Gendhis "Sang Jomlo Legend"

By Dee_ane

25.9K 4.1K 1.1K

"Ah, kamu ini suka yang gratisan mulu. Sekali-sekali pesen napa? Nglarisin punya temen pahalanya banyak. Kali... More

Prolog
Kandidat Jomlo
🦄1. Patah Hati🦄
🦄2. Bejo, Nama Tengahku🦄
🦄3. Hidup Baru🦄
🦄4. Jebakan Belut🦄
🦄5. Ketahuan🦄
🦄6. Melepas Jomlo🦄
🦄7. Perkenalan🦄
🦄8. Belud Yang Terjebak🦄
🦄9. Sahabat Baik🦄
🦄10. Rumah Clary🦄
🦄11. Hari Yang Ditunggu🦄
🦄12. Kecurigaan Gendhis
🦄13. Kejutan
🦄14. Pindahan🦄
🦄15. Kecupan Belud🦄
🦄16. Kediaman Keandra🦄
🦄17. Ujian Kesabaran Lud🦄
🦄18. Manis ... Pahit🦄
🦄19. Curhat Sahabat🦄
🦄20. Sang Jomlo Legend🦄
21. Sahabat Baik
22. Dua Cogan
23. Berpisah
25. Cucu Mantu
26. Merayu Gendhis
27. Usaha Belud
28. Rendang Cinta
29. Belud punya belut?
30. Jati
31. Handsome Devil
32. Kacau
33. Bergelut Dengan Kalut
34. Dewi Fortuna Telah Pergi
35. Mencari Gendhis
36. Perdebatan
37. Belut yang Terlelap
38. Big Cupid
39. Kabar dari Sahabat
40. Geliat Belud
Epilog

24. Bimbang

740 145 23
By Dee_ane

Lud melajukan motornya dengan kecepatan tinggi. Baru kali ini ia dipusingkan urusan wanita lain selain mami dan dua cecenya—Ruth dan Ester. Ini yang selalu ia benci dari hubungan percintaan. Bukan ia tidak menyukai perempuan, Lud hanya belum siap dengan segala macam kerepotan yang ditimbulkan.

Bersama Gendhis ia direpotkan dengan antar jemput. Mendapat teror WA absurd yang kini ia rindukan. Jangan lupakan semalam suntuk ia mencari cincin berlian yang dibuang Gendhis hingga pinggangnya encok karena menunduk. Beruntung cincin itu menggelinding di rumput sehingga tidak ditemukan orang. 

Lud mendengkus. Ia yakin bila mengabari maminya perihal putusnya pertunangan mereka, lelaki itu akan dimarahi habis-habisan. Tapi, Lud juga tidak tega memaksakan Gendhis menjadi menantu keluarga Keandra, karena gadis itu pasti akan menjadi alat untuk melahirkan keturunan Keandra sebanyak-banyaknya.

Laju motor Lud semakin kencang. Ia menerobos keramaian jalan ringroad menuju ke apartemennya yang terletak di dekat fly over Janti. Tak memedulikan kendaraan yang padat merayap, motornya meliuk-liuk mencari jalan. Seperti hatinya yang tertekuk-tekuk karena keputusan Gendhis.

Dua puluh menit kemudian, Lud masuk di apartemennya. Ia melempar begitu saja kunci motornya hingga bunyi gemerincing memenuhi ruangan. Diambrukkannya raga jangkung itu di sofa. Ia mengembuskan napas kasar. Sepertinya Lud harus segera memberitahu maminya agar membatalkan segala persiapan. Apalagi setahu Lud, maminya sudah bercakap-cakap dengan Mama Gempi dalam rangka mempersiapkan pernikahan anak-anak mereka.

Rupanya ikatan batin Lud dan sang mami sangat kuat  Tak sampai lima menit, gawai dengan notifikasi khusus terdengar. Mami Bella menelepon. Lud mendesah. Ia menegakkan tubuh seraya mengacak rambutnya. Lelaki itu menebak maminya akan bertanya kabar dan menceritakan persiapan mereka. 

Pekikan gawai pun terhenti bersamaan dengan jari Lud yang menyentuh tanda menerima panggilan.

"Iya, Mi." Nada Lud terdengar malas.

"Apa kabarnya, Nyo? Kok lemes? Awas jangan ngapa-ngapain Gendhis dulu ya!"

Lud mendengkus keras. "Mi, Lud capek. Pikirannya gitu banget, sih?"

Mami Bella terkikik. "Emang mikir apa? Idih, anak Mami tuh mikir yang iya-iya. Mami sih sebenarnya udah nggak sabar nimang cucu dari kamu Lud." Suara Mami Bella terdengar bersemangat.

"Mi, gimana punya cucu orang kami putus," terang Lud.

"Putus?"

"Gendhis mengembalikan cincinnya, Mi. Kami putus!" tandas Lud dengan keras. Entah kenapa nadanya meninggi, padahal selama ini ia tidak pernah berkata keras pada maminya.

"Apa??"

Seperti dugaan Lud, Mami Bella setelahnya menceramahi Lud panjang lebar. 

"Nyo, kamu ini nggak bisa jaga Gendhis? Mami nggak mau tahu, Mami maunya Gendhis yang jadi mantu Mami. Titik! " Kalimat itu diucapkan oleh Mami Bella dalam satu tarikan napas. 

"Tapi, Mi." Suara Lud  memelas.

"Nggak ada tapi-tapian. Mengerti, Sinyo?" seru Mami Bella hingga Lud harus menjauhkan gawainya dari telinga.

Namun, beberapa saat kemudian terdengar teriakan Papi Victor. 

"Mi, Akong kenapa?" Suara papi Lud terdengar kalut di speaker gawainya

"Akong!" Kini teriakan melengking Mami Bella yang menyeruak di pendengarannya.

Beberapa detik kemudian, panggilan yang masih terhubung terputus percakapannya. Lud tidak bisa menduga apa yang terjadi di sana. Ia mematikan begitu saja gawainya, lalu bangkit untuk memasak nasi sebelum mandi.

Satu jam kemudian, bel pintu apartemennya berdering nyaring. Lud sedang makan telur ceplok dengan nasi hangat. Masih mengunyah makanannya, Lud membuka pintu dan terkuaklah Ester dengan mata berkaca-kaca.

"Ce, awa ava?" Mulut Lud yang masih penuh membuat artikulasinya tak jelas.

Begitu masuk, gadis yang usianya tiga tahun di atas Lud itu, memeluk adiknya. Lud mengernyit. Ester selalu memeluknya bila ia sedih.

"Ada apa, Ce?" tanya Lud.

"Akong, Akong …." Jawaban Ester terbata.

"Kenapa Akong?"

"Akong di rumah sakit. Beliau kena serangan jantung pas denger Mami marahin kamu putus sama Gendhis. Kamu sih ditelepon nggak diangkat!" Ester menyeka air mata dengan punggung tangannya. Lalu ia memukul lengan kekar adiknya. "Lagian ngapain sih kalian pakai putus! Nggak jelas banget! Baru beberapa waktu lalu lamaran, udah putus!"

Lud meringis. Ia sungguh-sungguh tersiksa di antara para wanita. Merepotkan! Kalau tidak dicereweti, pasti akan dipukuli seperti ini. 

"Gendhis yang minta," kilah Lud, mwngusap lengannya naik turun.

"Kamu nggak inget apa pesennya Akong buat jagain Ndhis. Beliau itu sudah sayang sama Ndhis, Nyo!" Mata sipit yang bereyeliner membentuk mata kucing itu menyipit.

Lud tak menjawab. "Ya udah, Ce. Ayo kita susul ke Panti Rapih. Paling Papi juga belum sampai."

***
Benar dugaan Lud. Saat Lud dan Ester tiba di Panti Rapih, orang tuanya baru sampai di Turi. Mereka menunggu dengan gelisah di depan drop zone IGD.

Begitu mobil keluarga Keandra dengan plat nomor AA masuk halaman rumah sakit, Lud dan Ester menyongsong rombongan. Begitu membuka pintu mobil, Akong tergolek lemas di kabin kedua ditemani Mami Bella. Seorang satpam membantu untuk menurunkan Akong dari mobil dan membaringkan di atas brankar. 

Suasana riuh. Semua panik. Akong yang lemas itu membuat Lud merasa bersalah. Lud disuruh memarkir mobil sementara yang lain masuk ke dalam IGD. 

Lud memilih duduk di luar. Sudah terlalu banyak pengantar Akong di dalam. Sesaat kemudian, Papi Victor keluar dan duduk di samping anaknya. Ia sudah tahu duduk masalahnya saat istrinya yang cerewet berdoa dalam perjalanan sambil menyerocos mengeluhkan sikap anak bungsu mereka.

"Pi, gimana Akong?" tanya Lud sendu. 

"Semua baik-baik. Akong harus rawat inap Mami masih mengurus untuk memesan kamar."

Lud hanya menganggut. Rautnya kusut. "Pi, maaf."

Papi Victor menghela napas. "Nyo, Akong minta ketemu sama Ndhis. Kamu yang telepon minta dia datang gih."

Lud menunduk. Matanya tertuju pada ujung kaki yang berbalut sandal.

"Lud udah putus, Pi," ucap Lud lirih.

Papi Victor mengernyit. "Kenapa?"

Lud pun menceritakan semua hal yang terjadi dari awal sampai akhir. Papi Victor hanya mengangguk. "Lagian Gendhis kayanya udah deket sama cowok lain."

"Perasaanmu gimana, Nyo?" 

Lud membisu. Hanya papinya yang mengerti dia. Seolah mereka satu kubu dalam menghadapi kecerewetan para wanita yang selalu nengedepankan hati dari pada logika.

"Jujur, Lud kehilangan, Pi."

"Nyo, Papi nggak mau intervensi keputusan kalian. Tapi, cinta sekali pun kamu harus perjuangkan. Sekarang telepon Ndhis. Akong mau ketemu. Beliau udah sayang banget sama Ndhis. Jangan sampai beliau tahu, kamu nggak bisa menjaga Ndhis dengan baik."

Papi Victor berlalu. Ia masuk kembali ke IGD. Lud hanya bisa termenung menatap punggung sang papi. Ia menggosok wajahnya dengan kasar.

Mau tidak mau ia harus menghubungi Ndhis. Lud pun merogoh gawai dan mencari kontak "My Sweet Gulali". Lud mendengkus, teringat Gendhis dengan lancangnya mengganti nama di kontaknya. Tapi, lelaki itu membiarkan nama kontak itu.

Nada hubung berbunyi tetapi tidak ada yang mengangkat. Lud mencoba sekali lagi. Tetapi tetap saja tidak ada jawaban.

***

Walau Gendhis menekuri buku diktat Bedah Mulut, tapi pikiran Gendbis tidak fokus. Mami Gempita yang baru saja ia telepon untuk mengabarkan putusnya Lud dengannya menyerocos panjang lebar menasihati. 

"Kamu itu nggak boleh mudah memutuskan! Kamu pikir memutuskan menikah itu seperti memutuskan membeli mainan? Udah bosen, buang gitu aja! Gendhis, Gendhis! Mama nggak tahu jalan pikiranmu! Sebelum lamaran kan Mama dan Papa udah kasih pertimbangan. Trus baru beberapa hari tunangan, udah putus! Padahal Mama udah seneng karena mikir Lud mau menerima kamu yang ceroboh dan slebor itu apa adanya!"

Gendhis mendesah. Mama Gempi tidak pernah memarahinya. Nada suara yang melengking itu menandakan mamanya marah besar. Saat ia masih melamun, notifikasi khusus panggilan dari Lud berbunyi. Awalnya ia tidak indahkan. Gadis itu hanya memandang gawai yang berkedip-kedip menampakkan foto profil Lud.

Nama kontak Lud yang masih bernama "My Fiance" kembali muncul. Ia belum menggantinya. Kira-kira sudah lima kali Gendhis tidak mengacuhkan deringnya. Hingga akhirnya, pesan Lud masuk di ponsel.

Lud
Ndhis, angkat telepon. Please …. Penting!

Begitu ada panggilan lagi, Gendhis pun mengangkat. Ia penasaran seberapa penting yang hendak dibicarakan Lud.

"Apa?" sapa Gendhis ketus. 

"Akong sakit. Beliau cari kamu, Ndhis." Suara Lud terdengar lemas.

Mata Gendhis membeliak. Ia cukup dekat dengan Akong. Kakek Lud itu selalu memberikan nasihat dan meminta Mami Bella meneleponnya untuk sekedar menanyakan kabar.

"Akong? Di mana? Kapan? Kenapa?" tanya Gendhis bertubi.

Lud terkekeh. Lelaki itu tahu Gendhis pasti peduli dengan Akong. "Di Panti Rapih. Dokter nyuruh dirawat inap."

Mereka membisu sejenak. Tidak ada suara dari keduanya.

"Ndhis." Lud membuyarkan kesunyian mereka. Gendhis hanya berdeham. "Kamu nggak usah ke sini kalau nggak sreg."

Gendhis hanya mengernyit mendengar suara pilu Lud. Ia tak menjawab hingga akhirnya Lud menyudahi panggilannya.

Baru selesai ia menerima panggilan dari Lud, panggilan dari Clary masuk ke gawai. Sontak, mata Gendhis berbinar. Ia sedang galau dan ingin meminta pertimbangan Clary.

"Claryyy …." Rasanya Gendhis ingin Clary ada di situ agar bisa memeluknya.

"Cla, pas banget kamu telepon. Aku lagi galau nih," kata Gendhis bersemangat.

Ndhisss ....” 

Mendengar nada suara Clary yang sendu, Gendhis keheranan. "Kamu juga lagi galau, Cla?"

Iya, Ndhis. Bingung banget nih. Kamu kenapa, Ndhis?”

"Kamu cerita dulu deh. Kamu kan yang telepon," kata Gendhis tahu diri.

Mamaku masuk rumah sakit, Ndhis. Kapan hari itu pingsan di halaman rumah.”

"Ah, iya. Tadi aku dikasih tahu Bu Nuh sama Bu Jito. Kamu mau pulang ke Yogya, Cla?" tanya Gendhis. 

Aku bingung. Mama nggak mau aku datang. Kata Pak Jito, begitu dengar namaku, dia malah ngamuk. Aku harus gimana, Ndhis?” Gendhis bisa membayangkan wajah Clary yang memelas.

"Tante Suwi nggak bersyukur banget sih? Masih mending kamu mikirin dia." Gendhis merutuk nggak jelas. Ia kadang kesal dengan sikap Nenek Sihir yang selalu mempersulit Clary.

"Menurutku, kamu pulang sih, Cla. Daripada dibilang anak durhaka. Mau dia terima apa nggak, yang penting kamu udah datang," kata Gendhis sok bijak. Kepala manggut-manggut keheranan karena tiba-tiba menjadi bijak.

Gitu ya, Ndhis. Aku juga kepikiran sih. Nggak enak banget. Masa Mama malah diurus sama ibu-ibu RT. Malu juga ya, Ndhis.”

"Ya udah, kamu pulang aja. Nanti aku jemput." Gendhis terdiam sesaat. "Ngomong-ngomong soal sakit, barusan aku juga ditelepon Mas Lud. Akong kejet-kejet denger kami putus. Aku bingung juga. Soalnya Akong pengin ketemu sama aku."

Kejet-kejet? Kaget atau gimana Ndhis? Atau kena racun? Anjing klo kena racun kan kejet-kejet juga sebelum mati.”

Gendhis terkikik. "Kaget gitu, Cla. Aku kasihan Akong. Tapi aku nggak bisa balikan sama Lud. Aku kan udah bilang jadian sama Abe. Terus enaknya aku datang apa gimana? Aku bayangin nanti, pasti Akong minta aku balikan sama Lud deh." Dengan percaya diri, Gendhis mengungkap ramalannya.

Kalau kamu sayang sama Akong ya kamu datang ke Akong.” Clary memberi pertimbangan.

"Ehm, datang ya? Kalau ditodong nikah kaya drama-drama itu gimana, Cla?" Otak Gendhis sepertinya sudah terkontaminasi drama Korea. 

"Ditodong nikahan sama Lud?  Mmmm ... kamu emang kepingin nikah kan? Sama siapa aja oke asal nggak jadi jomlo legend?"

Gendhis mendengkus. "Ya ampun, Cla. Nggak gitu juga kali. Aku masih suka ... ehm, bukan sayang sama Lud. Bahkan aku nolak Abe, karena belum bisa move on dari Mas Lud. Aku takut goyah, Cla. Mas Lud belum bilang 'sayang' apa 'cinta' sama aku."

Oh, karena belum bilang cinta? Minta dia bilang cinta, Ndhis.”

Gendhis mencebik. Kalau urusan hati segampang itu, nggak bakal Gendhis sakit hati. Gadis itu menyudahi pembicaraan. Clary yang sedang bingung sangat tidak pas dimintai masukan. Dalam kondisi biasa saja kadang sarannya aneh apalagi dalam keadaan galau.

Kalau gitu, aku usahain berangkat besok, Ndhis," lanjut Clary.

"Ok, Cla. Besok aku jemput sekalian langsung ke rumah sakit ya."

Makasih, Ndhis"

Gendhis hanya mengembuskan napas. Ia masih menimbang apakah sebaiknya dia pergi ke rumah sakit atau tidak.

💕Dee_ane💕

Mampir juga yuk ke sahabat Ndhis
Clary "Eks Jomlo Dadakan" furadantin

Continue Reading

You'll Also Like

8.5K 578 32
Spin off NOT MY DESTINY Kembali lagi ke rumah. Terkadang kita selalu berpikir bahwa luka itu hadir dalam keadaan sadar, tetapi kenyataannya tidak de...
10.1K 309 3
Kembali ke Indonesia untuk menebus kesalahannya. Viona menemui satu per satu masa lalunya. Kesalahan terbesarnya ada pada Dhan. Ia memberanikan diri...
177K 26.3K 28
Swipe right. Dua kata yang tidak asing untuk pengguna dating apps. Bermula saat Liora merasa iri dengan teman-temannya yang sudah punya pacar, akhirn...
26.1K 3.6K 13
Menikah sama duda? Aduh, bagi Vara itu nggak banget! Vara punya prinsip, tidak akan pernah mau punya suami yang berstatus bekas orang lain. Sehingga...