Serendipity

By Choirusuun

458 118 15

PROSES TERBIT (Part masih lengkap) Tidak! Cermin itu pecah. Lalu bagaimana sekarang? Bagaimana cara mereka ke... More

Prolog
Bab 1: Sharon
BAB 2: Saras
Bab 3: Agnes
Bab 4: Aghya
Bab 5: Awal Mula
Bab 6: Kekacauan
Bab 8: Raka (2)
Bab 9: Siapa Aghya?
Bab 10: Teror
Bab 11: Resolusi
Bab 12: Wraith
Bab 13: Perantara
Bab 14: Akhir
Bab 15: Selesai
Bab 16: Dia Kembali?
Bab 17: Mati
Bab 18: Jawaban
Bab 19: Wanita Ular
Bab 20: Pulang
Bab 21: END
OPEN PO

Bab 7: Raka (1)

19 3 1
By Choirusuun

"B-bela-kang." ucap Randu susah payah, dengan suara yang gemetar, tergagap.

Serentak mereka menengok ke arah yang Randu tunjuk. Mereka tercekat. Tubuh mereka gemetar ketakutan. Mereka membeku.

Sosok itu. Bermata merah menyala dengan kuku tajam. Sosok, yang pernah dilihat Agnes dan Raka.

Ia tersenyum, menyeringai menunjukkan giginya yang berupa taring.

Raka mendongak melihat sosok di belakang nya yang tingginya hampir menyentuh langit-langit villa. Matanya bertemu dengan mata merah menyala sosok itu. Tubuhnya gemetar. Teman-temannya mulai berlarian, menyelamatkan diri dari iblis di hadapannya. Sedangkan ia masih terpaku diam, ia tidak bisa berdiri. Tubuhnya saja bahkan tidak ada yang bisa ia gerakkan.

Raka menelisik iblis di hadapan nya. Mata merah, kuku dan gigi yang tajam, jubah hitam panjang yang menutupi kepala hingga bawah.
Benar itu dia! Raka yakin dia makhluk yang sama, yang menemuinya dulu.

Iblis itu tersenyum menatap Raka, mulutnya tertarik hingga telinga, terlihat seperti sobek.

flashback

"APA INI!" suara menggelegar penuh amarah, bergaung di seisi ruang kerja bercat abu-abu.
Sang pemilik suara melempar rapor berwarna biru tua ke wajah anaknya yang sedari tadi menunduk.

"APA-APAN INI RAKA?! LIHAT NILAI-NILAI MU!"

"APA YANG HARUS AYAH KATAKAN PADA KERABAT-KERABAT KITA!"

"AKU BERUSAHA KERAS BEKERJA DEMI ANAK SEPERTIMU! MENYEKOLAHKAN MU AGAR KAU BISA SUKSES! BUKAN MENJADI ANAK BODOH SEPERTI INI!"

"Lihat kakak-kakak mu yang lain, mereka selalu mendapat peringkat pertama paralel! Sedangkan kau, bahkan untuk mendapatkan ranking pertama di satu kelas saja Raka, DI SATU KELAS SAJA, KAU TIDAK BISA MENDAPATKAN PERINGKAT SATU? SEBODOH APA KAMU?"

"AYAH MALU MEMILIKI ANAK SEPERTI MU!"

"Apa ayah mempunyai anak hanya sebagai ajang pamer?" Raka berucap dengan pelan.

"Apa?" tanya Reno, Ayah Raka. Memastikan pendengarannya.

"Apa aku dilahirkan hanya sebagai alat untuk kalian? Apa ayah pernah peduli padaku? Ayah hanya peduli pada kakak terlepas apa yang kulakukan!" nada suara Raka naik tiga oktaf. Matanya menatap nyalang ayahnya.

"Jaga ucapanmu." Reno menggeram. Tangannya terkepal kuat, menahan, agar tidak memukul anaknya.

Raka tertawa sarkas. "Aku tidak pernah ingin menjadi bodoh, aku tidak pernah ingin memalukan kalian! Haha apa tadi ayah bilang? Demi anak seperti ku? Ayah seperti ini demi aku?"

"Sungguh yah? Jangan bercanda. Kau melakukan ini semua untuk diri mu sendiri, untuk harga diri mu! KAU TIDAK PERNAH MEMIKIRKAN KU! KAU HANYA MEMIKIRKAN PANDANGAN ORANG-ORANG DI LUAR SANA! KAU HANYA INGIN DI PANDANG SEBAGAI KEPALA KELUARGA YANG SEMPURNA!
Apa peduli ku tentang kerabat? Ini hidupku! AKU BERSEKOLAH BUKAN UNTUK MENGHIBUR KERABAT KITA!"

"RAKA!"

PLAK!
Tamparan keras mendarat di pipi kiri Raka.

"BERANI SEKALI KAU MENGATAKAN ITU PADA AYAHMU!"

Raka memegang pipi kirinya yang memerah bekas tamparan. "Kau malu karenaku? Sungguh, aku sangat ingin keluar dari neraka ini, rumah ini. Aku punya impian ku sendiri Ayah!"

"Apa ayah tahu, aku memenangkan medali emas untuk lomba lari?" lanjutnya, matanya memerah menahan tangis. Selama ini ia selalu menuruti ucapan kedua orang tuanya, ia hanya diam ketika orang tuanya membandingkan dirinya dengan kakak-kakaknya, ketika Reno memukulnya karena nilainya jelek, ketika Ibunya mengurung ia di kamar, ia selalu diam. Tapi tidak kali ini, ia lelah. Ia lelah karena orang tuanya tidak pernah melihat usahanya.

"Kau pikir itu berguna? KAU PIKIR MEDALI ITU BISA MEMBERIKAN UANG, RUMAH, SEGALANYA YANG KAU PUNYA SEKARANG!"

"Apa yang ku punya? Apa yang ku punya Ayah! Tidak ada! Aku tidak memiliki apapun, aku bahkan tidak memiliki diriku sendiri! SEMUA DALAM DIRI KU SUDAH KAU ATUR! APA YANG KU PUNYA?!"

"ANAK INI HARUS DI BERI PELAJARAN!" Reno menarik rambut Raka kasar, menyeretnya memasuki ruang hukuman yang berada di dalam ruang kerja. Ruangan yang sering di pakai untuk orang-orang rumah yang tidak menuruti perkataannya. Sementara Raka tidak melawan sedikit pun, ia tahu ini akan terjadi ketika ia melawan Reno.

Brak!
Pintu terbuka, menampilkan Bulan, Ibu Raka yang tengah menangis, sedari tadi ia berdiam di depan pintu, tidak berani masuk. Tergopoh-gopoh ia menghampiri suaminya.

"Jangan! Jangan lakukan itu! Ku mohon, dia anakmu!" Bulan memegang lengan Reno, ia berlutut memohon.

"Lepas!" sentak Reno menarik tangannya hingga Bulan terjatuh.
"Ini semua karena mu tidak mendidiknya dengan benar!"

"Kau benar ini salahku, karena itu lepaskan lah dia." Bulan menangis, tangannya berusaha melepaskan tangan Reno dari kepala anaknya.

"Aku tidak butuh anak tidak berguna seperti dia!" Reno semakin kuat menarik rambut Raka.

Raka terkekeh pelan. "Tidak berguna? Apa kau selalu melihat anak-anakmu sebagai dakian untuk karirmu? Karena bila kami tidak ada, kau hanya  akan menjadi bawahan! KALAU BEGITU BUNUH SAJA ANAK TIDAK BERGUNA SEPERTI KU! KENAPA KAU MASIH MEMBIARKAN KU HIDUP!"

"RAKA CEPAT MINTA MAAF!" Bulan berseru histeris.

"Kau lihat? LIHAT ANAK INI! AKU AKAN MEMBUNUHMU!" tanpa belas kasih sedikit pun, Reno mendorong kasar tubuh Bulan yang menghalangi jalannya. Menyeret kasar Raka, memasuki ruangan.

Brak! Pintu tertutup. Suara pukulan keras terdengar dari dalam. Bulan tidak bisa berbuat banyak. Ia hanya bisa menangisi perbuatan suaminya pada anak mereka.

Setelah hampir setengah jam pintu terkunci, Reno keluar. Bulan yamg sedari tadi bersandar di depan pintu berjalan masuk, hanya untuk melihat keadaan Raka yang mengenaskan. Baju nya sudah di lepas, punggungnya penuh dengan luka sobek bekas cambukkan. Begitupula dengan bagian depannya yang penuh dengan luka lebam bekas pukulan dan tendangan yang di dapat dari ayahnya. Tentu saja tidak ada luka pada wajahnya dan bagian yang mudah terlihat orang lain, itu hanya akan mengundang kecurigaan orang luar.

"Raka." Bulan terduduk di samping anaknya yang meringkuk kesakitan. Tangannya terulur hendak memeluk anaknya, namun Raka menepisnya.
Raka berusaha bangkit, ia meringis menahan sakit. Bayangkan saja bagaimana sakitnya dipukul, ditendang, dicambuk selama hampir setengah jam. Raka ragu ia bisa mempertahankan kesadarannya atau tidak.

"Raka, biar ibu obati. Kamu jangan bergerak dahulu." Bulan mengusap air matanya yang sedari tadi tidak berhenti.

"Tidak usah sok peduli." sahut Raka dingin.

"Raka, ibu minta maaf." suara Bulan terdengar lirih.

"Kau sama saja dengannya."

"Apa maksudmu, Raka?"

"Kau tidak tahu atau pura-pura tidak tahu?" Raka menatap Bulan dengan senyuman sinis, tangannya memegang perut yang mulai membiru.
"Ibu memang tidak pernah memukul ku. Tapi ibu yang membuat ku hampir gila!"

"Apa maksud mu Raka?" tanya Bulan, sekali lagi.

" Saat aku sakit, kau memaksaku untuk tetap belajar. Kau membuatku mengikuti lomba sains padahal kau tahu kalau aku bodoh di bagian itu dan berakhir aku kalah, dan di pukuli dengannya! Saat nilai ku lebih jelek dari teman sekelasku, ibu melarangku untuk makan! SAAT AKU MENDAPAT PERINGKAT TERAKHIR IBU MENYURUH KU MATI!"

"BAGAIMANA BISA AKU BAIK-BAIK SAJA? BAGAIMANA BISA AKU BAIK-BAIK SAJA SETELAH TERLAHIR DI KELUARGA INI!"

Bulan menutup mulutnya tidak percaya. Ia tidak bermaksud menyakiti anaknya. Ia hanya ingin Raka menjadi lebih baik, agar tidak di pukuli Ayahnya lagi. Bulan sungguh tidak tahu, tindakkannya membuat anaknya seperti ini.
"Maaf, maaf, maaf ibu tidak tahu perasaanmu. Ibu memang bodoh, maaf." Bulan menunduk, menangis.

"Bagaimana ibu bisa tahu perasaanku? Sedangkan ibu hanya berdiri diam, menatap ku.
Meminta nilai sempurna dari ku. Tanpa bertanya apakah aku baik-baik saja!"

"YANG IBU TAHU HANYA BAGAIMANA AKU MENJADI ANAK YANG SEMPURNA, BAGAIMANA IBU BISA TAHU PERASAANKU!"

Raka berhasil berdiri dengan susah payah. Ia menatap tajam ibunya yang menangis.

"Aku tidak mengerti. Kalian yang membuat ku ada di dunia ini, tapi kenapa kalian melakukan ini padaku? Seberapa kerasnya pun aku berusaha, kalian tidak pernah bisa melihatnya. Bukan kehendak ku menjadi bodoh. Tapi kenapa aku yang di salahkan? Apa salahku?"

Raka berjalan tertatih keluar ruangan. Hari ini, semua emosi yang ia pendam sejak dulu ia keluarkan. Tapi kenapa ia tetap tidak merasa puas?

Continue Reading

You'll Also Like

29.7K 1.8K 10
Haechan yang di jual dan harus menjadi budak darah bagi putra putra Jung, yang merupakan bangsa vampir. #jaehyuck #markhyuck #nohyuck #nahyuck #jihyu...
377K 3.3K 18
18++ Bukan konsumsi anak2 Sekian lama menjanda, kau mendapatkan kabar jika ibumu akan menikah. Mungkin bagi sebagian anak. Ia akan bahagia. Namun tid...
95.8K 7.7K 87
[COMPLETED] Kematian seorang Guru di SMP GENTAWIRA membawa Zuna dan Diana kembali ke sekolah lama mereka. Awalnya hanya Zuna yang ditugaskan untuk me...
389K 6K 76
Peringatan keras, INI ADALAH CERITA DEWASA. ANAK DIBAWAH UMUR 18 DILARANG BACA. Kumpulan cerita dewasa misteri ilmu gaib dengan adegan sex dewasa.