Cosa Nostra ||Sanwoo

By mob_teez

88.5K 10.3K 1.1K

[on going] / [slow update] -A SanWoo/Woosan Fanfiction - (Bahasa indonesia) ❗️bxb/18+/yaoi/Mpreg/mafia/crime... More

Chapter 0 ; Prologue
Chapter 1 ; Meet
Chapter 2; Shut
Chapter 3 ; Familia Ante Omnia
Chapter 4; own's
Chapter 5 ; robbed
Chapter 6 ; Everything's Got a Price
Chapter 7 ; Hurt
Chapter 8 ; Circle
Chapter 9 ; broken part
Chapter 10 ; Two of them
Chapter 11 ; nowhere.
Chapter 12; Attack of the Saints
Chapter 13 ; damnation (m)
Chapter 14; excommunicado (m)
Chapter 15 ; C.A.S
Chapter 16 ; Trip
Chapter 18 ; Guilty Pleasure
Chapter 19; Loyalty
Chapter 20 ; War
Chapter 21 : Irony of Destiny
Chapter 22 : M.D
Chapter 23 : The Price Of Tears
Chapter 24 : Estranged
Chapter 25 : Vendetta
Chapter 26 ; Amateur
Chapter 27 : Black Rose
Chapter 28 ; Deconsecrated
Chapter 29; an Honor

Chapter 17; time

2.2K 306 66
By mob_teez

"𝘞𝘢𝘬𝘵𝘶 𝘣𝘦𝘳𝘫𝘢𝘭𝘢𝘯 𝘥𝘢𝘯 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 - 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘦𝘳𝘶𝘣𝘢𝘩"

"Wooyoung?"

San menyebut nama bocah yang sepertinya melamun menatap lurus ke depan. Tapi hanya dengan satu panggilan saja, anak remaja itu tersadar dan menoleh. Dia mengerutkan dahinya saat matanya menangkap celana medis di depannya.

Dia menelan ludahnya menyadari milik siapa itu. Takut - takut dia mengangkat wajahnya dan benar saja, San tengah menatapnya sekarang. Pria itu bertelanjang dada karena perban melilit diarea tubuhnya.

"Y-ya?" Woo tidak tahu harus memanggil dengan sebutan apa untuk San, jadi dia hanya bertanya saja. Tapi, ada yang berbeda dari bos mafia itu sekarang. Bukan bentuk tubuhnya, tetapi ekspresi wajahnya yang lebih terlihat tenang.

San berdeham karena mendapati Woo melamun sibuk mengamati dirinya, "Apa yang kau lakukan disini?" Dia akhirnya bertanya tapi anak remaja didepannya ini menundukan kepalanya.

'Sial! Apa aku salah bicara?' Dia mengumpat dalam batinnya, dia tidak pernah merasakan ini sebelumnya dalam beberapa tahun terakhir ini. Perasaan bersalah, itu muncul dan mengingatkan dirinya pada sebuah kejadian tragis. Kejadian yang merengut nyawa kedua orang tua bocah didepannya ini. San membuang wajahnya seolah dia berusaha membuang ingatan pahit itu. Perasaannya sekarang sedikit berbeda.

"Jika kau ingin bertemu dengan Hangyum, kau bisa meminta Mingi untuk mengantarmu ke sana." Suaranya berubah kembali menjadi dingin. Wooyoung terkejut dengan perubahan tiba - tiba itu. Apakah San memiliki kepribadian ganda? Atau karena ini adalah efek dari kemarin dia mati suri?

Baron mafia itu pergi tepat sebelum Wooyoung mengatakan sesuatu padanya.


Wooyoung berlari mencari sosok Mingi kemana - mana. Dia bahkan memaksa dirinya bertanya kepada salah satu anak buah San yang berjaga di gerbang utama. Rasa takutnya hilang saat dia mendapatkan jawaban dengan nada yang ramah. Dia telah salah menilai orang - orang dirumah ini.

"Terima kasih." Anak lelaki itu pergi setelah mengucapkan dua kata itu. Dia mengarahkan kakinya menuju taman belakang rumah tempat ia bias bermain bersama Hangyum. Perasaannya saat ini sangat bersemangat karena dia akan bertemu lagi dengan anak kecil itu setelah sekian lama —lima hari— tidak bertemu dengan anak itu.

Tapi langkahnya terhenti dan senyumannya luntur saat melihat dan mendengar sesuatu yang dibicarakan oleh Yunho dan Mingi didepannya.

"Sebenarnya apa yang terjadi? Bagaimana San bisa tertembak lagi?"

Kata 'lagi' disini sungguh menarik, seperti memang ditakdirkan. Mingi menunduk dan menghindari tatapan intimidasi Yunho. Pria itu terlihat menahan sesuatu dari mulutnya. "Mengapa diam?" Yunho menagih jawaban.

"Aku tidak tahu." Mingi menjilat bibirnya sejenak, tatapannya berubah serius, "Ini hanya tebakanku. Mob diancam agar kembali menjadi anggota organisasi." Sambung pria itu.

Yunho menjauh karena terkejut, dia menutup mulutnya tidak percaya. Dia mendecih benci. Matanya bergerak panik dan dia terkejut saat melihat sosok Wooyoung yang berdiri tak jauh dari mereka.

"Oh? Wooyoung-ssi?" Ekspresi wajahnya berubah dengan cepat. Dia berdiri dan melambaikan tangannya ramah menyuruh anak remaja itu untuk mendekat.

Dokter muda itu merangkul Wooyoung ramah, "Kau mencariku?" Nada bicaranya antusias. Wooyoung menggeleng dan itu membuat dirinya sedikit kecewa, "kau tidak mencariku? Lalu mengapa berdiri saja seperti itu?"

"Aku mencari Mi-mingi-ssi." Anak remaja itu terkekeh kecil. Mingi yang merasa terpanggil namanya segera bertanya, "Kau mencariku? Ada apa? Kau perlu sesuatu?" Dia langsung melemparkan banyak pertanyaan seolah dia dipaksa melayani Wooyoung.

"Ti-tidak, tidak perlu sepanik itu. Aku.. hanya ingin minta... diantarkan bertemu... Hangyum.." remaja itu menunduk. Yunho tersenyum melihat tingkah lugu itu.

'anak ini sangat lugu.' Batin Yunho terhibur dan dia terkekeh kecil. "Kau begitu merindukan anak itu sampai ingin cepat bertemu dengannya?" Dia menggoda Wooyoung yang tertunduk malu.

"Mingi, kau bisa mengantarnya kan?" Yunho yang baik, dia membantu memintanya kepada Mingi secara langsung.

"Tentu. Kau ingin mengunjunginya kapan, Wooyoung-ssi?"

Wooyoung mengangkat wajahnya, kedua matanya berbinar terang. "Besok!" Balasnya.

Suara kaca bertemu dengan kaca diselingi dengan suara aliran cairan memenuhi ruangan. Siapapun yang melihatnya pasti mengira orang ini sedang mencoba untuk memabukan dirinya.

Jari - jari tangannya yang besar melingkari sisi gelas dengan anggun. Cahaya rembulan menyinari wajahnya yang menunjukan ekspresi tenang. Dia menarik satu sudutnya tersenyum.

"Seharusnya aku tidak pernah ikut campur urusan orang tua licik itu." Dia tertawa setelah bermonolog. Suara tawa nya tidak terdengar penuh dengan kebahagiaan melainkan kemirisan. Itu terbukti karena dia hanya tertawa sebentar setelah itu ekspresinya berubah menjadi marah.

Napasnya memburu, San melayangkan tangannya dan melempar gelas berisi cairan merah memabukan itu —read:wine—

Suara pecahan tidak bisa dihindarkan. Gelas bening berkaki satu itu sudah tidak terbentuk lagi dan cairan wine itu berantakan seperti darah yang menggenang di lantai.

Frustasi, Dia menangkup kepalanya sendiri tapi setelah itu dia bertingkah seolah dia kembali menjadi normal. Dia menarik napasnya panjang sambil memejamkan matanya.

"Fuck."

Apa yang membuatnya seperti ini adalah kejadian kemarin. Kejadian sebelum dia selamat dan kembali hidup. Sesi diskusi atau lebih tepatnya sesi memojokan telah membuatnya menjadi gila seperti ini.

Dia hanya ingin keluar dari dunia yang kejam, hidup seperti orang normal pada umumnya tapi sepertinya itu tidak berlaku saat sekali masuk ke dalam lubang hitam mematikan;cosa nostra.

Sudah berapa banyak nyawa yang pria ini ambil hanya untuk menyelesaikan tugas yang diberikan atasan tidak manusiawi itu. Bukan hanya rasa bersalah yang menghantui dirinya, rasa ingin menghabisi diri bahkan menggerogoti dirinya. Percayalah, bisa bertahan hidup sampai sekarang adalah satu usahanya menghapus dosa - dosa yang ia perbuat selama ini.

flashback on—

"Kau ingin semuanya selamat? Kau harus kembali." Pria yang tengah menghisap cerutunya itu tertawa puas dengan ucapannya.

"Anak pungut itu sudah tidak berharga lagi begitu juga dengan para pelayan dungu mu itu. Mereka hanya kumpulan orang dungu yang mudah ku singkirkan. Aku butuh sesuatu yang lebih menantang dan sedikit menghibur." Dia memiringkan kepalanya menyeringai seram.

"Tentu aku dengan baik hati memberikanmu dua pilihan terbaik. Selain pilihan pertama tadi, aku menawarkanmu pilihan lain yang lebih menggiurkan." Kalimatnya penuh dengan penekanan.  "Aku yakin kau tertarik." Pria paruh baya itu tertawa.

"Apa yang kau inginkan?" San menahan napasnya saat mengucapkan kalimat itu. Amarahnya masih bisa dia kendalikan. Tapi dia sudah tiba bisa menahannya lebih lama lagi.

"Serahkan bocah tunggal Jung."

flashback off—

Apa ini yang disebut kebahagiaan? Dari segi perasaan Wooyoung rasa—ya. Hari ini dia akan bertemu lagi dengan seorang bocah kecil berumur lima tahun yang selalu memekik dan bercerita soal ice bear pada kartun seri anak - anak di televisi.

Dia sengaja bangun lebih pagi karena ingin membantu Seonghwa menyiapkan sarapan, juga bermaksud ingin menyiapkan makanan kecil untuk Hangyum nanti. Wooyoung begitu merasa bersemangat ketika Seonghwa memberitahu nama dan jenis kue kering yang bocah lima tahun itu sukai.

Tanpa banyak bicara, setelah Woo selesai dengan urusan hidangan sarapan. Dia segera meminta bantuan Seonghwa untuk menyiapkan bahan dan membuat kue kering bersama. Seonghwa yang pada dasarnya selalu berada di dapur setiap saat tentu saja merasa antusias.

"Kau benar - benar bersemangat pagi ini, Wooyoung-ssi." Seonghwa terkekeh saat menatap Wooyoung yang begitu fokus mengaduk adonan dengan alat adukan manual. Remaja itu menolak menggunakan mesin mixer dengan alasan rasanya akan lebih enak jika diaduk dengan cara manual.

"Apa kau pernah membuat kue ini?" Wooyoung mengangkat wajahnya dan menyeka bulir keringat di dahinya. Dia tersenyum lebar dan mengangguk, "Ya!"

"Rambutmu benar - benar menganggu ya? Biarkan aku mengikatnya untukmu." Seonghwa merogoh saku celemeknya dan mengeluarkan ikat rambut berwarna hitam. Tangan nya yang bersih meraih rambut hitam bagian depan milik remaja didepannya, mengikatnya dengan ikatan yang sedang berbentuk apel.

"Kau cocok dengan ikatan rambut seperti ini." Seonghwa menjatuhkan rahangnya, dia terlihat bangga karena merubah penampilan Wooyoung yang cantik jadi semakin cantik.

"Terima kasih.." Woo tertunduk malu. Dia melanjutkan aktivitas mengaduk adonannya sementara Seonghwa menyiapkan loyang kue untuk proses pemanggangan nanti.

Saat mereka berdua fokus dengan urusan masing - masing, Mingi datang sambil berteriak menyapa. Suara baritonnya mengejutkan Wooyoung dan Seonghwa, mereka berdua berbalik dan jangan lewatkan Seonghwa yang berteriak marah.

"Aku hanya ingin mengucapkan 'Selamat pagi', mengapa kau memaki ku, hyung.." Pria tinggi itu menunduk sedih. Ekspresinya sengaja dibuat - buat terlihat sedih tapi kakinya melangkah ke arah Wooyoung yang sedang membentuk adonan kue kering diatas loyang panggang.

"Apa yang kau lakukan, Wooyoung-ssi?" Dia mengintip aktivitas Wooyoung dan matanya berbinar saat melihat bentuk kue yang menarik di depan sana. Mulutnya tidak bisa menahan untuk memuji indahnya bentuk kue itu. Atau karena memang dia menginginkan kue itu saat sudah matang.

"Wah, kau hebat dalam membentuk kue kering! Lihat! Itu terlihat unik. Kau benar - benar menguasainya, Wooyoung-ssi!" Dia bertepuk tangan memuji Wooyoung yang mengangguk menanggapi pujian Mingi.

"Jangan menganggu Wooyoung! Apa kau tidak lihat dia sedang mengukir kue nya?!" Seonghwa mendorong tubuh Mingi dengan lengan nya. Dia mengusir sosok penganggu pagi itu.

Mingi mendengus, "Wooyoung-ssi." Dia memanggil Wooyoung dengan nada yang berbeda dan membuat Wooyoung membalikan tubuhnya, "Ya?"

Mingi menunjukan deretan gigi putihnya dan dia tertawa cengir, "Kau cocok dengan ikat rambut apel itu. Tapi, bisakah aku mendapatkan kuenya juga nanti?" Wooyoung menahan tawanya, tapi dia tersenyum ramah dan mengangguk, "Tentu saja." Membuat manusia dengan rambut orange itu berteriak senang.

"Itu adalah bayaranku mengantarmu ke panti heaven of child!" Setelah dia mengatakan kalimat itu, dia pergi dari dapur untuk membersihkan diri dengan perasaan yang bahagia.

Keheningan sementara kembali terjadi tapi tidak berlangsung lama karena tiba - tiba Seonghwa merasa dia harus mengeluarkan sesuatu yang ada di perutnya. Dia merasa sangat mual tidak karuan, jadi dia meninggalkan urusannya dan berlari dengan cepat ke kamar mandi yang tak berada jauh dari konter dapur.

Wooyoung mengerutkan dahinya, "Seonghwa hyung, kau baik - baik saja?" Hatinya menjadi panik melihat Seonghwa yang sepertinya tidak sehat. Dia memutuskan untuk meninggalkan aktivitasnya juga dan menyusul Seonghwa.

Pria cantik itu memuntahkan isi perutnya dengan cepat, efek dari mengeluarkannya adalah merasa lemas jadi dia meletakan bokongnya di lantai kamar mandi sambil terus memijit pelipisnya.

"Kau baik - baik saja? Aku akan memanggil dr. Jeong untukmu.." Wooyoung bertanya khawatir sambil mengusap lembut bahu Seonghwa. Pria cantik itu mengangguk lemas dan Wooyoung segera beranjak untuk memanggil Yunho.

Ketika Yunho sudah tiba dengan tas medisnya dia terkejut saat melihat Seonghwa kembali memuntahkan isi perutnya. Hongjoong juga ikut datang karena merasa khawatir dengan istrinya. Dia merengkuh tubuh lemas yang baru saja selesai muntah, "Kau baik - baik saja?" Nada bicaranya terdengar sangat khawatir.

Tidak mendapatkan jawaban dari Seonghwa langsung, Hongjoong menatap Wooyoung, "Apa yang terjadi?" Woo tersentak dan mencoba menjelaskan, "Kami sedang membuat kue tapi Seonghwa hyung tiba - tiba mual dan pergi." Suaranya bergetar ketakutan jadi Yunho menenangkan remaja itu lalu segera memeriksa keadaan Seonghwa.

Yunho menempelkan stetoskopnya di letak nadi Seonghwa lalu mulai meremas alat tensi secara bertahap. Setelah itu memeriksa dahi Seonghwa, memastikan apakah pria ini terkena demam atau tidak.

"Kau memiliki tensi yang normal. Aku benar - benar tidak yakin dengan hasil diagnosisku sendiri. Hongjoong hyung, bisakah aku bertanya sesuatu padamu? Mungkin ini sedikit kurang ajar tapi, Kapan terakhir kali kalian melakukan hubungan... intim?" Yunho benar - benar bersusah payah merangkai tiap kata yang akan dia ucapkan.

Atmosfer ruangan mulai berbeda. semua orang terdiam. Bahkan Wooyoung tidak bisa menahan rasa malunya mendengar pertanyaan semacam itu, apalagi dia tidak bisa berkata bahwa dia pernah memergoki Hongjoong dan Seonghwa bermain didapur! Dia menutup wajahnya menunduk malu.

"Apa maksudmu?" Hongjoong memasang ekspresi tajam tapi kedua telinga nya memerah sempurna. Sementara Yunho hanya menunduk, "Aku memang bukan lulusan kedokteran khusus kandungan, tapi sepertinya Seonghwa hyung... hamil."

"SEONGHWA HYUNG HAMIL?!"

Mereka berempat terkejut dengan pekikan itu, dan berbalik. Disana ada Yeosang dan Jongho yang sepertinya hendak mengambil bagian sarapan mereka. Pria cantik dengan kemeja cream itu berdiri di pintu dan menatap Wooyoung, "oh. Rambut yang bagus, Wooyoung-ssi." Lalu segera sadar dengan kondisi semula.

Yeosang berlari mendorong Hongjoong dan berlutut disamping Seonghwa, "Kau hamil?" Tanya nya memastikan tapi Seonghwa hanya diam, sepertinya ikut memikirkan sesuatu.

"Kenapa diam?!" Yeosang gemas mengguncang kursi yang Seonghwa duduki. "Jawab aku!!"

"Kalau begitu, Biarkan aku menyentuh perutmu!" Yeosang mengarahkan tangannya hendak menyentuh perut datar Seonghwa.

"Kau bisa meramal kehamilan?" Yunho bertanya.

"Tidak. Aku hanya merasa penasaran tapi perutnya masih rata." Kalimat itu menusuk tepat pada Seonghwa, pria itu protes, "Akan ada waktunya dia membesar..!"

"Mengapa kau hamil lebih dulu?!" Dia merengek dan beralih menatap suaminya.

"Choi Jongho!" , "Kita menikah lebih dulu daripada Seonghwa dan Hongjoong hyung! Mengapa Seonghwa hyung hamil lebih dulu?!"

"..." Jongho diam, dia membeku dilempari pertanyaan seperti itu.

Bertepatan dengan Wooyoung yang berlari kearah mesin oven di konter untuk mengangkat kue kering, Mingi datang dengan busana kasualnya.

Dia berhenti tepat disamping Jongho yang masih tidak berani melangkah masuk ke dalam ruang makan.

Mingi buka suara karena ruangan itu terasa sangat hening, "Wooyoung-ssi, kue keringnya sudah matang?" Dia berjalan santai, terlihat tidak tertarik dengan fakta bahwa ada Seonghwa yang terlihat tidak sehat duduk dikerumuni beberapa orang.

"Dasar manusia otak kue." Cemooh Yeosang memutar bola matanya malas.

Mingi tidak lupa dengan janjinya mengantar Wooyoung ke heaven of child, dia dengan antusias menunggu Wooyoung bersama salah satu anak buah San dan para dewa —read:anjing San—sambil menyantap kue kering yang dia dapatkan.

"Ini terasa enak. Anak itu benar - benar memiliki bakat terpendam." Salah satu dari anak buah San yang juga selamat dari teror pusat kemarin—Youngjae— memuji dan tertawa. Jangan herankan bagaimana pria itu bisa selamat bahkan dia tidak muncul selama ini. Itu karena Youngjae selalu berada di ruang bawah tanah.

"Kau benar." Mingi menyetujui sambil ikut mencicipi kue kering diatas meja markas. Pria tinggi berpakaian hitam itu merendahkan tubuhnya dan memberikan potongan kecil kue kering buatan Wooyoung.

"Bahkan seekor anjing menyukainya." Youngjae tertawa melihat bagaimana Ares si anjing putih mengunyah kue kering buatan Wooyoung dengan senang sambil terus menggerakan ekornya. Pada akhirnya Mingi lah yang mengurus para dewa.

"Mingi." Seseorang menyebut namanya dan dia berbalik segera berdiri. "Bos!" Anak buah nya yang lain —Youngjae—juga berdiri dan membungkuk hormat, kepalanya ia tundukan tidak berani menatap San. Bahkan Ares yang sedang menikmati kue kering berhenti mengunyah dan ikut duduk tegap sambil mengangkat kepalanya. Dia menyalak sekali untuk menyapa San.

Sungguh, Anjing yang pintar.
(Penulis mengacungkan jempol untuk Ares)

"Pastikan Hangyum pulang karena aku akan mengadakan acara kecil untuk ulang tahunnya." Suara San berubah, kembali datar dan ekspresi wajahnya dingin. Sudah lama sekali Mingi tidak melihat wajah tembok itu lagi, sebelum dia tertembak lagi kemarin.

Mingi mengangguk, "Aku mengerti." Dia membungkuk hormat hingga San pergi dari sana. Mingi memiringkan kepalanya merasa kasihan melihat punggung lebar itu.

"Dia terlihat berbeda dari sebelumnya." Youngjae bergumam, dia mengamati sosok Mafioso itu sampai benar - benar menghilang dari indra penglihatannya.

"Aku jadi merasa khawatir." Katanya lagi menatap Mingi serius. Pria berambut orange itu memikirkan kalimat Youngjae yang tidak salah lagi kebenarannya. Dia memang merasakan perubahan terjadi pada San untuk yang ke sekian kalinya.

"Mi-mingi-ssi.."

Sampai sebuah suara mengganggu kepalanya. Wooyoung menyentuh lengan Mingi, "Kau baik - baik saja?"

Mingi sadar dari lamunan nya, dia terkejut saat tidak ada orang sama sekali disampingnya. "Kemana Youngjae?" Dia bertanya pada siapa? Wooyoung? Tentu saja remaja itu tidak mengerti maksud Mingi, remaja itu hanya melihat Ares yang menikmati kue kering.

"Aku rasa dia kembali berkerja." Wooyoung menjawab dengan menebak - nebak. Dia mulai mengerti saat Mingi merapihkan wadah berisi kue kering yang terbuka diatas meja markas. Mingi pasti sedang menikmati kue itu bersama yang lain.

"Ayo kita pergi!" Mingi membawa wadah kue itu menarik tali harnes Ares dan tersenyum pada Wooyoung membuat anak remaja itu terkekeh kecil dan segera mengekori Mingi dari belakang menuju mobil yang sudah terparkir dengan baik.

Pergi menuju heaven of child memakan cukup banyak waktu selama perjalanan. San tidak mungkin asal memilih tempat dan seseorang untuk mengurus Hangyum sementara waktu. Mafioso itu bersusah payah memilih tempat yang benar - benar ia bisa pegang kepercayaannya.

Wooyoung yang terlalu bosan menatap ramainya perjalanan meski dia tidak pernah keluar selama bersama San tapi dia memilih bermain bersama anjing putih Ares di kursi penumpang samping pengemudi.

"Aku mengurusnya dengan baik, 'kan?" Mingi yang merasa kesepian mulai membuka obrolan kecil, sesekali dia menolehkan wajahnya penasaran dengan tanggapan Wooyoung.

"Ya, kau mengurusnya dengan baik...!" Wooyoung terkikik geli saat Ares menjilati dan menciumi seluruh wajahnya. Remaja itu terlihat seperti anak kecil pada usianya yang hampir dewasa saat bermain dengan seekor anjing jantan berbulu putih.

"Apa jenis anjing Ares ini?" Mingi menoleh, "Hm?"

"Jenis anjing?"  Dia menjilat bibirnya sambil menatap lurus ke depan, " Siberian husky." Katanya sambil mengusap bulu halus Ares.

"Husky berbulu putih sangat jarang ditemui. Itu mengapa San memungutnya dari panti hewan." Wooyoung mengangguk - anggukan kepalanya sebagai respon dari penjelasan Mingi.

"Wooyoung-ssi." Mingi memanggil Remaja cantik di sampingnya tapi kali ini nada suaranya berbeda. Woo menoleh, "Kau memanggilku?" Dia memastikannya sekali lagi karena suara Mingi terlewat kecil saat menyebutkan namanya.

Pria yang sedang mengemudi itu mengangguk, "ya. Aku memanggilmu." Balasnya. "Bolehkah aku minta bantuan padamu?"

Wooyoung mengangkat kedua alisnya sekaligus memiringkan kepalanya. Dia memberikan Mingi waktu untuk menjelaskan apa maksud dari perkataan.

Mingi berdeham, "Seperti membantuku agar bisa bersama dengan Yunho." Dia terlihat bersusah payah mengatakan itu. Tapi setelah dia mengatakannya, wajahnya berubah lega.

Wooyoung awalnya hanya diam karena tidak tahu harus merespon dengan kalimat seperti apa. Tapi akhirnya dia mengerti, "Tentu." Katanya sambil mengangguk. "Aku mau membantumu." Dia tersenyum kearah Mingi, seolah dia mengerti rasanya jatuh cinta pada seseorang.

Pria disampingnya ini bukanlah pria biasa. Wooyoung menebak - nebak bahwa Mingi hampir memiliki karakter yang sama seperti San. Tetapi, Wooyoung jelas tidak berani menilai San lebih jauh karena, ia tahu siapa dirinya itu.

Mingi reflek mengerem mobil mendadak, bahkan Ares terjatuh ke bagian bawah dashboard mobil dan menyalak keras. Anjing itu seolah marah karena tindakan Mingi yang bisa membahayakan 2 nyawa penumpang ditambah nyawanya sendiri.

"Oke maafkan aku Ares, Wooyoung..." dia meminta maaf sambil menatap Ares lesu, "Aku kelewat senang!" Sambungnya sambil melebarkan senyumannya dan menjalankan lagi mobilnya perlahan. Wooyoung mengerti bagaimana perasaan pria tinggi di sampingnya itu, dia tertawa kecil.

"Ah, aku hampir melupakan sesuatu. Mob ingin kau membawa pulang Hangyum nanti. Besok adalah hari ulang tahunnya."

Wooyoung mengerutkan alisnya, "Tidak ada yang memberitahuku soal ini sebelumnya." Dia merasa kecewa karena dia telat mengetahui kabar itu.

"Aku rasa mob juga belum memberitahukan hal ini kepada yang lain." Mingi menjelaskan sambil mengemudikan mobilnya lagi.

Tidak berselang lama, mereka sampai ditempat tujuan. Wooyoung yang antusias segera turun diekori oleh Ares, Mingi khawatir anjing jantan itu kabur karena Wooyoung tidak mengendalikan harnes-nya. Pria tinggi itu berlari keluar mobil mengejar Ares yang berlari kencang ke sembarang arah.

"ARES!!" Dia berteriak berharap Anjing putih jantan itu berhenti ditempat dan kembali ke jalan yang benar. "BUKAN DISANA!" Mingi berteriak lagi karena Ares tidak kenmbali. Keringat dingin jelas membasahi dahinya. Ketika ada kesempatan Ares menghilang dibalik semak tumbuhan, dia mendekat dan ekspresi wajahnya berubah seolah dia ingin membunuh seseorang.

Kembali dengan wajah masam, Wooyoung berani bertanya, "Ada apa?" Mingi menghela napas sambil menarik tali harnes milik Ares. "Ku kira dia akan kabur tapi ternyata dia hanya buang air." Wooyoung tidak bisa menhana tawanya. Dia terkikik kecil.

"Jangan lakukan itu lagi, Ares!" Mingi memperingati anjing siberian itu tapi sepertinya anjing itu lebih tertarik kepada Wooyoung yang membawa kue kering. Dia menyalak dan mengekori Wooyoung dan bersikap patuh padanya.

Saat pintu rumah besar itu dibuka lebar, suara pekikan anak kecil tidak bisa Wooyoung hindari. Hangyum berteriak keras sama seperti perasaannya yang sangat merindukan Wooyoung. "Mama!!!" Dia melompat dan memeluk Wooyoung erat.

Wooyoung merendahkan diri untuk memeluk bocah lima tahun itu, "Halo, Hangyum.." bibirnya tidak bisa menahan untuk mencium pucuk kepala Hangyum lembut. Mingi membungkuk hormat pada seorang wanita paruh baya dibelakang Hangyum.

"Lauren."

"Mingi-sii."

Menyadari ada orang lain selain Hangyum, Wooyoung bangkit dan segera memberi hormat, "Halo, aku Jung Wooyoung. Senang bertemu denganmu..." , "Lauren.. cukup panggil aku Lauren." Wanita paruh baya itu tersenyum membuat Woo sedikit merasa canggung.

Sebenarnya Lauren tidak terlihat seperti wanita yang sudah tua, dia masih terlihat cantik dengan cardigan rajut warna maroon yang membalut tubuhnya. Kerutan diwajahnya bergerak saat dia tersenyum ramah.

"Silahkan masuk."

Wooyoung mengangguk tersenyum dan menggandeng tangan Hangyum masuk ke dalam. Mereka duduk bersama di sebuah ruangan yang sepertinya itu adalah ruang keluarga yang sederhana.

Furnitur rumahnya terlihat sangat sederhana, di mana hampir sebagian  materialnya berbahan dasar kayu. 'Lauren pasti orang yang mencintai lingkungan', pikir Wooyoung. Cat berwarna coklat gelap yang mewarnai dinding rumah tidak memberikan kesan menyeramkan di rumah ini.

Mingi bilang ini adalah sebuah panti tapi Wooyoung tidak melihat anak - anak atau orang lain selain Lauren dan Hangyum. Apakah karena semuanya sedang tidur siang?

Lauren mempersilahkan Wooyoung dan Mingi untuk duduk di sofa yang tersedia disana. Wanita paruh baya itu tersenyum cantik, "Jadi, kau anak dari Yoojin?" Woo tersentak mendengar nama ayahnya disebut. Mungkinkah Lauren memiliki hubungan dengan ayahnya? Entah itu sebagai teman atau kerabat dekat.

"Kau mengenal ayahku?" Lauren tertawa mendengar pertanyaan lugu itu. Mingi tidak bisa berkomentar atau ikut berbincang, ia berinisiatif bermain dengan Hangyum dan Ares di karpet bulu.

"Tentu saja aku mengenalnya. Dia adalah pria yang baik." Wooyoung tidak bisa menahan senyumannya saat Lauren memuji ayahnya. Dia mengangguk dan tersenyum, "Terima kasih atas pujianmu..." dia menatap Lauren serius, "..tapi bagaimana kau bisa mengenal ayah? Apakah kau berteman baik dengan ayah?"

Lauren mengulum senyumannya, "Kevin..." woo menatap wanita itu menarik napas dalam, "Mendiang anakku, dia berteman baik dengan San dan Yoojin."

Rasanya seperti disambar petir secara langsung, ketika Woo mendengar kata "mendiang" itu sedikit menyesakan. Dia bisa mengerti beratnya Lauren saat menjelaskannya. Tapi wanita itu terlihat kuat dan tegar, bahkan nada bicaranya tidak bergetar sama sekali.

"Kevin menganggap Yoojin ayahnya sendiri. Mereka selalu bersama setiap kali menjalankan tugas. Meskipun aku tidak tahu pasti apa pekerjaan mereka sebenarnya, tapi San dan Yoojin terlihat bisa menyakini-ku bahwa itu akan baik - baik saja."

"Tuhan berkata lain. Kevin mati ditangan pria bernama Seojun setelah Yoojin."

'Seojun..' Wooyoung mengepalkan tangannya kuat. Matanya mulai berkaca - kaca dan jantungnya berdegup tidak karuan. Dia merasa marah, sangat marah!

"Lauren.." mingi memanggil Lauren. Ada nada khawatir tersemat disana. Ekspresinya seakan dia menyalahkan Lauren.

"San tidak akan memberitahukan kebenarannya jika urusan nya belum selesai. Anak ini berhak mengetahui penyebab kematian ayahnya." Lauren berbicara serius. Ekspresi wajahnya dingin menatap Mingi.

"San tidak pernah melarangku untuk memberitahu soal ini." Sambungnya.

Mingi menyentuh hidungnya dan menunduk, 'sial!' Umpatnya.




Halo,

Kita kembali bertemu dan tidak sedikitpun ada rasa bosan untuk mengucapkan terima kasih kepada para pembaca yang setia menunggu, juga terima kasih kepada para pembaca yang sempat meninggalkan dukungan (vote) dan komentar.

Sekali lagi Aku minta maaf karena siklus publikasi cerita yang tidak menentu. Ada alasan tersendiri yang membuatku tidak bisa rajin mempublikasikan cerita.

Aku minta maaf jika ada kesalahan dalam menulis kata dan kalimat (typo), aku tidak memeriksanya kembali. Haha..

Ah.. aku hampir lupa, aku ingin mengucapkan selamat menjalankan ibadah puasa bagi yang menjalankan.

Semoga kalian selalu diberkahi dan sehat selalu. Sampai bertemu di chapter selanjutnya.

M.

Continue Reading

You'll Also Like

128K 10.3K 82
AREA DILUAR ASTEROID🔞🔞🔞 Didunia ini semua orang memiliki jalan berbeda-beda tergantung pelakunya, seperti jalan hidup yang di pilih pemuda 23 tahu...
129K 9.9K 17
"aku tidak perduli jika Presdir tidak mencintaiku. Tapi, jadikan aku milikmu malam ini" Na Jaemin inspired by : - One of The Girls (song) - The Worl...
201K 16.8K 61
Awalnya Algi kira semua orang berlebihan, tapi pas udah hadapan langsung sama orangnya kena juga jebakan Betmen nyaa huhhh!! ⚠️ -Fiksi yaaa -BXB ...
YES, DADDY! By

Fanfiction

286K 1.6K 8
Tentang Ola dan Daddy Leon. Tentang hubungan mereka yang di luar batas wajar