Hotalge High School

Galing kay Enhyliy

205K 24.9K 1K

Apa kalian tau Hotalge High School? Sekolah ternama di dunia. Mungkin semua murid ingin bersekolah disana. Ta... Higit pa

Terpaksa (1)
Tentang Hotalge School (2)
Preliminary Exams (3)
Perpisahan (4)
Makan malam (5)
Teman baru? (6)
Hari perkenalan (7)
Mental orang beda-beda (8)
Rooftop (9)
Iri(10)
Kunjungan orang tua (11)
Chapter exam (12)
Curhat (13)
Game (14)
Buku hilang (15)
Poin berkurang (16)
Jadi bahan gibah (17)
Death note (18)
Maag kambuh (19)
Selamat jalan (20)
Kena hukum (21)
Persiapan semester exam (22)
Rindu ibu (23)
D-day (24)
Dia kembali lagi (25)
Kemarahan orang tua (26)
Jangan lupa bersyukur (27)
Terbunuh (28)
Tae-Ra (29)
Saudara tiri (30)
Bad birthday (31)
Sad boy (32)
Tersangka pertama (33)
Salah tuduh orang (34)
Rest in Peace (35)
Amaya (37)
What kind of job? (39)
Three cell phones (40)
Who? (38)
Flashback (41)
Confession (42)
43 (END)
44 (EXTRA PART)

Tersangka baru (36)

3.1K 421 25
Galing kay Enhyliy

Dua orang perempuan berambut sepunggung masih setia berdiri di depan gundukan tanah bertaburan bunga segar. Mereka berdua masih setia saling merangkul dan menguatkan satu sama lain.

Mereka berdua harus kehilangan sahabatnya. Dua sahabatnya sekarang sudah tidak berada di sampingnya lagi. Yang pertama harus berada di balik jeruji besi. Yang kedua terjun dari rooftop sehingga kehilangan nyawanya.

"Caitlin kita balik ke sekolah yuk? Bus udah mau berangkat," ajak Adrin sambil mengusap punggung Caitlin perlahan.

Caitlin melirik jam tangannya sekilas lalu menggeleng. "Sepuluh menit lagi. Gue masih mau nemenin Evelyn disini."

Adrin mulai merinding. Caitlin seperti orang yang sudah kehilangan akal sehat. "Yaudah gue nunggu lo disini tenang aja."

Caitlin berjongkok lalu mengusap pelan nisan Evelyn. "Lyn lo inget gak? Awal persahabatan kita? Hmmm waktu itu gue telat terus gue lari ngejer bus, dan lo yang berhentiin bus waktu itu kan? Terus gue duduk di samping lo, abis itu lo ngasih gue parfum gasih? Terus gue nyemprotnya kebanyakan hehehe," Caitlin berbicara sambil terus menghapus air matanya yang tak kunjung berhenti mengalir.

"Terus kita ternyata sebangku kan? Eumm kayaknya gue mau beli parfum yang sama kayak yang lo kasih pas gue telat itu deh Lyn, supaya gue ngerasa lo ada terus di samping gue."

"Lyn? Disana dingin ya?" tanya Caitlin mulai tak ngelantur.

"Hmm kalo ada waktu gue kesini kok nemenin lo ya? Gue pergi dulu ya?"

Adrin segera membantu Caitlin untuk berdiri. "Yuk."

Caitlin mengangguk lesu lalu mengikuti Adrin dari belakang dan sesekali menoleh ke belakang melihat makam Evelyn.

"Drin apa kita temenin Evelyn aja ya?"

Adrin menggeleng. "Gak Caitlin. Enggak. Lo jangan ngelantur, Evelyn udah gak ada. Jangan bersikap seolah-olah dia masih hidup."

Caitlin mengangguk. "Iya bener Evelyn udah gak ada. Udah di dalam tanah ya dia?"

"Iya."

"Lo sedih gak Drin?"

"Lo gak liat mata gue udah bengkak?"

"Hehe iya liat kok."

⚫⚫⚫⚫

Caitlin dan Adrin sudah siap untuk mencari penyebab bunuh dirinya Evelyn. Mereka sudah selesai menangis seharian dan sekarang saatnya mencari penyebab bunuh dirinya Evelyn.

"Lo tau kan pin pintunya Evelyn?" tanya Adrin memastikan.

Caitlin mengangguk pasti. "Iya gue tau."

"Oke sekarang kita ke kamarnya. Lo gak perlu khawatir cctv di sekitar kamar Evelyn udah gue matiin."

"Lo ngeretas cctvnya?"

Adrin mengangguk. "Yap tentu."

Caitlin membentuk bibirnya seperti huruf O yang berarti mengerti jawaban Adrin.

⚫⚫⚫⚫

"Berapa pinnya?"

"12979."

Tit tit tit

Adrin memenceti layar kecil yang ada di pintu kamar Evelyn lalu kunci pintu itu langsung terbuka.

Caitlin menoleh ke kiri dan kanan memastikan tidak ada yang melihat mereka berdua memasuki kamar Evelyn secara diam-diam. Seharusnya memang tidak ada yang melihat karena sekarang sudah jam dua pagi.

"Aman?" tanya Adrin sambil berbisik.

Caitlin mengacungkan jempolnya lalu mendorong pelan Adrin untuk masuk ke dalam kamar Evelyn.

Setelah masuk ke dalam kamar. Mereka berdua langsung menutup pintu secara pelan.

"Idupin lampu."

Adrin langsung menyalakan lampu kamar Evelyn dan mengedarkan pandangannya mencari sesuatu yang mungkin ditinggalkan Evelyn sebelum bunuh diri.

"Drin liat ini deh."

"Apa tuh?"

"Surat deh kayaknya."

Adrin membuka kertas itu lalu membacanya dan menggeleng perlahan. "Kayaknya ini bukan kertas yang isinya penyebab dia bunuh diri deh."

"Isinya apa?" tanya Caitlin penasaran.

Adrin mulai membacakan tulisan yang ada di kertas itu. "Kalian harus bisa ya keluarin Tae-Ra dari penjara. Gue yakin kalian bisa ngeluarim Tae-Ra tanpa bantuan gue. Gue pergi dulu ya. Semangat. "

"Diary? Gak sih gue rasa Evelyn bukan tipikal orang yang curhat di diary bahkan dia gak punya diary," ucap Caitlin. Evelyn memang bukan orang yang suka menulis diary biasanya dia akan menyimpan sendiri masalahnya atau curhat langsung kepada seseorang seperti Caitlin, Tae-Ra atau Adrin.

"Lo coba di lemarinya, gue cari di meka belajarnya," perintah Adrin kepada Caitlin. Caitlin mengangguk patuh lalu mendekat ke arah lemari.

Setelah dua puluh menit pencarian, mereka berdua tidak menemukan apa-apa selain kertas tadi. Sepertinya Evelyn tidak ingin memberi tahu penyebab bunuh dirinya.

"Kayaknya Evelyn emang gak niat kasih tau kita deh? Kita balik ke kamar aja kali ya?" tanya Caitlin mulai putus asa.

"Yaudah ayuk gue juga udah ngantuk banget nih," balas Adrin sambil menguap.

⚫⚫⚫⚫

siang bergantikan malam. Matahari sudah tenggelam beberapa waktu lalu. Para murid kembali sibuk dengan bukunya karena besok sekolah akan dimulai kembali. Tapi berbeda dengan Caitlin dan Adrin yang masih sibuk mencari petunjuk pembunuhan Elena.

Mereka berharap akan segera menemukan pelakunya.

"Lo yakin dia pelakunya? Polos gitu anaknya," kata Caitlin ragu setelah melihat rekaman cctv yang didapatkan Adrin. Cctv itu merekam kejadian ketika Elena dan seorang gadis yang bukan dari elite class sedang saling dorong mendorong dan tampaknya sedang saling berteriak entah karena apa. Kejadian itu terekam empat hari sebelum kematian Elena.

"Gue gak yakin, tapi kayaknya ada sesuatu yang serius gak sih antara mereka berdua?"

"Yaa emang sih," balas Caitlin masih menyipitkan matanya kembali melihat rekaman cctv itu. Adrin melirik Caitlin sekilas lalu ikut memperhatikan rekaman cctv itu lagi.

"Lo tau namanya kan?" tanya Adrin kepada Caitlin yang masih fokus memperhatikan rekaman cctv itu.

"Iya namanya Amaya anak middle class, dia satu ekskul sama gue. Gue gak begitu yakin dia pelakunya, anaknya baik banget soalnya," jawab Caitlin.

Adrin menggeleng pelan lalu berdiri dari duduknya. "Lo gatau gimana dia sebenarnya, bisa aja dia kan?"

Kepercayaan Caitlin kepada Amaya langsung goyah. Adrin ada benarnya juga. "Trus kita harus gimana?"

"Lo deketin dia aja. Abis tu nanya-nanya deh, siapa tau dia ngasih petunjuk gitu," usul Adrin kembali duduk di samping Caitlin.

Caitlin berpikir sejenak lalu mengangguk menyetujui usulan Adrin. "Oke nanti gue coba."

⚫⚫⚫⚫

Pagi ini langit tampak gelap. Langit tak seperti biasanya, hari ini benar-benar gelap sepertinya akan turun hujan yang sangat deras. Mrs. Lia datang dengan membawa tumpukan kertas. Tidak mungkin kertas chapter exam karena murid Hotalge High School melakulan chapter exam menggunakan komputer. Atau bisa jadi juga Mrs. Lia ingin mencoba hal baru.

"Selamat pagi," ucap Mrs. Lia sambil meletakkan tumpukan kertas yang dibawanya di atas meja.

"Pagi Mrs."

"Apa kalian mengira kertas yang saya bawa ini adalah soal chapter exam? Jika iya dugaan kalian salah. Gavin tolong bagikan ini pada teman-teman kamu," perintah Mrs. Lia sambil menunjuk kertas yang ada di mejanya. Gavin langsung berdiri dan mengambil kertas itu.

"Itu adalah surat perjanjian," ucap Mrs. Lia membuat seluruh penghuni kelas cengo. Memangnya mereka melakukan apa sampai-sampai diberikan surat perjanjian seperti ini?

"Jangan heran seperti itu. Surat itu adalah surat perjanjian bahwa kalian tidak akan pernah membocorkan masalah-masalah yang ada di sekolah ini. Sekalipun itu orang tua kalian tetap saja tidak boleh. Semua murid diwajibkan untuk menanda tanganinya, tidak ada alasan untuk tidak menanda tangani surat perjanjian itu. Lagipula jika orang di luar sekolah ini tau masalah disini, reputasi sekolah ini akan menjadi buruk. Dan yang akan menjadi malu juga kalian. Jadi saya sangat mengharapkan kerja sama kalian," ucap Mrs. Lia menjelaskan.

Hideaki mengangkat tangannya ingin mengajukan pertanyaan. "Apa masalah yang dimaksud adalah kasus bunuh dirinya Evelyn dan juga masalah Keana yang melukai Caitlin Mrs?"

"Ya benar Hideaki. Jika orang luar tau sekolah ini akan benar-benar dicap sekolah yang buruk. Kalian tidak mau itu terjadi kan?"

"Tidak Mrs."

"Baiklah silahkan tulis nama kalian di surat itu lalu tanda tangani ya?"

"Baik Mrs."

Tak ada pilihan lain bagi Caitlin. Iya harus menanda tangani surat perjanjian ini. Ia tak menyangka sekolah ini akan menutupi masalah besar seperti ini. Dengan pasrah ia menanda tangani surat itu.

"Apakah sudah selesai?" tanya Mrs. Lia sambil berjalan mengawasi. Memastikan semua muridnya menanda tangani surat itu.

"Caitlin bagaimana keadaan tanganmu? Apakah masih sakit?" tanya Mrs. Lia basa-basi. Bisa disebut Caitlin adalah murid kesayangannya di kelas.

"Masih sedikit sakit, tapi sudah tidak apa-apa Mrs."

"Syukurlah kalau begitu," balas Mrs. Lia tersenyum senang.

"Jika sudah selesai silahkan dikumpulkan ke depan. Lalu letakkan hp dan laptop yang kalian bawa di depan kelas," perintah Mrs. Lia kembali. Di depan kelas terdapat lemari untuk penyimpanan hp dan laptop murid. Biasanya hp itu disimpan disana sebelum belajar dan di ambil kembali ketika istirahat atau pulang.

"Hari ini juga akan ada penggeledahan, jadi jika kalian membawa barang-barang aneh ke sekolah. Barang itu akan disita,poin kalian berkurang  dan kalian juga akan mendapat hukuman."

Ada beberapa yang mulai panik karena merasa membawa barang-barang terlarang. Ada juga yang santai karena dirinya akan aman saja.

Tok tok tok

"Oh iya silahkan masuk," ucap Mrs. Lia mempersilahkan. Sepertinya itu adalah guru-guru yang akan menggeledah murid-murid.

"Terima kasih atas izinnya Mrs. Lia, kami akan segera menggeledah murid-murid anda."

"Silahkan."

"Semuanya berdiri," perintah salah satu guru penggeledah itu.

"Kenapa kamu membawa lipstick ke sekolah? Kamu membaca peraturan kan?"

"Maaf Mrs."

"Lipstick kamu saya ambil, poin kamu saya kurangi lima belas."

Murid perempuan itu hanya mengangguk pasrah meratapi hari sialnya.

"Dasi kamu kemana?"

"Kenapa baju kamu ketat sekali, kami tidak pernah memberikan baju seketat ini kepada murid."

"Kamu pakai lipstick juga?"

"Kamu bawa maskara ke sekolah?"

Pertanyaan-pertanyaan itu memenuhi seluruh isi kelas. Ada beberapa yang tertangkap membawa make up dan ada juga yang tidak memakai atribut seragam sekolah dengan tidak lengkap.

Saatnya giliran Caitlin yang digeledah. Guru itu membuka tasnya lalu mengeluarkan semua isi tas Caitlin. Caitlin hanya santai saja karena ia merasa tidak membawa barang-barang aneh.

"Ini buku apa? Bukan buku pelajaran kan?" tanya guru itu kepada Caitlin. Caitlin tersentak kaget lalu melirik buku yang ada di tangan gurunya. Caitlin meneguk ludahnya sendiri. Ia tak sengaja memasukkan buku yang berisi semua rencana-rencana dan tersangka pembunuhan Elena.

"Hanya buku biasa." jawab Caitlin berusa tidak gugup.

"Saya buka ya?"

"Jangan Mrs."

"Berarti ada sesuatu yang kamu sembunyikan," tebak guru itu tepat sasaran. Caitlin menggigiti bibir bawahnya. Ia berharap semoga ada sesuatu yang membuat guru itu tidak jadi membuka bukunya.

Tapi sayangnya harapannya pupus seketika. Guru itu langsung membuka buku itu dan membacanya. Caitlin tidak tau apa yang akan terjadi pada dirinya.

"Buku kamu saya sita, poin kamu berkurang 20, nanti tolong temui Mrs. Lia ketika pulang sekolah, paham?"

Caitlin mengangguk pasrah. "Paham."

Mrs. Lia langsung menghampiri Caitlin. "Ini hanya buku kenapa disita juga?" tanya Mrs. Lia heran.

Guru yang menyita buku Caitlin itu membisikkan sesuatu kepada Mrs. Lia. Raut muka Mrs. Lia langsung berubah menjadi kecewa.

"Caitlin nanti temui saya di kantor saat pulang sekolah ya."

"Baik Mrs."

Adrin melirik Caitlin dengan tatapan penasaran. Apa yang terjadi dengan Caitlin? Memangnya buku apa yang dibawanya sampai disita seperti itu?

○️○️○️

Adrin melirik Caitlin dengan malas. "Bego lo tau gak? Bego bangett banget."

Caitlin memutar bola matanya malas tampak tak mau disalahkan begitu saja. "Kan udah gue bilang gak sengaja, kayak lo gak pernah salah aja."

Adrin menatap Caitlin dengan geram. Bisa-bisanya dia berbicara seperti iti ketika sudah melakukan kesalahan yang berakibat fatal.

"Gak kesengajaan lo bisa bikin rencana kita batal total tau gak? Kalo gau gini mending gausah nyari pembunuhnya dari awal. Kenapa si lo ceroboh banget hah?"

"Ya sorry kan gue udah bilang gak sengaja. Terus lo mau gue ngapain? Sujud tujuh kali gitu di depan lo?" balas Caitlin tersulut emosi. Padahal dia yang salah.

"Kalo iya gimana? Gila ya lo, lo yang salah lo yang emosian. Attitude lo dimana hah?"

Caitlin berdecih meremehkan. "Gausah bawa-bawa attitude, attitude lo juga gak bener."

Adrin mengepalkan tangannya emosi. Rasanya ingin melayangkan tinjuan ke wajah menyebalkan Caitlin.

Perdebatan mereka terhenti ketika seseorang memasuki kelas. Sebenarnya semua orang sudah pulang yang tertinggal hanyalah Caitlin dan Adrin yang berdebat tak henti dari tadi.

"Caitlin lo dipanggil sama Mrs. Lia," ucap salah satu murid kelas 12.

"Oh iya oke," balas Caitlin lalu pergi meninggalkan Adrin begitu saja.

○️○️○️

Mrs. Lia melemparkan buku yang disita tadi ke depan Caitlin. "Apa-apaan ini? Jadi selama ini kamu diam-diam menyelidiki kasus pembunuhan Elena? Saya tau Tae-Ra itu sahabat kamu tapi bukan berarti dia tidak bisa melakukan hal keji itu kepada Elena."

"Apakah Mrs. Lia bisa langsung percaya ketika murid terdidik melakukan hal keji seperti itu? Apakah Mrs. Lia tidak pernah memikirkan bahwa Tae-Ra hanya dijebak?" tanya Caitlin kepada wali kelasnya itu. Mrs. Lia malah terkekeh meremehkan.

"Jika ada bukti saya bisa apa? Sudah jelas bukan Tae-Ra pelakunya, apa perlu saya melihatkan rekaman cctvnya agar kamu percaya?"

Caitlin menghela napas lalu menyenderkan punggungnya ke kursi. "Sebelum anda beri saya sudah melihatnya lebih dulu. Saya tidak buta, saya memang melihat Tae-Ra berusaha melepaskan pisau itu dari perut Elena, tapi bukan berarti dia yang menusukkannya."

"Caitlin diam kamu! Jika kamu masih berusaha untuk membuka kasus ini kembali saya akan melaporkan ini kepada kepala sekolah," peringat Mrs. Lia. Mukanya sudah memerah karena menahan emosi dari tadi.

"Lalu anda akan mengeluarkan saya dari sekolah ini bukan? Dengan begitu saya bisa membeberkan kasus bunuh dirinya Evelyn dan kasus penyerangan Keana terhadap diri saya sendiri," balas Caitlin membuat Mrs. Lia hening.

"Sudah kamu cukup diam saja, tidak usah ikut campur masalah pembunuhan ini paham? Sekarang keluar dari ruangan saya."

Caitlin berdiri dengan kesal. Ia mengutuk dirinya sendiri karena sudah bertengkar dengan Adrin karena kecerobohannya sendiri.

"Saya kamu awasi."

"Saya akan lebih waspada," jawab Caitlin berusaha tenang lalu membuka pintu dan pergi dari ruangan wali kelasnya itu.

○️○️○️

Tbc











Ipagpatuloy ang Pagbabasa

Magugustuhan mo rin

5.6M 377K 68
#FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA⚠️ Kisah Arthur Renaldi Agatha sang malaikat berkedok iblis, Raja legendaris dalam mitologi Britania Raya. Berawal dari t...
4.6K 702 50
🏅#10-unik [1 Januari 2021] 🏅 #4-langka [24 Febuari 2021] > - - < Scarlett Viorleta, namanya. Saat iseng perg...
1.4M 63.9K 42
Menjadi istri antagonis tidaklah buruk bukan? Namun apa jadinya jika ternyata tubuh yang ia tepati adalah seorang perusak hubungan rumah tangga sese...
969K 93.8K 51
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...