HALCYON - 30 Days Writing Cha...

By Vi-kun

2K 193 13

HALCYON (adj.) calm and peaceful; happy, prosperous. Tiga puluh hari, tiga puluh cerita. Credits: - 人渣反派自救系统... More

I n t r o
Day 1: Pelukan Penghilang Duka
Day 2: Tawa
Day 3: Pasar Kota Caiyi
Day 4: Hartaku
Day 5: Tiga Mimpi Buruk
Day 6: Hitam
Day 7: Kuat
Day 8: Percaya Padaku
Day 10: Ritual

Day 9: "Kau Segalanya Buatku."

161 8 0
By Vi-kun

Day 9: Insecurities

Grandmaster of Demonic Cultivation © Mo Xiang Tong Xiu

Jiang Cheng/Jiang Wanyin x Nie Huaisang

Words count: 835

• • •

Anak Chen-zongzhu cantik, ya? Kau tidak ada niatan untuk menikahinya?

Tidak.”

• • •

"Anak Chen-zongzhu cantik, ya?"


Jiang Cheng menggumam singkat sebagai jawaban, tidak sekalipun menghentikan aliran gerak menyeduh teh—yang kini mengepulkan asap-asap transparan setelah terpapar udara bebas.


"Kau tidak ada niatan untuk menikahinya?" Nie Huaisang bertanya acuh tak acuh. Lima deriji mengambil cawan, lima lainnya menahan di bawah bokong gelas untuk menghindari tumpahnya tetes-tetes air. Perlahan-lahan teh sebanyak bibir cangkir ia bawa menuju mulut, disesap khidmat menikmat rasa. Nie Huaisang memejamkan mata, tanda menunggu jawaban


Jiang Cheng tidak menunggu lama untuk dengan tegas menjawab, "Tidak." Dia meniru gestur tubuh Nie Huaisang, laksana cermin tidak sempurna. "Aku tidak ada niatan menikahinya, atau gadis manapun dari sekte manapun."


"Kenapa tidak?" tanya Nie Huaisang lagi setelah selesai membasahi kerongkongan dengan teh, kini minuman setengah habis itu duduk manis di pangkuan. "Bukankah banyak dukungan itu bagus? Kau bisa menjalin hubungan persaudaraan dengan Sekte Zihan Chen."


Jiang Cheng menghela panjang. "Nie Huaisang," balasnya sendu, menatap sepasang netra hitam di hadapannya, "aku sudah berapa kali bilang? Tidak perlu. Aku punya kau," Nie Huaisang meringis tapi Jiang Cheng terus melanjutkan seakan tidak memperhatikan, "aku sudah punya dukungan Qinghe Nie."


"Ya, tapi—" Kata-kata Nie Huaisang terpotong karena pria itu kesulitan merangkai kalimat. Setelah beberapa detik raut frustrasi menghias rupa, iapun akhirnya mampu mengutarakan sisa pemikirannya, "—tapi, ini aku yang kau bicarakan? Aku? Jiang-xiong, kau pantas punya yang lebih baik," desahnya kemudian sembari menundukkan kepala, tidak mau bersimuka.


Cawan di tangan Jiang Cheng mencipta bunyi debum ketika membuat kontak dengan meja, menggema nyaring dalam ruangan kala tembok memantulkan kembali bebunyian. Teh di dalamnya menciprat bagai bulir darah, mengotori sebagian kecil jubah ungu khas Yunmeng Jiang. Nie Huaisang, meski tersentak, tetap menolak mengangkat tendas—tapi dia tahu, Jiang Cheng tengah menahan murka.


Amarah Jiang Cheng seperti petir dalam badai. Secara harafiah. Melecut tajam membakar apapun yang dia sambar, membawa serta geledak nyaring guntur dalam bentuk hujanan kata. Nie Huaisang tahu, dia pernah lihat secara nyata. Apa yang bisa Jiang Cheng lakukan ketika emosi mengambil alih. Apa yang bisa dia perbuat waktu Zidian bertugas menyalurkan tegangan hati.


Marahnya Jiang Cheng mayoritas meledak-ledak, hampir destruktif, tapi tidak berlaku permanen. Namun, tetap ada kalanya ketika dia hanya diam, meredam semua gejolak itu dalam hati.


Yaitu sekarang.


Jiang Cheng tidak menuturkan apa-apa. Tidak berucap apapun. Dia hanya duduk, mengambil napas kemudian membuangnya keras-keras, sesekali memainkan cincin peninggalan Ibunda sebagai alternatif menyalurkan perasaan. Nie Huaisang, dari posisinya menunduk, mampu melihat percikan-percikan ungu mulai mencetus.


"Jangan," geram Jiang Cheng setelah terdiam lama, "aku memilihmu, aku mencintaimu, aku menikahimu," tekannya pada tiap kata, "aku tidak peduli pendapat orang. Kau istriku, kau pasanganku, aku tidak mau dan tidak berminat menikah lagi."


"Aku hargai itu, tapi—" Mendongak merupakan ide buruk, Nie Huaisang memalingkan muka cepat-cepat. "Jiang-xiong, cobalah realistis. Aku ini pria, aku laki-laki, aku tidak bisa memberimu anak. Siapa yang akan jadi Pemimpin Sekte Jiang nantinya—"


Sebelum Nie Huaisang selesai berargumen, Jiang Cheng memotong tanpa basa-basi, "Aku tahu kau laki-laki, apa persetubuhan kita selama ini kurang jelas?" ujurnya datar, abai pada warna merah yang mulai merambati rona, "dan aku tidak peduli. Aku punya tiga sepupu yang selamat dari serangan Qishan Wen, dua di antaranya menikah, sudah punya anak. Aku bisa menunjuk mereka."


"Itu tidak sama—"


"A-Sang!"


Bentakan Jiang Cheng membuat Nie Huaisang mundur beberapa senti. Ini bukan pertama kali, tapi setiap Jiang Cheng meninggikan suara, untuknya, hati Nie Huaisang selalu berdentum kencang oleh kekhawatiran. Takut telah menyinggung, takut telah melewati batas.


Jiang Cheng, di sisi lain, begitu melihat ekspresi Nie Huaisang, dia langsung bergeming di tempat.


Mereka sudah menikah selama tiga tahun, pertengkaran tentu mewarnai keseharian, bukan sekali dua kali dia berteriak, bahkan kadang sampai mengakibatkan Nie Huaisang menangis.


Namun tetap saja, Nie Huaisang yang takut padanya, membuat Jiang Cheng merasa jahat.


"A-Sang, maafkan aku," bisik Jiang Cheng rendah, menggeser tempat duduk hingga bersebelahan dan bukannya hadap-hadapan, "maaf. Aku tidak bermaksud, aku—" embusan kasar, "maaf."


"Bukan apa-apa," gumam Nie Huaisang sebagai balasan, sekali lagi menghindari kontak mata.


"Dengar, A-Sang," celetuk Jiang Cheng setelah helaan napas panjang nan dalam, "aku tidak berniat mengambil istri baru, karena kau sudah sempurna," dua tangan meraih pipi, membawa wajah Nie Huaisang mendekat, memaksa mata mereka bertubrukan, "kau tampan, cantik, baik, imut, kau segalanya yang kuperlukan. Nie Huaisang, A-Sang, aku menikahimu karena kau adalah kau. Aku mencintaimu karena segala perkataan pun perbuatanmu. Aku memperistrimu karena aku yakin Yunmeng Jiang tidak akan pernah semaju ketika kaulah yang mendampingiku—" senyum penuh afeksi terulas, "dan aku benar."


Nie Huaisang tidak membalas. Tidak bisa membalas. Mukanya merah terang, begitu jelas melapisi kulitnya yang putih pucat. Jari-jari Jiang Cheng mampu merasakan panas menjalari sensornya, berasal dari pipi yang dia pegang.


"Jiang-xioooong!" rengek Nie Huaisang malu, membenamkan diri pada bahu Jiang Cheng, "kau tidak bisa—tidak bisa tiba-tiba bilang begitu! Aku tidak siap!"


Jiang Cheng hanya tertawa, senang. "Jangan merasa tidak pantas lagi. Kau segalanya buatku, paham?"


Kumpulan silabel kikuk tanpa makna yang dikeluarkan Nie Huaisang dianggap sebagai tanda afirmasi oleh Jiang Cheng.

Continue Reading

You'll Also Like

90.3K 10K 30
"Tunggu perang selesai, maka semuanya akan kembali ketempat semula". . "Tak akan kubiarkan kalian terluka sekalipun aku harus bermandikan darah, kali...
Drie By VAnswan

Fanfiction

30.7K 3.8K 21
Mamanya bilang, Chandra harus mengalah pada adiknya, Nathan, karena Chandra adalah seorang kakak. Lalu papanya bilang, Chandra harus mengalah pada ka...
27.3K 4.5K 16
Allura Christy Gadis remaja polos nan lugu yang kerap kali mendapat bullyan dari semua siswa siswi di sekolahnya. Bagaimana tidak, sekolahnya saja s...
158K 11.8K 86
AREA DILUAR ASTEROID🔞🔞🔞 Didunia ini semua orang memiliki jalan berbeda-beda tergantung pelakunya, seperti jalan hidup yang di pilih pemuda 23 tahu...