He's Dangerous

By wanodyakirana

9.9K 2.1K 7.1K

[Mature Content] "Jung, kau memang berbahaya." Nyatanya, Jeon Jungkook memang sinting. Lebih dari apa pun, Le... More

1. Comfort
2. Treason
3. Risk
4. The Plans That Failed
5. Circulation Of Money
6. Jungkook is Back
7. The Quandary
8. Who is He?
9. Hiraeth
10. Craftiness
11. Tacenda
13. Strange
14. Peace Agreement
15. Decero: Start From Zero
16. Bae Soora's Death
17. Hidden Facts
18. Leira Becomes A Suspect
19. He's Dangerous
20. Traitor's Neighbor
21. The Right Hand
22. Feeling Relieved
23. The Last Wedding Gift
24. Now It's All Over
25. Wherever I May Go

12. Bamboozle

318 73 406
By wanodyakirana

Dengan napas yang berantakan, mereka sampai di rumah Jimin. Leira mengambil minum, ia haus. Sedangkan Jimin tetap berdiri sambil mengedarkan pandangannya. Jimin merasa, rumahnya aman-aman saja, tidak ada hal yang mencurigakan.

Jimin menghampiri Leira. "Kurasa Jung tidak menaruh apa pun."

"Cari yang benar, kau tadi hanya menebarkan pandangan saja." Setelah itu, Leira melajutkan meneguk minumannya.

Jimin melempar bantalan sofa ke sembarang arah, meraba lipatan-lipatan sofa dari ujung sampai ke ujung. Berjongkok untuk meraba sesuatu di bawah ranjang, dan membuka semua laci meja. Putus asa, dia tidak bisa menemukan apa pun.

Menghela pasrah sambil menyenderkan tubuhnya pada rak buku. Saat tangan Jimin tidak sengaja menyenggol buku sampai terjatuh, matanya memincing karena menemukan benda kotak berwarna hitam yang lampunya menyala merah. Jimin mengambil benda itu dan memberikannya kepada Leira.

"Nah, kan, sudah kubilang. Jung tidak mungkin tidak menaruh hal ini di sini."

Jimin membolakan mata. "Jadi, selama ini dia melihat saat kita bercinta?"

Leira menarik napas panjang, dia memegang bahu Jimin. "Sudah pasti, Jim. Menurutku kurang lengkap jika Jung tidak menaruh penyadap suara juga. Kita harus mencari lagi."

Mereka berkeliling ke semua tempat. Leira membalikkan semua lukisan yang menggantung di dinding, masih sama--tidak ada. Matanya terasa silau saat ada cahaya yang masuk, cahaya itu berasal dari balik jam dinding. Leira mengambil jam dinding itu. Sebuah benda kecil jatuh ke lantai. Benda itu sama persis dengan benda yang diberikan Jung saat di rumah.

"Jim."

Jimin berbalik dan menerima benda itu setelah disodorkan Leira. Jimin menggeleng pelan, lalu menatap wajah Leira. "Kurasa otak Jung benar-benar gesrek. Aku tidak habis pikir, ternyata dia senekat itu di luar dugaan kita. Dan kau, masih mau mempertahankan suami gilamu?"

Leira mendengkus kasar, ia merebahkan tubuhnya di ranjang. Sebelumnya, ia merusak dulu penyadap suaranya daripada Jung bisa mendengarkan percakapannya dengan Jimin saat ini.

"Sebenarnya aku tadi mengajukan permintaan bercerai, tapi gagal. Jung punya kartu kita."

Jimin menyipitkan matanya. "Kartu? Kita?"

Leira membasahi bibir bawahnya. "Decero. Kalau aku bercerai dengannya, kau mau kita masuk penjara atas tuduhan pembunuhan berencana?"

Sekali lagi, Jimin kaget--membuka mulutnya lebar-lebar. "Jung memegang wine itu? Ba-bagaimana bisa?"

Memejamkan mata dan berbaring santai, Leira berkata, "Dia menukarnya saat aku sedang mencarinya di lantai atas. Maka dari itu, wine yang terdeteksi adalah wine palsu."

"Whoa, kita benar-benar kalah telak."

Seketika Leira membuka matanya, ia terduduk di samping Jimin. Saat ini pikirannya tertuju pada Bae Soora, berani-beraninya dia ikut campur dalam urusan rumah tangganya. Kalau bertemu dengan Soora lagi, Leira pastikan akan menjambak rambutnya kuat-kuat.

"Menurutmu, Bae Soora pindah ke mana? Rasanya ingin sekali bertemu dengannya sekali lagi, karena belum puas mengacak-acak rambutnya."

Tawa Jimin mengudara. "Kau ingin bertemu dengannya hanya ingin mengacak-acak rambutnya sekali lagi? Jangan bercanda, itu buang-buang waktu, Sayang."

"Aku serius, Jim."

"Hey, kau akhir-akhir ini sangat sensitif sekali. Lagi datang bulan, ya?"

Leira memutar bola matanya jengah, ia beranjak menuju dapur untuk mengambil minum. "Belum sama sekali, akhir-akhir ini tubuhku selalu lelah dan dehidrasi," katanya dari jauh.

Jimin turut beranjak menghampiri Leira. Dia memberikaan back hug dan menenggelamkan kepalanya di ceruk leher wanita itu. Leira seketika diam, ia teringat Jung yang selalu memeluknya dari belakang seperti ini--memohon untuk dibuatkan susu.

"Jim, kau mau membantuku untuk membuntuti ke mana perginya Jung hari ini?"

***

Mereka sekarang berada tidak jauh dari kantor Jung--menunggu target keluar dari kantornya. Sudah setengah jam Leira dan Jimin di sini, tetapi Jung sama sekali tak nampak.

Leira ingin membeli minum di toko terdekat, saat hendak keluar mobil, tangannya dicekal oleh Jimin. "Masuk, Jung keluar." Jimin menunjuk ke arah Jung berada.

Leira menyipitkan matanya, seperti menemukan sesuatu. Jari telunjuknya antusias menunjuk barang yang Jung tarik. "Boks itu, Jim. Sepuluh miliar di tangan Jung. Cepat, jalankan mobilnya!"

Meminimalisir jika mereka ketahuan, Jimin menjalankan mobil agak jauh dari mobil Jung. Untungnya, Jung menjalankan mobil dengan kecepatan sedang, membuat Jimin tidak ketinggalan jejaknya.

Jung berhenti di depan toko alkohol dan menarik kedua boks yang dibawanya. Bukan masuk ke dalam, melainkan masuk ke gang kecil di samping toko itu. Jimin dan Leira heran, mau ke mana Jung membawa 'uangnya' itu?

Jimin dan Leira bergegas turun--membuntuti Jung diam-diam. Leira mencebik kesal karena Jung berhasil membuat pusing dirinya. Sial, Jung mengambil jalan yang banyak belokannya.

Jung berbalik karena merasa ada yang mengikutinya. Namun, ia tidak menemukan siapa pun selain orang-orang yang berlalu lalang. Jung mengabaikan firasat buruknya dan tetap berjalan ke depan.

Leira dan Jimin bernapas lega karena keberadaanya tidak diketahui oleh Jung. Mereka melanjutkan langkah hingga bersembunyi tepat di belakang Jung saat pria itu berhenti di sebuah toko bunga dengan keadaan sepi.

Jung tidak sendiri, ada Bae Soora bersamanya.

Leira mencoba menahan amarahnya saat melihat Bae Soora telah menunggu sambil melipat tangan di atas perut. Soora terselamatkan dari amuk Leira, sebab mereka menguntit dari kejauhan.

Jung menoleh ke kanan-kiri, memastikan tidak ada orang yang melihatnya. Lalu, ia sengaja membuka kedua boks itu dan menampilkan semua uangnya.

Jimin menyeringai samar. Mata Leira sontak berbinar melihat uang sebanyak itu. Selangkah lagi dia bisa membawa kabur sepuluh miliar yang menjadi incarannya selama ini.

Jung menutupnya kembali, menyerahkan trolinya ke Soora. Mereka berjalan terpisah. Soora berjalan satu arah, sedangkan Jung kembali ke jalan sebelumnya. Tentu saja Leira dan Jimin membuntuti Soora yang notebenenya memegang uang itu.

Soora berbelok ke kanan. Mereka sempat kehilangan jejak karena jalanan ramai sekali. Untung mata Jimin berhasil menangkap presensi Soora berada. Saat hendak mengikuti Soora yang belok ke kanan lagi, mereka dikagetkan dengan kemunculan Jung yang tidak sengaja. Jung membuka kacamatanya. "Eoh, kalian di sini juga? Mau membeli apa?"

Leira mengepalkan kedua tangannya. Gagal sudah mengikuti Bae Soora. "Aku dan Jimin mau membeli biji kopi dan serbuk teh untuk restock di restoran." Jimin ikut mengangguk.

Jung tersenyum ambigu. "Ah, ternyata kita tidak sengaja bertemu di sini. Kukira tadi kalian yang membuntutiku, soalnya aku merasa tidak nyaman."

Jimin menepuk bahu Jung. "Jangan asal menuduh, Jung. Kami baru sampai di sini dan bertemu denganmu."

Tawa Jung mengudara. "Santai saja, Jim. Aku tidak menuduh, hanya memberitahu kalian."

"Kalau begitu kami pergi dulu, Jung," kata Leira tersenyum kecut.

"Nanti jangan pulang malam-malam ya, Sayang. Aku ingin makan malam bersama, hari ini aku yang akan memasak." Leira hanya mengangguk dan pergi meninggalkan Jung.

Serasa posisinya dan Jungkook sudah jauh, Leira berulang kali mengumpat, "Gagal, gagal, dan gagal. Sial, Jung menyadari kita! Seharusnya aku memikirkan rencana yang matang."

Jimin juga mencebik kesal atas kegagalan mereka kali ini. "Kurasa posisi kita jauh di bawah Jung. Lupakan itu, sekarang kita beli biji kopi dan serbuk tehnya dulu. Aku baru ingat kalau stock kita memang kosong."

Di sisi lain, Jung dan Soora berada di toko serbuk teh. Mereka membeli tiga karung dan menuliskan alamat pengirimannya.

"Sonbae, sudah selesai semua. Kita hanya perlu menunggu barangnya sampai di tempat tujuan." Jung menarik napas. "Kalau begitu, aku permisi dulu, maaf tidak bisa mengantarmu pulang, Sonbae. Sungguh, aku buru-buru." Setelah mendapat anggukan dari Soora, Jung meninggalkannya sambil melambaikan tangan.

Kafe yang tidak jauh dari tempatnya berada adalah tujuan Jung. Pria yang memakai pakaian serba hitam telah menunggunya di sudut ruangan. Jung menghampirinya dengan mengulas senyum bahagia. "Halo, Hyung."

"Lama sekali," keluhnya tak terima.

"Maaf, istriku dan Jimin membuntutiku. Jadi, aku harus menghindarinya dulu." Jung memanggil pelayan. "Mau pesan apa? Nanti aku yang traktir."

"Samakan saja denganmu."

Setelah memesan, Jung mendekat ke arah pria itu--berbisik di telinganya. "Yang kuinginkan sudah kau bawa?"

Pria itu menaruh paper bag merah di atas meja. Jung menyeringai samar, puas dengan kerja pria yang ia panggil Hyung. Ternyata, tidak sia-sia mengajaknya kerja sama.

"Decero," gumam Jung kecil.

"Terima kasih telah membantuku, Hyung. Ini bayaranmu." Jung menyodorkan amlop coklat yang agak tebal kepada pria itu.

Bisa dibilang, simbiosis mutualisme.

***

Malam ini Jung menepati janjinya, memasak makan malam untuk mereka berdua. Ia menyiapkan meja makan dengan sempurna, menata letak piring dan gelas pada tempat yang sudah ditentukan, diimbuhi sendok dan sumpit di sebelah kanan, sedangkan garpu di sebelah kiri, serta lilin yang menghiasi makan malam mereka supaya terkesan romantis.

Sudah dibilang, kan, jika Jeon Jungkook itu pria perfeksionis?

Setelah sepuluh menit menunggu, Leira memasuki rumah dengan tampang lelahnya. Ia kaget saat melihat meja makan dengan penataan serapi itu. Bukan hal biasa sih, jarang-jarang Jung mau melakukan ini.

"Oh, halo Sayang, akhirnya pulang juga. Cuci tangan dulu sana." Sebuah kebiasaan bagi pasangan suami istri ini jika selesai berpergian harus mencuci tangan lebih dulu sebelum melakukan hal lain.

Dari angka satu sampai sepuluh, Leira memberikan angka seribu atas keperfeksionisan yang dimiliki Jung.

Leira mencuci tangannya di wastafel dan membelakangi Jung. Suaminya spontan memberikan back hug, menenggelamkan kepalanya di ceruk leher Leira. Benar-benar sama yang dilakukan Jimin siang tadi.

Hatinya memang labil. Jika bersama Jimin, perasaanya sepenuhnya beralih ke Jimin. Jika bersama Jung, perasaanya sepenuhnya beralih ke Jung.

Leira serakah.

Ingin memiliki kedua pria yang berperan penting dalam hidupnya.

Jimin dengan segala perhatiannya, dan Jung dengan segala hartanya. Leira sangat ingin merengkuh mereka berdua ke dalam pelukannya. Abai jika dibilang wanita tidak punya harga diri. Kenyataannya, Leira mencintai mereka berdua.

Jung mencium dua kali leher Leira. "Buatkan aku susu coklat. Kau sudah lama tidak membuatkan jatahku saat malam hari." Sebagai jawaban, Leira mengangguk.

"Setidaknya katakan 'ya' kepadaku. Jangan mendiamkanku seperti ini, kau masih marah karena sindiranku tadi pagi, ya?" Leira menggeleng.

"Ya sudah, aku tidak akan melepaskan pelukan ini," ancam Jung yang hanya mendapat anggukan dari Leira.

Kalau boleh jujur, Leira sudah kepalang gemas dengan sikap manja Jung. Pria ini benar-benar bisa mengubah sifat dalan satu waktu, sangat mendominasi, dan sulit ditebak.

"Sayang, aku minta maaf karena berkata kasar padamu. Maaf, ya? Kalau kau tidak memaafkanku, aku akan terus seperti ini."

Leira mendengkus pasrah. "Kalau kau tidak pergi, bagaimana bisa susumu cepat jadi?"

"Kau memaafkanku?"

"Hanya sekadar berbicara."

"Berarti kau memang memaafkanku."

"Tidak ada yang bilang begitu."

"Aku yang bilang begitu."

Pada akhirnya, mereka berdebat kecil perihal permohonan maaf yang entah diterima atau tidak. Jung memang jail, bukannya membuat Leira senang, malah memancing emosinya.

Jung lebih memilih duduk lebih dulu, disusul Leira yang membawakan segelas susu coklat. Jung tersenyum simpul. "Terima kasih." Lagi, Leira hanya mengangguk.

Jung bosan sekali melihat Leira yang terus mengangguk dan menggelengkan kepala sebagai jawaban. "Mulai lagi bisunya," sindirnya.

"Malas berbicara denganmu," jawab Leira ketus.

"Ya sudah." Jung mengendikkan bahu. Ia mengambil makanan dan ditaruh di piring Leira. Kebalik, seharusnya Leira yang melakukan ini. Mungkin, sesekali Jung yang harus bertukar posisi sebagi istri.

"Malam ini mau minum?"

Leira menelan makanannya. "Tidak ingin, malas mabuk."

Jung memasang raut kecewa. "Padahal aku sudah membeli Decero tadi," katanya sambil menunjukkan wine yang Jung ambil dari bawah meja.

Leira sontak menatap wine itu. Takut jika itu adalah wine yang beracun. Pasalnya, Jung memegang wine yang berisi racun arsenik miliknya.

Jung tersenyum ambigu. "Tenang Sayang, ini tidak ada racunnya. Tidak mungkin aku akan meracuni istriku yang sangat kucintai ini."

"Jung, berhenti membual."

Jung menuangkan wine ke gelasnya dan gelas Leira. Sesudahnya, ia mengangkat gelasnya--mengajak Leira bersulang. Dengan ragu, Leira menerima ajakan bersulang Jung.

Untuk memastikan wine ini beracun atau tidak, Leira membiarkan Jung meneguk habis wine-nya lebih dulu. Kalau tidak terjadi apa-apa, Leira berani meminumnya.

"Sudah kubilang kan, ini tidak ada racunnya sama sekali. Mana tega aku melihat istriku mati mengenaskan."

Gila, baru saja meminta maaf dan Jung kembali mengeluarkan kata-kata busuknya lagi? Sangat tidak waras.

"Hanya bercanda, Sayang," imbuhnya.

Leira memutar bola matanya jengah. "Aku sudah selesai, dan mau ke kamar. Kau bereskan piringmu sendiri."

Jung menahan tangan Leira, membuat wanita itu diam di tempat. Lalu, Jung mengambil sebuah botol kaca di bawah meja lagi. "Kau mencari ini, kan?"

Mata Leira sontak terbelalak, tangannya mencoba meraih Decero yang asli. Namun, Jung berhasil mengelak. "Berikan padaku!"

"Kalau kau mau meminumnya, nanti kuberikan."

"JUNG!"

Jung mengangkat satu alisnya. "Apa, Sayang?"

"Otakmu sudah gesrek! Aku membencimu!" Leira tidak memedulikan wine itu lagi, dan pergi naik ke lantai atas.

"Aku mencintaimu."

Continue Reading

You'll Also Like

31.8K 4K 7
Post-it misteri. Hidup Park Jiyeon yang semula penuh warna berubah suram seketika saat dirinya mulai mendapatkan kiriman post-it tak terduga. Based...
Menik (Completed) By Dee_ane

Historical Fiction

82.6K 15K 53
19 Oktober 2022 --> short list The Wattys Award 2022 genre historical fiction 19 Nov 2022 --> Winner The Wattys Award 2022 genre historical fiction D...
8.7K 1K 5
Di tengah gejolak panas dunia bisnis, Hasa yang dianggap sasaran empuk, suatu hari membawa seorang pria berpakaian serba hitam yang diperkenalkan seb...
6.3M 485K 57
Menceritakan tentang gadis SMA yang dijodohkan dengan CEO muda, dia adalah Queenza Xiarra Narvadez dan Erlan Davilan Lergan. Bagaimana jadinya jika...