Kemilau Revolusi

By romanceholic

101K 16.9K 5.6K

❤️ Cryptic Ops. Vol.1 Saat berusia tujuh tahun, Kemilau Gemintang Pertiwi pernah diculik oleh penjahat sadis... More

Prolog
Bagian 1 : -Lelaki Getir-
Bagian 2 : -Wanita Bermasalah-
Bagian 3 : -Aftershave-
Bagian 4 : -Undercover-
Bagian 6 : -Eidetik-
Bagian 7 : -Giris-
Bagian 8 : -Klandestin-
Bagian 9 : -Cryptic Ops-
Bagian 10 : -Terang Laras-
Bagian 11 : -Konsensual-
Bagian 12 : -Ganar-
Bagian 13 : -Jentaka-
Bagian 14 : -Liberosis-
Bagian 15 : -Dissosiatif-
Bagian 16 : -Kilau-
Bagian 17: -Belantara-
Bagian 18 : -Altschmerz-
Bagian 19 : -Stratagem-
Bagian 20.1 : -Radiks-
Bahkan 20.2 : -Radak-
Bagian 20.3 : -Radu-
Epilog
💛 CO Vol.2 Binar Sanubari

Bagian 5 : -Balah-

3.5K 701 158
By romanceholic


Mila melayang. Ia merasakan kegembiraan liar saat Gelar mendekapnya. Lututnya mendadak lemas. Tubuhnya tiba-tiba melembek, sedangkan napasnya terus memburu seolah telah berlari ratusan kilo. Kepalanya terasa pening dihantam berbagai sensasi memabukkan ketika lelaki itu semakin merapatkan tubuh mereka.

Gelar memang menolak menciumnya, tapi lelaki itu malah menggendong Mila dan mendesaknya ke tembok dekat sakelar sebelum membuat ruang tengah itu gelap gulita. Sebuah keputusan yang menggelisahkan karena lebih banyak melibatkan kontak fisik.

Ya Tuhan. Ini de javu. Sekarang Mila yakin seratus persen kalau Gelar adalah penyelamatnya setelah melingkarkan tangan dan kaki ke leher dan pinggul lelaki itu.

Persis seperti sembilan tahun lalu.
Mila masih mengingat dengan jelas lekuk tubuh kokoh itu sekalipun terhalang lapisan kain yang menutupi mereka. Mila tahu saat menelusurkan jemarinya ke punggung lelaki itu, ia akan menemukan sekumpulan otot yang terasa sangat akrab dan mampu membuatnya merasa aman. Ditambah lagi pakaian serba hitam serta aroma aftershave yang cukup kuat, semakin menegaskan kalau lelaki inilah yang ia cari selama ini.

Mila merasakan matanya mulai berkaca-kaca. Setelah mengalami kejadian penculikan di masa lalu tanpa seorang pun yang mampu menyelamatkannya dari situasi yang melecehkan, ia percaya mungkin dirinya memang tidak layak diselamatkan.

Namun, berkat seorang lelaki yang tiba-tiba muncul di kelab malam dan menghajar para bajingan yang mencoba merenggut kehormatannya, Mila sepenuhnya berubah pikiran.

"Apa aku menyakitimu?" tanya Gelar hati-hati. Berbeda dengan Mila yang mengap-mengap kesulitan bernapas, lelaki ini benar-benar terkendali. Napasnya yang beraroma peppermint berembus ke wajah Mila seolah mengejeknya karena terlalu mudah terpengaruh.

"Kalau iya, apa kamu akan meminta maaf?"

"Tidak," jawab Gelar keras kepala. Meski begitu sorot matanya mengatakan hal sebaliknya. Mata gelap itu memandang Mila seperti sedang meminta maaf karena terpaksa menyentuhnya.

"Terima kasih," ucap Mila dengan suara bergetar sarat emosi.

"Untuk apa? Aku tidak meminta maaf." Lelaki itu mengernyit bingung.

Terima kasih sudah menyelamatkanku malam itu, batin Mila. Secercah lega merasuki dadanya yang selama ini sesak.

"Halo? Aku yakin mendengar orang ngobrol di sini." Suara nyaring Gita menembus masuk dan bergema ke seluruh penjuru ruang tengah. Sedetik kemudian suasana kembali terang benderang.

"Ya ampun. Kenapa berantakan sekali?" Gita terdengar terkejut melihat keadaan ruang tengah, lantas memekik.

"M-m-mas Ge? Maaf, aku... Aku mengganggu." Mila sudah hafal di luar kepala setiap perubahan emosi dalam diri sahabatnya. Dan suara Gita saat ini adalah campuran rasa tak percaya dan kekecewaan. Mungkin karena wanita itu menemukan sosok sang kakak dalam posisi mencurigakan dengan sepasang tangan dan kaki wanita yang melingkari tubuh kekarnya.

Mila sengaja melongokkan kepala dari balik bahu Gelar. "Hai, Beib. Sudah pulang?" sapanya, lalu mengedipkan sebelah mata.

"Ah."  Kekecewaan itu menghilang secepat datangnya. Saat itu juga raut muka Gita mendadak berseri-seri.

"Hai juga, Beib. Sepertinya aku mengganggu. Aku langsung tidur saja." Gita balas mengedipkan sebelah mata, tetapi bukannya pergi, wanita itu malah mendekat dengan mata yang berkilat jahil.

"Mas Ge?"

"Hmmm..." Gelar menggeram sebagai jawaban.

"Lagi apa???"

Di dekat Mila ekspresi serius Gelar berubah sebal. Meski begitu, lelaki itu tidak berbalik dan malah mengeratkan pelukan sambil berbisik di telinganya, "Usir dia."

Jika dari posisi Gita gerakan itu akan tampak seolah-olah Gelar tengah mencumbu telinga Mila.

"Bukannya, Lo mau tidur, Beib?" tanya Mila sembari menyusupkan jemarinya pada rambut belakang Gelar. "Gue belum selesai nih," lanjutnya, menyembunyikan rasa terkejut saat sensasi asing menggelitiki jemarinya, lalu menjalar ke ribuan titik di sekujur tubuhnya. Astaga!

"Mau, tapi nggak ada yang nemenin," goda Gita.

"Nanti gue temenin deh setelah urusan sama Mas lo selesai. Nanggung banget elah, kita baru mulai. Gue bahkan belum unboxing bagian bawah."

"Ckckck! Baru mulai tapi udah kayak perang dunia." Gita mendelik ke arah ruangan yang berantakan. "Bagaimana rasanya kembali ke peradaban, Mas Ge?"

Gelar menggeram protes seraya memukulkan tinju ke tembok di samping kepala Mila. Cukup untuk membuat Gita tersentak dan berhenti mengolok-olok.

Namun, sesaat sebelum pergi, wanita itu berkata, "Oiya Mas Ge, kalau Mas lupa, dan Rara yakin Mas pasti lupa, Mila ini sahabat Rara yang pernah Mas tolongin di kelab. Jadi jangan tanya lagi dia sahabat Rara yang mana, karena dari dulu sahabat Rara cuma dia."

Sepeninggal Gita, Gelar tiba-tiba melepasnya dengan kasar hingga bokong Mila mendarat di lantai dengan cukup keras.

"Kenapa sih?" Sepertinya Gelar akan memprotes caranya menyelamatkan situasi.

"Apakah yang Rara katakan benar?" Rupanya tebakan Mila salah.

"Yang mana?" tanya Mila, mengabaikan rasa sakit di bokong sekaligus di hatinya saat mengingat bagaimana lelaki itu melepasnya seolah-olah ia memiliki penyakit menular.

"Kamu yang waktu itu ada di kelab malam?"

"Kalau iya memang kenapa?" tantang Mila.

"Sialan!" umpat Gelar, lalu berjalan cepat menuju kamar tamu. "Aku akan membereskan ini nanti. Kamu tidur saja!"

Mila yang tidak terima disebut sialan, mengejar dan menghadang lelaki itu tepat di ambang pintu kamar.

"Apa lagi yang salah? Kenapa kamu menyebutku sialan? Apa karena kamu sekarang ingat kalau aku orang yang pernah kamu maki-maki karena membuat Rara mabuk, merokok, dan nyebur ke danau? Kamu masih marah soal itu?"

"Tidak, tapi mulai sekarang menjauhlah dariku!"

Gelar mendorongnya ke samping, tetapi Mila cukup keras kepala untuk kembali berdiri tegak menghadang lelaki itu.

"Kenapa? Apa kamu tidak lihat aku bertanggung jawab? Aku sudah menjaga Gita dengan baik. Kami sangat dekat sampai tidak bisa dipisahkan."

"Kalau begitu jangan terlalu dekat denganku."

"Memangnya kenapa?"

"Aku tahu kamu membenciku."

"Itu dulu, waktu umurku delapan belas. Apa aku tidak boleh berubah pikiran?"

"Malam itu kamu menangis. Kamu tahu aku bisa lebih kejam dari itu."

"Dan kamu pikir aku masih secengeng dulu? Asal kamu tahu, umurku sekarang dua tujuh dan sangat tertarik padamu!"

"Kamu tidak tertarik. Kamu hanya tertarik pada ide konyol kalau aku pahlawanmu. Makanya tadi kamu tiba-tiba berterima kasih. Astaga, padahal aku hanya pernah sekali menolongmu dan lebih dari sekali mengasarimu. " Gelar berdecak seraya memijat pelipisnya. "Sepertinya aku benar-benar harus berhenti memberi pertolongan pada wanita."

Sungguh menyedihkan! Satu-satunya lelaki yang bisa membuat setiap sel tubuh Mila terbangun dan bernyanyi, berpikir kalau  ia hanyalah satu di antara sekian banyak wanita yang tertarik setelah menerima pertolongannya.

Sebenarnya berapa banyak wanita yang pernah Gelar tolong sampai-sampai lelaki itu tampak lelah menghadapinya?

Kalau begitu, mungkin sudah saatnya Mila mengambil langkah berani agar Gelar tahu kalau ia bukan salah satu di antara wanita itu.

"Apa karena kamu seorang Cryptic Ops, makanya aku tidak boleh mendekatimu?"

Ucapan Mila sukses membuat Gelar terperanjat. Meski begitu, lelaki itu dengan cepat mengendalikan diri. "Aku tidak tahu apa yang kamu bicarakan."

"Benarkah?" Mila sengaja melirik ruang tengah yang berantakan akibat perkelahian. "Lucu. Saat adikmu getol berkoar-koar kalau setiap orang, sejahat apa pun dia, berhak mendapatkan pembelaan, tapi di saat bersamaan kakaknya melakukan misi menghukum semua orang jahat dengan kekerasan bahkan mungkin sampai melanggar hak asasi manusia."

"Aku tidak tahu kenapa kamu mengatakan ini padaku."

"Gita cerita kamu pernah menghajar pacarnya dengan membabi-buta di kantor polisi." Mila mengabaikan ucapan Gelar dan terus menyudutkannya. "Kurasa dia sedikit takut padamu. Dia bilang kamu seperti Hulk kalau sudah marah. Apa dia juga tahu kamu sanggup menghajar hingga bisa membuat nyawa siapa pun melayang?"

"Ck! Apa kamu sedang mengancamku?" erang Gelar tak sabar.

"Lupakan saja." Mila menghela napas pasrah, mencoba strategi mundur. "Aku memang sok tahu. Kamu benar. Aku tidak tahu apa-apa. Aku hanya asal mengarang," ujarnya lemas lalu berjalan melewati Gelar.

"Setelah mendapat tempat tinggal baru, aku berjanji akan segera pergi dari sini dan membayar biaya sewa serta ganti rugi. Termasuk untuk semua air mineral mahalmu."

Mila berhenti sejenak tanpa berbalik. "Tidak usah. Aku tidak butuh uang. Terutama darimu." Lalu kembali berjalan.

"Aku tidak suka berutang."

"Bukan urusanku."

"Aku bersikeras."

"Kamu bisa berikan uang itu kepada pengemis jalanan. Bakar saja kalau perlu."

"Tetap saja aku masih berutang padamu, Sialan!"

Langkah Mila otomatis terhenti, lalu berbalik arah kembali mendekati Gelar.

"Sialan lagi? Ha?" Mila menekankan ujung telunjuknya ke dada lelaki itu. "Baiklah, Sialan! Kalau begitu, bayar aku dengan membuka hatimu, biarkan aku mendekatimu, terima seluruh perhatianku, ajak aku berkencan dan kita tidur bersama," ujarnya emosi.

Ekspresi penuh tekad melintasi wajah Gelar sebelum lelaki itu menjawab dengan nada datar, "Baiklah. Kalau itu maumu."

Mila terkesiap. Tidak yakin apa Gelar benar-benar memahami apa yang telah disanggupinya.

"Kamu serius?" tanya Mila butuh memastikan, karena belum apa-apa pikirannya sudah melanglang buana sembari menelan ludah kala tatapannya menjelajahi sekujur tubuh kekar menggiurkan lelaki itu.

"Sudah kubilang aku tidak suka berutang. Lagipula kamu sudah menjaga Gita dengan baik."

Mila menghentikan penjelajahannya dan kembali menatap kedua mata Gelar. "Jadi, mau bilang terima kasih?"

"Tidak."

"Kenapa?"

"Karena kamu memerasku dengan semua yang mungkin kamu ketahui tentang CrypOps. Aku harus memastikan hal itu tetap menjadi rahasia, semenjijikan apa pun caranya."

Kerongkongan Mila serasa dialiri cairan pahit. Pikiran liarnya yang melibatkan aktivitas pasangan penghasil hormon endorfin, oksitosin, dan estrogen, seketika ambyar. Lelaki ini benar-benar wujud nyata dari monster penghancur mood.

Menjijikkan katanya? Tidak masalah. Sekarang Mila sudah tahu Gelar memang sengaja. Seperti yang pernah Gita katakan, lelaki ini akan mengusir siapa pun yang mendekat dengan segala perilaku buruknya.

Mila menjulurkan lidah mengejek. "Peduli setan! Yang jelas aku tidak akan mundur semenjijikan apa pun perlakuanmu padaku."

Sesaat Gelar tampak tertegun, lalu dengan cepat membuang muka. "Aku sudah tahu kamu sumber masalah. Aku tidak menyangka masalahnya bakal berkembang sejauh ini." Lelaki itu terdengar menyesali keputusannya sendiri.

"Tidak perlu sok menyesal begitu. Kamu bahkan belum mencobanya. Benar 'kan, Revolusi?"

"Hentikan!" Gelar membentaknya. Anehnya, kali ini Mila bisa menerima bentakan lelaki itu dan sama sekali tidak terpikirkan pada traumanya. "Tidak ada orang waras yang pernah berani memanggilku seperti itu, atau aku akan menembaknya!"

Mila mencebik, sebelum bibirnya melekuk membentuk senyuman menggoda. "Kalau begitu, tembak aku sekarang, Re-vo-lu-si. Jangan lupa siapkan kata-kata manis agar aku mau menerimamu."

"Ck! Dasar wanita sinting!" Gelar memasuki kamarnya, lalu membanting pintu hingga tertutup. Sementara Mila hanya menggeleng sambil berpikir kalau anger management adalah hal pertama yang perlu lelaki itu pelajari.

Mila menghela napas panjang sembari menatap ruang tengahnya yang masih berantakan. Karena tidak terbiasa meninggalkan kekacauan sebelum tidur, Mila berjongkok dan mulai memunguti benda-benda yang berceceran, kemudian mengembalikan ke tempatnya masing-masing.

Berikutnya Mila mengambil salah satu bantal sofa tempat beberapa koleksi hiasan patung beruang kecil kristal Swarovski-nya berada.

"Astaga! Sudah kubilang aku yang akan membereskannya!" Suara bentakan yang tiba-tiba itu sontak membuat Mila terlonjak kaget dan melemparkan bantal, melambungkan kristal-kristal itu ke udara.

Mila menganga. Pasrah melihat benda istimewa yang selalu menyenangkan hati sekaligus menjadi obat stresnya berpendar berkilauan terkena cahaya lampu, sebelum kemudian turun dengan cepat untuk menemui kehancurannya.

Tak kuasa melihat, Mila pun merunduk, memejamkan mata dengan kedua tangan terkepal di sisi kepalanya.

"Kenapa kamu tidak pernah menuruti kata-kataku sih?"

"Ha? Apa?" Mila membuka mata dan melihat semua koleksi kristalnya selamat dan berada dalam perlindungan tangan besar Gelar.

"Bayi-bayiku!" pekik Mila, merebut benda itu dan memeriksanya satu per satu.

"Bayi?"

Mila mendelik tajam, sebelum kembali menatap kristal-kristal kesayangannya. "Kumohon jangan mudah hancur meskipun calon papa kalian kasar dan pemarah."

"Ha?" Diam-diam Mila mengintip raut muka Gelar yang melongo. Sejenak ia merasa bersimpati. Jelas sekali lelaki itu terlalu serius menjalani hidupnya, sehingga tidak pernah berhadapan dengan guyonan konyol semacam ini.

"Kamu berkelahi di sini dan membahayakan bayi-bayi kita!" pancing Mila pura-pura marah.

"Tapi aku sudah memindahkan mereka ke bantal sebelum mulai berk...eh? Maksudku, oh sialan!" Gelar menghunuskan tatapan tajam seolah ingin mengulitinya hidup-hidup. "Beraninya kamu menjebakku!"

Di sisi lain Mila malah tergelak sambil menikmati perubahan emosi yang berkelebatan di wajah sangar Gelar. Rahang tegas lelaki itu tampak semakin mengetat seiring dengan tawa Mila.

"Santai saja, Rev. Aku bahkan belum mulai." Mila memilih salah satu koleksi kristalnya berupa patung beruang yang sedang membawa hati berwarna merah muda, lalu menjejalkannya ke tangan Gelar. "Jaga bayi kita, Papa Bear," ujarnya enteng, sebelum meninggalkan lelaki itu dengan senyuman puas.


PAPA BEAR


MAMA BEAR

____________________

Happy reading, Readers!

Hepi kan? Satu bagian ini isinya full mereka. Emang gitu deh kalau dua-duanya pada nggak mau ngalah. Perdebatannya jadi panjang dan melebar kemana-mana.

Dukung terus cerita ini dengan vote dan komen. Terima kasih.

Continue Reading

You'll Also Like

Interaksi By ARI

Teen Fiction

464 131 22
| Teenfiction | Bagaimana jika surat cinta rahasiamu yang seharusnya sampai ke mas crush justru salah alamat? Ayana tidak pernah menyangka jika surat...
1.2K 101 13
-Yo!! -Di book ini agak kurang jelas alurnya dan tidk mengikuti alur animenya, ya kadang² si. *Terdapat: -Typo -Bhs tidk baku -Kata singkat -Kata kas...
608K 70K 39
Solyn White tidak sanggup memaafkan tunangannya, Krisna Dananjaya, karena terlibat dalam kecelakaan yang menewaskan kedua orang tuanya. Usai memutusk...
74.5K 8.6K 12
Rifki sangat membenci gadis kampung yang datang seminggu lalu di rumahnya. Entah mimpi apa dia sampai gadis yang udik dengan wajah polos tanpa make u...