiin itu dari orang-orang terdekat yang kenal lo begitu baik. Lo gak aware sama gue dan mungkin beberapa orang lainnya. Lo coba fokus ke temen-temen dekat lo karena lo tahu, mereka bakal peduli sama lo, peduli banget dan pasti mereka bakal segera sadar sama perubahan kecil dari lo apalagi Jeongin yang sama-sama paling lo pedulikan banget.

"Tapi lo lupa sama gue Beomgyu, lo lupa sama teman sekamarnya Soobin, lo lupa sama orang-orang yang lain soalnya lo pikir mereka gak peduli. Mereka bukannya gak peduli, tapi karena apa yang ada diantara lo dengan Soobin—or anyone it can be—gak mempengaruhi mereka. Mereka cuman pikir dan jadikan itu sepintas kabar di depan mata, bukan jadiin beban tambahan yang harus diselesaikan oleh mereka."

Ludah diteguk kepayahan oleh pernyataan panjang Chanhyuk. Tepat menohok Beomgyu. Menahan segala rangkaian bantahan yang dia punya di dalam kepalanya. Tapi di saat yang sama, seolah menarik kerumitan di dalamnya keluar namun jelas bukan dengan cara yang menyenangkan sebab rasanya seperti ditarik paksa lewat lubang yang sengaja dihancurkan dan menerobos pertahan yang telah kokoh lama dibuat.

"Your desire is keep in so hard," telunjuk Chanhyuk menekan tepat di dada kiri Beomgyu yang berlapis jaket tebal—tepat pada dentum cepat yang sesak. "they are screaming for someone you longing, but it is,"

Telunjuk Chanhyuk kini berpindah mengambang di atas dahi yang lebih muda. "this annoying logic thing hold it. Tied more hard so it releases the pain little by little. That's why I called it pure but also stupid because you're being a fcking dumbass a sad little boy."

Tuk—telunjuknya mengetuk pelan tapi menyentak kuat menarik Beomgyu ke kesadaran.

"Stop or move forward, you already be a coward, so just deal it with anything. Dari apa yang gue lihat, hal kayak gini kayaknya gak mungkin terjadi sekali doang karena kalau iya, lo gak akan sebebal ini."

Ketika Beomgyu masih bertahan setelah dihantam tudingan—yang memang gak bisa dielak sama sekali olehnya—Chanhyuk sudah beranjak berdiri dan meraih lengan Beomgyu.

"Ayo balik ke kamar, lo bengong di luar juga percuma, gak ada yang berubah. At least, kalau emang gak ada yang berubah, seenggaknya bukan suhu badan lo yang berubah jadi rendah. Jangan nyusahin diri sendiri."

Karena Beomgyu gak kunjung berikan reaksi, mudah saja buat Chanhyuk untuk tarik yang lebih muda beranak berdiri. Menariknya setengah memaksa buat Beomgyu makin gak enak di hati terlebih setelah semua yang diungkapkannya pada Beomgyu semudah dia mengguyur air dingin karena memang gak ada lagi yang lain selain air tersebut.

Cekal tangan Chanhyuk terlepas karena Beomgyu menarik tangannya sendiri membuat langkah keduanya berhenti.

"Kenapa—?" udara dingin yang mengikat tubuh sampai kerongkongannya merendahkan suaranya jadi semakin serak akibat sesak yang telah ada dari dalam. "K-kakak bilang apa yang ada diantara gue gak akan mempengaruhi orang lain? T-terus kenapa kakak repot-repot ngomong kayak gitu?"

Chanhyuk membuang napas pendek. "Itu—"

"You also said if you aren't into me, tapi kenapa kakak malah nyuruh aku buat milih? Kenapa aku harus berhenti dan kenapa aku harus tetap maju?"

Tanpa sadar Beomgyu menggunakan cara bicara yang mustinya enggak dia gunakan ketika berinteraksi dengan teman-temannya—dengan orang lain yang bukan keluarga atau kerabat dekat. Dan Chanhyuk terlihat memang memilih membiarkan dan gak menanggapi.

"Apa karena kakak capek ngelihatin aku bertingkah kayak orang bodoh? Anggap semuanya sama kayak apa yang emang seharusnya ada. Terus kalau semisal aku pilih diantara kedua itu kemudian apa? Kalau aku berhenti apa yang bakal aku dapat? Apa yang berubah? Terus juga kalau aku maju juga—a-apa yang bakal aku dapet?"

Dapat, kamu akan dapat 'dia' selalu kamu inginkan. Bagian lain dari alam bawah sadarnya menimpal begitu saja.

Harusnya, terdengar mudah, bukan?

Mendadak gigil menelusup di tangan Beomgyu yang tak terbungkus apa pun yang kemudian dikepalkan demi kurangi gemetar di sana.

Dan di saat yang sama, ketika bisik jawab itu sebersit di dalam kepalanya, ada ingatan lain yang menyela masuk. Menyambungkan benang ingatan dari apa yang telah terjadi dari apa yang diharapkan. Ingatan yang sebut banyak nama di sana. Nama dengan wujud seseorang yang bentuk berbagai macam kenangan berbeda sesuai kepemilikannya. Kenangan-kenangan yang terekam dalam momen. Punya satu milik seseorang yang tumpang tindih. Semuanya dimulai dengan baik, dengan menyenangkan. Dengan girang dan selip yang menggelitiki nyaman hingga terlena. Lupa dengan keadaan sekitarnya. Lupa yang membuatnya abai kala itu dengan cara yang berbeda namun akhirnya yang sama.

Sama. Semuanya sama. Entah ketika Beomgyu yang menyukai Hyunjin sebagai cinta pertama, pada Taehyun yang dianggap soulmate sejatinya yang justru menginginkan sahabatnya untuk lebih demikian, atau ketika terbuai manja oleh sikap manis Minkyu di antara selang waktu yang baru pertama kali memasuki taman bunga.

Sama. Semuanya sama. Semuanya berakhir sama. Entah ketika Beomgyu gak mengungkapkan perasaannya pada Hyunjin sama sekali, pada perasaan Taehyun yang diabaikannya, atau pada Minkyu yang coba diungkapkan.

Sama. Semuanya selalu berakhir sama.

Tidak ada yang apa pun—atau tepatnya, siapa pun yang Beomgyu dapatkan. Tidak ada.

I know I'm already being a dummy. I know I'm a coward because pretending like I'm not longing when at the same time I always imagine when I can feel all of the touches from 'him'. Received all those smiles and laughs from 'him'. Sharing all the joys and sorrow with 'him'. Thought everything from 'him' is the only one I received.

I know, I am a fucking dumbass. I know it. I KNOW IT AT THE FIRST PLACE WHEN I ACCEPTED THIS STUPID FEELING.

Beomgyu ingin dibiarkan, tapi—

—tapi seluruh kenyataan ada di depan matanya. Diperdengarkan rungunya. Dinyatakan oleh'nya' secara langsung dan Beomgyu tidak bisa menyela sama sekali. Tidak mau. Dia tidak punya cukup keberanian.

Beomgyu kehilangan seluruh kata-kata di mulutnya yang justru memberatkan di pelupuk matanya. Dia mengambil langkah berlalu meninggalkan Chanhyuk lebih dulu sebab Beomgyu terlalu sepengecut itu untuk tidak kabur.

The path he chooses right now is because of experience in the past.

The best he thought is run away—again.


❏❏❏


Beomgyu mengasingkan diri.

Enggak secara nyata sikapnya ditunjukkan, seperti dia telah menjadi ahli dalam menyembunyikan segalanya. Suatu kebetulan karena ada banyak hal yang perlu disiapkan selain ujian tertulis, tapi juga praktikum dan presentasi yang menggerus sisa kurang dari seminggu sebelum ujian tengah semester pertama dilaksanakan, dan, yah... Beomgyu bukan satu-satunya yang menjatuhkan diri ke dalam kesibukan.

It's tiring.

He feels exhausted inside, like he down to the shallow too deep and can't reaches the surface, tapi dia diikuti kesadaran kalau bukan dirinya sendiri saja yang merasa begitu. Orang-orang juga demikian—meski pastinya karena alasan yang berbeda—yang membuatnya enggak bisa banyak berkelakar.

"Ini cuman UTS, please kawan, jangan ambis-ambis banget..." Junseo menatap sedih teman-temannya yang rela menghabiskan makan siang dengan satu tangan sedangkan satu tangannya lagi sibuk membolak-balik halaman print out atau paper.

"Kalau gitu jangan makan di sini, cari tempat lain, yang insecure elo kok kita yang repot?" Nakyung menukas pedas buat Junseo tertohok sampai ke ulu hati yang akhirnya tetap pilih bertahan di tempat dan menyantap makanannya dalam diam.

Mengikuti suasana sekitar yang diam, Beomgyu memang telah diam sejak awal. Menyuap makanannya setengah hati seperti gak nafsu tapi gak mencirikan bakal berhenti. Cuman porsi yang ditampung di sendok makannya gak dipenuhi dan waktu yang digunakan buat ngunyah lebih lama dari biasanya.

Duk

Beomgyu tersentak kaget ketika kakinya tiba-tiba disundul pelan di bawah meja. Celingukan cari pelaku yang lantas bertemu pandang dengan Jeongin yang duduk di depannya.

"Kenapa?" Jeongin berbisik sambil memberi gesture wajah.

"Kenapa, apanya?" Beomgyu malah balik nanya.

"Kenapa gak cepet dihabisin makanannya?"

Beomgyu gak lantas menjawab, dia juga gak berniat buat berkelit menyahut dengan menyebalkan yang membuat sahabatnya itu  jadi melengos kesal. Akhirnya dia cuman menggeleng sambil mengangkat kedua bahunya dan menatap nampan makan siangnya seolah itu hal yang paling menarik dan Beomgyu perlu memberikan perhatian ekstra padanya.

Itu memberikan tanda tanya buat Jeongin yang gak dielakkan, tapi Beomgyu gak mau memikirkannya.


❏❏❏


"INI YANG TERAKHIIIIRRR!"

"MANA ADA TERAKHIR, BESOK PRESENTASI!"

"SEENGGAKNYA PRESENTASI GAK PERLU MENGARANG BEBAS!"

"HEH, JUNSEO, LO KALAU GOBLOK JANGAN KEBANGETAN DAH!"

"JAHAAAAAATTTT," Junseo setengah histeris dan menghindari Nakyung, meraih siapapun yang didekatnya dan memeluk lengan Jeongin.

"Heh! Ngapain lo pegang-pegang?!"

"Jeongin... kita ini bestfriend kan? Nama kita aja sama-sama dimulai dari huruf 'J', terus nasib kita di jurusan ini sama, terus juga sama-sama jomblo—"

Jeongin langsung mendorong muka Junseo menjauh buatnya merengek.

Beomgyu cuman melihati kelakuan mereka sambil nyengir. Lantas semuanya memasuki kelas.

Beomgyu pilih duduk di barisan depan tapi di pojok dekat pintu masuk, meninggalkan Jeongin yang menatapnya bingung tapi gak banyak protes karena Nakyung menariknya beserta Junseo, yang didadahi Beomgyu dari jauh sambil nyengir.

Kelas semakin penuh dan gak lama kemudian dosen beserta asisten dosen sebagai pengawas masuk.

"Simpan buku, ponsel, dan alat tulis yang tidak dibutuhkan ke dalam tas. Ingat, sekali kalian mencontek atau terlihat demikian, saya akan langsung memberikan nilai E untuk UTS ini. Paham?"

"Paham Prof,"

Lantas soal dan kertas buram kosong untuk mengerjakan dibagikan. Gak sampai semenit kemudian, titah untuk segera memulai disebutkan, menyusul senyap. Cuman terdengan gores pena, kertas berbalik, dan langkah sepatu sang asdos yang berkeliling mengawas diikuti sang dosen yang mengawasi cermat dari podium depan—biasanya, bakal gantian saat di pertengahan ujian berlangsung.

Sampai keheningan itu diinterupsi oleh ketukan pintu yang menarik seluruh atensi seruangan.

Sang dosen beranjak mengarah pintu dan membuka pintu, langsung bertanya, "Siapa dan sebutkan ada keperluan apa?"

"S-saya Cho Chanhyuk, NIM 115 dan saya datang untuk mengikuti ujian... bila masih diperkenankan."

"Kenapa anda terlambat, Tuan Cho?"

"Saya baru saja datang dari kelas Pak Minki sebelumnya."

Dosen itu mengangguk beberapa kali sebelumnya dan menyahut, "Baiklah, saya izinkan anda mengikuti ujian, tapi jika pernyataan anda ternyata palsu setelah saya bertanya Pak Minki, maka nilai ujian anda akan saya langsung beri E. Mengerti?"

"Mengerti Prof, terima kasih banyak dan mohon maaf sebesar-besarnya."

Sang dosen mengangguk dan menyuruh Chanhyuk bergegas duduk.

Sejak tadi, Beomgyu memperhatikan interaksi tersebut, karena posisinya memang paling dekat. Itu membuatnya cepat ditemukan teman sekamarnya itu ketika menoleh dan bertukar tatap yang gak lantas Beomgyu hindari.

Ketika Chanhyuk duduk bersisian satu kursi dari Beomgyu, dia baru kembali berfokus pada ujiannya terus begitu sampai selesai, seolah tidak pernah ada siapa-siapa di sebelahnya.

Tapi bukan berarti, Beomgyu gak terusik sama sekali.

Pasca pembicaraan di amphitheater terakhir kali, Beomgyu mengurangi intensitas diri di kamar berlama-lama. Beberapa kali dia menyusup tidur di kamar Jaehyuk dengan alasan lupa membawa kunci kamar atau seringnya Beomgyu memutuskan cepat tidur supaya menghindari obrol dengan Chanhyuk dan lebih cepat pagi buta untuk belajar di tempat lain.

Chanhyuk sendiri juga gak nampak coba menghentikan Beomgyu, seolah-olah dia mengerti atau justru memang gak mempedulikannya sama sekali sejak awal.

Yang Beomgyu hindari cuman Chanhyuk, tapi dirasanya dia menghindari seseorang lainnya secara bersamaan.

Beomgyu sengaja menjauhkan diri dari ponselnya. Seringkali kembali ke asrama melalui jalan lain yang memutar atau bersembunyi seperti sedang menghindari seseorang—meskipun, yah, dia memang melakukannya untuk seseorang tertentu dan itu telah disebutkan sebelumnya.

Mengesalkan. Menjadi orang dungu dan di saat bersamaan sadar jika demikian.

Entah itu impulsif, atau memang perencanaan pertahanan diri, Beomgyu menyelesaikan ujiannya lebih cepat dari biasanya. Cuman satu kali ini, pikirnya, lagian toh, mengasal satu pelajaran gak berakibat buruk. Seperti yang Junseo—atau siapa pun—pernah bilang; ini cuman UTS.

"Sudah selesai?"

"Iya, Prof."

"Sudah yakin dengan jawaban anda?"

"Iya, Prof," gak juga sih, cuman pengen cepat-cepat pergi saja.

"Baik kalau begitu, anda boleh meninggalkan ruangan duluan."

"Terima kasih, Prof." Beomgyu membungkuk berterimakasih pada dosennya dan asdosnya sambil berjalan keluar kelas, gak lupa menyempatkan diri mengedarkan pandang ke arah Jiheon yang cuman berkedip menatapnya dan Jeongin yang ternganga di belakang sana.

Beomgyu meringis sambil melambai pelan, "Duluan," katanya tanpa suara sebelum cepat-cepat keluar dan menutup pintu dengan pelan.

Bersama rapatnya pintu tertutup, hela napas terlepas. Entah kenapa, terasa agak lega, meski di satu sisi Beomgyu merasa aneh sendiri karena merasa begitu. Namun dia tetap berjalan pergi dari gedung kuliahnya. Mungkin... pulang?

Kalau bisa pulang betulan, sebetulnya Beomgyu ingin pulang ke rumahnya.

Sebenarnya, apa sih yang gue mau?

Tanya itu sebersit saja tercetus kala Beomgyu mencoba gak memikirkan apa-apa. Memang menyebalkan, dia ingin melepaskan pikirannya barang sejenak namun malah diberi pertanyaan yang mengakar ke mana-mana.

Langkah Beomgyu terhenti seiring dia menarik napas dalam-dalam dan membuangnya banyak-banyak seketika—meski itu gak cukup. Apa yang ada di seluruh tubuhnya itu terlalu memberatkan dan bebannya terlalu nyata terasa di pundak dan kepalanya.

"Beomgyu! Choi Beomgyu!"

Padahal Beomgyu baru hendak melangkah pergi, namun dia spontan berhenti oleh sentak kejut yang gak diharapkan dan menoleh ke sumber suara begitu saja.

Oke, Beomgyu sadar dia gak bisa seterusnya kabur, apalagi dari Chanhyuk yang selama tiga bulanan ini menjadi teman sekamarnya sampai semester genap berakhir nanti. Teman sekamarnya itu berlari dengan langkah panjangnya dan langsung membungkuk tepat dua langkah di hadapan Beomgyu selepas berlari.

"Ujian kakak—"

"Gue gak peduli," Chanhyuk menyela masih sambil menyesuaikan deru napasnya, "gak pernah peduli juga, tapi bukan, bukan itu—argh, it's hard to talk to you after that." Chanhyuk mengerang pelan dan mengangkat wajahnya menatap yang lebih muda. "Gue tahu gue salah waktu itu, gue cuman ingin lo sadar karena gak suka ekspresi lo tiap hari makin murung dan itu terasa aneh menurut gue."

Chanhyuk langsung berujar panjang sampai Beomgyu gak berkesempatan menyela.

"Gue minta maaf, betul-betul minta maaf, please jangan sedih lagi." Chanhyuk menatap Beomgyu lekat menyiratkan kesungguhannya.

'jangan sedih lagi'... Buat Beomgyu sekarang, itu cuman terdengar seperti taruhan ekspektasi yang gak mau Beomgyu penuhi. Sebab selama ini Beomgyu telah mengusahakannya sebelum-sebelumnya. Berulang kali dilakukan demi menghibur gak hanya orang lain tapi juga dirinya sendiri.

Gue capek, Beomgyu betul-betul ingin menyuarakan hal itu, gue capek banget. Capek sama semuanya. Lovers... college... friendship... anythings of relationship...

Mungkin Beomgyu memang belum ditakdirkan buat menerima seluruhnya sekaligus, atau memang sejak awal dia enggak sanggup untuk melakukan semuanya. Pilih salah satu atau dua, atau... enggak sama sekali.

Gak ada sahutan dari yang lebih muda, buat Chanhyuk dirundung cemas dan coba hampiri. "Beomgyu... I'm sorry, I'm really sorry... I was wrong."

Kala Chanhyuk coba meraihnya, Beomgyu refleks bergerak mundur.

Ludah diteguk kepayahan sebelum coba bicara sambil tatap lawan bicaranya meskipun enggan. "I knew you was wrong, but it hurt me."

"Beom—"

"Di antara semua orang yang sadar dan mungkin tahu, kenapa itu kakak? Aku gak mau itu kakak, kenapa bukan Jeongin? Bukan Jiheon? Kenapa? Karena mereka tahu kalau aku gak pernah mau bahas ini—"

"Beomgyu—"

Beomgyu mengabaikan selaan Chanhyuk. "—karena mereka sadar tapi pura-pura gak tahu karena itu yang aku inginkan? Iya, aku emang pengennya begitu. Buat apa orang lain tahu? Apa untungnya buat mereka tahu, gak ada kan? Gak ada yang berubah, kakak sendiri yang bilang apa pun yang terjadi sama aku, gak bakal mempengaruhi hidup orang lain. Gak bakal, kan?!"

Chanhyuk bungkam sepenuhnya kala Beomgyu menaikan suaranya jadi 2 oktaf.

"Aku tahu dan sadar, aku cuman gak mau nerima kenyataan. Being a coward, living with a wound because I've my own expectation but never get anything that I want. I don't wanna live like that either but I can't be like everyone. It's fucking tiring, you know?! No! You don't know! You don't know anything!"

Pada momentum Beomgyu yang akhirnya meledak itu, dia—pun Chanhyuk—tahu bahwa itu tidak hanya sampai di sana. Segala sesuatunya terlah menumpuk kadung banyak, dilapisi benteng pertahanan yang sebelum-sebelumnya telah rapuh. Ada lubang menganga di sana yang secara bodohnya Chanhyuk iseng lebarkan. Tumpah ruahnya jadi terasa menyakitkan karena tidak ada yang mengira kalau itu bakal jadi lubang besar yang luberkan segalanya sekaligus.

Beomgyu terengah sendiri oleh luapan emosi yang dilepaskan secara tidak sadar. Logika itu masih ada menempel di dalam otaknya, menyuruhnya untuk berhenti dan tidak melakukan hal memalukan dengan membeberkan segalanya di tempat umum terutama kepada Chanhyuk yang dikenalnya kurang dari setengah tahun. Namun tidak bisa. Emosi itu terlalu banyak bercokol di dalam hatinya.

Kedua tangan Beomgyu mengepal dalam getar di kedua sisi tubuhnya. Remas-remas angin dingin di sana demi tahan pertahanan terakhir dirinya. Dia tidak mau melepaskan sisa bebannya kendati pelupuk matanya mulai terasa basah dan pandangannya memburam. Kepalanya juga menunduk semakin dalam dan itu hanya akan mempercepat segalnya tumpah, namun Beomgyu pun terlalu pengecut untuk mengangkat wajahnya menatap sekelilingnya, terutama Chanhyuk di hadapannya.

"Beomgyu," Chanhyuk memanggil lirih. "gue sungguh minta maaf. I crossed the line."

Ha. Dalam hatinya, Beomgyu tergelak.

Buat apa sih Chanhyuk minta maaf? Semuanya sudah kadung terjadi. Bahkan kalau dipikir lagi, tanpa Chanhyuk membeberkan segalanya dan menuding Beomgyu, dia telah tahu bahwa tidak ada yang berubah. Semuanya tetap sama seperti yang dipikirnya. Semuanya—

"I'm sorry I can't help you, but he can."

Dia—?

Kepala Beomgyu terangkat dan menoleh cepat ke belakang punggungnya. Jantungnya berdetak sesaat dipenuhi kegugupan, namun sosok yang sebersit dalam pikirannya tidak terlintas di sana sampai Beomgyu mengarahkan pandangannya kembali pada Chanhyuk.

Dan pemuda yang lebih tua itu menyingkir, menunjukkan sosok yang dimaksud.

"Gyu..."

Napas Beomgyu tertahan dalam sepersekian sekon kala Jeongin berlari mendekatinya dan memeluknya erat.

"Maaf... maaf, gue denger semua. Gue gak maksud—"

Beomgyu tidak mendengar ucapan Jeongin berikutnya karena pandangannya menangkap sosok lain, tidak hanya Jeongin, namun juga Jiheon yang menatapnya khawatir. Cewek itu berjalan mendekat melewati Chanhyuk.

"Beomgyu... gak pa-pa?"

Tepat sesaat setelah tanya itu diajukan, pertahanan terakhirnya itu luruh.

Gemetar tangannya merangkul tubuh Jeongin. Mencengkeram pundak sahabatnya itu seolah Jeongin adalah satu-satunya yang tersisa yang dia punya dan memang iya.

"Jeong... gue—hiks... gue b-bego banget..." Beomgyu menangis di sela pundak dan ceruk leher sahabatnya itu. Sementara yang dijadikan sandaran mengelus balik punggungnya sambil menimpal.

"Iya, emang... lo bego banget. Makin tua makin bego..."

Beomgyu malah menangis makin keras.

Jiheon mendekati kedua sahabatnya dan mengelus pelan punggung temannya yang menangis dengan wajah tersembunyi itu. Cewek itu gak berkata apa-apa, dia cuman ingin menunjukkan bahwa meskipun dia gak mengetahui apa pun, tapi dia bakal ada di sana.

Jeongin menghela napas pelan.

Enggak, Jeongin enggak kesal. Enggak sama sekali. Mungkin iya, sedikit. Namun bukan karena Beomgyu yang menangis manja dan di tempat umum pula, tapi Jeongin kesal lantaran dia gak tahu apa-apa sebelumnya.

Atau mungkin sebetulnya, Jeongin telah tahu sedikit, namun dia juga gak punya keberanian buat menyadarkan Beomgyu secara langsung dan malah membiarkan orang lain melakukannya, yaitu Chanhyuk.

Kepala Jeongin tertoleh pada cowok yang lebih tua itu. Mereka gak berkata apa-apa, namun gak lama setelahnya, Chanhyuk mengangguk singkat sebelum beranjak pergi meninggalkan ketiganya.

Jeongin membiarkannya, sebab baginya, Beomgyu adalah yang utama dari segalanya.


###


[03-11-2021]


Continue Reading

You'll Also Like

38.1K 4.9K 43
[DISCLAIMER!! FULL FIKSI DAN BERISI TENTANG IMAJINASI AUTHOR. SEBAGIAN SCENE DIAMBIL DARI STREAM ANGGOTA TNF] "apapun yang kita hadapi, ayo terus ber...
53.6K 8.4K 52
Rahasia dibalik semuanya
164K 15.6K 38
Tidak pandai buat deskripsi. Intinya ini cerita tentang Sunoo yang punya enam abang yang jahil. Tapi care banget, apalagi kalo si adek udah kenapa-ke...
179K 15.2K 26
Ernest Lancer adalah seorang pemuda kuliah yang bertransmigrasi ke tubuh seorang remaja laki-laki bernama Sylvester Dimitri yang diabaikan oleh kelua...